BAB I 1 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana alam yang terjadi dapat mengakibatkan kerusakan dan kehancuran bagi lingkungan maupun makhluk hidup, hal ini tidak dapat dicegah dan namun dapat diantisipasi oleh manusia. Bencana alam yang paling banyak menyebabkan kehancuran dan kerusakan adalah gempa bumi. Dilihat dari segi struktur, gempa bumi adalah fenomena alam yang sangat perlu mendapat perhatian serius. Beberapa tahun belakang ini, banyak terjadi gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng bumi (gempa tektonik) dan Indonesia merupakan daerah yang dilalui beberapa lempeng serta menjadi pertemuan lempenglempeng bumi tersebut. Indonesia tercatat sebagai salah satu wilayah rawan gempa di dunia. Azas utama penyediaan bangunan sipil adalah untuk tujuan kemanusiaan. Oleh karena itu unsur hakekat manusia harus ditempatkan pada posisi tertinggi untuk dilindungi dari segala pembebanan bangunan (Widodo,2003). Manusia sebagai penghuni bangunan harus terjaga kenyamanan dan rasa amannya serta terjangkau pembangunannya. Oleh karena itu para ahli, para peneliti maupun para praktisi harus dan telah menunjukkan dedikasinya, telah bekerja dengan keras untuk memenuhi kebutuhan bangunan tersebut, sebagai suatu sumbangan dalam kemanusiaan (Widodo,2003). Berangkat dari unsur-unsur bangunan tersebut maka telah dibuat beberapa peraturan mengenai tatacara perencanaan gedung tahan gempa di Indonesia. Namun demikian gempa bumi yang terjadi masih menimbulkan kerugian dan korban jiwa yang tidak sedikit sehingga para civil engineers tetap terus melakukan riset dari pengalamanpengalaman tersebut untuk mendapatkan sebuah teknik untuk mengeliminasi beban gempa pada superstruktur(Widodo,2003). Dalam beberapa tahun terakhir base isolation (isolasi dasar) telah berkembang digunakan sebagai teknologi untuk mendesain gedung dan jembatan pada daerah dengan zona gempa tinggi. Base isolation dikembangkan dengan dasar bahwa bahaya kehancuran dan
kerusakan gedung akan tereliminasi selama gempa terjadi (Widodo,2003). Konsep base isolator adalah suatu kemajuan yang sangat pesat selama 20 tahun terakhir dalam perkembangan dunia teknik sipil. Sistem ini telah banyak digunakan oleh Negaranegara di dunia dengan wilayah gempa tinggi seperti: Amerika Serikat, Turkey, China, Jepang, Italy, Indonesia, Portugal, Taiwan, Selandia Baru. Sistem ini memisahkan struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan bahan isolator antara struktur dan pondasi yang mempunyai kekakuan horizontal yang relatif kecil ( Teruna,2007). Bangunan dengan sistem ini mempunyai frekwensi yang jauh lebih kecil dibanding dengan frekwensi pada bangunan konvensional, sehingga percepatan gempa yang bekerja pada bangunan akan lebih kecil ( Teruna,2007). Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan struktur atas akan berperilaku sebagai rigid body motion ( Teruna,2007). Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam getar yang pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi didalam respon spectrum atau dengan kata lain energi gempa tidak dislurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly, 1999 dalam Teruna,2007). Walaupun sistem base isolator ini mampu mereduksi percepatan pada struktur bangunan, tetapi sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan pada bangunan. Oleh karena itu diperlukan komponen pada isolator yang mampu mendisipasi energi gempa.
1.2
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dalam penulisan tugas akhir ini akan dibahas beberapa permasalahan yaitu: 1.
Bagaimana pemodelan lead rubber bearing sebagai dumper terhadap beban gempa dalam system base isolator?
2.
Bagaimana analisa dan evaluasi kinerja struktur gedung dengan Base Isolator System dan struktur gedung 1
2
konvensional 2000? 3.
4.
1.3
menggunakan
SAP
1.
Bagaimana Respon Spectra yang terjadi akibat beban gempa pada struktur gedung konvensional dan pada struktur gedung dengan Base Isolator System?
a) Satu model untuk struktur gedung tinggi dengan sistem Base Isolator. b) Satu model untuk struktur gedung tinggi normal (fix base). Type struktur yang ditinjau adalah struktur simetris dan teratur.
Bagaimana lateral displacement yang timbul pada struktur dengan Base Isolator System pada daerah dengan zona gempa tinggi?
2.
Tidak meninjau analisa biaya.
3.
Analisa dan perhitungan menggunakan ACI 318-2002code. SNI 03-2647-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 031726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
4.
Struktur gedung yang ditinjau adalah struktur gedung beton bertulang.
5.
Struktur gedung merupakan Struktur Rangka Pemikul Momen (SRPM).
Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah: 1.
Mendapatkan gaya-gaya dalam tiap elemen struktur dan kinerja struktur dengan Base isolator maupun untuk struktur normal dengan analisis SAP 2000.
3.
Dengan menggunakan Base Isolator diperoleh respon spectra yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada struktur normal yang disebabkan karena sebagian beban gempa tereliminasi oleh karet pada sistem Base isolator.
4.
1.4
Mendapatkan pemodelan lead rubber bearing yang akan digunakan dalam system base isolator.
2.
Lateral displacement pada sistem base isolator akan lebih kecil dibandingkan pada struktur konvensional yang disebabkan karena superstructure bagian bawah ikut bergeser ketika terjadi pergerakan tanah.
Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka untuk menghindari penyimpangan pembahasan perlu dibuat pembatasan masalah. Batasan-batasan masalalah yang perlu dilakukan dalam penulisan tugas akhir ini sebagai berikut:
Dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan 2 pemodelan struktur dengan type sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Analisa dinamis
2.1.1
Pendahuluan
Istilah dinamik secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu perubahan waktu; jadi beban dinamik adalah beban yang bekerja akibat pengaruh perubahan waktu (Clough and Penzien, 1997). Beban dinamis ditimbulkan oleh gaya gempa, angin tidak tetap, ledakan mesin torak atau kejut akibat beban bergerak. Pada umumnya respons struktur terhadap setiap pembebanan dinamik dinyatakan secara mendasar berkenan dengan perpindahan struktur. Perubahan beban dinamis terhadap perubahan waktu dikenal sebagai formulasi dinamis dari single degree of freedom maupun multy degree of freedom lumped mass.
3
2.1.2
Formula struktur dinamis
2.1.2.1 Single degree of freedom (SDOF) Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas (Independent Coordinates) diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi sistem pada pada setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajad-kebebasan (degree of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan (continous structure) mempunyai jumlah derajad kebebasan (number degree of freedom) tak berhingga. Namun dengan proses idealisasi atau seleksi. Sebuah model matematis yang tepat dapat mereduksi jumlah derajad kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit dan untuk beberapa keadaan dapat menjadi berderajad kebebasan tunggal (Paz,1996).
struktur tersebut sebagai multi degree of freedom system (Fertis, 1973).
Gambar 2-2 Multy Story Frame (Fertis,1973)
2.2 Metode Mode superposition 2.2.1
Gambar 2-1 sistem SDOF yang diidealisasikan :a) komponen utama ; b) gaya-gaya dalam kesetimbangan (Clough and Penzien, 1997).
Untuk keadaan sederhana seperti diatas, paling mudah dirumuskan dengan menyatakan secara langsung kesetimbangan semua gaya yang bekerja pada massa. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar diatas, gaya-gaya yang bekerja dalam arah derajat perpindahan kebebasan meliputi beban yang dikenakkan p(t) dan tiga gaya yang diakibatkan oleh gerak, yaitu inersia fI, peredaman fD, dan gaya pegas elastic. Jadi persamaan gerak hanya merupakan pernyataan dari gaya-gaya ini saja (Clough and Penzien, 1997).
Transformasi ke persamaan modal
Persamaan dinamis diselesaikan dengan matematika dasar menjadi variabelvariabel yang terpisah. Asumsi pendekatan ini dinyatakan sebagai berikut: 𝑢 𝑡 = Φ 𝑦(𝑡) 𝑢 𝑡 = Φ 𝑦(𝑡) 𝑢 𝑡 = Φ 𝑦(𝑡) dimana Φ : eigen vector 𝑦 𝑡 , 𝑦 𝑡 , 𝑦(𝑡)adalah vektor perpindahan, kecepatan dan percepatan terhadap fungsi waktu. Untuk menyelesaikan persamaan dinamis, kita membutuhkan suatu fungsi yang memenuhi kondisi ortogonalitas massa dan kekakuan. Hal tersebut adalah sebagai berikut: Φ𝑇 𝑀 Φ = 𝐼 dan Φ𝑇 𝐾 Φ = Ω2
2.1.2.2 Multy degree of freedom (MDOF) Respon dinamik dari multistory rigid frame buildings termasuk kedalam sistem berderajad kebebasan banyak, dengan asumsi bahwa massa dari frame atau gedung terpusat pada lantainya, dan balok diasumsikan mempunyai kekakuan yang jauh lebih besar dari kolom. Terlihat seperti gambar 2-2, gedung diasumsikan sebagai rigid frame, dimana
Dimana I adalah diagonal matrik satuan dan Ω2 dalah diagonal matrik yang terdiri dari frekuensi getaran bebas. Fungsi yang dibuthkan adalah untuk menyamakan ukuran, sehingga massa yang telah digeneralkan (Generalized Mass) Φ𝑛𝑇 𝑀 Φ = 1
4
Jika persamaan modal dan persamaan kondisi ortogonalitas disubtitusikan ke dalam persamaan dinamis dan dikalikan Φ𝑇 maka didapatkan persamaan: 𝐽 𝑗 =1 𝑝𝑗
𝐼 𝑦 𝑡 + 𝑑 𝑦 𝑡 + Φ2 = 𝑢𝑔 (𝑡)
Dimana 𝑃𝑗 adalah modal participation factor untuk fungsi waktu j. nilai 𝑃𝑗 untuk setiap mode shape adalah berbeda. Untuk semua struktur yang sebenarnya matrik d adalah tidak diagonal, akan tetapi untuk melepas persamaan modal harus diasumsikan diagonal dengan redaman modal yang diasumsikan sebagai berikut: 𝑑𝑛𝑛 = 2 𝜉𝑛 𝑊𝑛 Persamaan umum untuk modal yang telah dilepas (Uncoupled Modal Equation) adalah sebagai berikut: 𝑦(𝑡)𝑛 + 2 𝜉𝑛 𝑊𝑛 𝑦(𝑡)𝑛 + 𝐽 𝑦(𝑡)𝑛 = 𝑗 =1 𝑃𝑛𝑖 𝑢𝑔 (𝑡)
𝑊𝑛2
dimana 𝑃𝑛𝑖 adalah mass participation factor, yang didefinisikan sebagai berikut: 𝑃𝑛𝑖 = − ΦnT Mi Untuk menghitung sejumlah vector yang dibutuhkan dalam analisa beban gempa, perlu diikut sertakan faktor partisipasi massa (mass participatin factor) dengan tujuan agar hasil yang diperoleh lebih akurat. 2.3 Respons Struktur Gerakan vibrasi struktur akibat beban angin dan gempa dapat dikendalikan dengan menggunakan sistem tertentu. Struktur yang menggunakan sistem ini dikategorikan sebagai gedung dengan Response Control system (Izumi,et al,1993).
Gambar 2-3 Control response system
2.4 Konsep isolasi Seismic Konsep isolasi seismic adalah perkembangan yang cukup signifikan dalam 20 tahun terakhir ini dalam perkembangan rekayasa kegempaan. Konsep ini telah banyak digunakan oleh Negara-negara yang mempunyai resiko gempa tinggi seperti USA, Jepang, Cina, Turki, Selandia Baru, Iran, Taiwan dan Indonesia. Sistem ini akan memisahkan banguna atau struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan isolator yang mempunyai kekakuan yang relative kecil antara bangunan atas dengan pondasinya (Teruna,2007). Bangunan dengan sistem seperti ini akan mempunyai frekuensi yang relative lebih kecil dibandingkan dengan bangunan konvensional dan frekuensi dominan pergerakan tanah (Teruna, 2007). Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama hanya akan menyebabkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan struktur atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam getar yang lebih tinggi yang dapat menimbulkan deformasi pada struktur tidak ikut berpartisipasi dalam respon struktur karena ragam getar yang
5
seperti itu akan orthogonal terhadap ragam getar yang pertama dan gerakan tanah, sehingga energy gempa tidak akan disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly,1999). Pada gempa kuat, isolator yang mempunyai kekakuan horizontal yang relative kecil, akan menyebabkan perioda alamiah bangunan lebih besar yang umumnya berkisar antara 2 s/d 3.5 detik. Dengan demikian percepatan gempa yang mempengaruhi struktur bangunan menjadi lebih kecil, khususnya pada tanah keras (Teruna, 2007). Namun sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan pada bangunan. Untuk itu, sistem ini harus dilengkapi dengan elemen-elemen yang dapat mendisipasi energy agar perpindahan yang terjadi masih dalam batas yang dapat diterima. Selain itu sistem isolator ini mempunyai kemampuan kembali ke posisi semula setelah terjadinya getaran seismic. Sedangkan pada gempa skala kecil, sistem ini harus mempertimbangkan faktor kenyamanan terhadap penghuni yang diakibatkan getaran yang terjadi(Teruna, 2007). Pada gambar di bawah ini akan ditunjukkan respon typical dari percepatan dan perpindahan sebagai fungsi dari dumping
Gambar 2-4 respon spectra perpindahan sebagai fungsi dari dumping (Teruna, 2007)
Gambar 2-5 . respon spectra percepatan sebagai fungsi dari dumping (Teruna, 2007)
2.4.1
Lead Rubber Bearing
Lead Rubber Bearing (LRB) seperti pada gambar dibawah ini adalah salah satu sistem anti seismik base isolator yang banyak digunakan pada bangunan untuk mereduksi gaya gempa. LRB ini terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2-5%. Untuk meningkatkan nisbah damping bahan karet ini dicampur dengan extrafine carbon block, oil atau resin, serta bahan isian lain sehingga meningkatkan damping antara 10% sampai 20% pada shear strain 100%. Untuk dapat menahan beban vertikal (tidak terjadi tekuk), maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir. Untuk meningkatkan nisbah redaman sistem ini, maka pada bagian tengahnya diberikan batangan bulat dari timah, sehingga nisbah redaman sistem ini dapat mencapai hingga sampai 30% (Teruna, 2007).
Sistem isolasi seismik yg diilustrasikan disini adalah satu dari beberapa design dari isolasi seismik.Lapisan karet tervulkanisir yg dapat berpindah dalam arah horisontal manapun.
Inti energi disipasi : -Mereduksi gaya gempa dan Perpindahan akibat disipasi -provides wind resistance
Lapisan karet dalam : -Provides lentur lateral Penutup Karet : -Melindungi piringan baja
Bottom mounting plates : -menyatu dgn isolator -menyatukan struktur diatas dan dibawah base isolator
Steel reinforcing plates : -Menyediakan kapasitas beban vertikal -mengekang inti timah
(a)
6
(b) Gambar 2-6 lead rubber bearing (LRB); (a) foto LRB ;(b) detail potongan LRB
Pada struktur gedung yang menggunakan isolasi seismik berupa base isolator akan menyebabkan struktur akan berdeformasi dengan tetap mempertahankan bentuknya. Sehingga gedung dengan base isolator akan memperlihatkan displacemen yang cukup besar.
Gambar 2-7 Sketsa perbandingan deformasi pada gedung dengan fixbase dan gendung dengan LRB
Gedung yang menggunakan base isolator akan memperlihatkan bahwa ketika terjadi gempa, gedung tersebut memperlihatkan osilasi yang stabil.
Gambar 2-9 Angkur-angkur yang akan menghubungkan LRB dengan kolom struktur
2.4.1.1 Karakteristik hubungan gaya dan perpindahan Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada LRB seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Dalam analisis struktur, LRB dapat dimodelkan sebagai model linier atau bilinier. Untuk analisis linier digunakan kekakuan effektif Keff, sedangkan untuk analisis nonlinier ada tiga parameter yang menentukan karakteristik dari LRB, yaitu: Kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2, dan kekuatan leleh dari inti timah Q. kekakuan awal K1 yang cukup besar direncanakan untuk menahan beban angin dan gempa kecil. Pada umunya nilai kekakuan ini mencapai 6.5 sampai 10 kali dari kekakuan pasca leleh K2. Untuk analisis linier biasanya digunakan kekakuan effective Keff , Kekakuan K1 dan K2 ditentukan dari test percobaan hysterisis loop, sedangkan kekakuan effectif ditentukan dari persamaan berikut ini (Naeim and Kelly, 1999).
Gambar 2-10 . aproksimasi bi-linear hysteris loops (Teruna, 2007)
Gambar 2-8 contoh LRB yang telah terpasang
7
m1 0 Mm 0 0
2.5 Analisa Matrik untuk Struktur Rangka 2.5.1
Identifikasi data struktural
Informasi mengenai struktur harus dirangkai dan disimpan. Informasi ini terdiri dari jumalah batang, jumlah simpul, jumlah Degree of Freedom (DOF) dan sifat elastic bahan. Letak titik simpul suatu struktur ditentukan oleh koordinat geometri. Selain itu, sifat penampang tiap struktur harus diberikan. Akhirnya, kondisi pengekang (restrain) di tumpuan struktur arus diberikan. 2.5.2
Matrik kekakuan
Matrik kekakuan batang (member) frame portal bidang arah sumbu lokal / batang sebagai berikut:
0 m2 0
0
mn 1 0
0 mn 0 0
Untuk mentransformasikan matrik massa batang dari sumbu local/batang ke sumbu struktur, matrik transformasi rotasi R untuk batang portal perlu dibentuk terlebih dahulu. Matrik R untuk massa sama dengan matrik R untuk kekakuan. Matrik Massa batang arah sumbu struktur MMS didapat dengan operasi matrik berikut: 𝑀𝑀𝑆 = 𝑅 𝑇 𝑀𝑀 𝑅 2.5.4
Eigen value ( nilai akar )
Perkalian muka suatu vector kolom dengan suatu matrik menghasilkan kelipatan dari vector kolom. Vector kolom ini disebut eigen vector matrik dan faktor pengalinya disebut eigen value (nilai akar) atau nilai karakteristik. Seperti pada contoh matrik di bawah ini: Untuk mentransformasikan matrik kekakuan batang dari sumbu local/ batang ke sumbu struktur, matrik transformasi rotasi R untuk portal bidang perlu dibentuk dahulu. Matrik R adalah sebagai berikut:
[𝑏]𝑛+𝑛 {𝑥}𝑛+1 = 𝜆 {𝑥}𝑛+1 𝜆 adalah yang dimaksud sebagai eigen value, dan {𝑥}𝑛+1 adalah yang dimaksud sebagai eigen vector. 2.5.5
matrik kekakuan batang arah sumbu struktur SMS = RT SM 2.5.3
Matrik massa
Sistem massa yang lazimnya digunakan dalam analisa dinamis yaitu sistem massa terpusat (lumped mass system). Matrik massa portal bidang arah sumbu lokal / batang. MM untuk sistem massa terpusat adalah sebagai berikut:
Analisis struktur bangunan dengan base isolator
Konsep bangunan dengan isolator adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam getar yang lebih tinggi terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismic akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan diatas isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator. Tinjau suatu bangunan seperti gambar di bawah.
8
Gambar 2-11 perpindahan bangunan dengan base isolator (Teruna, 2007)
Suatu bangunan dengan jumlah lantai N. Penomoran lantai mulai dari 1 sampai ke N, dimana lantai paling bawah bertumpu pada bearing. Perpindahan relative setiap lantai ditunjukkan pada gambar 2.11. Perpindahan pada tanah dinamakan d g , pada bearing d b , dan lantai satu sampai atas berturut-turut dinamakan d1 , d2 , d3 , d4 , …, d N. Seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah, pada sebuah struktur dengan satu lantai dengan kekakuan seluruh kolom yang sama pada dua arah yaitu arah x dan arah y. karakteristik deformasi gaya-gaya pada kolom diasumsikan elastis(jangid and datta, 1994). Base isolator terdiri atas beberapa elastomeric bearing yang diletakkan antara base mass dan pondasi. Distribusi kekakuan pada kolom simetris terhadap sumbu x tetapi tidak terhadap sumbu y sehingga sistem akan menunjukkan efek torsi yang lebih besar pada arah lateral (jangid and datta, 1994). Terdapat dua lateral (
u
u
x
dan
u
y
)
dan satu torsional ( ) degree of freedom didasarkan pada pusat massa lantai (relative pada base mass), (jangid and data, 1994). Isolator memperbolehkan pergerakan dasar relative terhadap ground motion pada arah lateral, yaitu dan serta rotasi u y x
u
terhadap vertikal axis.
u
Gambar 2-12 model struktur (a) plan of deck ; (b) elevation (Jangid and Datta, 1994)
BAB III METODOLOGI 3.1
Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir
Langkah-langkah yang diambil dalam penulisan tugas akhir ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 3.1.1
Studi literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai:
3.1.2
a.
teori getaran
b. c.
dinamika struktur analisa struktur isolator
dengan
base
Studi kasus Struktur yang akan ditinjau adalah 1 model struktur fix base dan 1 model struktur dengan base isolator, dengan ketinggian berbeda. Setiap model dibuat dengan ketinggian 20 lantai (Gambar 32), kemudian diambil 1 model dengan ketinggian 4 lantai untuk pengecekan manual dan SAP 2000 .
9
3.1.3 A
B
D
C
E
Menghitung parameter struktur
F
Setelah melakukan pemodelan sruktur langkah selanjutnya adalah menentukan parameter struktur yang nantinya akan digunakan dalam analisa struktur.
5
4.00 5
a.
4.00 4
4.00
20.00
Nisbah redaman dengan pemodelan redaman viscos ekivalen diperoleh dari persamaan (Chopra, 1995):
3
4.00 2
4.00 1
6.00
Y
6.00
6.00
6.00
Di mana ED adalah energi yang disipasi percyle (luas kurva histeric loop gambar 2.7) diberikan sebagai:
6.00
30.00
X
1 ED 4 E S
E D 4Q ( D D y )
Gambar 3-1 layout model
Dan Es adalah energi regangan yang diberikan sebagai:
4.00 4.00
Es
4.00 4.00 4.00
1 K eff D 2 2
Mengingat respon spectra dibuat berdasarkan nisbah redaman 5%, maka respon spectra yang digunakan pada bangunan yang menggunakan isolasi seismic dapat direduksi yang besarnya bergantung pada nisbah redaman isolasi seismic tersebut. Salah satu formula yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya reduksi ini adalah berdasarkan pada eurocode 8 sebagai berikut:
4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 81.00 4.00 4.00 4.00 4.00
4.00 4.00
10 5
4.00
Dimana ζ adalah nisbah redaman LRB.
4.00 4.00 5.00 6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
30.00
Gambar 3-2 Model portal memanjang gedung 20 lantai
b.
Tekuk dan stabilitas pada Lead Rubber bearing. Seperti sebelumnya diketahui bahwa pemodelan struktur dengan isolasi seismic (Lead Rabber Bearing) akan mengalami deformasi lateral yang cukup besar, sehingga perlu diperiksa stabilitas terhadap deformasi lateral yang disebut dengan istilah Rollout Displacement. Disamping itu LRB harus diperhitungkan
10
mampu memikul beban vertical sehingga tidak terjadi tekuk(Terumbi, 2007). Tegangan tekan rata-rata pada LRB dihitung dengan formula berikut (Yang et all, 2003):
c
S
LB 2 L B t d 4t
Sedangkan
F K eff . rollout
,
maka
perpindahan maksimum adalah: untuk bearing persegi
D rollout
untuk bearing lingkaran
G : modulus geser bering S : faktor tekuk L : lebar terkecil dari bearing
LB
d : diameter bearing bentuk lngkaran t : tebal satu lapis karet tr : tebal total dari lapisan karet formula lain yang dapat digunakan seperti yang diusulkan oleh Naim and Kelly, 2001 adalah: P cr A
F .h Pd rollout
P G.S .L cr A 2.5t r
Dimana:
c
Persamaan perpindahan pada posisi batas perpindahan adalah
2GSd untuk bearing berbentuk lingkaran 2 2t r 2GSL untuk bearing persegi 6t r
Untuk mencegah ketidak stabilan pada bearing akibat perpindahan horizontal yang besar, maka perpindahan maksimum (rollout displacement) tidak boleh lebih besar dari formula berikut(Yang et All, 2003):
Gambar 3-3 keseimbangan gaya pada bering
c.
Pd P K eff h
(5)
Pembebanan Beban-beban yang diperhitungkan dalam perencanaan adalah : Beban mati (PPIUG 1983 Pasal 1.1) Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Beban hidup Beban hidup didasarkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) 1983 Pasal 3.1 Beban angin Beban angin didasarkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) 1983 Pasal 4.1 dan Pasal 4.2 Beban gempa Beban gempa didasarkan pada ACI 31802 Kombinasi pembebanan didasarkan pada ACI 318-02 chapter 9 Strength and Serviceability Requirement. 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R ) 3. 1,2 D + 1,0 L 1,0 E 4. 0,9 D 1,0 E 5. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R ) + 1,6 H 6. 0,9 D 1,6 W + 1,6 H 7. 0,9 D 1,0 E + 1.6 H
11
Dimana : D L A R E H 3.1.4
.. xg .. .. d g y g , .. g
: Beban mati : Beban hidup : Beban Atap : Beban Hujan : Beban Gempa : Beban Tekanan Tanah
a.
Persamaan gerakan pada bearing isolator
M t d b Cb d b K b d b M i d i M t d g ..
.
N
i 1
Tinjau diagram free body pada gambar di bawah, gaya pegas diberi symbol S sedangkan gaya gaya dumping diberi symbol D. persamaan kesetimbangan dapat ditulis: I
I 1
i
I b
D b
..
..
N
M t M b M i
Dimana
adalah
i 1
massa total struktur yang bekerja pada isolator. (9)
F F F F F F 0 I N
dan
adalah vector percepatan pada lantai, pergerakan tanah, dan isolator. Bila gayagaya inersia pada setiap lantai, gaya redaman, dan gaya pegas isolator disubtitusikan pada persamaan (10), didapat persamaan gerak pada isolator sebagai berikut (Roke, 2003):
Analisa struktur Persamaan gerakan untuk bangunan dengan isolasi seismic akibat gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu untuk struktur bangunan diatas base isolator dan untuk struktur pada level base isolator.
.. x..b .. d b yb .. b
S b
b.
Persamaan gerakan pada struktur atas Persamaan gerakan diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya pada free body gambar 3-7
Gambar 3-4 free body diagram
Vector gaya inersia secara umum untuk lantai ke i dapat dituliskan sebagai berikut:
F M d I N
..
i
i
.. .. M i d b M i d g
(10) Dimana
M i 3N 3
adalah matrik
.. x..i .. massa lantai ke i, d i y i , .. i
Gambar 3-5 free body diagram pada massa n
M u d u Cu d u K u d u M uc d b M uc d g ..
.
..
..
12
untuk bangunan dengan base isolator, respons spectra ini dapat direduksi seperti pada pers.(4). Disamping itu struktur atas bangunan dengan isolator harus dirancang (13) dalam keadaan elastis, maka factor modifikasi reponse R biasanya diambil 2. Sedangkan struktur dibawa isolator diambil R =1 s/d 1.5
Dimana : M 1 0 M u 0
0
0
M 2
M n1 0
0 M n
3.1.5 C1 C 2 C 2 Cu 0 0
C 2 0 C 2 C3
K 1 K 2 K 2 0 K u 0
K 2 0 K 2 K 3 K 3 K 3
0
C n C n
Analisa dinamis dilakukan (14) dengan bantuan program SAP 2000.
C n1 C n C n
K n1 K n K n
3.1.6
0
K n K n
M 1 M 2 M uc 3N 3 M N 1 M N
d1 d 2 d u 3N 3 d N 1 d N
Analisa dinamis
Check perletakan Untuk struktur dengan Base Isolator (15) dilakukan check apakah tidak terjadi cabut pada pondasi.
3.1.7
Kesimpulan
Langkah-langkah penulisan Tugas Akhir ini dapat dilihat dalam Gambar 3-6.
(16)
Persamaan gerakan pada bearing isolator (pers. 11) dan pada struktur atas (pers. 12) adalah persamaan diferensial terikat. Dengan melakukan metode superposisi modal, maka pers. (11) dan pers. (12) dapat dibuat menjadi lebih sederhana, dimana response struktur diperoleh dari kombinasi linier dari setiap ragam getar (Chopra,1995). Menimbang dalam desain praktis hanya response maksimum yang dibutuhkan, maka percepatan gempa yang digunakan diambil dari desain response spektra seperti yang diberikan dalam desain code. Berhubung respons spectra ini dibuat dengan asumsi damping ratio 5%, maka
Gambar 3-6 flow chart penyelesaian Tugas Akhir
13
BAB IV
4.2.3
PRE – ELIMINARY DESIGN STRUKTUR UTAMA 4.1
Dengan bentang L = 600 cm
hmin
Perhitungan Struktur Utama
Dalam analisa struktur, struktur primer merupakan komponen utama dimanan kekakuannya mempengaruhi perilaku dari gedung tersebut. Struktur primer ini berfungsi untuk menahan pembebanan yang berasal dari beban gravitasi dan beban lateral berupa gempa. Komponen struktur primer ini terdiri dari balok dan kolom. Analisa struktur primer gedung mengacu pada peraturan SNI – 1726 – 2002 dengan system yang dipergunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus. 4.2
Data Perencanaan Gedung Jenis gedung Tinggi Luas denah Mutu baja BJ41 (fy) Mutu beton (fc’) Zona gempa
: Perkantoran : 20 lantai : 30 × 20 m2 : 250 MPa : 35 MPa : zona 6
4.2.1
Preliminary design
4.2.2
Preliminary design balok
Mutu beton (fc’) dan mutu baja (fy) yang digunakan dalam perencanaan ini adalah : Mutu beton (fc’) : 35 MPa Mutu baja (fy) : 250 MPa Penentuan tinggi balok minimum (hmin) dihitung berdasarkan SNI 2847 pasal 11.5 hlm. 63 Tabel 8, agar tidak perlu dilakukan kontrol terhadap lendutan maka persyaratan ini harus dipenuhi :
h min
1 L ; L = bentang 16
Karena fy tidak sama dengan 400 MPa, maka perlu dikalikan denganfaktor tambahan sebesar ( 0.4 + fy/700 ). Untuk lebar balok diambil kurang lebih 2/3 dari tinggi balok.
Balok induk
fy 1 L (0,4 ) 28,39cm 16 700
hmax = 1/12 × L sampai 1/10 × L = 50 cm sampai 60 cm Jadi, diambil h = 60 cm Maka lebar balok :
b
2 2 h 60 40 cm 3 3
jadi digunakan balok dengan ukuran 40/60 cm. 4.2.4
Desain pelat
Mutu baja fy = 250 MPa Mutu beton fc’ = 35 MPa Tebal pelat rencana : Atap = 10 cm Lantai = 12 cm Untuk tebal pelat lantai dan atap diambil pelat dengan bentang 500 × 600 cm2. Denah pelat lantai dan atap dapat dilihat dalam denah pembalokan (terlampir). Sebelumnya dicari Sn (bentang bersih arah memendek) dan Ln (bentang bersih arah memanjang) untuk mencari β (rasio bentang bersih).
S n 500 (
40 40 ) 460 cm 2 2
40 40 ) 560 cm 2 2 Ln 560 1,22cm 2 S n 460
Ln 600 (
hmin
Pelat dua arah Untuk tebal pelat dua arah, di mana pelat dengan balok yang membentang antara tumpuan-tumpuan pada semua sisinya, harus memenuhi ketentuan SNI 2847 hlm. 65 pasal 11.5 (3(3)) atau hlm. 67 pasal 11.5 (3(4)).
14
Berdasarkan pasal 11.5 (3(3)), tebal pelat minimum t : a. Untuk αm ≤ 0.2 makatebal pelat minimum tanpa penebalan = 120 mm. b. Untuk 0.2 < αm ≤ 2 maka ketebalam pelat minimum harus fy memenuhi :
h
Dari ketiga syarat diatas diambil yang terkecil. Jadi nilai be untuk balok induk bentang tengah (40/60) adalah = 125 cm Balok Induk Tepi “L” ukuran 40/60 be
n (0,8
1500 36 5 ( m 0,2)
hf = 12 cm hw = 60 cm
dan tidak boleh kurang dari 120 mm. c. Untuk αm > 0.2, ketebalan minimum tidak boleh kurang dari:
h
n (0,8
fy
1500 36 5
)
dan tidak boleh < 90 mm. dimana α = rasio kekakuan lentur balok terhadap pelat 4.2.4.1 Desain plat lantai Balok Induk Tengah “T” ukuran 40/60 be
hf = 12 cm
bw = 40 cm Lebar efektif sayap ≤ 1/12 × L = 1/12 × 500 = 41.667 cm Lebar efektif sayap ≤ 41.667 cm be ≤ ( 1 × lebar efektif sayap ) + bw = 41.667 + 40 ≤ 81.667 cm Lebar efektif sayap ≤ 6 × hf = 6 × 12 Lebar efektif sayap ≤ 72 cm be ≤ ( 1 × lebar efektif sayap ) + bw = 72+ 40 ≤ 112 cm Lebar efektif sayap ≤ 1/2 × Sn = 1/2 × 460 Lebar efektif sayap ≤ 230 cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 230 + 40 ≤ 270 cm
hw = 60 cm
Dari ketiga syarat diatas diambil yang terkecil. Jadi nilai be untuk balok induk tepi (40/60) adalah = 41,667 cm bw = 40 cm
Lebar efektif sayap ≤ 8 × hf = 8 × 12 = 96 cm be ≤ (2 × lebar efektif sayap) + bw = 192 + 40 = 232 cm Lebar efektif sayap ≤ 1 2 × Sn = 1 2 × 460 = 230 cm be ≤ (2 × lebar efektif sayap) + bw = 460 + 40 = 500 cm 1 1
be
4
L
4
500 125cm
1 ( K
2 be b t t t 1)( )4 6 ( e 1)( ) 3 bw h h b h w
be t 1 ( 1)( ) bw h
be/bw
= 125/40 = 3,125
t/h
= 12/60 = 0,20
K
= 1.828
1,828
15
Ibalok
Lebar efektif sayap ≤ 1/2 . Sn = 1/2 x 460 Lebar efektif sayap ≤ 230cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 460 + 40 ≤ 500 cm be ≤ 1/4 L ≤ 1/4 x 500 ≤ 125 cm Dari ketiga syarat diatas diambil yang terkecil
= K x bw/12 x h3 = 1.828 x 40/12 x 603 = 1.316.160,00 cm4
Islab
= bs/12 x t3 = 500/12 x 123
Jadi nilai be untuk balok induk tengah (40/50) adalah = 125 cm
= 72000 cm4 α1 = Ibalok/ Islab = 1,316,324.211 / 72000 = 18.282
Balok Induk Tepi “L” ukuran 40/50
αm = 1/4 x ∑ α = 18.282
αm > 2, dipakai rumus : h
be
fy ) 1500 36 9
ln(0,8
hf = 10 cm hw = 50 cm
250 465(0,8 ) 1500 36 9 x1 hmin = 9,98 cm Jadi untuk tebal pelat lantai dipakai = 15 cm
4.2.4.2 Desain plat atap Balok Induk Tengah “T” ukuran 40/50 be hf = 10 cm
hw = 50 cm
bw = 40 cm Lebar efektif sayap ≤ 8 . hf = 8 x 10 Lebar efektif sayap ≤ 80 cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 160 + 40 ≤ 200 cm
bw = 40 cm Lebar efektif sayap ≤ 1/12 . L = 1/12 . 500 Lebar efektif sayap ≤ 41,67 cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 83,33 + 40 ≤ 123,33 cm Lebar efektif sayap ≤ 6 . hf = 6 x 10 Lebar efektif sayap ≤ 60 cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 120 + 40 ≤ 160 cm Lebar efektif sayap ≤ ½ . Sn = ½ x 460 Lebar efektif sayap ≤ 230cm be ≤ ( 2 x lebar efektif sayap ) + bw = 460 + 40 ≤ 500 cm Dari ketiga syarat diatas diambil yang terkecil Jadi nilai be untuk balok induk tepi (40/50) adalah = 123,33 cm
16
K
1 (be / bw - 1)(t / h) 4 - 6(t / h) 4(t / h) 2 (be / bw - 1)(t / h) 3 1 (be / bw - 1)(t / h)
be/bw = 120/40 = 3 t/h = 10/50 = 0,2 K = 2,98 Ibalok
= K x bw/12 x h3 = 2,98 x 40/12 x 603 = 1240000 cm4
Islab
= bs/12 x t3 = 500/12 x 103 = 41666,67 cm4
α = Ibalok/ Islab = 1240000 / 41666,67 = 29,76 αm = ¼ x ∑ a = 29,76
αm > 2, dipakai rumus : h
fy ) 1500 36 9
ln(0,8
250 ) 1500 36 9 x1
500(0,8
hmin = 9,98 cm Jadi untuk tebal pelat atap dipakai = 15 cm