BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Gambaran Umum Skabies 1.1 Definisi Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) adalah penyakit kulit yang menular disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya (Mansjoer, 2000 dan Brooker, 2008 ). Skabies merupakan penyakit infeksi kulit menular dengan manifestasi keluhan gatal pada lesi terutama pada waktu malam hari yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Muttaqin, 2011). Norwegian itch,
Skabies disebut juga The itch, seven year itch,
gudikan, budukan, kudis, penyakit ampere, gatal agogo
(Harahap, 2000). Sarcoptes skabiei termasuk filum Arthropoda, ordo Ackarima, kelas Arachnida, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2007). 1.2 Etiologi Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit skabies. Penyakit ini biasa menyerang semua tingkat usia (Brown, 2005). Secara morfologik, Sarcoptes skabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
Universitas Sumatera Utara
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat pelekat (Djuanda, 2007). Siklus hidup tungau ini, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau dan 50 butir. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan mempunyai larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 10-14 hari. Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu (Harahap, 2000). 1.3 Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).
Universitas Sumatera Utara
1.4 Cara Penularan Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun tak langsung. Penularan melalui kontak langsung (kulit dengan kulit) merupakan penularan skabies melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Sedangkan penularan tak langsung (melalui benda), misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk (Brown, 1999). Penyakit skabies erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit (Benneth, 1997). Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000). 1.5 Manifestasi Klinis Skabies Gejala klinis yang ditimbulkan oleh S. scabiei adalah gatal-gatal yang timbul terutama pada malam hari (pruritus nokturna), yang dapat menggangu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini disebabkan oleh sensitisasi terhadap ekskret dan sekret tungau setelah terinfestasi selama satu bulan dan didahului dengan timbulnya bintik-bintik merah (rash) (Gandahusada,1998).
Universitas Sumatera Utara
Mansjoer (2000), menyatakan ada empat tanda kardinal skabies yaitu: Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Umumnya ditemukan pada kelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjangnya 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya terdapat di daerah dengan stratum kornium tipis, yaitu sela- sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. 1.6 Klasifikasi Skabies Menurut Harahap (1990) klasifikasi skabies menjelaskan bahwa selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk khusus skabies lainnya, yaitu: Skabies pada orang yang bersih (scabies in the clean), pada orang yang tingkat kebersihannya tinggi sulit ditemukan terowongan tapi adanya lesi berupa papel. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Kasus semacam ini sering didiagnosis salah. Skabies pada bayi dan anak, lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
Universitas Sumatera Utara
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi juga terdapat di muka. Skabies yang ditularkan oleh hewan yaitu Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut misalnya peternak dan gembala, gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi secara bersih. Skabies noduler, nodulnya terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipat paha dan aksila, lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies. Skabies incognito, bentuk ini timbul pada skabies yang pengobatannya menggunakan obat steroid topikal dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, tetapi tungau tetap ada dan penularannya masih bisa terjadi. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini disebabkan karena penurunan respon imun seluler. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden), penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. Skabies krustosa (Norwegian scabies), lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini melindungi Sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak
Universitas Sumatera Utara
menonjol. Sering terdapat pada orang tua, dan orang yang mengalami retardasi mental, sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia, dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita immunosupresif (misalnya pada penderita AIDS ). 1.7 Diagnosis Skabies Menurut Natadisastra (2009), diagnosis dapat dilakukan secara klinis ataupun laboratorium. Diagnosis secara klinis dengan melihat kelainan pada kulit, khususnya di daerah predileksi serta memperhatikan saat pasien menggaruk, apakah ia menggaruk di daerah predileksi. Diagnosis skabies secara laboratorium yaitu dengan cara uji KOH dan uji tinta. Uji KOH yaitu kerokan kulit (yang diambil di bagian yang ada terowongan), diletakkan diatas kaca benda (object glass) dan ditetesi larutan kalium hidroksida (KOH) 10% kemudian panasi sebentar, ditutup dengan kaca penutup dan akhirnya lihat di mikroskop. Pemberian KOH 10% digunakan untuk melarutkan kerokan kulit dan sisa jaringan sehingga yang terlihat setelah dipanaskan nantinya tinggal tungau dewasa atau telurnya yang tidak larut oleh KOH. Jika kerokan kulit tidak dihilangkan akan sulit membedakannya dengan tungau skabies yang bentuknya hampir mirip. Uji tinta yaitu terowongan juga dapat dilihat jelas jika permukaan kulit ditetesi dengan tinta hitam dan sedikit ditekan sehingga cairan tinta masuk ke dalam terowongan. Setelah sisa tinta pada permukaan kulit dicuci, akan terlihat liku-liku terowongan yang berwarna kehitaman.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Muzakkir (2008), agar pemeriksaan berhasil ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu: kerokan kulit jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder. Pada lesi ekskoriasi tungau mungkin sudah terangkat oleh garukan dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat akarisida sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut, selain itu kerok kulit didaerah infeksi sekunder dapat memperberat infeksi. Kerokan harus superficial karena tungau terdapat dalam stratum korneum, jadi kerokan tidak boleh berdarah. Papel yang baik untuk dikerok adalah papul yamg baru dibentuk yaitu berbentuk lonjong dan tidak berkrusta karena tungau biasanya ditemukan pada papul atau terowongan yang baru dibentuk. Jangan mengerok dari satu lesi tetapi keroklah dari beberapa lesi tungau. Lokasi yang paling sering terinfeksi adalah sela jari tangan, karena itu perhatian utama ditujukan pada daerah tersebut. Sebelum mengerok, tetes minyak mineral pada scalpel dan pada lesi yang akan dikerok. 1.8 Pengobatan Skabies Cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus di obati (termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topikal yang sering digunakan adalah belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang- kadang menimbulkan iritasi. Obat ini juga dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Emulsi benzil-benzoas (20-25 %), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan= gammexane) kadarnya 1% dalam krim, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberikan iritasi. Obat ini tidak di anjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap saraf pusat. Pemberiannya
cukup
sekali,
kecuali
jika
masih
ada
gejala
sehingga
pengobatannya perlu diulangi seminggu kemudian. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus di jauhkan dari mata, mulut dan uretra. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan (Djuanda, 2007). Cara pemakaian obat ini memerlukan perhatian khusus pada sela jari tangan dan kaki, sela paha dan sebagainya; gunakan kira-kira 30 g setiap kali pemakaian pada pasien dewasa. Biarkan semalaman dan cuci degan sabun dan air pada hari berikutnya (kecuali untuk sulfur presipitatum). Pada bayi lesi dapat mengenai pelipis, dahi, dan kulit kepala. Hindari mata saat memberikan pengobatan pada tempat-tempat lain. Obat ini harus di hindari penggunaannya pada wanita hamil, ibu yang menyusui, dan neonatus, karena absorpsi sistemik dan kemungkinan toksisitas (kecuali sulfur presipitatum).
Universitas Sumatera Utara
Setelah menggumnakan obat, cuci semua kain seprei, handuk, dan pakaian yang telah dipakai 2 hari sebelum setiap kali pemakaian. Gunakan air panas dan keringkan secara panas (atau dry clean). Pendidikan untuk pasien, tekankan bahwa obat-obatan harus digunakan dengan benar untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Jelaskan bahwa rasa gatal dapat menetap karena adanya reaksi alergi yang berlangsung beberapa minggu setelah pengobatan, tetapi akhirnya akan membaik dan jelaskan tentang pentingnya pengobatan terhadap lingkungan sekitarnya (Beth G, 1998). 1.9 Pencegahan Skabies Menurut Ruteng (2007) dalam Muzakkir (2008), penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara mandi secara teratur dengan menggunakan sabun, mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu dan menjemur kasur dan bantal minimal 1 kali dalam seminggu, tidak saling menukar pakaian dan handuk dengan orang lain, menghindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies serta menjaga kebersihan rumah dan berventilasi yang cukup. Semua baju serta pakaian harus dicuci dengan air yang sangat panas dan dikeringkan dengan alat pengering-panas karena kutu skabies ternyata dapat hidup selama 36 jam pada linen. Jika linen tempat tidur atau pakaian pasien tidak dapat dicuci dalam air panas, disarankan agar barang-barang tersebut dicuci secara drycleaning (Muttaqin, 2011).
Universitas Sumatera Utara
1.10 Prognosis Dengan
memperhatikan
pemilihan
dan
cara
pemakaian
obat, dan
menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat dicegah dan akan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).
2. Gambaran umum Pesantren Pesantren dapat didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2005). Penyakit kulit skabies merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di pesantren, hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang tidak sehat seperti kepadatan penghuni di pesantren, perilaku santri yang sering bertukar pakai benda pribadi, dan sebagainya.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pesantren Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di pesantren merupakan perpaduan dari tatanan institusi pendidikan dan tatanan rumah tangga yang bertujuan untuk membudayakan PHBS bagi santri, pendidik dan pengelola pesantren agar mampu mengenali dan mengendalikan masalah-masalah kesehatan di lingkungan
Universitas Sumatera Utara
pesantren (Dinkesprop Jatim, 2007). Menurut Efendi (2009) indikator PHBS di tatanan pesantren adalah sebagai berikut : 3.1 Kebersihan Diri Menurut Wolf (2000) dalam Frenki (2001), kebersihan merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan agar selalu hidup sehat. Menjaga kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dengan menggunakan sabun, bagian wajah dan telinga serta genitalia juga harus bersih. Sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan, sesudah buang air besar dan buang air kecil tangan harus dicuci, kuku digunting pendek dan bersih agar tidak melukai dan tidak menjadi sumber infeksi dan menggunakan pakaian yang bersih setelah mandi. 3.2 Penggunaan Air Bersih Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan. Zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh. Air di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh. Sehingga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup bagi dirinya (Suharyono, 1996). Dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari manusia sangat tergantung pada air, karena air dipergunakan pula untuk mencuci, membersihkan peralatan, mandi, dan lain sebagainya. Manfaat lain dari air berupa pembangkit tenaga, irigasi, alat transportasi, dan lain sebagainya yang sejenis dengan ini. Semakin
Universitas Sumatera Utara
maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air makin meningkat. Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air minum hidup 2-3 minggu tanpa makan tetapi hanya dapat bertahan 2-3 hari tanpa air minum (Suripin, 2002). Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan tiap individu. Adapun criteria air bersih dan aman yaitu : bebas dari kontaminasikuman atau bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak beras dan berbau, dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga, memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI (Chandra, 2006). 3.3 Kesehatan Kamar Menurut Depkes RI (1993), persyaratan kesehatan kamar/ ruangan pada pondok pesantren yaitu kamar selalu dalam keadaan bersih (bebas dari debu dan segala kotoran lainnya) dan kamar mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai dengan kebutuhan. Suhu dalam ruangan kamar harus diperhatikan, suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20 0C. Suhu ruangan ini sangat di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara dan suhu benda-benda yang ada
Universitas Sumatera Utara
disekitarnya. Kamar juga harus cukup mendapatkan penerangan yang baik pada siang hari maupun malam hari. Idealnya penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap kamar diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari. Apabila kamar tidak memenuhi pencahayaan yang baik akan memudahkan terjadinya penularan penyakit diantara penghuninya khususnya penyakit kulit skabies. Pertukaran udara (ventilasi udara) juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan kamar. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Dengan demikaian setiap ruangan harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan kamar juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara