BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/MENKES/Per/II/1988 adalah : Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan terhadap tenaga kesehatan dan penelitian kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Berdasarkan kepemilikannya, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit membedakan Rumah Sakit di indonesia ke dalam dua jenis, yakni: 1. Rumah Sakit Publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dan badan hukum lain yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik meliputi: Rumah Sakit milik Departemen Kesehatan, Rumah Sakit milik Pemerintah
Daerah
Propinsi,
Rumah
Sakit
milik
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota, Rumah Sakit milik Tentara Nasional Indonesia (TNI), Rumah
Universitas Sumatera Utara
Sakit milik Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Rumah Sakit milik Departemen di luar Departemen Kesehatan (termasuk milik Badan Usaha Milik Negara seperti Pertamina). 2. Rumah Sakit Privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero, rumah sakit privat meliputi: Rumah sakit milik yayasan, Rumah sakit milik perusahaan, Rumah sakit milik penanam modal (dalam negeri dan luar negeri), Rumah sakit milik badan hukum lain. Menurut Menkes RI 1988, berdasarkan bentuk pelayanannya, rumah sakit dapat dibedakan menjadi rumah sakit umum (RSU) dan rumah sakit khusus (RSK). Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik. rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu seperti rumah sakit jiwa (RSJ), rumah sakit tuberkulosa paru (RSTP), rumah sakit mata (RSM), dan lain-lain. Menurut Menkes RI 1988, sesuai dengan beban kerja dan fungsi maka rumah sakit pemerintah diklasifikasikan menjadi: Rumah sakit kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub-spesialistik luas, rumah sakit kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub-spesialistik terbatas, rumah sakit kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik 4 spesialistik dasar, rumah sakit kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Universitas Sumatera Utara
Rumah sakit umumnya menyelenggarakan banyak pelayanan. Lengkapnya sebuah rumah sakit menyelenggarakan empat kelompok dasar pelayanan, yaitu: (a) diagnosis dan pengobatan (rawat jalan, rawat darurat, laboratorium, dan rawat inap), (b) pencegahan (pemeriksaan kesehatan, konseling), (c) promosi kesehatan (dalam gedung, luar gedung), dan (d) pemulihan (rehabilitasi medik fisik dan jiwa) (Hartono, 2010).
2.2. Pemasaran Menurut Yazid (1999) pemasaran merupakan penghubung antara organisasi dengan konsumennya. Peran penghubung ini akan berhasil bila semua upaya pemasaran diorientasikan kepada konsumen. Keterlibatan semua pihak dari manajemen puncak hingga karyawan non-managerial, dalam merumuskan maupun mendukung pelaksanaan pemasaran yang berorientasi kepada konsumen tersebut, merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurut Yazid (1999) mengutip pendapat Lovelock (1991) alasan tersebut diatas ialah karena pemasaran semestinya: a. Mencakup perumusan upaya-upaya strategik yang dilakukan oleh manajemen puncak. b. Merupakan fungsi dari sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manajemen tingkat bawah (seperti kebijakan produk, penetapan harga, cara penyajian jasa, atau upaya-upaya komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Juga merupakan sarana bagi upaya untuk menjadikan keseluruhan bagian organisasi berorientasi kepada konsumen.
2.3. Pemasaran Rumah Sakit Menurut Hartono (2010) yang mengutip pendapat Shafner, R, seorang kepala unit perencanaan dari Burbank Hospital Amerika Serikat mendefinisikan pemasaran rumah sakit sebagai upaya rumah sakit menyimak persepsi masyarakat tentang kebutuhannya sehingga rumah sakit dapat mengetahui pelayanan-pelayanan apa yang dapat
ditawarkannya
kepada
masyarakat,
untuk
kemudian
rumah
sakit
menyelenggarakan pelayanan-pelayanan itu. Rumah sakit merupakan organisasi semi bisnis yang tidak membutuhkan prinsip-prinsip baru dalam pemasaran akan tetapi menerapkan prinsip-prinsip pemasaran yang sudah ada. Menurut Hartono (2010) mengutip pendapat Weinberg dan Lovelock (1977) bahwa telah mengidentifikasi empat ciri utama organisasi semibisnis yang perlu diperhatikan dalam menerapkan prinsip-prinsip pemasaran. Ciri-ciri itu apabila diterapkan dirumah sakit adalah sebagai berikut: a. Banyak publik, Rumah sakit memiliki paling sedikit dua publik utama yang harus diperhatikan dari sisi pemasaran, yaitu: klien dan penyedia dana. Publik pertama berkaitan dengan pengguna dana, sedangkan publik kedua berkaitan dengan perolehan dana. Memang terdapat publik lain yang juga penting dari segi pemasaran, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa, dan lainlain. Tetapi yang utama adalah dua publik tadi.
Universitas Sumatera Utara
b. Banyak tujuan, Rumah sakit sebagai organisasi semibisnis cenderung memiliki banyak tujuan secara simultan, bukan hanya laba. Akibatnya menjadi lebih sulit dalam merumuskan strategi yang dapat mencapai seluruh tujuan. Para manajer rumah sakit harus berfikir keras untuk menetapkan skala prioritas dari tujuantujuan. Dengan demikian akan dapat dipilih satu, dua, tiga tujuan yang terpenting. c. Produk utama adalah pelayanan, Rumah sakit tentu lebih mengutamakan pelayanan sebagai produk usahanya ketimbang barang seperti obat. Pelayanan memiliki ciri-ciri tidak kasat mata (Intangible), tidak dapat dipisahkan (Inseparable), bervariasi (variable), dan tidak dapat ditimbun (perishable). Dalam merumusan strategi pemasaran ciri-ciri tersebut harus diperhatikan. d. Diawasi masyarakat, Rumah sakit merupakan sasaran pengawasan oleh masyarakat karena rumah sakit mengadakan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan mendapat subsidi (terutama rumah sakit pemerintah). Oleh karena itu, rumah sakit pada umumnya merasakan tekanan-tekanan politis dari berbagai pihak dan dituntut untuk beroperasi sesuai dengan kehendak masyarakat.
2.4. Proses Perencanaan Strategi Rangkuti F (2009) mengutip pendapat Steiner Miner (1977) Strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Menurut Hartono (2010) proses perencanaan strategi adalah proses manajerial dalam rangka mengupayakan dan menjamin adanya kesesuaian strategis (strategic fit)
Universitas Sumatera Utara
antara tujuan akhir (goals) dan peluang-peluang yang dipasar yang sedang berubah. Menurut Rangkuti (2009) proses perencanaan strategi adalah melalui tiga tahap analisis yaitu: Tahap pengumpulan data, Tahap Analisis dan Tahap pengambilan keputusan. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data dan merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan praanalisis. Pada tahap ini dibagi menjadi dua yaitu: Data eksternal dan data internal atau dapat juga menggunakan Matriks profil kompetitif. Tahap kedua adalah tahap analisis data untuk menentukan strategi-strategi alternatif, dimana dapat menggunakan tehnik-tehnik seperti matriks SWOT, matriks BCG, matriks internal-eksternal (IE), matriks SPACE, dan matriks grand strategy. Berikutnya tahap ketiga merupakan tahap pengambilan keputusan dengan tehnik Quantitative strategic planning matriks (QSPM) dimana tehnik ini menggunakan informasi dari tahap input untuk mengevaluasi alternatif strategi yang paling strategi yang paling sesuai untuk dilakukan yang dapat pada tahap analisis. Dalam membuat perencanaan strategi selain digunakan tehnik-tehnik pada kerangka formulasi strategi juga diperlukan adanya instuisi terbaik (good intuitive judgement) a. Matriks Faktor Strategi Internal Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, perlu diketahui terlebih dahulu External Strategic Factors Analysis summary (EFAS). Berikut ini cara menentuan faktor strategi eksternal (EFAS):
Universitas Sumatera Utara
1) Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman) 2) Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dengan 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. 3) Hitung Rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang makin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya jika nilai ancamannya sangat besar ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya adalah 4. 4) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0
(outstanding)
sampai dengan 1,0 (poor). 5) Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6) Jumlah skor pembobotan (pada kolom), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Dari daftar faktor peluang dan ancaman setelah diberi pembobotan dan rating, kita dapat melihat faktor peluang dan ancaman mana yang paling dominan dengan melihat Weight score tertinggi. b. Matriks faktor strategi internal Menurut Rangkuti (2009) setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strenght dann Weakness perusahaan. Tahapnya adalah: 1) Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1. 2) Beri bobot masing-masing tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terdapat posisi strategi perusahaan (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00). 3) Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan ratarata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Dari daftar faktor kekuatan dan kelemahan setelah diberi pembobotan dan
Universitas Sumatera Utara
rating, dapat dilihat faktor kekuatan dan kelemahan mana yang lebih dominan dengan melihat Weight score tertinggi. Tahap II The (Matching
Stage) menggunakan Analisis matrik Internal
Eksternal (IE) yaitu menganalisis posisi organisasi, menggunakan nilai total EFAS (External Strategic Factors Analysis summary) dan IFAS (Internal Strategic Factors Analysis summary) yang akan menentukan posisi organisasi tersebut. Matriks IE terdiri dari 9 buah sel. Apabila organisasi tersebut terletak pada sell I, II atau IV maka organisasi tersebut termasuk dalam kategori grow dan build. posisi ini perusahaan disuruh memilih strategi yang intensif (seperti pengembangan produk, pengembangan pasar atau penetrasi pasar) atau yang integratif (seperti; backaward integration, forward integration atau horizontal integration). Jika terletak pada sel III, V dan VII termasuk dalam kategori hold dan maintain dan strategi yang dapat dipakai adalah pengembangan produk atau penetrasi pasar. Sedangkan pada 3 sel terakhir yaitu sel VI, VIII dan IX, strategi yang dapat dilakukan adalah Harvest atau divest.
Universitas Sumatera Utara
The IFAS Total Weight Score Strong 3.0 to 4.0
Average 2.0 to 2.99
Weak 1.0 to 1.99
I
II
III
Average 2.0 to 2.99
IV
V
VI
Weak 1.0 to 1.99
VII
VIII
IX
Grow and Build
High 3.0 to 4.0
The EFAS Total Weight Score
Hold and Maintain
Harvest or Divest
Gambar 2.1. Matriks Eksternal dan Internal Sumber: David 1996, Strategic Management
Universitas Sumatera Utara
2.5. Proses Manajemen Strategi Pemasaran Menurut Laksana (2008) dalam manajemen strategi terdapat tiga level pelaksanaan strategi yaitu tingkat korporat, tingkat divisional dan tingkat operasional. Level I (tingkat korporat) dimana proses manajemen strategi harus menjawab bisnis apa yang harus kita masuki. Strategi pada tingkat ini juga harus memperhitungkan banyaknya pasar, produk dan tehnologi yang sangat beragam pada tiap pasarnya, sehingga manajer harus menentukan pada bisnis apa korporat harus berkompetisi. Level II (tingkat divisional). Pada tingkat ini manajemen strategi harus menjawab bagaimana suatu organisasi harus berkompetisi dalam pasar yang tersedia. Unit ini disebut sebagai strategic bussiness unit (SBU) atau Strategic Service Unit (SSU). Level III (Strategi tingkat operasional). Strategi fungsional dibuat dalam departemen fungsional seperti pemasaran, keuangan, sistem informasi, sumber daya manusia dan lain-lain. Strategi-strategi tersebut dapat dibuat oleh manajer SBU atau SSU. Pengembangann strategi operasional juga mencakup analisis situasional, formulasi strategi, implementasi strategi, dan kontrol strategi. Strategi pada tingkat ini dibuat untuk menunjang strategi pada tingkat yang lebih tinggi.
2.6. Analisis Lingkungan Menurut Laksana (2008) analisis lingkungan adalah mengidentifikasi faktorfaktor lingkungan perusahaan ke dalam golongan peluang, ancaman, kekuatan dan
Universitas Sumatera Utara
kelemahan. Golongan peluang dan ancaman merupakan bagian dari lingkungan ekternal, sedangkan golongan kekuatan dan kelemhan merupakan bagian dari lingkungan internal. Faktor-faktor yang ada dalam masing-masing lingkungan dijelaskan sebagai berikut: 2.6.1. Analisis Eksternal (Peluang dan Ancaman) Menurut Laksana (2008) lingkungan eksternal adalah ling ingkungan yang tidak dapaat dikendalikan oleh perusahaan, meliputi lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro meliputi: faktor-faktor dari keadaan ekonomi dan kependudukan (demografi), faktor budaya, keadaan politik dan hukum sedangkan Lingkungan mikro meliputi faktor-faktor dari para pemasok (suplier), pesaing, perantara yaitu perusahaan yang membantu promosi, penjualan dan pendistribusian produk, serta publik masyarakat umum (Laksana, 2008) Menurut Sunarto (2010) lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola membeli konsumen diantaranya: Perubahan pendapatan, dimana Pemasar harus memberikan perhatian pada distribusi pendapatan seperti pada pendapatan rata-rata. Dibagian teratas adalah konsumen tingkat atas, yang pola pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh kejadian-kejadian ekonomi masa sekarang. Ada kelas menengah yang berkecukupan yang juga berhati-hati mengenai pengeluarannya tetapi tetap membiayai kehidupan yang baik sementara waktu. Akhirnya, kelas bawah yang harus menghitung uang mereka ketika melakukan pembelian bahkan yang paling dasar.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan Demografi adalah lingkungan kepentingan utama bagi pemasaran karena lingkungan ini melibatkan orang-orang, dan orang yang membentuk pasar. Demografi adalah ilmu tentang populasi dalam hal ukuran, kepadatan lokasi, umur, jenis kelamin, mata pencaharian dan ststistik lainnya (Sunarto, 2010) Menurut Laksana (2008) mengutip dari Kotler (1991) Perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang meliputi kelompok acuan (kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap dan prilaku seseorang), keluarga serta peran dan status sosial. Menurut Sunarto (2010) lingkungan budaya dibentuk oleh lembaga-lembaga dan kekuatan-kekuatan lain yang mempengaruhi nilai dasar, persepsi dan prilaku masyarakat. Menurut Kotler (2008) lingkungan politik dan hukum terdiri dari badan hukum, pemerintah dan kelompok-kelompok penekan yang mempengaruhi dan membatasi berbagai organisasi dan perorangan. Faktor-faktor dalam lingkungan eksternal tersebut dianalisis untuk dipilih menjadi peluang dan mana yang menjadi ancaman bagi perusahaan. 2.6.2. Analisis Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Menurut Kotler (1995) lingkungan internal terdiri dari publik internal dari rumah sakit yaitu :
Dewan pengawas/dewan penyantun, direktur utama, para
direktur, para pimpinan lain, para karyawan dan para sukarelawan. Kebutuhan dan keinginan mereka harus diperhatikan. Menurut Laksana (2008) faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang ada di
Universitas Sumatera Utara
dalam lingkungan internal meliputi: 1) Pemasaran 2) Keuangan dan akunting 3) Produksi, operasi dan tehnik 4) Personalia 5) Manajemen mutu 6) Sistem informasi 7) Organisasi dan manajemen umum Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan tersebut dianalisis untuk dipilih mana yang menjadi kekuatan dan yang menjadi kelemahan perusahaan. (Laksana, 2008). Menurut Duncan (1996) untuk organisasi jasa layanan kesehatan, lingkungan rumah sakit adalah: 1) Lingkungan umum (General Environment) Terdiri dari semua organisasi dan lingkungan diluar industri pelayanan kesehatan tersebut, yang antara lain : institusi pemerintah, organisasi bisnis, institusi pendidikan, organisasi penelitian, yayasan-yayasan, individu, pelanggan. Organisasi-organisasi tersebut diatas, didalam lingkungan eksternal bekerja sendiri-sendiri atau secara bersama-sama, memicu dan mempengaruhi perubahan lingkungan makro dalam masyarakat, mempengaruhi berbagai industri termasuk kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2) Lingkungan rumah sakit (health care environment) Terdapat 5 segmen dalam sistem pelayanan kesehatan yaitu: a) Planning/Regulatory Organization:
adalah organisasi yang merencanakan
dan mengatur primary provider dan secondary provider. b) Primary provider: Organisasi yang menyediakan pelayanan kesehatan. c) Secondary provider: Organisasi yang menyediakan sumber daya untuk sistem pelayanan kesehatan. d) Provider Representative: Organisasi yang mewakili primary provider dan secondary provider. e) Individual/pelanggan: seperti dokter, perawat, profesional dan yang lainnya. Menurut Duncan (1996) secara garis besar lingkungan eksternal rumah sakit dapat digambarkan dalam suatu hubungan yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah sakit dan lingkungan diluar rumah sakit saling berkomunikasi, melalui dinamika dalam masalah tehnologi, sosial, peraturan pemerintah, politik, ekonomi dan kompetisi. Menurut Duncan (1996) organisasi rumah sakit merupakan lingkungan internal didalam rumah sakit yang berpengaruh pada kinerja rumah sakit, sehingga harus dianalisis kekuatan dan kelemahannya meliputi: -
Budaya organisasi yang didefenisikan sebagai suatu pola bertindak suatu organisasi secara implisit, intrinsik dan tidak terlihat serta bersifat informal yang menjadi arah bagi organisasi tersebut dalam membentuk prilakunya.
Universitas Sumatera Utara
-
Sub sistem fungsional yang meliputi : klinik, pelayanan administratif, fasilitas fisik, keuangan, pemasaran, dan manajemen umum. Sedangkan evaluasi sistem informasi organisasi merupakan bagian integral dari seluruh sub sistem yang ada. Menurut Duncan (1996) ada beberapa kunci yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan: 1. Staff, Apakah kita memiliki staf yang adekuat dalam jumlah dan kualifikasi untuk melaksanakan pelayanan saat ini? Dapatkah karyawan tersebut menunjang pengembangan organisasi pada masa yang akan datang? Apakah kita mempunyai kemampuan manajerial untuk mengkoordinasikan semua area fungsional? 2. Information dan Inteligence. Apakah informasi internal kita dapat mengalir ke subsistem operasional klinik, keuangan, pemasaran, dan manajemen umum dalam jumlah yang memadai untuk menunjang aktifitas sehari-hari? Dan apakah kita mempunyai sistem untuk mendapatkan informasi strategis yang ada diluar organisasi kita? 3. Kemampuan tehnik. Apakah kita mempunyai peralatan, fasilitas dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas di tiap area fungsional? Synergi. Apakah sasaran area fungsional sudah sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi, posisi persaingan, dan sumber daya yang ada serta peluang-peluang.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Tjiptono (2005) bauran pemasaran adalah seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik layanan yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan merancang program taktik jangka pendek. Menurut Yazid (1999) bahwa bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang bisa dikontrol perusahaan dalam komunikasinya dengan dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran. Bauran pemasaran jasa terdiri dari 7 P’s yaitu: produk, harga, distribusi, promosi, orang, bukti fisik dan proses. Klasifikasi bauran pemasaran, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Produk (product) Menurut Kotler (1991) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikomunikasikan sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Menurut Tjiptono (2005) bahwa produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Produk jasa yang dimaksud disini adalah keseluruhan konsep produk yang terdiri dari (Kusmanto, 2004):
Universitas Sumatera Utara
a. Core Product Merupakan produk utama yang ditawarkan, misalnya: produk pelayanan rawat jalan padaa jasa rumah sakit. b. Expected Product Merupakan produk yang diharapkan berupa inti bersama pertimbangan keputusan minimal yang harus dipenuhi, misalnya, ruang tunggu poliklinik yang nyaman. c. Augmented Product Merupakan produk tambahan/pelengkap yang memungkinkan suatu produk dideferensiasikan terhadap yang lainnya. Misalnya, bisa memilih dokter yang diinginkan. d. Potential Product Produk dengan tampilan (feature) dan manfaat tambahan yang berguna bagi konsumen atau mungkin menambahka kepuasan konsumen. Misalnya, kemudahan atau layanan khusus bagi konsumen yang telah menjadi member jasa perusahaan. Disamping produk utama, tiga jenis produk diatas merupakan unsur potensial yang memberikan nilai tambah bagi konsumen. Jika ketiganya dikelola dengan baik akan menyebabkan produk tersebut berbeda dengan produk sejenis yang disediakan oleh pesaing. Sehingga penyedia jasa harus mengembangkan nilai tambah bagi produknya agar dapat dibedakan dan bersaing dengan produk lain.
Universitas Sumatera Utara
Lupiyoadi (2001) menyatakan ada empat karakteristik produk jasa, yaitu: a. Intangbility; Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, b. Heterogenity/Variability; bersifat non-standar dan sangat bervariasi, c. Inseparability; umumnya diproduksi dan dikomsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam prosesnya, d. Perishability; Jasa tidak mungkin disimpan dalam inventor. Menurut Kotler (1995) rumah sakit menghasilkan produk jasa kesehatan berupa: rawat jalan, rawat inap, farmasi, laboratorium, radiologi dan tindakan medik lainnya. Produk ini harus dijaga mutunya sesuai dengan standar profesi dan kepuasan pasien. Menurut Simamora (2001) faktor-faktor yang berhubungan dengan produk adalah kualitas, fitur dan design. Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Yazid (1999) faktor-faktor yang terdapat pada produk dalam pemasaran jasa adalah: fitur, fisik barang, tingkat kualitas, asesoris, pembungkus, garansi, lini produk dan penentuan merk. Menurut Lupiyoadi (2001) analisis terhadap jasa pendidikan dapat dilakukan berdasarkan pada tingkat produk, yaitu core offer (penawaran inti). Tangible offer, dan augmented offer. 2. Tempat (place) Place dalam unsur bauran pemasaran jasa adalah gabungan antara lokasi dan saluran distribusi. Dalam hal ini berhubungan dengan kemudahan konsumen melakukan akses atau berinteraksi dengan perusahaan (Lupiyoadi, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Dalam membangun suatu bisnis salah satu hal penting yang juga harus diperhatikan adalah masalah lokasi perusahaan. Masalah lokasi dianggap penting karena menyangkut kinerja perusahaan tersebut. Dalam upaya pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana namun komplek dan rumit untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen secara lebih baik. Lokasi adalah suatu tempat dimana perusahaan itu melakukan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk dapat diperoleh dan bersedia bagi konsumen (Kotler, 2000). Meurut Tjiptono (2005) distribusi dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan dan dapat disimpulkan bahwa proses distribusi merupakan aktivitas pemasaran yang mampu : a. Menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dapat merealisasikan kegunaan bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan. b. Memperlancar arus saluran pemasaran secara fisik dan non fisik. Menurut Kotler (1995) rumah sakit, jasa ambulance, dokter, pengujian laboratorium, perusahaan asuransi, dan toko-toko obat membentuk saluran distribusi bagi jasa pemeliharaan kesehatan. Menurut Hurriyati (2005) beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tempat atau lokasi:
Universitas Sumatera Utara
1. Akses : lokasi mudah dijangkau sarana transfortasi 2. Visibilitas : lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan 3. Lalu lintas, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: banyaknya orang yang lalu lalang dapat memberikan peluang besar terjadinya impulse buying dan kepadatan serta kemacetan lalu lintas dapat pula menjadi hambatan 4. Tempat parkir yang luas dan aman 5. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan 6. Persaingan yaitu lokasi persaingan Menurut Payne (2001) tempat yang digunakan untuk memasok jasa kepada pelanggan sasaran merupakan dua bidang keputusan kunci. Keputusan tempat (lokasi dan saluran distribusi) meliputi pertimbangan mengenai cara menyampaikan jasa kepada pelanggan dan dimana jasa harus ditempatkan. Menurut Purnama (2001) ada 5 faktor yang mungkin mempengaruhi bentuk saluran yaitu: a). Pertimbangan pengguna terakhir, b). Karakteristik produk, c). Kemampuan dan sumber daya operasional, d). Fungsi-fungsi yang diisyaratkan, e). Ketersediaan dan ketrampilan perantara. Sedangkan Zeithaml dan Bitner dalam Yazid menyatakan bahwa faktorfaktor tempat/distribusi yang terdapat dalam pemasaran jasa yang terdiri dari: jenis saluran, perantara, lokasi outlet, transportasi, penyimpanan dan mengelola saluran. Pentingnya lokasi untuk jasa tergantung pada jenis dan tingkat interaksi yang terlibat. Interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan tersebut terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari: pelanggan mendatangi penyedia jasa, penyedia jasa mendatangi pelanggan atau penyedia jasa dan pelanggan mentransaksikan bisnis dalam jarak jauh. 3. Harga (price) Menurut Angipora (1999) mengutip pendapat Stanton J.W, Harga adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh
beberapa
kombinasi
sebuah
produk
dan
pelayanan
yang
menyertainya. Menurut Lupiyoadi (2001) penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh pelayanan jasa yang dinilai oleh konsumen dan juga dalam proses membangun citra. Menurut Angipora (1999) segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan sangat mempengaruhi berbagai aspek kegiatan perusahaan, baik yang menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Dengan demikian semua keputusan yang berkaitan dengan harga hendaknya harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh dan mendalam serta memperhatikan aspek intern dan ekstern perusahaan. Menurut Payne (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan harga jasa terdiri dari: a). Positioning jasa, b). Tujuan-tujuan korporat, c) Sifat kompetensi, d). Daur hidup jasa, e). Elastisitas pemintaan, f). Struktur biaya, g). Sumber daya yang digunakan, h). Kondisi ekonomi yang berlaku, i). Kapasitas jasa, j). Sasaran perusahaan yang dicapai.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Nagle dalam Purnama (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga pembeli dapat diidentifikasi sebagai berikut: a). Penilaian nilai unik, b). Pengaruh kesadaran atau produk pengganti, c). Pengaruh perbandingan yang sulit, d). Pengaruh pengeluaran total, e). Pengaruh manfaat akhir, f). Pengaruh investasi yang tertanam, g). Pengaruh kualitas harga, h). Pengaruh persediaan. 4. Promosi (Promotion) Menurut Tjiptono (2005) komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Menurut McCarthy dalam Kotler (2000) bauran promosi terdiri dari promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, humas/public relation, dan pemasaran langsung, selanjutnya menurut Swastha dan Handoko dalam Supranto (2001) bahwa bagian yang tajam dari instrumen pemasaran adalah pesan (message) yang harus dikomunikasikan kepada calon pembeli melalui berbagai unsur yang terdapat dalam program promosi. Bauran promosi berhubungan erat dengan komunikasi, di mana dalam promosi komunikasi berperan sebagai pemberi informasi dan membuat konsumen potensial menyadari atas keberadaan suatu produk, membujuk konsumen potensial agar berhasrat untuk masuk ke dalam hubungan pertukaran, menjadi pengingat pada produk, membedakan suatu
Universitas Sumatera Utara
produk dengan produk dari perusahaan lain. Menurut Ratnasari dan Aksa (2011) ada beberapa hal yang perlu diperlukan dalam promosi, yaitu: a. Identifikasi terlebih dahulu target audiencenya. (berhubungan dengan segmentasi pasarnya). b. Tentukan tujuan promosi, apakah untuk menginformasikan, mempengaruhi atau untuk mengingatkan. c. Pengembangan pesan yang disampaikan. Ini berhubungan dengan isi pesan, struktur pasar, gaya pesan, dan sumber pesan. d. Pemilihan bauran komunikasi, apakah personnal atau non personal communication. George dan Berry dalam Payne (2001) ada enam pedoman untuk pemasaran jasa yang benar-benar dapat diterapkan untuk kebanyakan unsur bauran promosi, yaitu: a). Memberikan petunjuk berwujud, b). Membuat jasa dimengerti, c). Kesinambungan komunikasi, d). Menjanjikan apa yang mungkin diberikan, e). Mengkapitalisasi word of mouth, f). Komunikasi langsung kepada konsumen. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner dalam Yazid (1999) faktor-faktor promosi yang terdapat dalam pemasaran jasa yang terdiri dari: a). Tenaga penjualan dan pelayanan, b). Jumlah, c). Seleksi, d). Pelatihan, e). Insentif, f). Target, g). Jenis media dan periklanan, h). Bauran promosi (periklanan, sales, promotion, personal selling, publisitas).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa untuk mengembangkan promosi yang efektif diperlukan produk sebagai berikut: a). Mengidentifikasi terget audience, b). Menentukan tujuan promosi, c). Merancang pesan, d). Menyeleksi saluran komunikasi, e). Menetapkan jumlah anggaran promosi, f). Menentukan bauran promosi, g). Mengukur hasil-hasil promosi, h). Mengelola dan menkoordinasi proses komunikasi/promosi. 5. Orang (people) atau partisipan Orang (people) adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personel perusahaan, dan konsumen lain dalam lingkungan jasa (Yazid, 1999). Partisipan adalah setiap orang atau semua orang yang memainkan suatu peran dalam waktu – riil jasa (selama berlangsungnya proses dan konsumsi jasa berlangsung). Jadi yang termasuk disini adalah semua karyawan maupun konsumen. Semua sikap dan tindakan konsumen bahkan cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan yang mempunyai pengaruh terhadap persepsikonsumen dan keberhasilan waktu riil pelayanan (service encounter). Karena pada kenyataannya jasa profesional berorientasi pada hubungan (relationship-based). Alasan yang mendasari semua itu adalah bahwa semua pelaku yang berpartisipasi dalam penyajian jasa menjadi petunjuk tentang karakteristik maupun kualitas jasa yang akan diterima konsumen (Yazid, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Judd dalam Payne (2001) telah mengembangkan skema kategori berdasarkan tingkat frekuensi kontak pelanggan dan seberapa jauh staff dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pemasaran yang konvensional yang terdiri dari: Contactor, modifier, influencer dan isolated. Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa ada empat kriteria peranan atau pengaruh dari aspek-aspek people yang mempengaruhi konsumen yaitu peran: a). Contraktor, people disini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam membeli, b). Modifier, mereka tidak secara langsung mempengaruhi keputusan konsumen, tetapi cukup sering berhubungan dengan konsumen, misalnya resepsionis, c). Influencer, mereka ini mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen d). Isolated, people ini tidak secara langsung ikut serta dalam marketing mix dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen misalnya karyawan bagian administrasi penjualan, SDM, dan data processin. 6. Bukti Fisik (physical Evidence) Bukti fisik adalah Lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, dan setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut (Yazid 1999). Jasa itu tangible dan karenanya sulit untuk dievaluasi, maka bukti fisik memberikan tanda-tanda, misalnya kualitas jasa. Bukti fisik jasa mencakup semua hal yang tangible berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, format laporan dan peralatan. Bukti fisik menunjukkan kesempatan istimewa bagi perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengirimkan pesan yang konsisten dan kuat berkenaan dengan upaya organisasi, segmen pasar yang dituju, karakteristik jasa. Oleh karena itu para pemasar jasa semestinya terlibat di dalam design perencanaan, dan pengawasan bukti fisik (Yazid 1999). Menurut Jewell dan Siegell (1998) variabel lingkungan fisik terdiri dari suhu di tempat kerja, penerangan ditempat kerja, kebisingan ditempat kerja, ukuran dan tata letak tempat kerja, pembagian tempat kerja, pengaturan kantor dan warna dinding. Sedangkan Yazid (1999) menyatakan bahwa dalam sejumlah kasus bukti ini mencakup fasilitas fisik dimana jasa ditawarkan, fasilitas kantor dan peralatan. Menurut Payne (2001) Lingkungan fisik tempat jasa diciptakan langsung berinteraksi dengan konsumen dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu: Esensial evidence dan peripheral evidence. Bukti esensial mewakili keputusan kunci yang dibuat oleh penyedia jasa mengenai design dan layout dari gedung, ruang dan lain-lain. Sedangkan bukti peripheral menambah perwujudan nilai jasa yang diberikan kepada segmen pelanggan yang dituju nilai tersebut atau berfungsi sebagai pelengkap saja. 7. Proses (process) Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa (Yazid, 1999). Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur, mekanisme, jadwal, aktivitas perjanjian dan sebagainya, yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan jasa dapat disampaikan dengan baik kepada konsumen. Dalam hal ini proses dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu (Lupiyoadi, 2001): a. Conflexity, proses yang berhubungan dengan langkah-langkah dan tahap yang telah ditetapkan dalam penyampaian jasa. b. Divergence, yaitu proses yang berhubungan dengan adanya perubahan dalam langkah atau tahap proses tersebut. Pada akhirnya, proses mencerminkan bagaimana semua elemen bauran pemasaran dikoordinasikan untuk menjamin kualitas dan konsistensi jasa yang diberikan kepada konsumen (Yazid 1999).
2.8. Landasan Teori Cakupan kegiatan pemasaran jasa ditentukan oleh konsep pemasaran yang disebut bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari tujuh elemen (7P’s): produk (product), harga (price), distribusi (distribution), promosi (promotion), orang (people or participants), lingkungan fisik di mana jasa diberikan atau bukti fisik (physical evidence), dan proses jasa itu sendiri (process) (Yazid, 1999). Proses perencanaan strategi pemasaran melalui tahapan sebagai berikut: 1. Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan praanalisis, terdiri dari: a. Analisis faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) terhadap bauran pemasaran dalam tabel EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) b. Analisis faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) terhadap bauran pemasaran IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary)
Universitas Sumatera Utara
2. Tahap Analisis dengan menggunakan Matriks Internal Eksternal (IE) yaitu menganalisis posisi bauran pemasaran, memakai nilai total EFAS dan IFAS matriks yang akan menentukan posisi bauran pemasaran tersebut untuk selanjutnya menetapkan alternatif strategi yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Pikir
Strategi Produ Pemasaran k Saat Ini
Harg a
Tempat
Promosi
Orang
Bukti Fisik
Proses
FAKTOR INTERNAL KONDISI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN SAAT INI
SWOT ANALISIS FAKTOR EKSTERNA
Strategi Pemasaran Produ Yang k Diusulkan
Harg a
Tempat
Promosi
Orang
Bukti Fisik
Proses
Universitas Sumatera Utara