9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Puskesmas Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
75/M.KES/SK/2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, pengertian Puskesmas adalah Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas
pelayanan
dalam
rangka
meningkatkan
derajat
masyarakat
serta
menyukseskan program jaminan sosial nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya di sebut Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarrakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitigginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014). Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi : 1. Paradigma sehat, 2. Pertanggungjawaban wilayah, 3. Kemandirian masyarakat, 4. Pemerataan, Teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan.
9
10
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka puskesmas kecuali bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masayarakat,
juga
bertanggung
jawab
dalam
menyelenggarakan
pelayanan
kedokteran (Azwar,2010).
2.2. Puskesmas di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dijelaskan tentang pelayanan kesehatan di FKTP yaitu pelayanan promotif dan preventif yang diberikan meliputi : 1. Penyuluhan kesehatan perorangan. 2. Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan prilaku hidup bersih dan sehat 3. Imunisasi Dasar. 4. Baccile Calment Guerin (BCG), Difteri Pertunis Tetanus dan Hepatitis-B, polio, dan campak 5. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vaksin dan tubektomi bekerjasama dengan lembaga yang membindangi keluarga berencana. 6. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakitan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
11
Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri. 7. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah. Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitative yang diberikan meliputi : 1. Pemeriksaan, pengobatan dam konsultasi medis 2. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif. 3. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai. 4. Tranfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis 5. Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratotium tigkat pertama 6. Rawat inap tingkat pertama seseuai indikasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Keadaan ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat.
12
2.3. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pada tanggal 28 Oktober 2011 telah disahkan Undang-Undang baru tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang dibagi menjadi; 1). Undang-Undang BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat indonesia, termasuk
menampung
pengalihan
Jamkesmas,Askes,Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan PT.Jamsostek dan PT.Asabri ; 2). Undang-Undang BPJS diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang merupakan transformasi dari PT.Jamsostek. Dengan disahkannya Undang-Undang tentang BPJS. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Perlindungan ini diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan,2014).
13
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi : BPJS Kesehatan
Bayar Iuran Penangganan Keluhan
Perjanjian Pembayaran Klaim Regulator
Peserta JKN
Menerima Pelayanan
Fasilitas Kesehatan
Mencari Pelayanan Gambar 2.1. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Sumber : Permenkes No.28 Tahun 2014 Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah salah cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota keluarganya. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: a. kegotong-royongan, b. nirlaba, c. keterbukaan, d. kehati-hatian,
14
e. akuntabilitas, f. portabilitas, g. kepesertaan bersifat wajib, h. dan amanat Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang dimaksud adalah : a. Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). b. Perusahaan Perseroan Dana tabungan dan asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) c. Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indobesia (ASABRI). d. Perusaahaan Perseron Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). 2.3.1. Kapitasi dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 Penggunaan Dana Kapitasi JKN Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasioanal pada FKTP Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi JKN pada FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk biaya jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan selisih dari kapitasi yang diterima dengan jasa pelayanan yang ditetapkan. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi adalah besaran pembayaran
15
per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggota lembaga tersebut, yaitu dnegan membayar di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Di dasari atas jumlah tertanggung (orang yang dijamin atau anggota) baik anggota itu dalam keadaan sakit atau dalam keadaan sehat yang besarnya ditetapkan dan umumnya dibayarkan dimuka tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau pemakaian di PPK tersebut. Untuk menentukan angka kapitasi perlu diketahui dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan kapitasi, yaitu prediksi angka utilisasi (penggunaan pelayanan kesehatan) dan penetapan biaya satuan. Besaran angka kapitasi ini sangat dipengaruhi oleh angka utiliasi pelayanan kesehatan dan jenis paket asuransi kesehatan yang ditawarkan serta biaya satuan pelayanan. Jenis-Jenis Kapitasi adalah sebagai berikut : a. Penuh atau total : rawat jalan sampai rawat inap b. Sebagian : rawat jalan saja, rawat inap saja, hanya jasa pelayanan tanpa obat, dll c. Risk adjusment capitation : berbasis umur, risiko sakit, geografi. Langkah-langkah perhitungan kapitasi sebagai berikut : a. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam pembayaran kapitasi.
16
b. Menghitung rate utilisasi (angka pemanfaatan) yang biasanya dihitung per 1000 jiwa. c. Mendapatkan rata-rata biaya per pelayanan yang dicakup dalam kontak kapitasi. d. Menghitung biaya perkapita perbulan untuk tiap pelayanan. e. Menjumlahkan biaya perkapita perbulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan besaran biaya kapitasi.
2.4. Konsep Sistem Rujukan dan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas 2.4.1. Definisi Rujukan dan Konsep Sistem Rujukan Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang telah dirumuskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan,sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Dalam Undang-Undang SJSJN dan Undang-Undang BPJS menerapkan sistem palayanan kesehatan dengan pola rujukan berjengjang dan terstruktur yang disebut juga regionalisasi sistem rujukan dengan harapan peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medisnya, Dokter
17
Puskesmas diberi wewenang membuat surat rujukan bagi peserta JKN yang memerlukan penangganan lebih lanjut kefasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Dalam Undang-Undang SJSN menyebutkan regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah admistrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemapuan,kecuali dalam kondisi emergensi (Kementerian Kesehatan, 2012). Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada disuatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis ditingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ditingkat lanjutan, demikian seterusnya. Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 pasal 51 tentang Praktik Kedokteran “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. Secara lengkap Notoatmodjo (2012) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan perhimpunan tanggungjawab timbal baik terhadap satu khasus penyakit secara vartikal atau harizontal, sederhananya sistem rujukan mengatur dari mana dan harus kemana seseorang dengan ganguan kesehatan tertentu memaksakan keadaan sakitnya. Bagan sistem rujukan dapat dilihat gambar berikut :
18
Jenis Rujukan Penderita Masalah medisrujukan medis Masalah Kesehatan
Pengetahuan Bahan pemeriksaan Teknologi
Masalah KesmasRujukan Kesehatan
Sarana Operasional
Gambar 2.2. Sistem Rujukan Sumber : Notoatmodjo (2012) Skema Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Gambar 2.3. Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia Sumber : Notoatmodjo (2012)
19
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat bertentang yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan keetiga,dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan, apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggu jawabnya tersebut ketingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segara tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang rujukan masyarakat menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukanya itu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan (Notoatmodjo, 2012). 2.4.2. Tujuan Umum Sistem Rujukan Tujuan umum sistem rujukan adalah meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Tujuan umum rujukan untuk memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan medis. Tujuan khusus sistem rujukan adalah meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka menangani rujukan kasus berisiko tinggi dan gawat darurat dan menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja puskesmas (Notoadmodjo, 2012). 2.4.3. Tata Laksana Rujukan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Perorangan, dijelaskan :
20
1. Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. 2. Rujukan secara vertikal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda. 3. Rujukan horizontal, sebagaimana dalam pasal 7 ayat 3 dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dengan pasien karena keterbatasan failitas, peralatan atau ketenagaan sifatnya sementara atau menetap. 4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ketingkatan lebih tinggi. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (4), dilakukan apabila 5. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialis. 6. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatatasan fasilitas, perlataan atau ketenagaan. Di dalam pelaksanaan suatu program harus adanya suatu penilaian dari program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam arti apakah dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan sehingga dapat mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah dirumuskan, dan apakah dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan penyesuaian sedemikian rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat dicapai. Dalam hal ini untuk menilai pelaksanaan sistem rujukan, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan beberapa teori tentang evaluasi.
21
2.5. Pengertian Evaluasi atau Penilaian Berdasarkan pendapat Martenelli (2001) dalam penelitiannya, yang mengutip pendapat Prayitno (2000), menjelaskan bahwa evaluasi adalah prosedur dalam penilaian
pelaksanaan
hasil
atau
dampak
secara
sistematik
dengan
membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti kriteria atau metode atau tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan selanjutnya. Evaluasi merupakan
bagian
dari
sistem
manajemen
yaitu
perencanaan,
organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Sedangkan menurut istilah “evaluasi merupakan kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibangdingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya dan penilaian bersifat kualitatif. Jika ditinjau dari sudut administrasi, peranan penilaian amatlah penting. Peranan penilaian tersebut paling tidak adalah sebagai pembantu dalam pengambilan
22
keputusan. Karena pentingnya pekerjaan penilaian, maka setiap administrator program haruslah dapat pula memahami pekerjaan penilaian tersebut (Azwar, 2010 ). 2.5.1. Batasan Penilaian Menurut Azwar (2010), Batasan penilaian banyak macamnya, beberapa di antaranya yang dianggap cukup penting adalah : 1. Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya (The Word Health Organization). 2. Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The American Public Association). 3. Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengmabilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The Internasional Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option). 4. Penilaian
adalah
pengukuran
terhadap
akibat
yang ditimbulkan
dari
dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Riecken). Menurut Azwar (2010), jika diperhatikan keempat pengertian diatas, segera terlihat bahwa ada dua pendapat tentang penilaian tersebut, yakni :
23
1. Penilaian hanya dilakukan pada tahap akir program Pendapat yang seperti ini dapat dilihat dalam batasan yang dirumuskan oleh Ricken.Disini dikemukakan bahwa penilaian tersebut dilakukan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh suatu program, yang pada dasarnya hanya dapat dilakukan jika suatu program telah selesai dilaksanakan. 2. Penilaian dapat dilakukan pada setiap tahap program Pendapat seperti ini secara tegas dikemukakan dari The Internasional Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option) dan secara samar-samar ditemukakan pula pada batasan yang dirumuskan oleh The Word Health Organization dan American Public Health Association. Pada pendapat terakir ini disebutkan bahwa penilaian tidak hanya dilakukan pada tahap akir program, tetapi juga dapat dilakukan pada waktu program sedang berjalan dan atau sebelum program tersebut dilaksanakan. Kedua pendapat diatas tidak terlalu perlu dipertentangkan asal saja selalu diingat bahwa antara perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian selalu terdapat hubungan yang amat erat. Penilaian, demikian Marry Arnold mengemukakan adalah cermindari pelaksanaan suatu program, yang peranannya amat besar dalam perencanaan program tersebut selanjutnya (Azwar, 2010). 2.5.2. Jenis Penilaian Menurut Azwar (2010), secara umum evaluasi dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu:
24
1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation) adalah penilaian yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program. Tujuan uatama adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut. 2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program (promotive evaluation) yaitu penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau terjadi pennyimpangan yang dapat merugikan pencapain program tersebut. 3. Penilaian pada tahap akir program (summative evaluation) penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (output) serta untuk mengukur dampak (inpact) yang dihasilkan. Peranan dan arti dari ketiga macam penilaian ini sama pentingnya. Dengan dilaksanakannya penilaian, akan dapat menghindari terjadinya sesuatu yang sia-sia, yang dalam bidang adminitrasi terpenting adalah mencegah terjadinya penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan (dana, tenaga, sarana dan metode) yang keadaannya memang amat terbatas sekali. 2.5.3. Ruang Lingkup Penilaian Sesuai dengan luasnya pengertian kesehatan, maka ruang lingkup penilaian yakni hal-hal yang akan dinilai dari suatu program amat luas. Dalam buku Azwar (2010), beberapa pakar memberikan pedoman penilaian sebagai berikut :
25
1. Deniston menyebutkan bahwa hal-hal yang dapat dinilai dari suatu program kesehatan kedalam emapat macam yakni : Kelayakan program, kecukupan program, efektifitas program, efisiensi. 2. Milton R. Roemer membedakan ruang lingkup penilaian suatu program kesehatan atas enam macam : status kesehatan yang dihasilkan, kualitas pelayanan yang diselenggrakan, kuantitas pelayanan yang dihasilkan, sikap masyarakat terhadap program kesehatan, sumberdaya yang tersedia, dan biaya yang dipergunakan 3. Blum, sama hal nya dengan Roemer, Blum juga membedakan ruang lingkup penilaian atas enam macam yakni : pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetpkan, efektifitas program, efesiensi program, keabsahan hasil yang dicapai oleh program, dan skistem yang digunakan untuk melaksanakan program. Berdasarkan pendapat Azwar (2010), menyimpulkan pendapat para ahli dapat disimpulkanuntuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana dibedakan atas empat kelompok saja,yakni: a. Penilaian terhadap masukan (Input) Adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya suatu sistem. Sub elemen tersebut dikenal dengan 6 M yakni ; manusia (man), uang (money), sarana (material), metode (methode), pasar (market), serta mesin (machine) untuk organisasi yang mencari keuntungan, sedangkan organisasi yang tidak mencari keuntungan dikenal dengan 4 M yaitu ; man, money,materia dan methode.
26
b. Penilaian terhadap proses (process) Adalah
suatu
kegiatan
yang
berfungsi
untuk
mengubah
masukan
menghasilkan keluaran (output) yang direncanakan. Dalam praktek sehari-hari,untuk memudahkan pelaksanaan biasanya menggunakan fungsi dari manajemen yaitu ; planning, organizing, actuating, evaluation. c. Penilaian terhadap keluaran (output) Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari suatu proses atau kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangusngnya proses dalam sistem. d. Penilaian terhadap dampak (impact) Dampak adalah yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya. Keempat ruang lingkup yang seperti ini, secara sederhana dapat digambarkan dalam bagan berikut ini : Program Kesehatan
Input (Masukan)
Proses
Output (Luaran)
Penilaian Program Kesehatan Gambar 2.4. Sistem Kesehatan Sumber: Azwar (2010)
Dampak
27
2.6. Landasan Teori Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Hal ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat. Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No.001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya . Berdasarkan Permenkes No 75 taun 2014 tentang Puskesmas , puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada 2 macam rujukan yang dikenal, yaitu : rujukan upaya kesehatan perorangan, yaitu cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila
28
suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya kesarana pelayanan lebih mampu (baik horizontal maupun vertikal) dan rujukan upaya kesehatan masyarakat, yaitu cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat misalnya, KLB, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masayarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehata masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuk kedinkes kabupaten atau kota. Di dalam pelaksanaan suatu program atau suatu sistem harus adanya suatu penilaian atau evaluasi dari program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam arti apakah dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan sehingga dapat mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah dirumuskan dan apakah dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan penyesuaian sedemikian rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat dicapai. Untuk menilai pelaksanaan rujukan peserta JKN pada Puskesmas Susoh dan Puskesmas Blangpidie, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan teori tentang evaluasi. Menurut Azwar (2010), untuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana dibedakan atas empat kelompok saja, yakni:
29
a. Penilaian terhadap masukan (Input) b. Penilaian terhadap proses (process). c. Penilaian terhadap keluaran (output) d. Penilaian terhadap dampak (impact)
2.7. Kerangka Pikir Dari landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini fokus pada analisis pelaksanaan rujukan pserta JKN pada Puskesmas Susoh dan Puskesmas Blangpidie. Maka secara ringkas disusun alur fokus penelitian (kerangka konsep) sebagai berikut :
Input a. Petugas / Tenaga Pelaksana b. Sarana/Prasarana c. Prosedur Pelaksanaan Rujukan
Proses a. Proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan Rujukan. b. Proses pelaksanaan rujukan dari tingkat pertama ke tingkat lanjutan peserta JKN.
Output Kesesuaian pelaksanaan rujukan tingkat pertama peserta JKN
Gambar 2.5. Kerangka Konseptual Penelitian