BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok, dkk, 2007) Pengetahuan merupakan membenarkan
(justifies)
justified true believe.
kebenaran
atas
Seorang individu
kepercayaannya
berdasarkan
observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada
7 Universitas Sumatera Utara
8
kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief sistems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak disadari (Bambang, 2008). 2.1.2. Tingakatan Pengetahuan di dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang dicapai di dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan yakni: a. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja bahwa untuk mengukur orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Comprehension (memahami), Diartikan sebagai sesuatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obejek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, memperkirakan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
9
c. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata kerja. e. Sintesis,
menunjuk
pada suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada. Dan evaluasi, berkaitan dengan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-peniaian itu berdasarkan suatu kriteria tersendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2003). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden. Kedalaman pengetahuan orangtua yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. 2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2003) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
10
a) Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan penyelidikan epidemiologinya. Angka – angka kesakitan maupun kematian hamper semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur di laporkan tetap, apakah panjangnya interval didalam pengelompokkan cukup atau tidak. b) Pendidikan Mendidik atau pendidik adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa mendidik adalah kata kerja, pendidik kata benda. Kalau kita mendidik berarti kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan, kegiatan mendidik menunjukkan adanya yang mendidik disuatu pihak yang dididik adalah suatu kegiatan yang mengandung antara dua manusia atau lebih. c) Pengalaman Sudarmita (2002) mengatakan bahwa pengetahuan dapat terbentuk dari pengalaman dan ingatan yang didapat sebelumnya. Nanda (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge) terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi (Nanda, 2005).
Universitas Sumatera Utara
11
2.2. Sikap (attitude) 2.2.1. Defenisi Sikap Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu
pada
semua
objek
dan
situasi
yang
berkaitan
dengannya.
(Widayatun,T.R, 2009) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Soekidjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut : a. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut. b. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
Universitas Sumatera Utara
12
c. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua sebaliknya. d. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan
sikap
dengan
kecakapan-kecakapan
atau
pengetahuan-
pengetahuan yang dimilki seseorang (Soekidjo, 2003). 2.2.2. Komponen Pokok Sikap Menurut Allport (1945) yang dikutip oleh Nurasiyah (2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakni; kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecendrungan untuk bertindak ( trend to behave ). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003). Selanjutnya ciri-ciri sikap menurut WHO adalah : a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b. Sikap akan ikut atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman orang lain. c. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pada pengalaman seseorang.
Universitas Sumatera Utara
13
d. Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. 2.2.3. Berbagai Tingkatan Sikap Sebagai halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari bebagai tingkatan yakni : a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini. d. Bertanggung jawab (responsible), betanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap (Soekidjo, 2003). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain : a. Pengalaman Pribadi Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwaperistiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup dipedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakat. c. Kebudayaan Dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan dimasyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada didaerahnya. Menurut Elly, (2010) budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa dan rasa, kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris kata budaya berasal dari kata culture . Dengan demikian kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala
Universitas Sumatera Utara
15
daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam . Menurut E.B. Taylor dalam Elly (2010) budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota keluarga. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia Herskovits dalam Iqbal (2009) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Malinowski dalam Noorkasiani (2009), bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia akan kesehatanya, timbul budaya berupa perlindungan yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan. Landasan ini dapat diperoleh dari ilmu sosial yang ruang lingkupnya manusia dalam konteks sosial. d. Media Massa Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap
Universitas Sumatera Utara
16
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan kkonsep moral dalam diri individu. f. Faktor Emosional Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun bisa juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. (Azwar, 2009).
2.3. Konsep Lansia 2.3.1. Definisi Lansia Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 seperti dikutip oleh Nugroho (2000) adalah bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Undangundang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Nugroho, 2000).
Universitas Sumatera Utara
17
Keberadaan lansia di tandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif. Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat di hindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan memengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua di tandai dengan adanya kemunduran biologis terlihat sebagai gejala - gejala kemunduran fisik. Usia lansia dapat di katakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar lansia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi lansia yang berguna dan bahagia (Rosidawati 2008). Soekidjo, (2007) mengatakan lansia adalah tergantung pada kerangka pada pandang setiap pandang individu . Sedangkan menurut WHO lansia adalah tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak di pisah - pisahkan. Dari beberapa pengertian di atas belum ada kesepakatan siapa di sebut golongan lansia ,tapi seseorang yang telah berumur 60 tahun sering di katakan telah lansia 2.3.2. Batasan-Batasan Lanjut Usia Menurut Rosidawati 2008, klasifikasi lansia di bagi dalam lima bagian antara lain: a. Pralansia (Prasenilis) adalah seseorang yang berusia antara 45- 59 tahun b. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
Universitas Sumatera Utara
18
c. Lansia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. d. Lansia Potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain . Lanjut usia menurut Koesoemato Setyonegoro terdiri dari 3 kategori, yaitu young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut: a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun (Nugroho, 2000). 2.3.3. Karakteristik Lansia Menurut Bustam, (2007), lansia memiliki karakteristik untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah: a. Jenis kelamin ; lansia lebih banyak pada wanita, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki dan wanita. a. Status perkawinan; status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/ duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis,
Universitas Sumatera Utara
19
b. Living arrangement; misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainya c. Kondisi kesehatan d. Keadaan ekonomi 2.3.4. Perubahan-Perubahan pada Lansia Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diterima (Constantinides, 1994 dan Nugroho, 2000). Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua mahluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi proses berkurangnnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Nugroho, 2000). Bagi sebagian besar orang, proses menua adalah suatu proses perubahan klinikal yang didasarkan pengalaman dan observasi yang didevenisikan dengan: (1) penuaan pada kemikal dengan manifestasi perubahan struktural kristal atau pada makromulekuler, (2). Penuaan ekstraseluler dengan manifestasi progresif pada jaringan kolagen dan jaringan elastic atau kekurangan amiloid, (3). Penuaan intraseluler dengan manifestasi perubahan komponen sel normal atau akumulasi pesubstansi dan (4). Penuan pada organisme dalam (Gilchrest,1998). Pada lansia sering terjadi komplikasi penyakit atau multiple penyakit. Hal ini di pengaruhi beberapa faktor, terutama oleh perubahan-perubahan dalam diri
Universitas Sumatera Utara
20
lansia tersebut secara fisiologis. Lansia akan lebih sensitif teradap penyakit seperti terhadap nyeri, temperatur, dan penyakit berkemih (Hodkinson, 1982). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: a. Perubahan fisik meliputi perubahan pada sel, sitem pernapasan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sitem pengaturan temperature suhu, sistem pencernaan, site genitourinaria, sistem endokrin, sistem kulit dan sistem muskoluskletal. Perubahan yang terjadi pada bentuk dan fungsi masing-masing (Nugroho, 2000). b. Perubahan-perubahan mental pada lansia berkaitan dengan 2 hal yaitu kenangan dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia tidak berubah namun terjadi perubahan dalam daya membayangkan (Nugroho, 2000). c. Perubahan psikososial: pada masa pensiunan, lansia akan mengalami kehilangan financial, kehilangan status, kehingan teman dan kehilangan pekerjaan, kemudian akan mersakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup ; penyakit kronis dan ketidakmampuan, serta kehilangan kekuatan dan ketegapan fisik yaitu perubahan terhadap konsep diri dan gambaran diri. (Nugroho, 2000). d. Perkembangan spiritual: agama dan kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970 dalam Nugroho,2000). e. Perubahan minat: terdapat hubungan yang erat antara jumlah keinginan dan minat orang pada seluruh tingkat usia dan keberhasilan penyesuaian mereka. Keinginan tertentu mungkin dianggap sebagai tipe keinginan berusia lanjut
Universitas Sumatera Utara
21
yang pada umumnya antara lain: keinginan dan minat pribadi, minat untuk berkreasi keinginan social, keinginan yang bersifat keagamaandan keinginan untuk mati (Hurlock, 1999). 2.3.5. Permasalahan Umum Kesehatan Lansia a. Mudah jatuh Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Faktor instrinsik yang menyebabkan mudah jatuh antara lain gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan sisitem anggota gerak, gangguan sistem saraf pusat, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis, vertigo dan penyakit-penyakit sistemik. Sedangkan faktor ekstrinsik penyebab jatuh antara lain cahaya ruangan yang kurang terang, lantai licin, tersandung benda-benda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda dan turun tangga (Nugroho, 2000). b. Kekacauan mental akut. Kekacauan mental pada lansia dapat disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi, alcohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak, dan gangguan fungsi hati. c. Mudah lelah, disebabkan oleh faktor psikologis berupa perasaan bosan, keletihan, dan depresi. Faktor organik yang menyebabkan kelelahan antara lain anemia, kekurangan vitamin, osteomalasia, kelainan metabolisme, gangguan pencernaan dan kardiovaskuler.
Universitas Sumatera Utara
22
d. Nyeri dada, dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, aneurisme aorta, radang selaput jantung dan gangguan pada sistem pernafasan. e. Sesak nafas, terutama saat melakukan aktifitas/kerja fisik, dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan dan anemia. f. Palpitasi/jantung berdebar-debar, dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis, dan faktor psikologis. g. Pembengkakan kaki bagian bawah, dapat disebabkan oleh kaki yang lama digantung, gagal jantung, bendungan vena, kekurangan vitamin B1, penyakit hati dan ginjal. h. Nyeri pinggang atau punggung, dapat disebabkan oleh gangguan snedi atau susunan sendi pada tulang belakang, gangguan pankreas, kelainan ginjal, gangguan pada rahim, kelenjar prostat dan otot-otot badan. i. Gangguan penglihatan dan pendengaran, dapat disebabkan oleh presbiop, kelainan lensa mata, glukoma, dan peradangan saraf mata. Gangguan pendengaran
dapat
disebabkan
oleh
kelainan
degeneratif,
misalnya
oteosklerosis. j. Sulit tidur, dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik seperti lingkungan yang kurang tenang, dan faktor intrinsic seperti gatal-gatal, nyeri, depresi, kecemasan dan iritabilitas. k. Sukar menahan buang air besar, dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan pencahar, keadaan diare, kelainan usus besar dan saluran pencernaan.
Universitas Sumatera Utara
23
l. Eneuresis, sukar menahan buang air kecil atau sering ngompol dapat sidebabkan oleh penggunaan obat-obatan, radang kandung kemih, kelainan kontrol pada kandung kemih, kelainan persyarafan kandung kemih serta akibta faktor psikologis. m. Berat badan menurun, dapat disebabkan oleh nafsu makan menurun, penyakit kronis, gangguan saluran cerna, dan faktor-faktor sosioekonomis (Nugroho, 2000).
2.4. Konsep Posyandu Lansia 2.4.1. Definisi Posyandu Lansia Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya (Depkes RI, 2003). Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
Universitas Sumatera Utara
24
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes Kabupaten Malang, 2006). 2.4.2. Dasar Hukum Pembinaan usia lanjut di Indonesia dilaksanakan berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar hukum/ketentuan perundangan dan peraturan dimaksud adalah: (1) UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan, (2) UU No. 36 tahun 2009 pasal 138 tantang kesehatan usia lanjut, (3) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 14, (4) UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, (5) UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, (6) peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi (Depkes RI, 2003). 2.4.3. Proses Pembentukan Posyandu Lansia Langkah- langkah yang ditempuh dalam pembinaan kesehatan lansia adalah : a. Diseminasi informasi pembinaan kesehatan lansia kepada staf puskesmas b. Membuat kesepakatan diantara staf puskesmas tentang pelaksanaan pembinaan kesehatan lansia. c. Melakukan bimbingan dan pelatihan pembinaan kesehatan lansia kepada staf puskesmas
Universitas Sumatera Utara
25
d. Membuat
rencana
kegiatan
pembinaan
kesehatan
lansia
dan
mengintegrasikanya dalam perencanaan tahunan puskesmas: (a) pengumpulan data dasar, (b) membuat peta lokasi lansia dan masalah yang dihadapi, (c) membuat rencana kegiatan bedasarkan masalah yang ada.
e. Melakukan pendekatan lintas sektoral tingkat kecamatan dan desa/ kelurahan termasuk lembaga swadaya masyarakat dan LKMD untuk menginformasikan dan menjelaskan peranannya dalam pembinaan kesehatan lansia
f. Melakukan survei mawas diri bersama tenaga kecamatan dan desa setempat untuk mengenal masalah yang berkaitan dengan kesehatan lansia
g. Melakukan musyawarah masyarakat desa untuk mencapai kesepakatan tentang upaya yang dilaksanakan.
h. Membentuk kelompok kerja dalam pembinaan kesehatan lansia. i. Menjelaskan teknis upaya kesehatan lansia yang diselenggarakan bersama sektor dan lembaga swadaya masyarakat terkait.
j. Mendorong pembentukan dan pengembangan pembinaan kesehatan lansia dimasyarakat secara mandiri. (Departemen Kesehatan RI, 2005)
2.4.4. Lokasi Posyandu Syarat lokasi/letak yang harus dipenuhi meliputi menurut Effendi (1998): a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri c. Dapat merupakan lokal tersendiri d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.
Universitas Sumatera Utara
26
2.4.5. Tujuan Posyandu Lansia Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat. Tujuan khususnya, meliputi: (1) meningkatnya kemudahan
bagi Lansia dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, (2) meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan Lansia, khususnya aspek peningkatan dan pencegahan
tanpa mengabaikan
aspek pengobatan dan pemulihan, (3)
berkembangnya Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan (Depkes RI, 2003). 2.4.6. Sasaran Sasaran pelaksanaan pembinaan Posyandu lansia, terbagi dua yaitu: (1) sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, (2) sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat luas (Depkes RI, 2003). 2.4.7. Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia Penilaian keberhasilan upaya pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan dan
Universitas Sumatera Utara
27
pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari: a. Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah organisasi masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya. b. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah /swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia c. Berkembangya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga d. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia e. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia (Depkes RI, 2003). 2.4.8. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja dalam pelayanan terhadap balita, menurut Dinas Kesehatan kabupaten Malang (2006) posyandu lansia hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut : a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan b. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seerti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini. c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi (Dinkes Kabupaten Malang, 2006).
Universitas Sumatera Utara
28
Dan ada juga yang mengunakan system 5 meja dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap Lansia, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistim 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut: a. Tahap pertama: pendaftaran Lansia sebelum pelaksanaan pelayanan. b. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan Lansia, serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggibadan. c. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan status mental. d. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). e. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003). 2.4.9. Bentuk pelayanan posyandu lansia Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Lansia atau catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas. Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada Lansia di Posyandu adalah
Universitas Sumatera Utara
29
a. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya. b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit (lihat KMS Usia Lanjut). c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa Tubuh (IMT). d. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit. e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat. f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus). g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal. h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. i. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kolompok usia lanjut. j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kolompok usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
30
masyarakat (Publik Health Nursing). Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat k. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi Lansia, serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut. l. Kegiatan olah raga antara lain senam Lansia, gerak jalan santai, dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran. Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti uraian di atas, kelompok dapat melakukan kegiatan non kesehatan di bawah bimbingan sector lain, contohnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hobi dan lainlain (Depkes RI, 2003).
Universitas Sumatera Utara