BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.
Kecerdasan Emosional
1.1
Definisi kecerdasan emosional Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengenali
kondisi perasaannya secara pribadi dan perasan orang lain serta menggunakan perasaan itu dalam berpikir dan bertindak (Nurhidayah, 2006). Sedangkan Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. 1.2
Komponen dasar kecerdasan emosional Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki lima
dasar kecakapan yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. 1.2.1 Kesadaran diri Kesadaran diri dalam kecerdasan emosional melahirkan kecakapan kesadaran diri, penilaian diri secara teliti, dan percaya diri. Kecakapan kesadaran diri adalah kemampuan mengetahui emosi mana yang sedang dirasakan dan mengapa hal itu terjadi, menyadari keterikatan antara perasaan dengan yang dipikirkan, perbuat dan katakan, mengetahui bagaimana perasaan mempengaruhi kinerja, mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan tujuan. Kecakapan penilaian diri adalah kesadaran akan kekuatan dan
Universitas Sumatera Utara
kelemahannya, menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima umpan persefektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri, mampu menunjukkan rasa humor dan melihat diri sendiri dengan pandangan yang luas. Sedangkan kepercayaan diri mencakup mereka yang berani tampil dengan keyakinan diri dan keberadaannya, berani mengemukakan pendapat dan mau berkorban, tegas dan mampu membuat keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan (Goleman, 2001; Uno, 2008). 1.2.2 Pengaturan diri Pengaturan diri yaitu kemampuan mengelola atau mengendalikan diri, memiliki sifat yang dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi. Pengendalian diri berarti mampu mengelola emosi dan sesuatu yang merusak dan menekannya secara efektif, tetap teguh, dan tetap positif walaupun dalam situasi yang paling berat. Sifat dapat dipercaya berarti memelihara norma kejujuran dan integritas diri, bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang, membangun kepercayaan, rendah hati untuk mengakui kesalahan dan berani menegur perbuatan orang lain yang salah, serta berpegang pada prinsip secara teguh walaupun akibatnya menjadi tidak disukai orang lain. Kewaspadaan berarti bertanggung jawab atas kinerja pribadi. Sifat bersungguh-sungguh atau kewaspadaan yaitu memenuhi komitmen dan menepati janji, bertanggung jawab dalam mencapai tujuan dan cermat dalam bekerja. Adaptibilitas berarti memiliki sikap terbuka dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Sikap yang termasuk adaptibilitas adalah terampil menangani beragamnya kebutuhan,
Universitas Sumatera Utara
bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan, mau mengubah pendapat dan strategi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Sedangkan inovasi berarti mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasiinformasi yang baru. Selain itu inovasi berarti selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber, mendahulukan solusi-solusi yang asli dalam pemecahan masalah, menciptakan gagasan-gagasan baru, serta berani mengubah wawasan dan siap menanggung risiko akibat gagasan baru tersebut (Goleman, 2001; Uno, 2008). 1.2.3 Motivasi diri Motivasi merupakan suatu kecendrungan emosi yang membuat dan memudahkan meraih suatu tujuan. Motivasi terkait dengan dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme. Dorongan berprestasi merupakan dorongan untuk menjadi lebih baik sesuai dengan standar keberhasilan. Ciri-ciri orang yang memiliki kecakapan dorongan berprestasi adalah berorientasi kepada hasil yang ingin dicapai, memiliki semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil risiko yang mungkin terjadi, mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, serta terus belajar untuk meningkatkan kinerja. Komitmen yaitu sikap setia kepada visi dan tujuan tempat bekerja dan menyesuaikan diri dengan visi dan tujuan tersebut. Inisiatif berarti kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. Karakter orang yang memiliki kecakapan
dalam komitmen adalah mau berkorban demi pencapaian tujuan,
merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar, menggunakan nilai-
Universitas Sumatera Utara
nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan serta aktif mencari kesempatan untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan Optimisme merupakan kegigihan dalam mencapai tujuan walaupun ada tantangan dan kegagalan. Keterampilan yang dimiliki orang yang memiliki kecakapan optimisme adalah tekun dalam mencapai tujuan meskipun banyak tantangan dan kegagalan, memilki harapan untuk sukses, tidak takut gagal serta memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan (Goleman, 2001; Uno, 2008). 1.2.4 Empati Empati berarti ikut merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami pikiran orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. Empati juga berfokus pada pelayanan,
memahami
orang
lain,
mengembangkan
orang
lain
serta
memanfaatkan keragaman. Berorientasi pelayanan berarti mampu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. Orang yang memiliki kecakapan dalam orientasi pelayanan adalah orang yang memiliki keterampilan memahami kebutuhan orang lain dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan yang tersedia, mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan orang lain, dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai, memahami pikiran orang lain, serta bertindak sebagai konselor yang dapat dipercaya. Memahami orang lain berarti mampu memperhatikan kondisi emosi orang lain dan mendengarkannya dengan baik, menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap pikirannya, serta membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Mengembangkan orang lain berarti mampu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka. Sedangkan memanfaatkan keragaman berarti menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang. Hal yang lain yang terkait keterampilan dalam kecakapan memanfaatkan keragaman adalah mau bergaul dengan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan antar kelompok, memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama serta berani menantang sikap membeda-bedakan (Goleman, 2001; Uno, 2008). 1.2.5 Keterampilan sosial Keterampilan sosial dalam kecerdasan emosional meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim. Kecakapan pengaruh berarti mereka terampil dalam mempengaruhi orang lain, menyesuaikan presentasi untuk menarik hati pendengar, menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk memberi dukungan, serta memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu yang efektif. Orang yang memiliki kecakapan komunikasi adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima, menyertakan komunikasi nonverbal, menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda, mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara utuh, serta mau berkomunikasi secara terbuka dan tetap bersedia menerima kabar buruk sebagaimana kabar baik. Orang yang memiliki kecakapan manajemen
Universitas Sumatera Utara
konflik adalah orang yang mempunyai keterampilan menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diskusi, mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, menganjurkan diskusi secara terbuka untuk mendapatkan solusi menang-menang. Kecakapan kepemimpinan berarti mampu membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama, melangkah di depan untuk memimpin apabila diperlukan, tidak peduli sedang dimana, memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka serta memimpin melalui teladan. Keterampilan katalisator perubahan adalah kecakapan dalam hal menyadari perlunya perubahan dan dihilangkan hambatan, menjadi penggerak perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu serta membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain. Kecakapan membangun ikatan adalah kemampuan menumbuhkan dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas, mencari hubungan yang saling menguntungkan, membangun hubungan saling percaya dan memelihara keutuhan anggota, serta membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama mitra kerja.
Kecakapan kolaborasi dan kooperasi adalah keterampilan
menyeimbangkan fokus perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan, kolaborasi, rencana, informasi dan sumber daya, mempromosikan suasana kerja sama yang bersahabat, serta mendeteksi dan menumbuhkan kesempatan untuk kolaborasi. Kecakapan dalam kemampuan tim adalah suatu kemampuan yang dimiliki mereka yang dapat menjadi teladan dalam kualitas tim seperti respek, kesediaan membantu orang lain dan juga mendorong setiap
Universitas Sumatera Utara
anggota tim agar berpartisipasi secara aktif dan penuh antusiasme serta membangun identitas diri, semangat dan berkomitmen (Goleman, 2001; Uno, 2008). 1.3
Dimensi kecerdasan emosional Notoatmodjo
(2012)
mengungkapkan
bahwa
kecerdasan emosional
mempunyai berbagai dimensi, secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi
lima,
yakni:
intrapersonal,
interpersonal,
adaptability,
stress
management, dan general mood. Intrapersonal adalah kemampuan-kemampuan yang timbul dalam diri manusia. Kemampuan intrapersonal mencakup kemampuan menghargai dan menerima sifat dasar pribadi yang pada dasarnya baik (self regard), kemampuan mengenali
perasaan
sendiri
(emotional
self-awarness),
kemampuan
mengekspresikan perasaannya sendiri (assertiveness), kemampuan mengarahkan dan mengendalikan diri dalam berpikir dan bertindak (independence), serta kemampuan menampilkan kemampuan atau kapasitas potensi dirinya (selfactualization). Interpersonal adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Kemampuan interpersonal mencakup kemampuan memahami, mengerti, dan menghargai perasaan orang lain (emphathy), kemampuan berperan sebagai anggota kelompok atau masyarakat terhadap kelompok atau masyarakat (socialresponsibility), serta kemampuan membentuk dan mempertahankan hubungan serta saling menguntungkan dengan orang lain atau kelompok lain.
Universitas Sumatera Utara
Adaptability adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi atau kondisi dalam kehidupan, lingkungan, kelompok atau masyarakat. Kemampuan yang dimaksud mencakup kemampuan menghubungkan pengalaman dan kondisi
lingkungannya
secara
nyata (reality testing),
kemampuan
menyesuaikan emosi, pemikiran dan sikap terhadap perubahan situasi di lingkungan atau kelompoknya (flexibility), serta kemampuan mengidentifikasi masalah untuk menemukan solusi yang tepat untuk masalah atau persoalan yang dihadapi (problem solving). Stress management adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi persoalan di dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, tempat tinggal, dan lingkungan kerja. Kemampuan yang dimiiki saat menghadapi kejadian dan situasi yang penuh tekanan dan menanganinya secara positif (stress tolerance), kemampuan untuk menunda keinginan, dan keinginan untuk bertindak (impulse control). General mood adalah kemampuan seseorang dalam mempersepsikan kehidupan sebagai hal yang positif, meskipun mengalami berbagai berbagai hambatan dan masalah. Kemampuan seseorang untuk melihat aspek yang baik dari kehidupan dan memelihara sikap positif, meskipun di saat yang tidak menyenangkan (optimisme) dan kemampuan untuk merasa puas akan kehidupan, menikmati kehidupan pribadi dan orang lain (happiness). 1.4
Kecerdasan emosional dalam pekerjaan Martin (2003) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengetahui apa yang kita dan orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk
Universitas Sumatera Utara
menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan bahwa sering kali kita tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Kelebihan orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dibandingkan orang lain di dunia kerja dapat tercermin dari fakta berikut: a.
Pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, mereka lebih sukses bekerja. Terutama karena mereka lebih berempati, komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain.
b.
Pada salesmen, penyedia jasa, atau profesional lainnya yang memiliki kecerdasan emosional tinggi nyatanya lebih disukai pelanggan, rekan sekerja dan atasannya.
c.
Mereka lebih bisa menyeimbangkan rasio dan emosi. Tidak terlalu sensitif dan emosional, namun juga tidak dingin dan terlalu rasional. Pendapat mereka dianggap selalu objektif dan penuh pertimbangan.
d.
Mereka menanggung stres yang lebih kecil karena biasa dengan leluasa mengungkapkan
perasaan,
bukan
memendamnya.
Mereka
mampu
memisahkan fakta dengan opini, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh gosip, namun berani untuk marah jika merasa benar. e.
Berbekal kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang tinggi mereka selalu mudah menyesuaikan diri karena fleksibel dan mudah beradaptasi.
Universitas Sumatera Utara
f.
Di saat lainnya menyerah, mereka tidak putus asa dan frustasi, justru menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
2.
Perilaku Caring
2.1
Konsep caring Caring merupakan pusat praktik keperawatan. Caring adalah fenomena
universal yang mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring mencerminkan apa yang berhubungan dengan individu dan menggambarkan hubungan yang luas, dari cinta orangtua sampai hubungan pertemanan, dari kepedulian terhadap teman sekerja sampai kepedulian terhadap binatang peliharaan (Potter & Perry, 2009). Watson dan Smith (2002) mengemukakan bahwa caring adalah dasar dalam sebuah kesatuan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (kebaikan, kepedulian, dan cinta terhadap diri sendiri dan orang lain). Caring digambarkan sebagai moral ideal keperawatan yang meliputi keinginan untuk merawat, kesungguhan untuk merawat, dan tindakan merawat. Tindakan caring adalah pembeda antara tindakan keperawatan dengan ilmu yan lain. Tindakan caring meliputi komunikasi, tanggapan yang positif, dukungan, atau intervensi fisik oleh perawat. Miller (1995, dalam Kozier, 2010) mendefinisikan caring sebagai tindakan yang disengaja yang dapat memberi rasa aman baik fisik maupun emosi serta keterikatan yang tulus dengan orang lain atau sekelompok orang. Sedangkan menurut Gadow (1984) dan Noddings (1984), caring dapat melibatkan tindakan
Universitas Sumatera Utara
atau komunikasi verbal dan dapat juga tidak. Namun kebanyakan tindakan caring berupa non tindakan, sebagaimana yang diinginkan klien (Kozier, 2010). Caring adalah hal utama dalam hubungan perawat-klien dan daya untuk melindungi dan meningkatkan harga diri klien. Misalnya, perawat menggunakan sentuhan dan berkata jujur untuk menegaskan klien sebagai seorang manusia, bukan benda, dan membantu mereka menentukan pilihan dan menemukan makna dalam pengalaman sakit mereka (Kozier, 2010). Madeline Leininger menggambarkan caring sebagai tindakan asistif, suportif, dan fasilitatif yang ditujukan bagi individu atau kelompok lain yang memiliki kebutuhan yang nyata atau telah diantisipasi. Caring bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi manusia dan menekankan pada aktivitas yang sehat dan mudah dilakukan pada individu atau kelompok yang didasarkan pada metode bantuan yang telah disetujui secara budaya. Leininger juga menyatakan bahwa caring penting bagi perkembangan, pertumbuhan dan ketahanan hidup manusia. Caring dapat dilihat dan dirasakan dari perilaku caring seperti kenyamanan, kasih sayang, kepedulian, perilaku koping, empati, memudahkan, memfasilitasi, minat, keterlibatan, tindakan konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan, tindakan pemeliharaan kesehatan, kehadiran, sentuhan dan lain-lain (Kozier, 2010). 2.2
Faktor-faktor pembentuk caring Watson (1988, dalam Potter & Perry, 2009) menekankan bahwa dalam
sikap caring perawat ada sepuluh faktor karatif yang berasal dari nilai-nilai humanistik dan pengetahuan dasar dalam praktik keperawatan yaitu sebagai
Universitas Sumatera Utara
berikut: membentuk sistem nilai humanistik-alturistik, menciptakan keyakinan dan harapan, meningkatkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain, membangun pertolongan, kepercayaan, hubungan caring manusia, meningkatkan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif, menggunakan proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah, mempromosikan proses belajarmengajar yang interpersonal, menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual, membantu dalam pemenuhan kebutuhan manusia serta mengijinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual. Membentuk sitem nilai humanistik-alturistik dalam praktik adalah menggunakan kebaikan dan kasih sayang serta sikap yang terbuka untuk meningkatkan persetujuan terapi pada klien. Nilai humanistik-alturistik dalam diri seseorang dapat dinilai dari usia dini. Serta nilai-nilai humanistik-alturistik itu bisa didapatkan dari orangtua dan dapat ditingkatkan melalui pengalaman hidup, paparan terhadap nilai-nilai di lingkungan dimana seseorang itu berada. Menciptakan keyakinan dan harapan dilakukan dengan menciptakan suatu hubungan dengan klien yang menawarkan maksud dan petunjuk saat mencari arti dari suatu penyakit. Hal menciptakan keyakinan dan harapan tersebut sangat penting. Perawat perlu selalu berpikir positif dengan harapan pemikiran itu bisa menular kepada pasien untuk meningkatkan kesembuhan dan kesejahtraan pasien. Meningkatkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain dapat terwujud dengan cara belajar menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain. Perawat yang caring berkembang menjadi perawat perwujudan diri artinya
Universitas Sumatera Utara
perawat harus terlebih dahulu menerima kelemahan dan kelebihan dirinya sehingga dia juga akan dapat menerima keberadaan orang lain. Membangun pertolongan, kepercayaan, hubungan caring maksudnya adalah belajar membangun dan saling menolong dan percaya melalui komunikasi yang efektif dengan klien. Selain itu hubungan saling percaya juga digambarkan sebagai adanya hubungan yang jujur dan hangat. Meningkatkan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif dalam praktik adalah mendukung dan menerima perasaan klien. Dalam berhubungan dengan klien, perawat menunjukkan kesiapan mengambil resiko atau rela berkorban dalam berbagi dengan sesama. Menggunakan proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan secara sistematis. Dan membuat keputusan pemecahan masalah dalam pelayanan yang berfokus kepada klien. Mempromosikan proses belajar-mengajar yang interpersonal yaitu dengan cara perawat memberi informasi kepada klien dan memfasilitasi proses ini dengan memberikan pendidikan kesehatan yang dibuat supaya dapat memampukan klien memenuhi kebutuhan pribadinya. Klien juga bertanggung jawab untuk belajar dan mendapatkan keterampilan terkait kondisinya. Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memperbaiki suasana mental, fisik, sosial, dan spiritual yaitu dengan membuat pemulihan suasana pada semua tingkatan, baik fisik maupun non fisik. Hal ini dikerjakan
Universitas Sumatera Utara
dengan meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, kepercayaan, dan kedamaian. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan manusia yaitu perawat membantu klien mendapatkan atau memenuhi kebutuhan dasar secara sengaja dan disadari. Misalnya kebutuhan eliminasi, nutrisi, rasa aman dan nyaman serta kebutuhan dasar yang lain. Mengijinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual yaitu dengan cara perawat membantu klien untuk mengerti tentang kekuatan spiritual sehingga dapat memberikan pengertian tentang diri sendiri dan orang lain serta dapat memahami arti kehidupan dan kematian. 2.3
Caring dalam praktik keperawatan Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa caring merupakan hasil dari
kultur, nilai-nilai, pengalaman, dan hubungan mereka dengan orang lain. Individu yang tidak pernah mengalami perawatan dalam kehidupannya sering mengalami kesulitan dalam mempraktikkan caring. Perawat melakukan caring menggunakan pendekatan pelayanan dalam setiap pertemuan dengan klien. Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring dinilai dari kehadiran, sentuhan, mendengarkan, dan memahami klien. Kehadiran merupakan suatu cara untuk mendekatkan diri dengan orang lain. Fredriksson (1999, dalam Potter & Perry, 2009) menjelaskan bahwa kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti hadir secara fisik bagi klien, tetapi juga termasuk komunikasi dan pengertian. “Ada dengan” berarti hubungan
Universitas Sumatera Utara
secara interpersonal yang berarti perawat memberikan dirinya selalu ada untuk klien. Melalui kehadiran, kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan, serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang dilakukan perawat akan tercipta suatu suasana keterbukaan dan saling mengerti. Melalui pertemuan dengan klien, perawat dapat meningkatkan kemampuannya dengan belajar dari klien. Dan juga dapat memperkuat kemampuan perawat untuk menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang sesuai dan adekuat (Potter & Perry, 2009). Kehadiran perawat juga sangat penting dalam kondisi klien yang tertekan. Karena kehadiran perawat dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dan rasa takut klien karena tertekan. Memberikan penjelasan yang seksama tentang prosedur atau intervensi yang sedang diterima dan
berada di samping klien
merupakan bentuk kehadiran yang sangat berarti bagi klien (Potter & Perry, 2009). Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Sentuhan juga membawa perawat pada suatu hubungan dengan klien (Potter & Perry, 2009). Fredriksson (1999, dalam Potter & Perry, 2009) menjelaskan bahwa sentuhan dapat berupa kontak dan non kontak. Sentuh kontak seperti kontak langsung kulit dengan kulit, sedangkan sentuhan non kontak adalah kontak mata. Sentuh kontak dan non kontak dapat dilihat dari tiga kategori yaitu sentuhan berorientasi tugas, sentuhan pelayanan, dan sentuhan perlindungan.
Universitas Sumatera Utara
Sentuhan dapat memberikan banyak pesan, oleh sebab itu harus dilakukan dengan bijaksana. Namun, secara umum klien lebih menyukai sentuhan yang berorientasi tugas, karena sebagian besar individu memberikan izin kepada dokter dan perawat masuk ke dalam pribadinya untuk memberikan pelayanan (Potter & Perry, 2009). Mendengarkan merupakan kunci, karena hal ini menunjukkan perhatian yang penuh dan bentuk ketertarikan perawat akan kondisi klien (Potter & Perry, 2009). Mendengarkan yang dimaksud bukan hanya sekedar mendengar tetapi mengerti apa yang sampaikan serta memberikan respon balik terhadap lawan bicara (Kemper, 1992 dalam Potter & Perry, 2009). Supaya mendengarkan menjadi efektif, pendengar perlu menenangkan dirinya, mengunci mulut dan terbuka serta penuh konsentrasi terhadap apa yang klien sampaikan (Fredriksson, 1999 dalam Potter & Perry, 2009). Dengan aktif mendengar, perawat dapat memahami klien dan mengetahui apa yang mereka rasakan dan butuhkan (Bernick, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Meskipun belajar mendengarkan terkadang memang sulit, namun mendengarkan sangat berguna dalam rangka mendapatkan informasi dan memperkuat hubungan perawat dengan klien (Potter & Perry, 2009). Memahami klien berarti perawat menghindari asumsi, fokus pada klien, dan ikut serta dalam hubungan caring dengan klien yang memberikan informasi dan petunjuk untuk dapat berpikir kritis dan memberikan penilaian klinis. Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan dalam membuat keputusan klinis (Potter & Perry, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman klien merupakan pintu gerbang pelayanan, proses sosial yang menghasilkan suatu ikatan dimana klien menjadi lebih mengenal perawat (Lamb dan Stempel, 1994 dalam Potter & Perry, 2009). Ikatan tersebut dapat penting bagi perawat sehingga dapat membantu klien terlibat dalam pelayanan dan menerima bantuan saat diperlukan (Bulfin, 2005 dalam Potter & Perry, 2009).
Universitas Sumatera Utara