BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Dermatitis Kontak Alergi
2.1.1.
Definisi DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau reaksi imun
tipeIV yang diperantarai sel terutama sel T akibatadanya kontak kulit dengan alergen lingkungan yang terjadi hanyapada individu yangtelah mengalami sensitisasi terhadapalergenpada paparansebelumnya.6,15,16
2.1.2.
Epidemiologi Berdasarkan
studi
retrospektif
yang
dilakukan
oleh
Thyssen
dkk.mengenai epidemiologi alergi kontak di berbagai negara didapatkan prevalensi median alergi kontak terhadap setidaknya satu alergen pada populasi umum sebesar 21,2%.6,17DKAmerupakan kondisi yang umum dimanaterjadi pada 6-18% pria dan 11-35% wanita yang dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.17
2.1.3.
Faktor-faktor predisposisi
2.1.3.1. Genetik Sulzberger dkk.melakukan percobaan dengan p-nitroso-dimethylaniline (NDMA) dan 2,4-dinitrochlorobenzene (DNCB) dan mendapatkan variasi individu dalam kerentanan terhadap sensitisasi kontak dimana individu yang lebih rentan terhadap sensitisasi dengan satu bahan kimia menunjukkan sedikit atau tidak ada kerentanan terhadap sensitisasi dengan bahan kimia lain. Penelitian
5 Universitas Sumatera Utara
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kerentanan individu terjadi dengan amplifikasi spesifik non antigen dari sensitisasi imun.8,18
2.1.3.2. Jenis kelamin Wanita memiliki kadar imunoglobulin (Ig) yaitu IgM dan IgG yang lebih banyak daripada pria dan respon imun diperantarai sel yang lebih kuat.18Pengaruh hormon seks dalam induksi dan elisitasi alergi kontak sebagian besar tidak diketahui. Pada suatu studi pilot didapatkan respon terhadap DNCB meningkat pada wanita yang mendapat hormon kontrasepsi oral dan reaktivitas tes tempel yang berbeda pada siklus menstruasi.8,18 Alasan utama dominasi perempuan dalam berbagai penelitian tes tempel klinis adalah jumlah wanita sensitif nikel dan kobalt yang tinggi.18Perbedaan inimungkin disebabkan juga olehfaktor sosial danlingkungan dimana perempuan lebih
cenderungmengalamisensitivitasnikelkarena
peningkatanpemakaianperhiasandanlaki-lakilebih cenderungmengalamisensitivitaskromatdaripaparan pekerjaan.6,8
2.1.3.3. Usia Pola paparan terhadap alergen lingkungan berbeda antara berbagai kelompok usia. Individu muda lebih sering terpapar terhadap bahan kimia industri dan kosmetik dibandingkan individu lebih tua yang lebih sering terpapar obat-obat topikal. Prevalensi alergi kontak meningkat seiring dengan meningkatnya usiakarena akumulasi alergi yang diperoleh sepanjang hidupnya.8,18
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.4. Ras Pada percobaan sensitisasi terhadap poison ivy dan DNCB di tahun 1966 didapatkan perbedaan ras dimana individu berkulit hitam lebih resisten dibandingkan individu berkulit putih.8
2.1.3.5. Dermatitis atopik (DA) Adanya downregulasi sel T helper (Th)1 pada individu atopi diharapkan menurunkan
kejadian
DK,
namun
berbagai
penelitian
klinis
masih
kontradiksi.Sebagian besar menemukan kecenderungan sensitisasi kontak yang menurun walaupun penelitian-penelitian terbaru mendapatkan bahwa pada individu atopi terjadi peningkatan frekuensi sensitisasi nikel.18
2.1.3.6. Penyakit penyerta Pada pasien dengan penyakit akut atau yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kanker, penyakit Hodgkin dan mikosis fungoides, terjadi gangguan untuk terjadinya sensitisasi kontak. Ini juga terlihat pada pasien dengan fungsi limfosit T yang terganggu.8,18
2.1.3.7. Faktor-faktor lain Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya variasi sensitisasi tidak hanya terjadi pada usia, tetapi jugaberhubungan dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan dimana kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang lebih menonjol.8 Penelitian juga telahmenyelidikihubungan yang mungkin terjadi antaragaya hidupseperti minum alkohol dan merokoktembakaudenganDKA.19
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.
Etiologi dan Patogenesis DKA
merupakan
reaksi
hipersensitivitas
lambat
(tipe
IV)yang
diperantarai sel akibat paparan dan sensitisasi individu yang rentan secara genetik terhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulang memicu reaksi inflamasi
kompleks.2,6,20Hal
ini
berbedadengan
DKIdimana
DKI
tidak
adareaksisensitisasidanintensitasreaksi inflamasinyasebanding dengankonsentrasi danjumlahiritan.Adadua
fase
berbedapada
DKA
yaitufasesensitisasidan
faseelisitasi.6,21
2.1.4.1. Fase sensitisasi Sebagian
besaralergen
lingkunganadalah
molekulkecil,
lipofilikdenganberat molekul rendah(<500 Dalton).3,4,6Hapteninidiaplikasikan padastratum korneumyangmenembus kelapisan bawahepidermisdanditangkap olehselLangerhansdengan proses pinositosis. Di dalamsel, hapten akan diubah secara
kimiawidengan
molekulHuman
Leucocyte
enzimlisosomatausitosoldan Antigen(HLA)-DR
membentukantigenlengkap.
Kompleks
selLangerhansdan
dipresentasikanke
yangmengekspresikanmolekulCluster
yang
berkonjugasidengan baru
inidiekspresikan
of
disintesisuntuk padapermukaan
selThelperspesifik Differentiation(CD)4yang
mengenaliHLA-DR selLangerhansdan secara lebih spesifikkompleks reseptor selT–CD3 yang mengenaliantigenyang diproses.3,20 Ada atau tidak adanya sel-sel T spesifik kemungkinan besar ditentukan secara genetikyang memungkinkan interaksi dengan ribuan antigen terjadidengan penyusunan ulang reseptor sel T selama pengembangan timus awal. Interaksi
Universitas Sumatera Utara
HLA-DR – antigen dan reseptor sel T – CD3awal terjadi di kulit dan sel Langerhans
bermigrasi
melalui
limfatik
ke
kelenjar
regional
serta
mempresentasikan kompleks HLA-DR – antigen ke sel-sel T spesifik. Setelah pengenalan antigen terjadi, kedua sel diaktifkan. Serangkaian sitokin disintesis oleh sel Langerhans dan sel T. Pada sel T, pesan ini ditransmisikan melalui molekul CD3.Sel Langerhans mensekresiInterleukin (IL)-1yang merangsang sel T untuk mensekresi IL-2 dan untuk mengekspresikan reseptor IL-2.3,22 Sitokin ini menyebabkan stimulasi proliferasi sel T sehingga memperluas klon sel T spesifik yang mampu merespon antigen pemicu yang terjadi selama fase jeda klasik sensitisasi. Sel T primer atau memori yang dihasilkan sekarang jauh lebihbanyakbila dibandingkan dengan populasi asli sel-sel dengan reseptor sel Tspesifik yangkemudian meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh
tubuh.
Fasesensitisasiumumnya
asimptomatis.3,4.6
Paparan
berlangsung10-15
haridansering
berikutnyaterhadap
antigenataurechallengemengakibatkanfaseelisitasi.3,6Rechallengedemikian dapatterjadi melaluibeberapa rute, termasuktransepidermal, subkutan, intravena, intramuskular, inhalasi, dankonsumsi oral.6
2.1.4.2. Fase elisitasi Fase kedua atau elisitasi hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada paparan berulang. Sekali lagi, hapten berdifusi ke sel Langerhans, ditangkap dan diubah secara kimia, terikat ke HLA-DR, dan kompleks diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.3,16 Kompleks ini berinteraksi dengan sel T primer baik dalam kulit atau kelenjar getah bening (atau keduanya) dan proses aktivasi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Sel-sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk menghasilkan IL-2 dan mengekspresikan Interleukin Reseptor(IL-2R) yang akan menyebabkan proliferasi dan perluasan populasi sel Tdalam kulit.3,4,6 Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γyang mengaktifkan keratinosit danmenyebabkannya mengekspresikanIntercellular Adhesion Molecule(ICAM)-1 dan HLA-DR.3,16Molekul ICAM-1 memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte Functionassociated Antigen(LFA)-1. Ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk
IL-1,
IL-6,
danGranulocyte
Macrophage
Colony-Stimulating
Factor(GMCSF)yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan aktivasi sel T. Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan eikosanoid. Kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi sel mast dan makrofag.3,21 Histamindari
selmastdaneikosanoiddari
danleukositinfiltrasimenyebabkandilatasipembuluh
selmast, darah
keratinosit, danpeningkatan
permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel larutproinflamatori yang beredar. Kaskadeini menyebabkanrespon DKAklinisinflamasi, kerusakanselular, dan selanjutnyaprosesperbaikan.3
2.1.5. Gambaran klinis
Universitas Sumatera Utara
Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis berupa efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.8,16,23
2.1.5.1.Fase akut Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang ringan ada pula yang berat.16,22 Pada yang ringan hanya berupa eritema dan edema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat disertai vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batas kurang jelas.8,16
2.1.5.2.Fase sub akut Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.6,22
2.1.5.3.Fase kronis Lesi cenderung simetris, batas kabur, kelainan kulit likenifikasi, papul, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan.6,8,16
2.1.6.
Diagnosis Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan
fisik dan uji tempel.5,6,22,24
Universitas Sumatera Utara
Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab.Hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjut untuk mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaan personal mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.5,6,16 Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.5,6 Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.2 Uji tempel yang paling sering digunakan adalah dengan Finn Chambers aluminium bulat, IQ Ultra Chamber persegi, dan TRUE test (Thin-layer RapidUse Epicutaneous).2,25,26Serangkaianseri alergenstandar direkomendasikan untuk digunakanpada setiap individuyang menjalani uji tempel.2,25The European Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di dunia.25Dalam protokol uji tempel, hapten yang didugadiaplikasikan dalam jumlah tertentu ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara) dan penilaian untuk reaksi kulit yang timbul dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4, dan/atau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
hingga
10%reaksi
positif,
yang
negatif
pada
pemeriksaan
sebelumnya.2,5,6,25Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG) menurut sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu, + (reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba) dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi
iritan
dicatat
sebagai
IR.6,21,26,27Jika
memungkinkan,
tes
tempelharusdipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan lokasiyang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lain (misalnya tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi pada situasi pengecualian dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.3,25
2.2.
Dermatitis Atopik
2.2.1.
Definisi DA adalah penyakit kulit inflamasi kronik sangat gatal yang umumnya
timbul selama masa bayi dan kanak-kanak tetapi dapat bertahan atau mulai di masa dewasa.28,29
2.2.2.
Epidemiologi DAmerupakan
masalahkesehatan
masyarakatutama
di
seluruh
duniadengan prevalensipada anak-anaksebesar 10-20% di Amerika Serikat, Eropa Utara danBarat, Afrikaperkotaan, Jepang, Australia, dan negara-negaraindustri
Universitas Sumatera Utara
lainnya.PrevalensiDApada orang dewasasekitar1-3%.28,29,30Prevalensi DA yang lebih tinggi ditemukanpada daerah kota dibandingkandaerah pedesaan negaranegara maju dan penyakit lebih sering ditemukan pada kelompok kelas sosial yang lebih tinggi.Berdasarkan jenis kelamin, rasio terjadinya DAadalah perempuan :laki-lakisebesar 1,3:1,0.29,31 Sejak tahun 1960, telah terjadipeningkatanlebihdari tiga kali lipatdalam prevalensiDA.29Dasar peningkatan prevalensi DA ini belum dipahami dengan baik. Variasi yang luas dalam prevalensi telah diamati pada negara-negara yang dihuni oleh kelompok etnis yang sama. Tampak bahwa faktor lingkungan sangat penting dalam menentukan ekspresi penyakit, meliputi ukuran keluargayang kecil, peningkatan pendapatan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun kulit hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke perkotaan, dan peningkatan penggunaan antibiotikyang disebut sebagai gaya hidup Barat.28,29
2.2.3.
Etiopatogenesis DA merupakan penyakit kulit inflamatori sangat gatal yang terjadi akibat
interaksi kompleks antara gen-gen kerentanan genetik yang mengakibatkan sawar kulit rusak, kerusakan sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologi terhadap alergen dan antigen mikroba.29,30,32 Kelainansawar kulittampaknya terkaitdengan mutasigenfilaggrinyang mengkodeproteinstrukturalyang penting untuk
pembentukansawarkulit.Kulitindividu
telahterbuktikekurangan
seramida(molekul
antimikrobasepertikatelisidinyang pertamaterhadapberbagaiagen
denganDAjuga lipid)
merupakanpertahanan
sertapeptida lini
infeksius.29,30Kelainansawar
Universitas Sumatera Utara
kulitinimenyebabkankehilangan
airtransepidermaldan
peningkatanpenetrasialergendan mikrobake dalam kulit.31Agen infeksius yang paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus yang berkolonisasi pada sekitar 90% pasien DA.30 Respon imun bawaan yang rusak juga tampaknya berkontribusi dalam peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan DA. Interaksi faktor-faktorini menyebabkan respon sel T dalam kulit (awalnya didominasi respon Th2 dan kemudian didominasi Th1) dengan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi (misalnyaIL-4, IL-5 dan TNF) yang mendorong produksiIgE dan respon inflamasi sistemik yang selanjutnya menyebabkan inflamasi kulit yang gatal.29,30 Penelitian
yang
terbarumenghubungkan
ketidakseimbanganantararesponlimfositTh1danlimfosit terhadappaparanantigen,limfositTh1mengaktifkanIFN-γ, membantu
dalamperekrutandan
aktivasimonosit,
Th2.
Dalam
respon
IL-2danTNFα makrofagdan
serta
limfositT
sitotoksikdalam melawanpatogen intraselular.LimfositTh2mensekresikanIL-4, IL5,
IL-10.31,32
IL-4
akan
merangsangperalihanselBuntuk
produksiIgE,
sedangkanIL-5 menyebabkaneosinofiliadanIL-10 menekaninflamasi imunyang diperantarai
selT.Ini
merupakan
kecenderungan
genetik
atopi
untuk
memperlihatkan perluasan sistemik aktivitas sel Th2 oleh berbagai alergen imunologi dan nonimunologi.32Faktor pemicu dan alergen yang paling sering dilaporkan adalah panas, berkeringat, bahan iritan (sabun, bahan kimia keras), kelembaban, stres dan kecemasan, makanan tertentu, alergen inhalan dan agen mikroba
seperti
Staphylococcus,
virus,
Pityrosporum,
Candida
dan
dermatofita.32,33
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.
Gambaran klinis DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50% pasien mengalami
penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% di antara usia 1-5 tahun.29,34 Sekitar50-80% pasien dengan DAakan mengalami rhinitis alergi atau asma ketika usia anak lebih besar.29,30 Pruritushebatdanreaktivitaskulitmerupakan
gambaranutama
DA.28,29Pruritusdapat intermiten sepanjang haritetapibiasanya memburukdi sore dan malamhariyang mengakibatkan garukan, papulprurigo, likenifikasi, danlesi kuliteksematosa.28,32Lesi berkaitan
kulitakutditandai
denganekskoriasi,
vesikeldi
dengan
papuleritematosayang
atas
kuliteritematosa,
daneksudatserosa.DAsubakutditandai denganpapul eritematosa, ekskoriasi, sisik. DAkronis ditandaiolehplak, likenifikasi, danpapulfibrotik(prurigo nodularis). PadaDAkronis, ketiga tahapreaksi kulitseringterjadi bersamaan.Pasienbiasanya memilikikulitkering dan kusampada semua tahapDA.28,29 Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia pasien dan aktivitas penyakit.33 Selama masa bayiusia 2 bulan-2 tahun, DA umumnya lebih akut dan terutama melibatkan wajah, kulit kepala, pergelangan tangan dan permukaan ekstensor ekstremitas. Daerah popok biasanya terhindar.32,33Pada anak-anak usia 2-12 tahun lokasi umumnya padadaerah fleksor, leher, pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Lokasi lesi pada remaja dan dewasa muda adalah pada daerah lipat siku dan lutut (antekubiti dan popliteal), kaki, wajah (terutama daerah periorbital) dan leher.32Pada anak-anak lebih tua dan yang memiliki penyakit kulitkronis, umumnyaterjadi lesi kronis berupa likenifikasi dan
Universitas Sumatera Utara
lokasi ruam pada lipatan fleksural ekstremitas.33,35 DA sering menghilang seiringdengan usia. Pada DA kulit lebihrentan terhadap gatal-gatal dan inflamasi saat terpapar iritan eksogen. Eksema tangan kronis dapat menjadi manifestasi utama pada banyak orang dewasa dengan DA.29 2.2.5.
Diagnosis Diagnosis
DA
ditegakkan
berdasarkan
kriteria
tertentu
yang
mempertimbangkan anamnesis dan manifestasi klinis.34,35 Sampai saat ini, yang paling banyak digunakan untuk diagnosis DA adalah kriteria Hanifin dan Rajka (Tabel 1.1) dimana diagnosis DA dapat ditegakkan bila dijumpai 3 atau lebih kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.29,34 Tidak ada tes diagnostik khusus untuk DA.32Peningkatan kadarIgE ditemukan hingga 80% pasien yang terkena, namun hasil ini dapat didapati pula pada gangguan atopi lain.29,32 Biopsi kulit menunjukkan dermis yang menebal dan hiperkeratotik dengan inflamasi perivaskular.32
Tabel 1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka Kriteria mayor
Pruritus
Morfologi dan distribusi karakteristik
Likenifikasi fleksor pada orang dewasa
Keterlibatan wajah, permukaan fleksor dan ekstensor pada anak-anak dan remaja
Kombinasi kedua pola pada anak-anak dan dewasa
Kronis dan rekuren
Riwayat pribadi atau keluarga atopi
Kriteria minor
Iktiosis
Universitas Sumatera Utara
Reaktivitas kulit segera (tipe I) pada pengujian kulit
Kadar IgE serum yang meningkat
Usia onset dini
Kecenderungan untuk infeksi kulit dan defisiensi imunitas diperantarai sel
Kecenderungan untuk dermatitis tangan dan kaki non spesifik
Tabel 1.1 Lanjutan
Eksema puting susu
Keilitis
Konjungtivitis rekuren
Lipatan kulit infraorbital (Dennie-Morgan)
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Cincin mata (“shiner”), penggelapan periokular kulit
Pucat atau eritema wajah
Pitiriasis alba
Lipatan kulit pada bagian anterior kerongkongan
Pruritus yang diinduksi oleh keringat
Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak
Peningkatan perifolikular
Intoleransi terhadap beberapa makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosional
Dermografisme putih
∗
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29
2.3.
DKA dan DA Beberapa penelitian telah membuktikan dengan jelas bahwa pasien
DAmemilikirisiko lebih besar terkena DKI dibandingkan pasien nonatopi, namunrisiko terkena DKA masih kontroversi.5,13,34Sampai saat ini,dianggap pasien
denganDAlebih
kecil
kemungkinannya
untukmenderitaDKA.
Universitas Sumatera Utara
Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak di antara individu denganDA.13 Konsep inididukung olehpenelitian yangmenunjukkan bahwa pasien denganDAtidakmudahdisensitisasi
oleh
aplikasiberulangdinitrochlorobenzenetetapimudah sewaktuDAmembaik.36,37Penelitian
yang
disensitisasi
lebih
barumenunjukkanbahwa
frekuensiDKAatausensitisasikontak terhadap alergenumumseperti nikel, kobalt, thimerosal,
dan
fragrance
pasiendenganDAdanpopulasi 40%.Sebuahpenelitian signifikan
umum
mixterjadi dimana
laintelahmelaporkan
lebih
tinggipada
samaseringnyaantara tingkatfrekuensi
tingkatsensitisasiyang subjekatopisebesar
sampai secara 65,0%
biladibandingkandenganyang terlihat padasubjeknonatopi.36 Banyak peneliti sekarang telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan non atopi baik populasi dewasa maupunanak.13,36Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam kejadian DKterhadap alergen tertentu. Setelah pengujian dengan nikel, pasien DA dan nonatopi memiliki peningkatan IL-2, IL-4, dan INF-γyang sama. Satu-satunya perbedaan dalam respon imun kedua kelompok yaitu ditemukan peningkatan IL10 pada yang nonatopisaja.13 Studi
pediatrikbaru-baru
inimenunjukkan
bahwaDKAdansensitisasi
kontakterhadap alergensetidaknyasama seringnya pada anak-anakatopisepertipada anak-anakyang sehat.Luas dan keparahan, durasi penyakitDApada anak-
Universitas Sumatera Utara
anakditemukanberkorelasi denganprevalensisensitisasi kontakyang selanjutnya menekankankaitan antaraDAdanDKA.36
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kerangka Teori Alergen
Stratum korneum
Paparan berulang antigen
Sel Langerhans
Sel T aktivasi
Kelenjar regional
IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF
Limfosit T
IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF
• Dilatasi pembuluh darah • Pean permeabilitas
DA
Pean sel Th Pean TNF-α, IL-4, IL-5 Pean IgE
Faktor-faktor predisposisi Genetik Jenis kelamin Usia Ras
Proliferasi
DKA
Dermatitis atopik Penyakit penyerta Faktor-faktor lain: - Pekerjaan - Hobi/kebiasaan
Sirkulasi aliran
Gambar 2.1 Kerangka teori
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Kerangka Konsep
Dermatitis atopik
Dermatitis kontak alergi
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Universitas Sumatera Utara