BAB 2 STUDI PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menjadi dasar analisis dan desain sambungan struktur baja ringan. Ketentuan mengenai pembebanan khususnya beban lateral atau beban gempa dibahas lebih detail. Adapun teori dan peraturan yang digunakan dalam analisis kekuatan sambungan mengadsopsi Australian/New Zealand Standard for Coldformed Steel Structures-Commentary 1998. Prosedur desain batang rangka baja ringan tidak dibahas secara rinci karena tugas akhir ini difokuskan pada kekuatan sambungan.
2.1 UMUM
2.1.1. Lingkup Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Peraturan dalam Standard Australia yang digunakan dalam tugas akhir ini hanya berlaku pada penampang dengan ketebalan tidak melebihi 25 mm. Ketentuan – ketentuan desain dalam peraturan tersebut dikembangkan menurut eksperimen terhadap elemen struktur yang diberi beban statis. Peraturan ini tidak mengakomodasi ketahanan struktur terhadap api dan fatigue. Dalam tugas ini, pembebanan gempa digunakan untuk menguji kapasitas sambungan struktur baja ringan yang didesain sesuai AS 4600. Beban gempa dihitung menurut metode statis ekivalen.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-1
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.1.2. Definisi Berikut adalah penjelasan definisi dari beberapa istilah yang akan digunakan : •
Analisis beban dorong statik pada struktur bangunan gedung Suatu cara analisis statik dua dimensi atau tiga dimensi linier dan non-linier dimana pengaruh gempa rencana sesuai dengan ketentuan dalam SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.1 terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara bertahap sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik.
•
Analisis beban gempa statik ekivalen pada struktur gedung beraturan Suatu cara analisis statik tiga dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekivalen. Sehubungan dengan sifat struktur bangunan gedung beraturan yang praktis berperilaku sebagai struktur dua dimensi, sehingga respons dinamiknya hanya ditentukan oleh respons ragam yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekivalen.
•
Daktilitas Kemampuan suatu struktur bangunan gedung untuk mengalami simpangan pascaelastik yang besar secara berulang kali dan siklik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur bangunan gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi plastik.
•
Faktor Daktilitas Rasio antara simpangan maksimum struktur bangunan gedung pada saat mencapai kondisi plastik terhadap simpangan struktur bangunan gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-2
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
•
Daktail penuh Suatu tingkat daktilitas struktur bangunan gedung di mana strukturnya mampu mengalami simpangan plastik yang besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,20 (SNI 03- 1726- 2003).
•
Daktilitas Parsial Seluruh tingkat daktilitas struktur bangunan gedung dengan nilai faktor daktilitas di antara struktur bangunan gedung yang elastik dan struktur bangunan gedung yang daktail penuh.
•
Kondisi Batas Kondisi saat daya layan suatu elemen struktur berkurang sedemikian rupa sehingga berbahaya bagi pengguna atau elemen struktur tersebut tidak lagi berfungsi seperti yang diharapkan.
•
Tekuk Distorsional Bentuk tekuk distorsional elemen tekan dijelaskan melalui gambar berikut:
Gambar 2.1 Tekuk distorsional - compression (Ref: AS 4600 1996)
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-3
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Gambar 2.2 Distorsional - Flexure Buckling (Ref: AS 4600 1996)
2.1.3. Perbandingan Material Rangka Atap dan Material yang dipilih Kelebihan Cold Formed Steel 1. Penggunaan lebih luas, Selain untuk konstruksi dapat digunakan pula untuk peralatan otomotif, furniture rumah,rak penyimpanan, peti dan fasilitas drainase. 2. Berat Berat komponen Cold Formed Steel 35% sampai 50% lebih ringan dibandingkan dengan kayu pada kekuatan yang sama yang berarti penanganan dan transportasi lebih mudah. 3. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi Sebagai akibat cold formed process dimana tidak ada tegangan sisa yang menyebabkan pengrangan kekuatan material, cold formed steel adalha salah satu material dengan rasio kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang paling tinggi. 4. Pemasangan yang lebih mudah, cepat ,dan efisien 5. Material dengan dimensi yang stabil tahan perubahan bentuk karena suhu ruang atau cuaca. 6. Material yang tahan lama. Penggunaan lapisan galvanis menyebabkan material ini lebih tahan terhadap korosi dibandingkan dengan baja biasa. 7. Material yang tidak terbakar,sehingga lebih tahan terhadap api. 8. Material dengan kemampuan terdaur ulang tinggi
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-4
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Kekurangan Cold Formed Steel 1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang sangat besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi. Contoh untuk struktur gedung maksimum enam lantai. 2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat tipis. 3. Peraturan yang belum terlalu populer, untuk beberapa negara penggunaan material cold formed steel masih merupakan hal yang baru. 4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama. 5. Jenis profil tunggal yang terbatas, sehingga untuk mendapatkan kekuatan yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan. Kelebihan Baja Konvensional 1. Tahan terhadap semua gaya termasuk kombinasinya sehingga dapat digunakan untuk semua jenis struktur. 2. Profil tunggal yang beragam sehingga profil tunggal dapat digunkan untuk struktur dengan pembebanan tinggi. Dapat digunakan juga untuk baja tulangan. 3. Semua jenis sambungan untuk baja dapat digunakan pada baja konvensional. 4. Peraturan yang lebih umum dan standar profil yang sama sehingga lebih mudah dalam perencanaan.
Kekurangan Baja Konvensional 1. Adanya pengaruh tegangan sisa yang menyebkan penurunan kekuatan material dikarenakan ketidakseragaman kecepatan pendinginan pada saat pembentukan profil. 2. Tidak tersedianya material yang tipis sehingga untuk struktur-struktur ringan cenderung menjadi boros. 3. Ketahanan terhadap korosi rendah. 4. Proses pengerjaan yang lebih sulit. Kelebihan Kayu 1. 2. 3. 4.
Material ramah lingkungan dikarenakan dapat mengalami proses pembusukan. Mudah didapatkan karena tersedia di alam. Memiliki nilai artistik yang tinggi Merupakan material yang paling banyak diketahui dan digunakan oleh masyarakat
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-5
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
1. 2. 3. 4.
Kekurangan Kayu Kekuatan yang tidak seragam terhadap arah gaya dikarenakan termasuk material anisotrop. Umur dan durabilitas material yang tidak lama dikarenakan ketahanan terhadap perubahan cuaca dan rayap rendah. Penggunaan terbatas untuk struktur ringan. Mahal
2.1.3.1. Baja Struktural Cold Formed •
Baja yang dapat dipakai Untuk keperluan Tugas Akhir ini, struktur baja ringan yang akan dianalisis didesain menurut Australian and New Zealand Standards. Peraturan ini memuat standar spesifikasi baja yang memenuhi persyaratan untuk keperluan desain. Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur. Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses pembentukan penampang cold-formed steel. Kemampuan ini diukur dengan penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan. Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memilki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian, baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen struktural seperti dek, panel, dan rangka gedung.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-6
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
•
Baja-baja Lainnya Meskipun penggunaan baja yang memenuhi standard AS 4600 diutamakan, baja yang tidak disebutkan dalam AS 4600 dapat digunakan asal memenuhi persyaratan daktilitas yang telah disebutkan sebelumnya.
•
Peningkatan Kekuatan Baja, Pengaruh dari Cold-Forming Sifat mekanik dari pelat tipis baja, strip, pelat atau batang seperti tegangan leleh, kuat tarik, dan penguluran mungkin amat berbeda dengan sifat yang ditunjukkan oleh penampang cold-formed steel. Spesifikasi mekanis dari lembaran baja tipis, strip, pelat atau batang, seperti tegangan leleh, kuat tarik, dan penguluran dapat berbeda dengan spesifikasi yang ditampilkan oleh penampang cold-formed steel. Peningkatan kekuatan leleh dan kuat tarik material dasar (virgin material) di lokasi penampang pada baja cold formed berpenampang kanal dan joist (Karren dan Winter 1967) ditunjukkan oleh gambar 2.3
Gambar 2.3 Pengaruh cold-work terhadap spesifikasi mekanis penampang baja cold formed (Ref: AS 4600) Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-7
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Pengaruh dari cold-work pada spesifikasi mekanis baja diteliti oleh Chajes, Britvec, Winter, Karren, dan Uribe dari Cornell University. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa penyebab utama perubahan spesifik mekanis tersebut adalah strain-hardening dan strain ageing. Dalam gambar 2.4, kurva A memperlihatkan kurva teganganregangan pada material dasar. Kurva B dihasilkan ketika beban dihilangkan (unloading) pada saat baja melalui daerah strain-hardening. Kurva D menunjukkan kurva tegangan-regangan jika baja dibebani kembali setelah terjadi strain-ageing. Perlu diperhatikan bahwa titik leleh kurva C dan D lebih tinggi daripada titik leleh material dasar dan daktilitas menurun setelah terjadi strain-hardening dan strain ageing.
Gambar 2.4 Pengaruh strain-hardening dan strain-ageing terhadap spesifikasi mekanis teganganregangan (Ref: AS 4600 1996)
Penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh dari cold-work terhadap spesifikasi mekanis di sudut-sudut penampang baja tergantung pada hal-hal sebagai berikut: 1. Tipe baja 2. Tipe tegangan (tarik atau tekan) 3. Arah tegangan terhadap arah cold work (transversal atau longitudinal) 4. Rasio fu/fy 5. Rasio jari-jari girasi terhadap ketebalan (ri/t) 6. Banyaknya pengerjaan cold work Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-8
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Rasio fu/fy dan ri/t merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya perubahan spesifikasi mekanis dari penampang baja. Material dasar dengan ratio fu/fy yang besar memiliki potensi cukup besar untuk mengalami strain hardening. Dengan demikian, jika terjadi kenaikan dari rasio tersebut, pengaruh dari cold-work terhadap peningkatan titik leleh baja juga semakin besar. Sebaliknya, bila rasio ri/t kecil maka pengaruh dari cold work pada bagian sudut makin besar sehingga titik lelehnya pun meningkat. Berikut ini merupakan beberapa persamaan untuk rasio dari tegangan leleh sudut akibat cold work terhadap tegangan leleh material dasar : f yc
i.
f yv
=
Bc ( ri / t ) m
( Pers 2.1 ) 2
⎛ f ⎞ ⎛ f ⎞ ii. Bc = 3,69⎜ uv ⎟ − 0,819⎜ uv ⎟ − 1,79 ⎜f ⎟ ⎜f ⎟ ⎝ yv ⎠ ⎝ yv ⎠
( Pers 2.2 )
⎛ f ⎞ iii. m = 0,192⎜ uv ⎟ − 0,068 ⎜f ⎟ ⎝ yv ⎠
( Pers 2.3 )
di mana : fyc = tegangan leleh tarik penampang tertekuk fyv = tegangan leleh tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold form Bc = konstanta B
m = konstanta fuv = kuat tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold form ri = jari-jari girasi t
= ketebalan pelat baja tipis
Untuk spesifikasi penampang yang utuh, tegangan leleh tarik dari penampang utuh dapat diperkirakan nilainya menggunakan : f ya = Cf yc + (1 − C ) f yf
( Pers 2.4 )
di mana : fya = rata-rata tegangan leleh desain dari baja berpenampang utuh dari elemen tekan C = rasio luas area tertekuk terhadap luas penampang total Untuk elemen fleksural yang memiliki flens berbeda, flens yang memiliki nilai C lebih kecil dianggap sebagai flens penentu. fyc = rata-rata tegangan leleh tarik dari penampang tertekuk Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2-9
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
=
Bc f yv
( Pers 2.5 )
(ri / t ) m
fyf = rata-rata tegangan leleh tarik lembaran •
Daktilitas Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi spesifikasi Australian and New Zealand Standards, yaitu terjadi penguluran minimal sebesar 8% dalam 50 mm satuan panjang. Tetapi, untuk baja AS 1397 – G550 dengan tegangan leleh minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang untuk baja dengan
t ≥ 0.60 mm. Tidak ada ketentuan khusus mengenai
penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm. Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690 MPa), syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50 mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1.Namun, ketentuan ini cukup
memberatkan
untuk
kepentingan
desain.
Peneliti
sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas tinggi sebagai berikut: a. Rasio fu/fy > 1,08 b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10%, atau tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang. Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena kurangnya data uji coba performa elemen struktural yang memiliki rasio fu/fy < 1.08, ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk purlin dan girt. Namun, desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan selama persyaratan dari Standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/фRu tidak melebihi 0,15. Baja AS 1397 – G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm tidak memiliki daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas dari desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah ditentukan, dan Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 10
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah ditentukan, atau 450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih besar. Meskipun demikian, Standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas rendah, seperti AS 1397 – G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk digunakan berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah alternatif untuk melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih tinggi dari ketentuan di atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut tidak mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan daya layan dari elemen struktural. 2.1.3.2 Desain Tegangan Kekuatan dari baja cold-formed elemen struktur bergantung dari nilai tegangan lelehnya, kecuali dalam kasus di mana tekuk lokal elastis atau tekuk globalnya kritis. Karena kurva tegangan-regangan dari lembaran atau strip baja bisa berupa kurva sharp-yielding type atau gradual-yielding type, metode untuk menentukan tegangan leleh untuk sharp-yielding steel dan tegangan leleh untuk gradual-yielding steel ditentukan dalam AS 1391. Tegangan leleh untuk sharp-yielding steel ditentukan oleh level tegangan dari plateau. Tegangan leleh untuk gradual-yielding steel ditentukan dengan metode penguluran non-proporsional atau metode total penguluran.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 11
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Gambar 2.5 Kurva tegangan-regangan baja (Ref: AS 4600 1996)
Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan leleh, tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et). Modulus elastisitas ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva tegangan-regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200 sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level tegangan. Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan leleh, tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya sampai proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit, nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 12
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Berbagai macam ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk graduallyyielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari titik leleh minimum yang ditentukan.
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan yang menunjukkan metode titik leleh dan penentuan kuat leleh[1] (Ref: AS 4600 1996)
2.1.4 Persyaratan Desain 2.1.4.1. Beban dan Kombinasi Beban Di Australia, kombinasi beban yang digunakan adalah menurut Australian Standards (AS). Di Selandia Baru, kombinasi beban yang digunakan adalah menurut New Zealand Standards (NZS). Namun karena lokasi pembangunan diasumsikan di Indonesia, maka standard yang digunakan adalah SNI.
2.1.4.2. Analisis dan Desain Struktural •
Umum Limitasi penggunaan adalah pada kondisi struktur yang menahan beban terlepas sehingga berbahaya bagi penghuni, atau elemen struktur tersebut sudah tidak bisa
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 13
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
menjalankan fungsinya lagi. Limitasi tipikal untuk elemen baja cold formed adalah defleksi berlebih, pelelehan, tekuk, dan pencapaian kekuatan maximum setelah terjadi tekuk lokal (seperti post-buckling strength). Limitasi tersebut antara lain : a. Limitasi dari kekuatan yang dibutuhkan untuk menahan beban-beban ekstrim selama umur masa penggunaan struktur. b. Limitasi dari struktur secara keseluruhan terhadap overturning, uplift, dan sliding. c. Limitasi dari kemampuan struktur untuk menjalankan fungsinya selama umur masa penggunaan struktur. Ketiga limitasi ini biasanya berhubungan dengan limitasi kekuatan, limitasi stabilitas, dan limitasi serviceability. •
Limitasi Kekuatan (Ultimit) Untuk limitasi kekuatan, format umum dari metode limitasi diberikan sebagai berikut : S* ≤ Rd
( Pers 2.6 )
di mana : S* = efek desain Rd = kapasitas desain Efek desain (S*) dapat ditentukan melalui analisis elastis struktural (linear elastis) atau analisis plastis struktural jika bagian plastis memiliki kekuatan dan daktilitas yang cukup. Kapasitas desain (Rd) dapat ditentukan dari perkalian dari kapasitas nominal (Ru) dengan faktor kapasitas, atau ditulis : Rd = фRu. Tujuan dari adanya faktor kapasitas (ф) adalah sebagai kompensasi atas berbagai macam ketidaktentuan dalam desain, fabrikasi, atau ereksi dari komponen bangunan, dan juga ketidaktentuan dari perkiraan pembebanan. Kapasitas nominal (Ru) merupakan kekuatan elemen untuk limitasi yang diberikan, diperhitungkan untuk spesifikasi penampang nominal dan spesifikasi penampang minimal sehubungan dengan model analitik yang menunjukkan kekuatan. Faktor kapasitas (ф) dihitung untuk ketidaktentuan dan keragaman dalam Ru.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 14
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Efek desain (S*) merupakan gaya-gaya pada penampang (seperti momen, gaya aksial, atau gaya geser), ditentukan dari beban nominal yang ditentukan dari analisis struktur. Kelebihan dari desain terlimitasi adalah : a. Ketidaktentuan dan keragaman dari berbagai tipe beban dan kapasitas berbeda-beda (misal beban angin lebih bervariasi daripada beban mati), sehingga perbedaan ini bisa diperhitungkan menggunakan macam-macam kombinasi beban. b. Dengan
menggunakan
teori
probabilitas,
desain
dapat
memiliki
nilai
kebergantungan yang konsisten. Maka, desain terlimitasi memberikan metode desain yang lebih rasional dari yang mungkin dengan metode permissible (allowable) stress design. Dasar-dasar probabilitas untuk desain terlimitasi dari struktur baja cold-formed adalah sebagai berikut : i. Konsep Probabilitas Safety factors atau load factors diberikan sebagai kompensasi atas ketidaktentuan dan keragaman dalam proses desain. Desain struktur meliputi perbandingan antara efek desain nominal (S) dan kapasitas nominal (R). Limitasi tercapai bila nilai R lebih kecil dari S. Akan tetapi, S dan R masingmasing merupakan parameter acak, sehingga perlu dianalisis menggunakan konsep probabilitas agar didapat desain yang efektif. ii. Dasar dari Desain Terlimitasi untuk Baja Cold Formed Untuk menentukan nilai dari indeks reliability (β) yang sesuai dengan desain tradisional seperti yang ditunjukkan oleh spesifikasi desain struktur terbaru seperti AISC Specification untuk baja hot-rolled, AISI Specification untuk baja cold-formed, ACI Code untuk elemen baja bertulang, AS dan NZS untuk struktur baja, dan lain-lain. Penentuan nilai β untuk elemen baja cold formed dihitung dengan perubahan statistik beban secara perlahan. Nilai dari index reliability (β) bervariasi untuk kondisi pembebanan yang berbeda, tipe konstruksi yang berbeda, dan tipe elemen struktur yang berbeda dengan spesifikasi desain materialnya. Untuk mencapai nilai reliability yang lebih konsisten, nilai β yang berikutnya (setelah diiterasi) harus memberikan kenaikan konsistensi, yang bersamaan dengan itu akan memberikan hasil desain yang sama menggunakan metode desain terlimitasi seperti yang didapat dari Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 15
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
desain terbaru untuk semua material dalam konstruksi. Nilai target reliability (βo) ini untuk penggunaan desain terlimitasi adalah sebagai berikut : A. Untuk kasus umum (beban gravitasi), βo....... 3,0 B. Untuk sambungan, βo..................................... 4,5 C. Untuk beban angin, βo.................................... 2,5 Target
reliability
tersebut
diseusaikan
dengan
load
factor
yang
direkomendasikan dalam ASCE 7-95 Load Standard (ASCE, 1995). Untuk penggunaan nilai faktor kapasitas (ф), pengembangan dari AISI LRFD Specification memberikan : (fy)m
= 1,10 fy ;
Mm
= 1,10 ;
Vfy
= Vm = 0,11
(fya)m
= 1,10 fya ;
Mm
= 1,10 ;
Vfyn
= Vm = 0,11
(fu)m
= 1,10 fu ;
Mm
= 1,10 ;
Vfy
= Vm = 0,08
Fm
= 1,00 ;
VF
= 0,05
di mana : m = nilai rata-rata V = koefisien variasi M = rasio dari rata-rata terhadap spesifikasi nominal material F = rasio dari rata-rata terhadap spesifikasi penampang fy = titik leleh minimum yang ditentukan fya = rata-rata titik leleh termasuk efek akibat cold-forming fu = kuat tarik minimal yang ditentukan
•
Limitasi Kestabilan Limitasi ini dimasukkan dalam Standard ini walaupun tidak dimasukkan dalam AISI Specification. Dalam New Zealand Loading Standard, NZS 4203 (1992), limitasi ini dianggap sebagai bagian dari limitasi ultimit. Pada bab ini, limitasi kestabilan tidak dibahas secara khusus.
•
Limitasi Serviceability Limitasi serviceability merupakan kondisi di mana struktur sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Pertimbangan untuk keselamatan dan kekuatan umumnya
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 16
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
tidak dipengaruhi limitasi ini. Walaupun demikian, kriteria serviceability penting untuk meninjau performa fungsional dan ekonomi dari desain. Kondisi umum yang memerlukan limitasi terhadap serviceability antara lain : a. Defleksi berlebih atau rotasi yang dapat mempengaruhi penampilan atau fungsional dari struktur. Defleksi yang dapat membuat kerusakan dari elemen-elemen nonstruktur perlu dipertimbangkan juga. b. Vibrasi berlebih yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan penghuni atau peralatan tidak dapat bekerja. c. Penurunan kualitas jangka lama yang dapat meliputi korosi. Ketika mengecek nilai serviceability, desainer harus mempertimbangkan service loads yang sesuai, respon struktur, dan reaksi dari penghuni gedung. Service loads yang perlu mempertimbangkan beban statik, beban salju atau hujan, fluktuasi temperatur, dan beban dinamik dari aktivitas manusia, efek angin, atau efek pengoperasian peralatan. Service loads merupakan beban aktual yang bekerja pada struktur di lokasi yang berbeda-beda di setiap waktunya. Service loads yang sesuai untuk mengecek limitasi serviceability mungkin hanya sebagian dari beban nominal. Respon struktur terhadap service loads dapat dianalisis dengan mengasumsi perilaku elastis linear. Walaupun demikian, elemen yang mengakumulasikan deformasi residual akibat service loads memerlukan perhitungan terhadap perilaku jangka panjangnya. Limit serviceability bergantung dari fungsi struktur dan dengan persepsi dari pengamat. Berlawanan dengan limitasi kekuatan, tidaklah mungkin untuk menentukan limit serviceability yang dapat diaplikasikan untuk semua jenis struktur.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 17
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.2 KEKUATAN PENAMPANG COLD-FORMED STEEL
2.2.1 Kekuatan Tarik Penampang Kekuatan tarik penampang dari baja ringan untuk keperluan analisis dihitung dengan persamaan sebagai berikut: N* ≤ Фt Nt
(Pers 2.7)
dengan, Фt = faktor reduksi kuatan tarik (0.90) Nt = Kuat tarik nominal, nilai terkecil dari: 1. Nt = Ag.fy
(Pers 2.8)
2. Nt = 0.85.kt.An.fu
(Pers 2.9)
dengan : Ag
= luas bruto penampang
fy
= Tegangan leleh
kt
= Faktor koreksi akibat distribusi dari gaya yang bekerja (Tabel 2.1)
An
= Luas netto penampang
fu
= Kekuatan fraktur penampang
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 18
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Tabel 2.1 Nilai faktor koreksi kt (Ref: AS 4600 1996)
2.2.2 Kekuatan Tekan Penampang Elemen tekan terhadap beban aksial konsentris yang akan dianalisis didesain kuat tekannya dengan persamaan berikut: 1. N* ≤ ФcNs
( Pers 2.10 )
2. N* ≤ ФcNc
( Pers 2.11 )
dengan: Ns
= Kapasitas nominal penampang (compression) = Ae x fy, (Ae = luas efektif dalam keadaan leleh)
Nc
( Pers 2.12 )
= Kapasitas nominal elemen (compression) = Ae x fn
( Pers 2.13 )
dengan: Ae = luas efektif saat f critical (fn). fn = fkritis, fungsi dari λc Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 19
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2
1. λc ≤ 1.5 : fn = (0.658λc ) × f y ⎛
⎞
0.877 2. λc > 1.5 : fn = ⎜ 2 ⎟ × f y ⎜ λ ⎟ ⎝ c ⎠
( Pers 2.14 ) ( Pers 2.15 )
dengan λc
=
fy
( Pers 2.16 )
( f oc ) E
(foc)E = elastic flexural buckling stress, dihitung dengan persamaan: a. flexural buckling stress Elemen yang tergolong langsing dan dibebani secara aksial memiliki kemungkinan kegagalan overall flexural buckling bila bentuk penampang lintangnya doublysymmetric shape, closed shape, silindris atau point-symmetric shape. Untuk bentuk penampang single-symmetric, flexural buckling merupakan salah satu mode kegagalan. Persamaan yang digunakan: foc =
π 2E ⎛ le ⎞ ⎜ r ⎟ ⎝ ⎠
( Pers 2.17 )
2
l dengan ⎛⎜ e ⎞⎟ = rasio kelangsingan efektif ⎝ r ⎠
Gambar 2.7 Doubly-symmetric sections dan Singly-symmetric sections (Ref: AS 4600 1996)
b. Flexural-Torsional Buckling Stress
f oc =
1 ⎡ ( f ox + f oz ) − 2 β ⎢⎣
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
( f ox +
f oz ) − 4 β × f ox × f oz ⎤ ⎥⎦ 2
( Pers 2.18)
2 - 20
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
dengan: fox =
π 2E
( Pers 2.19)
⎛ l ex ⎞ ⎜ r ⎟ y ⎠ ⎝
π 2 E × I w ⎞⎟ G × J ⎛⎜ 1+ foz = 2 2 A × r01 ⎜⎝ G × J × lez ⎟⎠ Iw
( Pers 2.20 )
= nilai kelengkungan untuk luas penampang
lex, lez = panjang efektif G
= modulus geser (80000 MPa)
J
= Kontanta torsi St.Venant untuk penampang
A
= Luas total penampang
R01
= radius girasi polar terhadap pusat geser, dihitung dengan R01
=
2
2
2
rx + ry + x 0 + y 0
2
( Pers 2.21 )
rx, ry = radius girasi x0, y0 = pusat geser β = 1 – ( xo / r01)2
( Pers 2.22 )
c. Point-symetric section Elastic buckling stress untuk penampang ini dihitung baik dengan penghitungan khusus flexural atau torsional. Nilai yang dipakai adalah nilai yang lebih kecil dari kedua persamaan tersebut. Perhitungan elastic buckling stress yang mengalami torsi dihitung dengan persamaan berikut:
π 2 E × I w ⎞⎟ G × J ⎛⎜ 1+ foz = 2 2 A × r01 ⎜⎝ G × J × lez ⎟⎠
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
( Pers 2.23 )
2 - 21
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Gambar 2.8 Point-symmetric sections (Ref: AS 4600 1996)
d. Non-symetric section ( lihat gambar 2.9 ) Untuk kondisi ini, nilai foc dihitung dengan mengambil nilai minimum dari persamaan eksponensial di bawah ini : foc (ro12 – xo2 – yo2 ) – foc2 [ r012 ( fox + foy + foz ) – (foyxo2 + foxyo2)] + focr012 ( foxfoy + foyfoz + foxfoz ) – (foxfoyfozr012) = 0
( Pers 2.24 )
Gambar 2.9 Non-symmetric sections[1] (Ref: AS 4600 1996)
e. Singly-symmetric sections Untuk penampang dengan singly-symmetric sections yang menerima gaya tekuk distorsi, nilai Nc dihitung dengan mengambil nilai minimum dari kedua persamaan di bawah ini : (i) Nc = Ae x fn (ii) f od =
{
E (α 1 + α 2 ) − 2A
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
(α 1 + α 2 )2 − 4α 3
}
( Pers 2.25 ) ( Pers 2.26 ) 2 - 22
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
di mana :
(
)
k η 2 I x b f + 0.039 Jλ2 + φ β1⎛ ⎞ β1ηE η α 3 = η⎜⎜α1 I y − bf 2 × I xy 2 ⎟⎟ β1 ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ 2 α 2 = η ⎜⎜ I y + y × bf × I xy ⎟⎟ ⎝ I β+1I ⎠ 2 x y β1 = x + A
α1 =
⎛ I x × bf 2 × bw ⎞ ⎟⎟ λ = 4.80⎜⎜ 3 t ⎝ ⎠
( Pers 2.27)
0.25
( Pers 2.28 ) ⎛π ⎞ η =⎜ ⎟ ⎝λ⎠
2
⎡ 1.11 f ' E ×t3 od ⎢1 − kφ = 5.46(bw + 0.06λ ) ⎢ E ×t2 ⎣
⎛ bw 2 × λ ⎜ 2 ⎜ b + λ2 ⎝ w
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
( Pers 2.29 )
nilai f’od diambil dari persamaan fod awal dengan nilai α1 :
α1 =
(
η 2 I x b f + 0.039 Jλ2 β1
Untuk nilai fod >
)
⎛ fy fy : A × f n = A × fy⎜⎜1 − 2 ⎝ 4 f od
( Pers 2.30 )
⎞ ⎟⎟ ⎠
( Pers 2.31 )
Sedangkan untuk nilai fod : fy fy ≤ f od ≤ : 13 2 ⎡ ⎛ A × f n = A × fy ⎢0.055⎜⎜ ⎢ ⎝ ⎣
2 ⎤ ⎞ fy − 3.6 ⎟⎟ + 0.237⎥ f od ⎥ ⎠ ⎦
( Pers 2.32)
Truss yang akan dianalisis telah didesain dengan nilai rasio kelangsingan ( le / r ) tidak melebihi 200.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 23
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.3
ANALISIS GEMPA STATIS EKIVALEN
2.3.1
Klasifikasi beban gempa
2.3.1.1 Beban gempa rencana Beban gempa rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layang gedung 50 tahun adalah 10% atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya adalah 500 tahun 2.3.1.2 Beban gempa nominal Nilai beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu besarnya gempa rencana., oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait, dan
oleh
tahanan lebih yang terkandung dalam struktur tersebut. Sesuai SNI 03-1726-2003, nilai tahanan lebih (f1) ditetapkan sebesar 1,6. Dengan demikian nilai beban gempa nominal adalah beban gempa rencana setelah direduksi dengan faktor daktilitas struktur dan faktor tahanan lebih. 2.3.2
Kategori gedung
SNI 03-1726-2003 menentukan pengaruh beban gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur bangunan gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada tingkat kepentingan gedung pasca gempa, pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu faktor keamanan. Kategori gedung dan faktor keutamaannya antara lain: a. Gedung umum (I = 1) b. Monumen dan bangunan monumental (I=1) c. Gedung penting pasca gempa (I= 1,5) d. Gedung penyimpanan bahan berbahaya (I = 1,5) e. Cerobong, tangki di atas menara (I = 1,25)
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 24
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.3.3
Stuktur bangunan gedung beraturan
Struktur bangunan gedung dalam tugas ini ditetapkan sebagai struktur bangunan gedung beraturan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tinggi struktur tidak melebihi 10 lantai atau kurang dari 40 m b. Denah struktur persegi panjang (tanpa tonjolan yang berlebihan) 2.3.4
Daktilitas struktur dan pembebanan gempa nominal
2.3.4.1 Faktor daktilitas struktur bangunan gedung µ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur bangunan gedung akibat pengaruh gempa rencana (dm) dan simpangan struktur bangunan gedung pada saatnya terjadi pelelehan pertama (dy), yaitu: 1,4 ≤ µ =
∂m ≤ µm ∂y
( Pers 2.33 )
µ = 1,4 (faktor daktilitasuntuk struktur gedung berperilaku elastik_ µm = faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur 2.3.4.2 Apabila Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh gempa rencana yang dapat diserap oleh struktur bangunan gedung elastik dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur bangunan gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur bangunan gedung daktail dan struktur bangunan gedung elastik akibat pengaruh gempa rencana menunjukkan simpangan maksimum δm yang sama, maka berlaku hubungan sebagai berikut Vy =
Ve
μ
( Pers 2.34 )
Dengan µ adalah faktor daktilitas struktur bangunan gedung. 2.3.4.3 Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur bangunana gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut Vn =
Vy V = f1 R
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
( Pers 2.35 )
2 - 25
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.3.4.4 Nilai faktor daktilitas struktur bangunan gedung µ di dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas maksimum µm yang dapat dikerahkan masingmasing sistem atau subsistem struktur bangunan gedung. 2.3.5
Wilayah gempa dan spektrum respon
Indonesia ditetapkan terbagi dalam enam zona gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.10, dimana zona 1 merupakan zona kegempaan paling rendah dan zona 6 merupakan zona kegempaan paling tinggi. Pembagian zona gempa berdasarkan percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500 tahun, yang nilai reratanya untuk setiap zona gempa ditampilkan dalam gambar 2.10 dan tabel 2.2
Maximum Peak Ground Acceleration at bedrock SB for Indonesia for 500-years return period (SNI-1726, 2002)
Gabungan dari 4 grup studi
Gambar 2.10 Zonasi wilayah gempa Indonesia
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 26
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Wilayah gempa
Percepatan puncak batuan dasar
Percepatan puncak muka tanah Ao tanah keras
tanah sedang
tanah lunak
tanah khusus
1 2 3 4 5
0.03 0.1 0.15 0.2 0.25
0.03 0.12 0.18 0.28 0.29
0.04 0.15 0.22 0.28 0.33
0.08 0.23 0.3 0.34 0.36
Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
6
0.3
0.33
0.36
0.36
Tabel 2.2 Percepatan puncak batuan dasar untuk masing-masing zona gempa
2.3.6
Pembatasan waktu getar alami fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk zona gempa dan jenis struktur bangunana gedung menurut persamaan T1 < ζH3/4
Pers ( 2.36 )
Dengan H adalah tinggi total bangunan (meter) dan koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 2.3
Tabel 2.3 koefisien ζ yang getar alami struktur
2.3.7
Wilayah Gempa & Jenis Struktur Sedang & ringan; rangka baja Sedang & ringan; rangka beton&RBE Sedang & ringan; bangunan lainnya Berat; rangka baja Berat; rangka beton & RBE Berat; bangunan lainnya
ζ 0.119 0.102 0.068 0.111 0.095 0.063
membatasi waktu bangunan gedung
Arah pembebanan gempa
Dalam perencanaan struktur bangunan gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur bangunan gedung secara keseluruhan Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 27
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.3.8
Beban gempa nominal statik ekivalen
Beban gempa nominal static ekivalen adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu. Pada perencanaan bangunan ini, analisis beban gempa dilakukan dengandua cara, yaitu cara statik ekivalen dan cara response spectra. Perhitungan beban gempa pada tugas besar ini pertama-tama dilakukan dengan mencari waktu getar alami struktur bangunan (T) dengan menggunakan program analisa struktur, kemudian memanfaatkannya untuk mencari faktor respons gempa yang diperoleh dari Respons Spektrum gempa rencana. Selanjutnya pengaruh gempa rencana ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekivalen yang analisisnya menggunakan analisis statik ekivalen. Beban geser dasar nominal statik ekivalen dihitung berdasarkan persamaan: V =
C1I Wt R
( Pers 2.37 )
dengan: C1
= Faktor respons gempa yang didapat dari Respons Spektrum Gempa
Rencana I
= Faktor keutamaan
R
= Faktor reduksi gempa
Wt
= Berat lantai tingkat tertentu termasuk beban hidup yang sesuai.
Pada pembebanan lateral struktur rangka baja ringan ini nilai faktor-faktor tersebut di atas ditentukan sebagai berikut : a. Faktor keutamaan (I) = 1 (untuk kategori gedung umum seperti penghunian, perniagaan, dan perkantoran). b. Faktor reduksi gempa (R)
= 5.6 (rangka bresing).
c. Wilayah gempa untuk lokasi di Bandung berdasarkan peta Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun adalah termasuk pada wilayah 4. Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 28
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Beban geser dasar nominal V ini harus dibagikan sepanjang tinggi struktur menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i sesuai dengan persamaan: Fi =
Wi zi n
∑W z i =1
( Pers 2.38 )
V
i i
dimana : Wi
= berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
zi
= ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
n
= nomor lantai tingkat paling atas.
2.4
SAMBUNGAN SEKRUP
2.4.1
Umum
Sambungan sekrup adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan pada rangka atap baja ringan. Berikut adalah perbandingan sambungan sekrup dan baut: Parameter
• Kekuatan sambungan terhadap gaya geser.
Sekrup
Baut
Ditentukan oleh kekuatan Kekuatan
tumpu
pelat,
tumpu pelat Vb ( keruntuhan kekuatan geser baut daktail )
Vnb = 0.8 m Ab ζbu
0,6 fus ≥ Ф Vb ≥ Pu
Rn = 1.24 fup db t
• Kekuatan tarik
Ditentukan oleh tebal
sambungan
washer dan tebal pelat
Ditentukan oleh kuat tarik Baut.
dimana ulir sekrup berada. Nou = 0.85 x t2 x df x fu2 Nov = 1.5t1 x dw x fu1
Akibat • Penggunaan
Baik digunakan pada material dengan ketebalan terbatas.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
adanya
tegangan
tarik awal yang diperlukan, tidak baik digunakan pada material tipis.
2 - 29
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Peraturan AS 4600 mengenai sambungan sekrup dapat diterapkan pada kasus dimana beban yang bekerja pada sambungan adalah gaya geser dan tarik normal. Aturan ini tidak dapat diterapkan untuk kasus dimana sambungan akan mengalami momen atau gaya kedua yang signifikan seperti pembongkaran. Untuk kasus tersebut atau untuk mendapatkan kapasitas geser dan tarik yang lebih akurat maka diperlukan tes. Tes tersebut berguna apabila: -
Ketebalan dari baja ringan kekuatan tinggi G550 kurang dari 0.90 mm
-
Rasio fu/fy adalah 1.0 untuk 0.40 mm sampai 1.08 untuk 0.90 mm Dianjurkan minimal dua sekrup untuk menyambungkan komponen individual. Sekrup dengan ulir halus baik digunakan untuk material tebal, dimana beberapa ulir akan bekerja. Sebaliknya sekrup dengan ulir yang lebih kasar biasanya bekerja lebih baik pada material yang lebih tipis,khususnya jika ketebalan material berada diantara dua ulir. Untuk sambungan pada baja dengan daktilitas rendah, fu harus diambil lebih kecil dari 75% dari kuat tarik minimum sebesar 450 MPa. Pengurangan fu ini tidak berlaku jika penentuan kapasitas ditentukan dengan tes. Pengurangan ini menyediakan faktor keamanan untuk mencegah kegagalan tarik. Untuk memastikan daktilitas,sebaiknya leleh pada sambungan diizinkan walaupun tekuk pada member harus terjadi sebelum sambungan gagal. Member yang lebih ringan biasanya menghasilkan struktur yang lebih fleksibel,walaupun kuat namun struktur ini akan melentur pada beban siklik seperti beban angin dimana struktur yang lebih berat bisa tahan dan menyerapnya sehingga struktur tidak melentur. Peraturan berlaku untuk sekrup dengan diameter nominal antara 3 mm sampai 17 mm dikarenakan diameter sekrup tersebut yang digunakan pada saat persamaan ditentukan. Sekrup yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah jenis Self Drilling Screw
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 30
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Gambar 2.11 Self-drilling screw
Ukuran
Diameter Nominal (df ) dalam mm
No.5
3.2
No.6
3.5
No.7
3.8
No.8
4.2
No.10
4.8
No.12
5.4
No.14
6.3 Table 2.4 Diameter Nominal Sekrup
2.4.2
Sambungan Sekrup Untuk Menahan Geser
Untuk memastikan distribusi beban yang merata pada sambungan ,sangatlah penting untuk membatasi jarak antar sekrup, terutama untuk sekrup paling luar. Spesifikasi AISI mengatur tentang hal ini,namun Rekomendasi Eropa ( ECCS 1983 ) menspesifikasikan sebagai berikut: -
Jika jarak antara dua sekrup paling luar kurang dari 15 df ,gaya akan didistribusikan merata pada sekrup.
-
Jika jarak antara dua sekrup paling jauh adalah 65 df ,gaya pada sambungan harus dibatasi sebesar 75 % dari kekuatan desain.
-
Untuk jarak antara 15 df dan 65 df interpolasi linear perlu dilakukan.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 31
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Jarak minimum antar sekrup dan terhadap ujung profil Jarak minimum antar sekrup ditentukan adalah 3 df (3 * diameter baut) dan jarak minimum dari sekrup menuju ujung profil adalah 1,5 df
1.5df
3df
Gambar 2.12 Pembatasan jarak sekrup
Sambungan sekrup yang dibebani geser dapat gagal dalam satu atau beberapa mode kegagalan. Mode tersebut adalah kegagalan geser sekrup, robekan tepi, miring dan tercabutnya sekrup, dan kegagalan tumpu pada material yang disambungkan. Miringnya sekrup diikuti oleh robeknya ulir pada lembaran yang lebih bawah yang mengurangi kapasitas geser sambungan. Pada keadaan normal kepala sekrup akan akan mengalami kontak dengan material yang lebih tipis. Bagaimanapun ketika material yang disambungkan memiliki ketebalan yang sama atau kepala sekrup berada pada material yang lebih tipis memiringnya baut perlu diperhitungkan. Penting untuk menghitung kapasitas tumpu yang lebih rendah dari dua member berdasarkan ketebalan dan kuat tariknya. Kuat tumpu pelat yang mengalami kontak dengan sekrup
ditentukan dengan
persamaan : Vb* ≤Ф Vb
( Pers 2.39 )
di mana : Ф = faktor reduksi kekuatan = 1.0 untuk pembebanan statik = 0,5 untuk pembebanan siklik ( AISI ) Vb = kekuatan tumpu dari penampang dimana terdapat sekrup
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 32
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Persamaan desain untuk t1/t 2≥2.5
( Pers 2.40 ) Persamaan desain untuk t1/t 2 ≤ 1.0
( Pers 2.41 ) Untuk keadaan dimana 1 < t2/t1 < 2.5, nilai Vb yang digunakan adalah berdasarkan interpolasi antara nilai minimum semua persamaan yang dihitung. Untuk mencegah kegagalan sambungan secara getas kapasitas desain untuk geser harus 1.25 kali dari kapasitas desain tariks sekrup. Umumnya kapasitas geser sekrup akan dihitung sebesar 0.6 kali kuat aksial baut. Kuat geser dari pabrik tidak berlaku jika t2≤1.6 mm dimana t2 adalah material paling tebal tidak terhubung dengan kepala sekrup. 0,6 fus ≥ Ф Vb ≥ Pu
( Pers 2.42 )
Dimana : fus : Kuat tarik sekrup Pu : Gaya yang bekerja pada sambungan 2.4.3
Sambungan Sekrup Untuk Menahan Tarik
Pull out dan Pull Over (Pull Through), Standar diterapkan untuk kondisi pembebanan statis. Untuk Pull Over ,kuat tarik bisa dipengaruhi oleh pembebanan berulang,seperti angin cyclone di Australia dan daerah berangin kuat di New Zealand,seperti halnya region angin I,V dan VII tertera di NZS 4203. Spesifikasi AISI memberikan panduan untuk
hal
ini,sedangkan
Eurocode
merekomendasikan
menggunakan
faktor
pembebanan siklik sebesar 0.5 untuk perhitungan kapasitas desain statis.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 33
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Ketebalan washer termasuk yang terhubung dengan kepala sekrup minimum 1.3 mm . Diameter washer yang lebih besar dari 12.5 mm dapat digunakan. Namun untuk persamaan yang digunakan diameter washer dibatasi sebesar 12.5 mm. Kapasitas desain untuk sambungan dimana member tidak terhubung dengan titik pengencang yang belum termasuk dalam kapasitas desain sambungan tergantung pada tipe profil yang digunakan. Untuk sekrup non-drilling diameter lubang pada lembaran yang terhubung dengan kepala sekrup harus tidak melebihi rekomendasi AS B194. Gaya aksial minimum untuk sekrup pada AS 3556 tidak berlaku jika t2kurang dari 1.6 mm ,dimana t2 adalah ketebalan material yang tidak terhubung dengan kepala sekrup. Penarikan sekrup (pull-through) Permasalahan ini diaplikasikan pada kasus dimana dua penampang yang disambung terdapat pada area diamana sekrup dikencangkan. Kekuatan desain tarik akibat sekrup dihitung dengan menggunakan persamaan : Nt* ≤ Ф Nt
( Pers 2.43 )
di mana : Ф = 0.5 Nt = kekuatan penampang terhadap tarik, Di mana Nt merupakan nilai minimum dari kedua persamaan di bawah ini : Nou = 0.85 x t2 x df x fu2
( Pers 2.44 )
Nov = 1.5t1 x dw x fu1
( Pers 2.45 )
dimana dw diambil = diameter kepala baut, tetapi tidak lebih dari 12.5 mm Kekuatan tarik sekrup Kekuatan tarik sekrup = 1.25 Nt Di mana nilai Nt = 0.85 x t2 x df x fu2
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
( Pers 2.46 )
2 - 34
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
Untuk mencegah kegagalan sambungan dalam kondisi getas, kapasitas desain tarik sekrup harus 1.25 kali kapasitas desain untuk pull-oout dan pull over. Kapasitas tarik maksimum untuk sekrup self-drilling seperti diterangkan dalam AS 3556 diberikan dalam table 2.5. Nilai yang diberikan di table adalah untuk sekrup saja bukan untuk sambungan. Ketebalan pelat penyambung baja akan menentukan kekuatan sambungan. Kuat tarik aksial maksimum (kN) Ukuran
Type ASD
Type BSD
Type CSD
No.6
4.35
4.35
5.33
No.8
6.35
6.35
8.46
No.10
7.5
8.6
10.01
No.12
11.34
11.63
14.44
No.14
14.95
16.15
18.9
Tabel 2.5 Kuat tarik aksial minimum untuk sekrup self-drilling
2.4.4 Kekuatan Tarik Elemen Pada bagian Sambungan
Kekuatan tarik dari area dimana terdapat suatu sistem sambungan adalah :
N t* ≤ φ N t
( Pers 2.47 )
di mana : Nt* = Kekuatan tarik (desain )
φ = factor reduksi kekuatan = 0.65 Kekuatan tarik yang dibutuhkan (Nt) : ⎛ 2.5r f × d f N t = ⎜1.0 − r f + ⎜ sf ⎝
⎞ ⎟ f u × An ≤ f u × An ⎟ ⎠
( Pers 2.48 )
di mana : rf
= rasio dari gaya yang disalurkan oleh sekrup pada luasan penampang yang ditinjau dibagi dengan kekuatan tarik yang ada pada luasan penampang tersebut. Jika nilai dari rf < 0, maka nilai rf diambil = 0
df
= diameter sekrup
sf
= jarak antar baut tegak lurus dengan garis gaya
An
= luas bersih dari bagian sambungan
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 35
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
2.5
Desain Seismik Gusset Plate
Gusset plate didesain sedemikian rupa sehingga perilaku struktur tidak bersifat getas. Kondisi ini dicapai dengan mendesain mode kegagalan gusset plate pada kegagalan yang bersifat daktail. Mode kegagalan yang diinginkan adalah yield pada gusset plate. Kegagalan yang bersifat getas seperti fraktur pada net area gusset plate sebaiknya dihindari. Pada saat terjadi gempa, terkadang gusset plate merupakan elemen yang paling aktif menerima gaya gempa. Ada empat zona yang harus diperhatikan pada sambungan elemen dengan menggunakan gusset plate. Empat zona tersebut antara lain: 1. Elemen struktur yang disambung (balok – kolom) 2. Koneksi antara elemen struktur dengan gusset plate 3. Gusset plate 4. Koneksi antara gusset plate dengan batang tekan atau tarik pada truss. Gambar 2.13 menjelaskan letak empat zona tersebut.
Gambar 2.13 Empat zona kritis pada sambungan dengan gusset plate
Masing-masing zona didesain agar mode kegagalan yang dicapai adalah kegagalan yang bersifat daktail. Berikut adalah kondisi-kondisi yang menentukan ketebalan gusset plate yang diperlukan untuk sambungan rangka baja.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 36
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
1. Yield pada area whitmore Mode kegagalan ini adalah yang paling ideal agar kegagalan yang terjadi masih bersifat daktail. (Whitmore, 1952; Astaneh Asl, Goel, dan Hanson, 1982). Kuat leleh pada mode kegagalan ini dihitung menurut persamaan sebagai berikut:
Pg = Agw . Fy
( Pers 2.49 )
φ Tn ≥ N u t
φ Tn ≥ N u Æ 0,85 * Lgw * tg * Fy > Nu (tekan)
( Pers 2.50 )
φ Tn ≥ N u Æ 0,9 * Lgw * tg * Fy > Nu (tarik)
( Pers 2.51 )
t
t
Area Whitmore didefinisikan sebagai lebar efektif Whitmore dikalikan dengan ketebalan gusset plate (t). Lebar efektif Whitmore (Lgw) digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.14 Area Whitmore pada gusset plate
Menurut gambar 2.14, lebar efektif Whitmore dihitung menurut persamaan berikut: Lgw = ds + 2 x L tan 30o
( Pers 2.52 )
Dengan L = panjang sambungan sekrup (as ke as) d = diameter sekrup 2. Tekuk pada gusset plate Konfigurasi penempatan elemen yang disambung pada gusset plate menentukan ketebalan minimum agar tekuk pada gusset plate dapat dihindari. Elemen tekan Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 37
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
yang menentukan tekuk pada gusset plate berupa elemen seluas 1 inci x tg (tebal pelat) yang dianggap sebagai kolom sepanjang tepi elemen hingga titik kumpul gaya elemen-elemen yang disambung..
Gambar 2.15 Kolom gusset plate
Kapasitas tekuk Pcr dari gusset plate tersebut dihitung menurut persamaan berikut: Pcr = Abuckling x Fcr > Nu
( Pers 2.53 )
Pcr = 25,4 x tg x Fcr
( Pers 2.54 )
Fcr =
π 2E ( KL ) 2 r
> Nu
( Pers 2.55 )
dengan, E
= Modulus elastisitas baja (2.105 Mpa)
K
= Panjang efektif kolom gusset plate , diambil sebesar 1,2
r
= radius girasi
L
= panjang kolom gusset
Nilai K = 1,2 diambil berdasarkan hasil uji yang mengindikasikan adanya kemungkinan gerak tidak sebidang elemen yang disambung. Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 38
SI-40Z1 TUGAS AKHIR
3. Tekuk pada tepi gusset plate Bagian tepi gusset plate dapat mengalami tekuk. Kegagalan tekuk harus dihindari, terutama saat struktur menerima beban siklik. Untuk menghindari terjadinya kegagalan tekuk tersebut, rasio lebar tepi bebas dengan ketebalan gusset plate harus dibatasi. Batasan rasio tersebut adalah sebagai berikut:
L ft t
≤ 0,75 E
Fy
( Pers 2.56 )
dengan, = Modulus elastisitas baja (2.105 Mpa)
E
Lft = lebar tepi bebas kolom gusset t
= ketebalan gusset plate
Fy = Kuat leleh gusset plate 4. Fraktur pada net area gusset plate. Untuk menghindari kegagalan fraktur pada net area gusset plate yang bersifat getas, kriteria dibawah ini harus dipenuhi:
φ Tn ≥ N u t
0,75 * An * tg * Fu > Nu 0,75 * (Lgw – ds)* tg * Fu > Nu AISC menambahkan persyaratan di atas bila faktor gempa diperhitungkan. Syarat dibawah ini harus dipenuhi agar kegagalan yang terjadi tidak bersifat getas.
Sandi Nurjaman ( 15003093 ) Delta R Putra ( 15003124 )
2 - 39