Bab 2 Studi Pustaka
2. 4.
Aliansi Strategis
Aliansi strategis merupakan kerjasama mitra yang bersifat multifaset, berorientasi tujuan (goal-oriented) dan dalam jangka waktu panjang (long-term) antara dua perusahaan yang menanggung resiko dan menerima imbalan secara bersama-sama. Aliansi ini memberikan manfaat strategis jangka panjang bagi seluruh mitra [Levi, dkk (2003)]. Sedangkan menurut Carpenter dan Sanders, aliansi strategis adalah kerjasama mitra diantara dua atau lebih perusahaan yang mengkombinasikan sumber daya serta kemampuan dengan tujuan menciptakan manfaat bersaing yang saling menguntungkan (mutual competitive advantage) [Carpenter dan Sanders (2007)]. Kolaborasi merupakan salah satu tipe aliansi strategis yang bersifat kontraktual.
Jordan Lewis, seperti yang dikutip dalam [Levi, dkk (2003)] memberikan suatu kerangka kerja umum untuk menganalisa apakah suatu aliansi strategis sesuai bagi perusahaan. Kerangka kerja tersebut antara lain 1. Menambah nilai produk (adding value to products). 2. Penambahan nilai pada produk dapat berupa berkurangnya waktu produksi hingga dipasarkan, waktu distribusi dan waktu perbaikan. 3. Meningkatkan akses terhadap pasar. 4. Pengokohan operasi (strengthening operations). Aliansi strategis yang tepat dapat berpengaruh pada pengurangan biaya sistem dan waktu siklus. Selain itu, aliansi strategis juga dapat berpengaruh pada efisiensi dan efektifitas
22
penggunaan fasilitas serta sumberdaya dari perusahaan-perusahaan yang beraliansi. 5. Menambah ketangguhan dalam hal teknologi. Masing-masing mitra mendapatkan tambahan dasar keahlian dari aliansi strategis. 6. Mempercepat pertumbuhan strategis (strategic growth). Suatu aliansi strategis mengumpulkan keahlian dan
sumber daya untuk mengatasi
hambatan-hambatan yang muncul saat menghadapi kesempatan baru. Kemudian kumpulan keahlian dan sumber daya tersebut dieksplorasi guna memperoleh manfaat bersama. 7. Meningkatkan skill organisasi. Dalam aliansi strategis, organisasi mitra dapat belajar bekerjasama dengan pihak lain terutama ketika menghadap situasi yang ekstrim. Hal ini mendorong perusahaan menjadi fleksibel untuk beraliansi dengan perusahaan lain. 8. Membangun kekuatan finansial. Sebuah aliansi strategis
dalam jangka
panjang harus dapat mendorong terciptanya kekuatan finansial perusahaan. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasinya. Parameter tersebut antara lain
meningkatnya pendapatan, pembagian
bahkan pengurangan biaya administrasi mitra serta pembatasan investasi dengan pembagian resiko antar mitra.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa aliansi strategis tidak boleh melemahkan kekuatan/kompetensi inti5 mitra. Kerjasama antar mitra dan aliansi strategis berkaitan dengan aktivitas outsourcing. Motivasi perusahaan untuk melakukan outsourcing antara lain berupa skala ekonomi yakni mengurangi biaya manufaktur, pengumpulan resiko, pengurangan investasi kapital, fokus pada kompetensi inti dan meningkatkan fleksibilitas. Fleksibilitas yang dimaksud disini dapat berupa a. Kemampuan untuk bereaksi lebih baik terhadap perubahan permintaan konsumen.
5
Kekuatan atau kompetensi inti adalah kemampuan spesifik yang membedakan suatu perusahaan dari kompetitornya dan memberikan suatu manfaat bagi perusahaan di mata pelanggannya. Kompetensi inti biasanya berupa item yang bersifat tidak terukur (intangible) seperti keahlian manajemen dan brand image.
23
b. Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan teknik
mitra sehingga
mempercepat waktu siklus pengembangan produk. c. Kemampuan mendapatkan akses terhadap teknologi baru dan inovasi mitra.
Menurut Fine dan Whitney [Levi, 2003] ada dua alasan perusahaan melakukan outsourcing, yaitu 1. Ketergantungan
terhadap
kapasitas.
Perusahaan
yang
melakukan
outsourcing berdasarkan poin ini memiliki pengetahuan dan keahlian akan tetapi tidak memiliki kapasitas yang cukup
untuk menghasilkan suatu
produk baru. 2. Ketergantungan terhadap pengetahuan. Dalam hal ini, memiliki sumber daya manusia, keahlian dan
perusahaan tidak
pengetahuan untuk
menghasilkan produk baru. 2. 2. Rantai Desain
Wognum mendefinisikan rantai desain sebagai kumpulan aktivitas bisnis yang berhubungan dengan seluruh fase dalam rekayasa produk (product engineering), termasuk penelitian dan pengembangan. Twigg(1998) memberikan pengertian rantai desain sebagai interaksi informasi antara supplier dan customer. Customer dalam hal ini berupa focal firm sedangkan supplier adalah mitra.
Twigg kemudian mendefinisikan manajemen rantai desain sebagai manajemen mitra secara internal dan eksternal pada suatu perusahaan (focal firm) yang memberikan kemampuannya berupa pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam desain dan pengembangan suatu produk sehingga fabrikasi produk jadi dapat dilakukan.
Perusahaan (focal firm) mengambil peran sebagai integrator sistem dan memadukan kontribusi bersama dari sebuah jaringan yang terdiri dari mitra-mitra dalam rantai desain sehingga menghasilkan produk baru yang dapat dipasarkan [Wang dan Lin (2006)]. Suatu rantai desain membuat sebuah perusahaan dapat memperluas dan melakukan kontrak investasi pengembangan produknya sesuai
24
dengan
keinginan. Rantai desain juga memungkinkan perusahaan untuk
mempertahankan kompetensi inti terbaiknya, tetapi bergantung pada sekelompok pihak ketiga terpilih dan terpercaya untuk keahlian khusus lainnya sebagai pelengkap. Perusahaan yang mengoptimisasi rantai desainnya dapat mengurangi biaya riset dan pengembangan serta memiliki lebih banyak produk untuk dipasarkan [McGrath (2002)].
Rantai desain berbeda dengan rantai pasok. Studi dalam rantai pasok sebagian besar membahas mengenai pengadaan barang dan jasa (procurement) dan
aktivitas
penambahan
nilai
tanpa
secara
eksplisit
mendefinisikan
pengembangan produk sebagai bagian dari aktivitas tersebut. Desain sendiri merupakan tipe khusus dari transaksi penyediaan.
Menurut Twigg(1988),
perbedaan yang paling utama antara operasi dalam rantai pasok dengan rantai desain adalah dalam hal kontribusi yang diberikan oleh setiap organisasi dalam tahapan pengembangan produk.
Rantai desain terdiri dari tiga proses yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan(execution) dan operasional [Lyu dan Chang (2007)]. Optimisasi suatu rantai desain melibatkan 3 (tiga) area, yakni strategi, proses dan infrastruktur sistem. Tabel 2.1 menampilkan poin-poin dari ketiga area tersebut agar optimisasi suatu rantai desain menjadi sukses. Tabel 2. 1Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Rantai Desain [McGrath (2002)]
Elemen Strategi
Proses Manajemen Mendefinisikan tanggung jawab
Prioritas yang disepakati
Menetapkan kebijakan dan prosedur untuk mendukung tim Pengembangan mutakhir terhadap proses resolusi yang tidak disepakati. Proteksi terhadap properti intelektual Standarisasi metodologi pengembangan produk
Kerangka kerja pemilihan mitra
proses
Batasan waktu Sumber daya yang dialokasin
peran
Infrastruktur Sistem
Tujuan bisnis yang jelas
dan
Tools keseluruhan perusahaan (enterprise) terintegrasi dengan fungsionalitas kolaborasi. Software manajemen proyek
Secure network
Fasilitas yang sesuai
25
2. 3.
Pemilihan Mitra
Pada perusahaan yang akan melakukan kolaborasi, kemampuan yang penting untuk dikuasai adalah pemilihan mitra dan manajemen. Pemilihan mitra dan manajemen ini merupakan penentu keberhasilan kerjasama pengembangan yang seringkali diremehkan [McGrath dan Gordon (2003)]. Selain itu, kerangka kerja proses pemilihan mitra merupakan bagian dari srategi kesuksesan optimisasi suatu rantai desain.
Tabel 2.2 memberikan gambaran perbandingan beberapa metode evaluasi mitra yang telah digunakan secara luas dalam industri. Proses identifikasi metodemetode tersebut dilakukan berdasarkan tabel perbandingan metode evaluasi mitra Jain, Wadhwa dan Desmukh (2005) dengan sedikit penyesuaian.
Tabel 2. 2 Kelebihan dan Kelemahan Beberapa Metode Evaluasi Metode Categorical
Weighted Point Plan
2. 3. 4.
Kelebihan Dapat memasukkan kriteria kualitatif dan kuantitatif Mudah diimplementasikan Biaya implementasi terendah Data yang diperlukan minimum
1. 2.
Mudah dipahami Biaya implementasi terendah
1.
1. 2.
1. 2. 3.
Mathematical Programming
1. 2.
Solusi yang diperoleh optimum Evaluasi bersifat objektif
1. 2. 3. 4.
Kelemahan Setiap kriteria memiliki bobot yang sama Subjektif
Bobot ditentukan berdasarkan subjektifitas pengambil keputusan Skala ordinal diasumsikan sebagai skala kardinal Semua faktor harus distandarisasi atau dinormalisasi Sulit melibatkan banyak pengambil keputusan Memerlukan sembarang level aspirasi Koefisien dari fungsi objektif harus ditentukan sebelum membuat model Dalam bentuk LP/MIP. Banyak objektif yang diperlakukan sebagai kendala karena formulasi model hanya memperbolehkan satu fungsi objektif
26
Pendekatan Biaya (Cost Approach)
1. 2. 3.
4.
Memiliki orientasi pada pengendalian biaya Bias dapat dieliminasi Dapat melakukan kuantifikasi permasalahan produksi internal yang disebabkan oleh supplier Evaluasi bersifat objektif
1. 2.
3. 4. 5. 6.
Vendor Profile Analysis
Melibatkan ketidakpastian dalam prosedur penilaian
1.
2. 3.
Statistical
Dapat menyertakan ketidakpastian
Vendor Performance Index (VPI)
1. 2. 3.
Standardized Unitless Rating (SUR) Index
Setiap kriteria dapat diukur dalam unitnya sendiri Kinerja supplier diukur secara tunggal Dapat digunakan sebagai suatu kriteria penilaian dalam evaluasi yang kontinu
Kinerja supplier diukur secara tunggal
1. 2. 3.
Melibatkan banyak pengambil keputusan Dapat memasukkan kriteria kuantitatif dan kualitatif Dapat menstrukturkan masalah yang kompleks
Kemungkinan tidak dapat menstrukturkan permasalahan yang kompleks Pemberian bobot pada beragam kriteria bersifat subjektif Interpretasi hasil distribusi skor dilakukan dengan menentukan modus, variansi dan overlap
1. 2.
Asumsi distribusi Sulit untuk dipahami karena menampilkan perhitungan yang kompleks
1.
Rating dan bobot ditentukan secara subjektif Tidak mungkin diperoleh skor nol kepada suatu kriteria arena pembagian dengan nol tidak terdefinisi
2.
1. 2.
Multi-criteria Group Decision Making Model
Membutuhkan data yang sangat banyak Pendekatan kompleks memerlukan sistem akuntansi biaya yang komprehensif untuk menghasilkan data biaya yang akurat Biaya implementasi tinggi Hanya dapat dilakukan pada situasi jumlah kriteria yang relatif sedikit Tidak terlalu bermanfaat untuk membandingkan kinerja supplier Sulit melibatkan banyak pengambil keputusan
Rating dan bobot ditentukan secara subjektif Skor tidak dapat digunakan dalam penilaian yang sifatnya kontinu
Subjektifitas dalam menentukan rating supplier
27
4. Dapat dilaksanakan dengan pertemuan tatap muka maupun kuisioner melalui pos Analytic Hierarchy Process (AHP)
1.
2. 3.
Representasi hirarki suatu sistem dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi akan berpengaruh pada prioritas kriteria pada level yang lebih rendah Stabil dan fleksibel Kinerja supplier dapat dimonitor atau setidaknya dapat dilihat oleh pembeli (buyer) sampai dengan skala tertentu dengan maksud pengelolaan yang lebih baik
1. 2. 3.
4. 5.
6.
Tidak terlalu bermanfaat untuk membandingkan kinerja supplier Sulit melibatkan banyak pengambil keputusan Kemungkinan tidak dapat menstrukturkan permasalahan yang kompleks Pemberian bobot pada beragam kriteria bersifat subjektif Interpretasi hasil distribusi skor dilakukan dengan menentukan modus, variansi an overlap Penggunaan metode statistika tidak cukup familiar bagi kebanyakan pengguna sehingga proses menjadi menjadi lambat dan tidak efisien
2. 3. 1. Kriteria Pemilihan Mitra
Beragam kriteria mengenai pemilihan mitra banyak ditemukan dalam studi rantai pasok. Jain, Wadhwa dan Desmukh (2005), mengelompokkan atributatribut pemilihan supplier menjadi enam kategori utama, yakni biaya, kualitas, waktu siklus, layanan, hubungan kerjasama, dan profil organisasi. Sedangkan Sevkli dkk (2007) mendefinisikan kriteria pemilihan supplier ke dalam enam kategori utama yaitu penilaian kinerja (performance assessment), sumberdaya manusia, sistem kualitas, pabrikasi (manufacturing), bisnis dan teknologi informasi. Kriteria utama ini kemudian diuraikan kembali menjadi beragam subkriteria yang mungkin mempengaruhi pilihan pembeli terhadap supplier tertentu. 2. 3. 2. Pemilihan Mitra dalam Rantai Desain
Pemilihan mitra dalam rantai desain pada tahap awal pembentukan kerjasama mitra biasanya melibatkan banyak kriteria pemilihan dan kendala yang bersifat kualitatif (mis. kemampuan pengembangan) atau kuantitatif (mis. biaya)
28
[Wang dan Lin (2006)] sehingga diperlukan metode pemilihan yang lebih teliti untuk membantu pengambil keputusan menganalisa solusi dari beragam kriteria dan kendala dalam memilih mitra yang sesuai.
Kriteria pemilihan mitra dalam rantai desain berbeda dengan kriteria pemilihan mitra dalam rantai pasok. Menurut McGrath (2003), kriteria pemilihan mitra rantai desain lebih memperhatikan akses terhadap inovasi, mengurangi waktu proses hingga pemasaran (time-to-market) dan memperluas lingkup internal R&D perusahaan. McGrath kemudian menyatakan bahwa ada berbagai model pemilihan mitra yang dapat diaplikasikan, bergantung pada alasan perusahaan saat berkolaborasi dalam hal cakupan, kedalaman dan tipe kerjasama (partnership). Setiap model memiliki kriteria yang spesifik untuk memilih mitra yang ideal. Tabel 2.3 menunjukkan kriteria pemilihan dari McGrath.
Tabel 2. 3 Kriteria Pemilihan Mitra McGrath [Mc Grath (2003)] Teknologi (Technology) Teknologi yang diperlukan Sejarah inovasi Intelektual properti Kemampuan Pengembangan (Development Capabilities) Keahlian yang diperlukan Kapasitas yang memadai Fleksibilitas Kesesuaian Organisasi (Organizational Alignment) Kesesuaian kultur (cultural fit) Kesesuaian organisasi mitra
Kesesuaian Proses (Process Compatibility) Kesamaan proses pengembangan Otomasi proses pengembangan produk Kesesuaian perangkat desain Ketahanan Finansial (Financial Viability) Kesehatan bisnis secara finansial Struktur harga yang kompetitif Penataan penentuan harga dan finansial (Pricing and Financial Arrangement) Hak atas property intelektual Kemauan untuk menjadikan biaya sebagai modal (capitalize cost) untuk pemesanan di masa depan Unit pricing vs. volume discounts Syarat dan kondisi lainnya
Deck dan Strom sebagaimana dikutip dalam Wang dan Lin (2006) memberikan empat kriteria pemilihan mitra dalam rantai desain. Kriteria-kriteria tersebut yaitu 1. Pengembalian jangka pendek (short term returns) 2. Kemungkinan jangka panjang (long term potentials) 3. Visi bersama teknologi dan pengembangan pasar 4. Pembagian keuntungan dari kerjasama
29
2. 3. 3. Kriteria Pemilihan Mitra dalam Rantai Desain
1. Teknologi Perusahaan (focal firm) harus memiliki keyakinan bahwa mitra memiliki teknologi yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan dalam jangka panjang. Technological alignment di antara mitra dalam kerjasama pengembangan (codevelopment) merupakan kondisi cukup untuk menghasilkan nilai (value) dari suatu produk [Emden, dkk (2006)]. Atribut yang akan dievaluasi dari kriteria teknologi ini adalah kemampuan memperbaharui teknologi dan kemampuan inovasi.
a. Kemampuan memperbaharui teknologi (technology advancement) Kemampuan memperbaharui teknologi berkaitan dengan kemampuan teknik kandidat mitra dan pengetahuan teknologi dari pengalaman sebelumnya (overlapping knowledge base). Untuk mengukur kemampuan tersebut dalam jangka panjang, focal firm melakukan prediksi atau peramalan (forecasting) teknologi. Peramalan teknologi berkaitan dengan karakteristik teknologi seperti kecepatan pesawat militer, tenaga mesin (dalam watt) di masa depan, akurasi atau presisi suatu instrumen pengukuran, dan lain-lain. Dalam peramalan, tidak perlu dinyatakan bagaimana karakteristik tersebut akan diperoleh. Selain itu, peramalan teknologi biasanya hanya berkaitan dengan mesin, prosedur atau tenik yang digunakan.
b. Kemampuan inovasi Definisi klasik dari inovasi yang dikutip dalam ensiklopedi onlinewikipedia, antara lain “the process of making improvements by introducing something new”. Karakterisasi inovasi dinyatakan dengan sesuatu yang menambah nilai(value) dan melibatkan resiko. Oleh karena itu, kemampuan inovasi mitra dapat diukur dengan menggunakan properti intelektual atau portofolio paten [Wang dan Lin (2006)] dan investasi R&D [Innovation, wikipedia]. Rating kinerja
30
pada kriteria ini dinilai berdasarkan pertambahan jumlah properti intelektual yang dimiliki mitra serta besarnya investasi R&D.
2. Kemampuan Pengembangan (Development Capabilities)
Selain kriteria teknologi, kompetensi teknik lainnya yang harus dimiliki mitra adalah tersedianya staf teknik yang cukup dan memiliki keahlian untuk mendukung proyek pengembangan produk perusahaan. Codevelopment alliances terbentuk ketika keahlian teknik menjadi pelengkap penting dalam menciptakan kemampuan khas kolaborasi. Perusahaan (focal firm) mencari mitra yang memiliki keahlian dan sumber daya pelengkap yang dapat diintegrasikan dan disinergikan dengan sumber daya miliknya [Emden, dkk (2006)]. Faktor kemampuan pengembangan lainnya yang perlu dievaluasi adalah kecukupan kapasitas dan fleksibilitas.
a. Keahlian (skill) yang diperlukan Faktor yang dievaluasi adalah banyaknya pegawai yang dimiliki kandidat mitra,
adanya aktivitas peningkatan keahlian profesional (pendidikan) dan
pelatihan sumber daya manusia yang dimiliki mitra secara rutin serta banyaknya staf teknik yang menunjukkan kapabilitas teknik kandidat mitra.
b. Kecukupan kapasitas Jika perusahaan akan melakukan kolaborasi dengan mitra dari tahap desain hingga tahap manufaktur atau fabrikasi maka perlu dilakukan evaluasi kecukupan kapasitas. Faktor ini bersifat pilihan. Kapasitas produksi terdiri dari kapasitas desain dan kapasitas efektif. Kapasitas desain menggambarkan banyaknya unit yang diproduksi pada periode waktu tertentu seperti per minggu, per bulan atau per tahun sedangkan kapasitas efektif adalah kapasitas yang diharapkan perusahaan jika operasional perusahaan dihadapkan pada suatu kendala [Sevkli,dkk (2007)].
31
c. Fleksibilitas Simchi-Levi, dkk (2003) mendefinisikan fleksibilitas dalam aliansi strategis sebagai 1. Kemampuan untuk bereaksi lebih baik terhadap perubahan permintaan konsumen. 2. Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan teknik mitra sehingga mempercepat waktu siklus pengembangan produk. 3. Kemampuan mendapatkan akses terhadap teknologi baru dan inovasi mitra. Fleksibilitas dalam hal ini diartikan sebagai kemauan kandidat mitra untuk beradaptasi dengan kebutuhan dan perubahan yang mungkin muncul dalam kolaborasi [Emden, dkk (2006)]. Kemampuan adaptasi merupakan karakteristik perlu bagi mitra-mitra dalam kolaborasi dan kemampuan inilah yang dicari para manajer dari para kandidat mitra. Fleksibilitas kandidat mitra dapat dinilai dengan memahami reaksi mereka terhadap situasi ekstrim secara historis.
3. Kesesuaian Organisasi (Organizational Alignment)
Level kesesuaian organisasi ini perlu dievaluasi untuk mengetahui adanya kesesuaian kultur dan organisasi perusahaan. Keragaman yang muncul dalam perbedaan kultur dan prosedur dapat menjadi akar dari permasalahan dan berpengaruh negatif terhadap interaksi dalam kerjasama.
a. Kesesuaian kultur Kultur (culture) sebagaimana dikutip dalam [Emden, dkk (2006)] adalah kumpulan kognisi, ekspektasi, mindset, norma dan nilai-nilai dalam organisasi. Emden, dkk kemudian mengartikan kultur sebagai dasar-dasar bagaimana seseorang mengambil keputusan dan membentuk prilaku kolektif.
Kesesuaian kultur biasanya berhubungan dengan karakteristik kultural dari organisasi-organisasi mitra [Carpenter dan Sanders (2007)]. Mitra dengan kultur yang sesuai lebih dapat mengerti satu sama lain dan bekerja sama untuk tujuan yang sama. Selain itu, mereka pun relatif lebih mudah mengatasi konflik [Emden,
32
dkk (2006)].
Dalam hal ini, mereka pun harus berbagi logika bisnis dan
komitmen yang sama.
b. Kesesuaian organisasi Hubungannya dengan perubahan teknologi adalah pada fungsi perusahaan. Sebagai contoh kandidat mitra yang memiliki orientasi pada tenggat waktu pengiriman dengan kandidat mitra yang memiliki orientasi rekayasa (engineering) tentu saja berbeda dan tidak memiliki kesesuaian yang cukup.
Selain hal yang telah disebutkan sebelumnya, perusahaan yang bekerja sama seringkali memiliki sistem informasi dan sistem pelaporan yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan sulitnya mengawasi kinerja aliansi kelak sehingga resiko kegagalannya menjadi besar [Carpenter dan Sanders (2007)]. Kesesuaian struktur sebenarnya dapat diukur melalui penyesuaian sistem pelaporan finansial, akan tetapi konflik dapat muncul pada pengaturan otoritas dan pengambilan keputusan.
Dalam kriteria ini, hal-hal yang akan dievaluasi yaitu struktur organisasi dan kejelasan definisi pekerjaan masing-masing pegawai, serta sistem informasi dan pelaporan kandidat mitra.
4. Kesesuaian Proses (Process Compatibility)
Kesesuaian proses merupakan hal lain yang perlu dievaluasi dari kandidat mitra secara lebih komprehensif dibandingkan dengan kriteria lainnya. Mekanisme kontrol masing-masing mitra dalam kolaborasi diharapkan dapat disatukan. Beberapa poin yang akan diukur dalam hal ini antara lain
a. Kesamaan proses pengembangan produk Idealnya proses pengembangan produk kandidat mitra bersifat formal, cepat, fleksibel dan cocok dengan proses pengembangan produk focal firm. Jika
33
proses pengembangan produk kandidat mitra bersifat informal, ad hoc atau terlalu birokratis maka kandidat mitra diberi predikat sangat buruk.
b. Otomasi proses pengembangan produk Poin ini digunakan untuk mengukur efektifitas kerja sama mitra dalam rantai desain. Jika ada otomasi proses maka kandidat mitra diberi predikat baik.
c. Kesesuaian perangkat desain Kesesuaian perangkat desain diperlukan agar kolaborasi dalam rantai desain menjadi efektif dan tidak dikacaukan oleh sulitnya kecocokan desain antar mitra.
5. Ketahanan Finansial (Financial Viability)
Kriteria ini perlu diberikan agar terdapat jaminan bahwa kandidat mitra sehat secara finansial dalam jangka panjang sehingga tidak akan bermasalah di kemudian hari. Hal ini disebabkan dalam kolaborasi dibutuhkan kemauan dan kemampuan mitra berkontribusi dalam hal sumber daya dan kemampuan [Carpenter dan Sanders (2007)].
a. Kesehatan bisnis secara fiskal Kekuatan finansial jangka panjang dapat dievaluasi antara lain melalui meningkatnya pendapatan, pembagian bahkan pengurangan biaya administrasi mitra serta pembatasan investasi dengan pembagian resiko antar mitra[Levi, dkk (2003)]. Beberapa metode yang sering digunakan untuk memprediksi kekuatan finansial suatu perusahaan antara lain Z-Score Model, Gambler’s Ruin Model, Sustainable-Growth Rate dan Operating Leverage[Carpenter dan Sanders(2007)]. Model-model tersebut dapat digunakan secara cepat untuk mengetahui kekuatan finansial suatu perusahaan. Penggunaannya seringkali
tidak hanya untuk
memprediksi kesehatan finansial dan prospek perusahaan besar tetapi dapat pula digunakan untuk mengestimasi suatu bisnis baru.
34
Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah SustainableGrowth Rate dengan parameter ROE (net income dibagi ekuitas) dan dividendpayout ratio. Nilai yang diperoleh dari metode analisis ini adalah kecepatan tumbuh yang dapat dipertahankan perusahaan dengan struktur modal yang dimilikinya. Sustainable Growth Rate dihitung dengan persamaan :
Sustainable Growth-Rate = ROE x (1- dividend-payout ratio)
(2. 1)
ROE (Return on Equity)
besarnya kemampuan perusahaan menghasilkan profit. Net income dibagi equity.
Dividend-payout ratio
persentasi pendapatan perusahaan per share yang dibayarkan dalam bentuk dividen.
b. Struktur biaya kompetitif Struktur biaya (cost structure) adalah gabungan antara biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost) dalam operasi suatu perusahaan [Lasher (2005)]. Istilah operasi ditujukan pada aktivitas bisnis perusahaan secara ekslusif pada kegiatan finansial jangka panjang. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah ketika level penjualan berubah sedangkan biaya variabel akan berubah jika level penjualan berubah. Beberapa hal yang termasuk ke dalam biaya tetap antara lain sewa, depresiasi, utilitas, dan gaji pegawai. Contoh dari biaya variabel antara lain material langsung (direct materials), direct labor dan segala sesuatu yang akan ikut berubah bergantung pada volume seperti komisi penjualan.
2. 4. Model Pemilihan Mitra Fuzzy Hybrid Decision Aid
Dalam model yang dikonstruksi oleh Wang dan Lin (2006) ini rantai desain dimodelkan sebagai jaringan tahapan-tahapan dengan masing-masing tahapan menyatakan fungsionalitas yang harus dipenuhi untuk mengubah permintaan produk menjadi desain produk lengkap yang dapat diproduksi. Tujuan dari model ini adalah untuk membantu perusahaan memilih sekumpulan mitra yang dapat memaksimumkan skor kinerja total rantai desain sekaligus memenuhi target waktu pengembangan dan kendala biaya.
35
Gambar 2.1 merupakan proses pemilihan mitra yang memaksimumkan skor kinerja total rantai desain serta sesuai dengan batasan biaya dan waktu pengembangan. Diawal proses, pengambil keputusan harus mendefinisikan kriteria pemilihan yang diperlukan serta bobot relatif dari kriteria tersebut dalam proses pemilihan. Selain itu, pengambil keputusan memperkirakan nilai setiap kandidat mitra berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan dalam rantai desain. Kemudian fuzzy multicriteria outranking model digunakan untuk mengevaluasi kinerja setiap kandidat mitra dengan cara menentukan agregasi skor kinerja setiap kandidat mitra pada setiap tahap. Pendekatan outranking memiliki kemampuan partial compensatory yang sesuai jika digunakan dalam situasi adanya ketidaktepatan pada tahap awal pembentukan kemitraan. Skor yang diperoleh lalu digunakan dalam fuzzy partner selection optimization model sebagai koefisien fungsi objektif. Model optimisasi ini memilih serangkaian mitra yang memaksimumkan skor kinerja total rantai desain serta memenuhi waktu target pengembangan dan kendala biaya. Karena informasi yang ada bersifat tidak tepat, pengambil keputusan dapat menyesuaikan parameter atau kendala target kinerja secara interaktif untuk mengevaluasi kehandalan mitra terpilih.
Misalkan Ai menyatakan himpunan kandidat mitra untuk tahap i. Setiap kandidat mitra pij ∈ Ai dapat dikarakterisasi dengan menggunakan skor kinerja
~ agregat rij = G (g 1 ( pij ), g 2 ( pij ), …, g m ( pij )) , durasi d ij dan biaya c~ij
sedangkan
g k ( pij ) menyatakan nilai dari kandidat mitra tersebut pada kriteria k ∈ [1, m ] dan G adalah fungsi yang mengagregasi nilai-nilai kinerja dari seluruh kriteria untuk
setiap kandidat mitra.
Skala numerik (misalkan 1-10) biasanya digunakan untuk menentukan nilai kandidat mitra terhadap kriteria tertentu. Akan tetapi, kinerja kandidat mitra pun sulit untuk diukur dalam suatu angka yang akurat karena sebagian besar kriteria pemilihan bersifat kualitatif dan tidak tepat (imprecise). Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan fuzzy set theory yang dikarakterisasi dengan possibility distribution atau fuzzy numbers.
36
Gambar 2. 1 Proses Pemilihan Mitra dalam Rantai Desain Wang dan Lin
Nilai kinerja kandidat mitra terhadap kriteria tertentu ditentukan berdasarkan skala linguistik yang didefinisikan sebagai himpunan L : tidak ada(1), sangat buruk sekali(2), sangat buruk(3), cukup buruk(4), buruk(5), medium(6), cukup baik(7), baik(8), sangat baik(9), sangat baik sekali(10), setiap penilaian dinyatakan secara numerik.
37
Nilai kinerja yang tidak tepat tadi dapat ditetapkan sebagai bilangan fuzzy trapezoidal (r1 , r2 , r3 , r4 ) dengan ri ∈ L . Nilai diantara r2 dan
r3 adalah nilai
yang paling besar kemungkinannya sedangkan nilai yang lebih kecil dari r1 dan lebih besar dari r4 adalah nilai yang paling kecil kemungkinannya. Nilai yang berada diantara (r1 , r2 ) serta (r3 , r4 ) memiliki kemungkinan diantara terkecil sampai terbesar.
Serupa dengan nilai kinerja kandidat mitra, durasi dan biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu desain komponen sulit diestimasi secara akurat pada tahap awal pembentukan kerjasama mitra karena pengambil keputusan tidak yakin dengan ketepatan penilaiannya secara numerik. Akan tetapi rentang yang mungkin dan nilai yang mungkin terjadi dalam rentang tersebut dapat diestimasi oleh seorang yang berpengalaman/ahli.
Durasi dan biaya kemudian dinyatakan dengan teori himpunan fuzzy ~ d = (d 1 , d 2 , d 3 , d 4 ) . Target waktu pengembangan dan biaya dari suatu proyek
dapat bersifat fleksibel dan seringkali ditentukan oleh preferensi pengambil keputusan. Parameter yang bersifat fleksibel ini dapat pula dinyatakan dengan e = (0, 0, e1 , e2 ) , target durasi fleksibel proyek himpunan fuzzy. Misalkan ~ merupakan derajat kepuasan waktu pengembangan yang terjadi terhadap waktu target pengembangan dari pengambil keputusan. Jika waktu pengembangan yang diperoleh tidak lebih besar dari e1 maka manajer proyek akan merasa puas. Akan tetapi, jika waktu pengembangan lebih besar dari e1 maka derajat kepuasan akan menurun sedangkan jika waktu pengembangan lebih besar dari e2 maka derajat kepuasan menjadi nol. 2. 4. 1. Model Multi Criteria Outranking
Kinerja
kandidat
mitra
terhadap
setiap
kriteria
pemilihan
direpresentasikan dengan bilangan fuzzy. Concordance dan discordance index dihitung berdasarkan teori posibilitas. Indeks-indeks tersebut berdasarkan
38
possibility measure ∏ dan necessity measure N dapat digunakan untuk
membandingkan dua bilangan fuzzy.
Possibility Measure ~ ~ Misalkan possibility distribution F , posibilitas terjadinya fuzzy event A ~ (2. 2) ∏ A = sup min(μ F~ (x ), μ A~ (x ))
Definisi
()
~ F
x
Necessity Measure ~ ~ Misalkan possibility distribution F , necessity terjadinya fuzzy event A ~ N F~ A = inf min (1 − μ F~ ( x ), μ A~ ( x )) x
Definisi
()
(2. 3)
~ ~ Misal diberikan dua bilangan fuzzy M dan N , empat indeks didefinisikan untuk mengevaluasi relasi yang mungkin diantara dua bilangan fuzzy tersebut. ~ ~ ~ PG M , N = ∏ N ,+∞ = sup min (μ M~ (u ), μ N~ (v )) (2. 4)
(
(
)
)
~ M
([
))
u ;u ≥v
( ]N~ ,+∞ ) = sup inf min(μ
(u ), 1 − μ (v ))
(2. 5)
~ ~ ~ NG M , N = N M~ N ,+∞ = inf sup min (1 − μ M~ (u ), μ N~ (v ))
(2. 6)
~ ~ PSG M , N = ∏
(
u
([
)
(
~ M
)
~ ~ NSG M , N = N M~
))
u
u ;v ≥u
~ M
~ N
u ;v ≤ u
( ]N~ ,+∞ ) = 1 − sup min(μ u ≤v
~ M
(u ), μ (v )) ~ N
(2. 7)
PG(M,Ñ), PSG(M,Ñ), NG(M,Ñ), dan NSG(M,Ñ) bernilai [0, 1] . PG(M,Ñ) menyatakan tingkat kemungkinan proposisi M ≥ Ñ
benar
sedangkan PSG(M,Ñ) menyatakan tingkat kemungkinan proposisi M > Ñ benar. Kedua indeks tersebut mengestimasi peluang maksimum kejadian M ≥ Ñ dan M > Ñ akan terjadi. NG(M,Ñ) merupakan tingkat diperlukannya proposisi M ≥ Ñ benar sedangkan NSG(M,Ñ) merupakan tingkat diperlukannya proposisi M > Ñ benar. Kedua indeks ini berguna untuk mengestimasi peluang minimum kejadian M ≥ Ñ serta M > Ñ akan terjadi. Indeks PG, PSG, NG, dan NSG mencirikan perbandingan yang berbeda antara dua bilangan fuzzy dari situasi terburuk sampai dengan yang terbaik.
39
Definisi
Operator OWA
Operator OWA berdimensi n adalah pemetaan F : I n → I (dengan I = [0,1] ) yang berkorespondensi dengan vektor bobot V = (v1 , v 2 , … , v n ) sehingga T
(1) vi ∈ [0,1], 1 ≤ i ≤ n ,
n
(2)
∑v i −1
i
=1
F (a1 , a 2 ,… , a n ) = v1b1 + v 2 b2 + … + v n bn
(2. 8)
bj menyatakan elemen terbesar ke-j dalam a1,a2, …, an Fungsi agregasi Ordered Weighted Averaging (OWA) operator (Yager 1988) mengkombinasikan keempat indeks di atas sesuai dengan keinginan pengambil keputusan. OWA operator dapat digunakan untuk menyediakan transisi kontinu dari skenario terburuk (worst-case) sampai dengan skenario terbaik (bestcase).
Definisi
Concordance Index
CIk (a, b) = FQ (PG(gk (a), gk (b)), PSG(gk (a), gk (b)), NG(gk (a), gk (b)), NSG(gk (a), gk (b))) (2. 9)
FQ adalah operator OWA dan vektor pembobotan VQ = (v1 , v 2 , v3 , v 4 ) yang ditentukan dengan menggunakan linguistic quantifier Q(r ) = r α . Bobot yang diasosiasikan dengan V diperoleh melalui persamaan ⎛i⎞ ⎛ i −1⎞ v i = Q⎜ ⎟ − Q⎜ ⎟, i = 1, …, n ⎝n⎠ ⎝ n ⎠
(2. 10)
Parameter α memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan perbandingan strategi dari situasi buruk sampai dengan situasi terbaik. Jika situasi terbaik yang akan diamati maka parameter α dapat diturunkan hingga mendekati 0. Sebaliknya jika situasi terburuk yang akan diamati maka α>1 sedangkan α = 0 menyatakan situasi rata-rata.
40
Aggregated Concordance Index Indeks ini merupakan ukuran apakah a lebih besar atau sama dengan b yang diperoleh dengan mengagregasi seluruh concordance index dari masing-masing kriteria. GCI (a, b ) = ∑ wk × CI k (a, b )
(2. 11)
k
wk menyatakan bobot relatif pentingnya kriteria k.
Definisi
Discordance Index
Discordance index didefinisikan sebagai derajat keraguan fuzzy number a lebih baik atau sama dengan b pada kriteria k. DI k (a, b ) = NSG ( g k (b ), g k (a ))
(2. 12)
Aggregated Discordance Index
D(a, b ) =
1 n ∑ f (DI k (a, b ), GCI (a, b )) n k =1
(2. 13)
Indeks ini didefinisikan untuk melemahkan efek aggregated concordance index. 1, ⎧ ⎪1 − DI (a, b) f (DIk (a, b),GCI(a, b)) = ⎨ k , ⎪⎩1 − GCI(a, b)
DIk (a, b) < GCI(a, b) DIk (a, b) > GCI(a, b), GCI(a, b) ≠ 1
(2. 14)
Fungsi f digunakan untuk membandingkan discordance index dari setiap criteria dengan aggregated concordance index.
Fuzzy Outranking Index S (a, b ) = GCI (a, b ) × D(a, b )
(2. 15)
Jika seluruh discordance index kurang dari aggregated concordance index maka derajat outranking di antara mitra a dan b akan sama dengan aggregated concordance index diantara keduanya. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka aggregated discordance index akan mengurangi keyakinan bahwa a lebih dari b.
41
Skor Kinerja Kandidat Mitra Skor kinerja kandidat mitra a pada tahap i didefinisikan sebagai derajat non dominansi ternormalisasi relatif terhadap kandidat mitra lainnya pada tahap tersebut. n
100 ria =
∑ S ( a, b)
b =1, a ≠ b n
n
∑ ∑ S ( a, b)
(2. 16)
a =1 b =1, a ≠ b
2. 4. 2. Model Optimisasi Pemilihan Mitra Fuzzy
Model optimisasi pemilihan mitra fuzzy digunakan untuk memilih sekumpulan mitra yang memaksimalkan skor kinerja total seluruh rantai desain dan memenuhi target waktu pengembangan serta kendala biaya. Input dari model ini adalah skor kinerja yang menjadi output dari Model Multi Criteria Outranking. Formulasi model tersebut adalah sebagai berikut
n
Banyaknya tahapan
mi
Banyaknya kandidat mitra pada tahap i ∈ {1, 2,… , n}
rij
Skor kinerja kandidat mitra j pada tahap i
xi = j
Pekerjaan pengembangan pada tahap i diberikan pada kandidat j,
X = [x1 , …, x n ]
Vektor yang menyatakan mitra-mitra terpilih
H
Himpunan pasangan tahapan yang menyatakan kendala berurut
j ∈ {1, 2,…, mi }, i ∈ {1, 2,… , n}
(precedence constraints)
~ si ( x )
Waktu mulai fuzzy tahap i untuk himpunan mitra terpilih X
~ f i (x )
Waktu akhir fuzzy tahap i untuk himpunan mitra terpilih X
~ d ij
Durasi fuzzy yang diperlukan untuk menyelesaikan fungsi tahap i untuk kandidat j
c~ij
Biaya fuzzy yang diperlukan untuk menyelesaikan fungsi tahap i untuk kandidat j
~ T ~ K
Preferensi waktu penyelesaian proyek fuzzy Preferensi biaya pengembangan fuzzy untuk keseluruhan proyek
42
τ ρ
Target derajat kepuasan kendala waktu penyelesaian proyek Target derajat kepuasan kendala biaya pengembangan proyek n
Fungsi tujuan :
Max R = ∑ ri xi
(2. 17)
~ ~ ~ si ( X ) + d ix = f i ( X )
(2. 18)
i =1
Kendala
:
i
~ fi (X ) ≤ ~ s k ( X ), ∀ (i, k ) ∈ H n
∑ c~ i =1
ixi
(2. 19)
~ = C (X )
( ) ~ ~ SAT (C ( X ), K ) ≥ ρ
~ ~ SAT f n ( X ), T ≥ τ
xi ∈ {1, 2,…, mi }, i ∈ {1, 2,… , n}
(2. 20) (2. 21) (2. 22) (2. 23)
Kendala (2.18) menyatakan bahwa untuk himpunan mitra terpilih X, waktu akhir tahap i sama dengan waktu mulai ditambah durasi yang diperlukan. Kendala (2.19) menyatakan bahwa waktu akhir tahap i harus kurang dari waktu mulai tahap k jika i lebih awal dari k. Kendala (2.20) menghitung total biaya pengembangan dari mitra terpilih. Kendala (2.21) dan (2.22) membatasi derajat kepuasan waktu dan biaya pengembangan keseluruhan proyek harus lebih besar atau sama dengan target derajat kepuasan kendala waktu dan biaya pengembangan yang telah ditentukan. Kendala (2.23) menyatakan bahwa untuk semua i, xi harus berada dalam domainnya.
( )
~ SAT a~, b
adalah fungsi untuk menentukan derajat kepuasan sebuah
kendala fuzzy yang melibatkan parameter fleksibel dan tidak pasti berupa ~ bilangan fuzzy a~ dan b . Fungsi ini ditentukan dengan menggunakan qualitative possibility theory yang dikemukakan oleh Dubois dan Prade. ~ Misal X himpunan mitra terpilih dan f n ( X ) merupakan waktu taktentu
penyelesaian proyek yang dikarakterisasi dengan possibility distribution
μ
~ fn ( X )
~ terhadap X. Kemudian diberikan preferensi waktu penyelesaian T , maka derajat kepuasan kendala waktu penyelesaian fuzzy dinyatakan dengan
43
(
)
~ ~ SAT f n ( X ), T = inf max(1 − μ ~f ( X ) ( x), μ T~ ( x)) x
(2. 24)
n
Fungsi SAT menentukan peluang (chance) waktu taktentu penyelesaian proyek sekumpulan X mitra terpilih lebih kecil dari waktu penyelesaian proyek yang diinginkan pada situasi terburuk.
Gambar 2. 2 Grafik Derajat Kepuasan Waktu Pengembangan Fuzzy
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa besarnya SAT ditentukan melalui perpotongan antara 1 − μ ~f ( X ) ( x) dengan μ T~ ( x) dan hanya melibatkan sisi kanan μ ~f ( X ) ( x) yang n
n
berarti kasus terburuk penyelesaian proyek.
Derajat kepuasan biaya pengembangan fuzzy ditentukan dengan cara yang ~ sama. Misal X himpunan mitra terpilih dan C ( X ) merupakan biaya taktentu penyelesaian proyek yang dikarakterisasi dengan possibility distribution
μ
~ C(X )
terhadap X. Kemudian diberikan preferensi biaya pengembangan fuzzy untuk ~ keseluruhan proyek K , maka derajat kepuasan kendala biaya fuzzy dinyatakan dengan
(
)
~ ~ SAT C ( X ), K = inf max(1 − μ C~ ( X ) ( x), μ K~ ( x)) x
2. 5.
(2. 25)
Teori Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy (fuzzy set) merupakan suatu konsep yang digunakan untuk
merepresentasikan
ketidaktepatan
(imprecision)
dan
kesamaran
44
(vagueness). Himpunan ini menjadi alternatif dari keanggotaan himpunan klasik dan logika yang akarnya berasal dari filosofi Yunani kuno6.
Teori himpunan fuzzy pertama diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh dari Departemen Teknik Elektro University of California di Berkeley pada tahun 1965 dan berkembang pesat di tahun 1980-an. Zadeh merupakan orang Iran yang menamatkan
pendidikan
sarjananya
di
Universitas
Teheran,
kemudian
melanjutkan studi magister di Massachusets Institut of Technology serta mendapatkan gelar doktor di University of Columbia. Publikasi Zadeh yang pertama mengenai teori himpunan fuzzy adalah "Fuzzy Sets" yang dimuat dalam Information and Control, 1965 [Azwir (1996)].
Zadeh menyatakan "semakin meningkat kompleksitas suatu sistem, kemampuan kita untuk membuat pernyataan (model) yang tepat dan signifikan mengenai perilakunya akan berkurang hingga mencapai suatu ambang batas. Pada ambang batas ini kepresisian dan keberartian hampir menjadi karakteristik yang saling bebas (mutually exclusive)". Dengan kata lain, "semakin rumit suatu sistem, kepresisian menjadi kurang begitu penting". Sistem yang makin kompleks seringkali lebih mudah jika dimodelkan secara kualitatif. Akibatnya adalah sistem tersebut memiliki kesamaran, batasan yang tidak tegas dan ketidakpastian [Azwir (1996)]. Sebagai contoh antara lain sistem ramalan cuaca, sistem kontrol, sistem sosial, dan sistem manusia. Kepresisian atau ketepatan dalam membuat model sistem tersebut seringkali kurang memberikan kontribusi yang berarti terutama dari sisi kemudahan implementasi dan fleksibilitas walaupun model yang 6
Sifat presisi matematika saat ini mampu mencapai kesuksesannya berkat usaha Aristoteles dan filsuf-filsuf lainnya melalui penggunaan teori logika yang berkembang menjadi matematika dan disebut "Hukum Pemikiran (Law of Thoughts)". Salah satu hukumnya, Law of Excluded Middle menyatakan bahwa setiap preposisi haruslah bernilai Benar (True) atau Salah (False). Keraguan akan hukum tersebut kemudian muncul bahkan ketika Parmenides mengusulkan versi pertama teori ini (± 40 SM). Antara lain dari Heraclitus yang mengatakan bahwa sesuatu dapat bernilai benar atau tidak benar secara bersamaan. Plato-lah yang kemudian meletakkan dasar logika fuzzy dengan mengatakan bahwa terdapat region ketiga (di antara benar dan salah) sebagai sanggahan dari pemikiran sebelumnya. Beberapa filsuf modern kemudian menyuarakan hal yang sama, seperti Hegel, Marx dan Engels. Lukasiewicz merupakan orang pertama yang mengemukakan alternatif sistematis dari logika dua nilai (bi-valued) Aristoteles [Hellmann (2001)].
45
dihasilkan akan semakin mampu mewakili karakteristik objek yang dimodelkan. Untuk mengatasinya, seringkali model disederhanakan dengan menggunakan asumsi-asumsi. Hal ini menjadi bersebrangan dengan kepresisian yang diharapkan. Di sisi lain, model yang semakin rumit akan semakin membutuhkan suatu perangkat (tools) yang memiliki kemampuan tinggi untuk memproses model tersebut.
Teori himpunan fuzzy dapat memodelkan suatu sistem yang kompleks dengan cara yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode konvensional tanpa mengurangi kemampuannya untuk mewakili karakteristik sistem. Himpunan fuzzy memperkenalkan kesamaran yang bertujuan mengurangi kompleksitas dengan mengeliminasi batas kaku (sharp boundary) yang membagi anggota dan non anggota dari suatu kelas. Hal ini berbeda dengan konsep himpunan yang biasa dikenal dalam matematika klasik yaitu himpunan crisp (crisp set). Dalam himpunan crisp suatu objek adalah anggota atau bukan anggota dari suatu himpunan dan batas keanggotaan bersifat jelas atau tegas. 2. 5. 1.
Himpunan Fuzzy dan Himpunan Crisp
Fungsi karakteristik himpunan crisp memberikan nilai 1 atau 0 terhadap setiap elemen dalam himpunan universal sehingga membedakan secara jelas antara anggota dengan non anggota dalam himpunan crisp tersebut. Misalkan X adalah himpunan bilangan riil yang merupakan bilangan integer (bilangan yang habis dibagi). Dari himpunan X tersebut dapat didefinisikan subhimpunan A, misalkan semua nilai diantara 2 dan 9 (2 < γ < 9). Fungsi karakteristik7 dari A digambarkan sebagai berikut,
7
Fungsi karakteristik memberikan nilai 1 atau 0 untuk setiap elemen di X, bergantung pada apakah elemen tersebut berada dalam subhimpunan A atau bukan.
46
γ Gambar 2. 3 Fungsi Karakteristik Himpunan Crisp
Elemen yang diberikan nilai 1 dapat diinterpretasikan sebagai elemen yang berada dalam himpunan A dan elemen mendapat nilai 0 merupakan elemen yang bukan merupakan anggota himpunan A. Konsep ini digunakan pada banyak area aplikasi, akan tetapi dengan mudah dapat
diketahui bahwa konsep tersebut
kurang fleksibel untuk beberapa aplikasi seperti klasifikasi dalam analisis data (remotely sensed data analysis) [Hellmann (2001)].
Sebagai contoh kurus, gemuk, sangat kurus dan sangat gemuk merupakan istilah yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang dikatakan gemuk saat berat badannya
lebih besar 60 kg, maka Roni yang
beratnya 59,7 kg akan dikatakan tidak gemuk dan Arif yang beratnya 60,1 kg akan dikatakan gemuk padahal peralihan atau selisih berat badan mereka hanya 0,3 kg. Hal ini menimbulkan kerancuan dalam klasifikasi data mengenai berat badan. Agar keanggotaan suatu objek dalam himpunan dapat dinyatakan secara lebih baik dan sesuai dengan
karakteristik informasi, diperlukan suatu cara untuk
merepresentasikan hal tersebut.
Fungsi karakteristik himpunan crisp dapat diperumum sehingga nilai yang diberikan terhadap elemen himpunan universal berada pada range tertentu dan mengindikasikan tingkat keanggotaan (membership grade) elemen-elemen tersebut dalam himpunan fungsi. Fungsi yang demikian dinamakan fungsi
47
keanggotaan (membership function) dan himpunan yang didefinisikan oleh fungsi keanggotaan disebut himpunan fuzzy (fuzzy set).
Misalkan X menyatakan himpunan universal. Masing-masing elemennya dinotasikan dengan x. Fungsi keanggotaan μA yang mendefinisikan himpunan fuzzy A memiliki bentuk μ A → [0,1] . Rentang nilai antara 0 dan 1 merupakan rentang yang paling sering digunakan untuk
merepresentasikan tingkat
keanggotaan (membership grade). Semakin dekat nilai μA (x) dengan 1 maka semakin dekat x merupakan anggota dari A. Elemen dari himpunan fuzzy tidak harus berupa bilangan selama urutan diantara elemen tersebut dapat merepresentasikan kekuatan dari tingkat keanggotaan.
Tingkat
keanggotaan
dalam
himpunan
fuzzy
bukan
merupakan
probabilitas meskipun memiliki nilai yang sama. Hal yang membedakan adalah penjumlahan dari tingkat keanggotaan dalam himpunan fuzzy tidak harus sama dengan 1 [Klir dan Folger (1988)]. Teori himpunan fuzzy mendasari munculnya teori posibilitas sedangkan teori himpunan crisp mendasari teori probabilitas. Sebagaimana dinyatakan oleh Zadeh (1978), ”what is possible may not be probable and what is improbable need not be impossible”. Dengan kata lain derajat posibilitas suatu kejadian lebih besar atau sama dengan derajat probabilitasnya dan derajat probabilitas lebih besar atau sama dengan derajat keperluannya (necessity) [Dubois dan Prade (1980)].
2. 5. 2. Notasi Himpunan Fuzzy
Definisi
Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy A dikarakterisasi dengan himpunan pasangan terurut A = {( x, μ A (x )), x ∈ X }
(2. 26)
Notasi lain yang lebih sesuai yakni jika X adalah himpunan hingga {x1, ..., xn} himpunan fuzzy pada X dinyatakan dengan
48
A = μ A ( x1 ) x1 + … + μ A ( x n ) x n = ∑ μ A ( xi ) xi n
(2. 27)
i =1
Jika X tak hingga himpunan fuzzy pada X dinyatakan dengan A = ∫ μ A (x ) x
(2. 28)
X
Dua himpunan fuzzy A dan B dikatakan sama (A = B) jika dan hanya jika ∀ x ∈ X , μ A (x ) = μ B (x )
(2. 29)
Suatu himpunan fuzzy sebenarnya merupakan generalisasi subset himpunan klasik dan himpunan universal sendiri tidak pernah fuzzy.
Definisi
Support
Support dari suatu himpunan fuzzy A adalah subhimpunan biasa dari X Supp A = {x ∈ X , μ A ( x ) > 0}
Elemen x sedemikian sehingga μ A ( x ) =
Definisi
1 2
(2. 30)
merupakan crossover point dari A.
Height
Height dari himpunan fuzzy A dinyatakan dengan hgt ( A) = sup x∈X μ A ( x )
atau
batas atas terkecil dari μ A ( x ) . A dikatakan ternormalisasi jika dan hanya jika ∃ x ∈ X , μ A ( x ) = 1 atau hgt(A) = 1.
Definisi
Himpunan Kosong
Himpunan kosong ∅ didefinisikan sebagai ∀ x ∈ X , μ φ ( x ) = 0 dan ∀ x ∈ X , μ X ( x ) = 1
Definisi
(2. 31)
α-Cuts
Suatu α-cut himpunan fuzzy A adalah himpunan crisp Aα yang berisi seluruh elemen himpunan universal X dengan tingkat keanggotaan di A lebih besar atau sama dengan nilai α yang telah ditentukan. Aα = {x ∈ X | μ A ( x ) ≥ α }
(2. 32)
49
Definisi
Himpunan level dari A (set level of A)
Himpunan level dari A adalah himpunan seluruh level α ∈ [0, 1] yang menyatakan secara jelas α-cut dari suatu himpunan fuzzy A. Λ A = {α | μ A ( x ) = α
Definisi
untuk beberapa x ∈ X }
(2. 33)
Kardinalitas Skalar
Jika X adalah himpunan hingga, kardinalitas A suatu himpunan fuzzy A pada X didefinisikan sebagai A = ∑ μ A (x )
(2. 34)
x∈ X
Kardinalitas relatif yaitu proporsi elemen X yang berada dalam A dinyatakan dengan A = A X
Definisi
(2. 35)
Himpunan Bagian (Inklusi)
A dikatakan termasuk di dalam B (A ⊆ B) jika dan hanya jika ∀ x ∈ X , μ A (x ) ≤ μ B (x )
(2. 36)
Jika hubungan antara kedua fungsi keanggotaan adalah < maka inklusi yang terjadi di antara keduanya adalah ⊂ . ⊆ merupakan relasi urutan pada himpunan ~ ( X ) . Jelas bahwa A = B jika dan hanya jika A ⊆ B dari himpunan fuzzy pada X, ℘ dan B ⊆ A.
Definisi
Himpunan Fuzzy Konveks
Suatu himpunan fuzzy A dinamakan konveks jika dan hanya jika memiliki α-cut berupa himpunan konveks. Definisi lain adalah A dinamakan konveks jika dan hanya jika ∀ x1 ∈ X , ∀ x 2 ∈ X , ∀ λ ∈ [0, 1] , μ A (λx1 + (1 − λ )x2 ) ≥ min(μ A ( x1 ), μ A ( x2 )) (2. 37)
Definisi
Bilangan Fuzzy (Fuzzy Number)
Bilangan fuzzy adalah himpunan fuzzy A ternormalisasi dan konveks yang terdefinisi pada garis bilangan real ℜ sedemikian sehingga
50
1. ∃! x0 ∈ ℜ, μ A ( x0 ) = 1
(x0 dinamakan nilai rata-rata (mean value) dari A)
2. μ A (x) kontinu Bilangan fuzzy menyatakan suatu bilangan yang nilainya tak pasti (uncertain). Bilangan fuzzy dapat dinyatakan sebagai nilai fuzzy atau sebagai suatu distribusi posibilitas pada nilai non fuzzy suatu peubah [Azwir (1996)]. Bentuk dari bilangan fuzzy dapat berupa trapezoidal, triangular (piecewise linear), s-shape (piecewise quadratic) atau normal (bellshaped). 2. 5. 3. Tipe Fungsi Keanggotaan
Zadeh mengklasifikasikan fungsi keanggotaan ke dalam dua kelompok (Galindo, 2006), yakni kelompok linear yang berupa garis lurus dan kelompok Gaussian yang berupa kurva. Beberapa tipe fungsi keanggotaan yang didefinisikan dalam penelitian ini dikenal sebagai himpunan fuzzy konveks dalam teori himpunan fuzzy. a. Triangular, didefinisikan dengan batas bawah a, batas atas b dan nilai modal m sehingga a < m < b. ⎧ ⎪( x − a ) ⎪ μ (x ) = ⎨ ⎪ (b − x ) ⎪⎩
Gambar 2. 4 Himpunan fuzzy triangular
0, x ≤ a (m − a ), a < x ≤ m (b − m ), m < x ≤ b 0, x ≥ b
(2. 28)
Gambar 2. 5 Himpunan fuzzy singleton
b. Singleton, bernilai 0 pada setiap titik kecuali di titik m bernilai 1. Singleton merupakan representasi dari nilai crisp. ⎧0, ⎩1,
μ (x ) = ⎨
jika x ≠ m jika x = m
(2. 29)
51
c. Fungsi L, fungsi keanggotaannya dituliskan sebagai ⎧ 1, ⎪a − x , μ (x ) = ⎨ b a − ⎪ 0, ⎩
jika x ≤ a jika a < x ≤ b
(2. 30)
jika x > b
Gambar 2. 6 Himpunan fuzzy L
d. Fungsi Gamma, didefinisikan dengan batas bawah a dan nilai k > 0 ⎧0 ⎪ 2 Γ(x ) = ⎨ k ( x − a ) ⎪⎩1 + k ( x − a )2
Gambar 2. 7 Himpunan Fuzzy Gamma
jika x ≤ a jika x > a
(2. 31)
Gambar 2. 8 Himpunan Fuzzy Gamma Linear
e. Fungsi Trapezoid, fungsi keanggotaan
μ ( x ) dari bilangan fuzzy
trapezoidal diberikan ⎧ ⎪( x − a ) ⎪ μ (x ) = ⎨ ⎪ (c − x ) ⎪⎩
0, x ≤ a (b − a ), a < x ≤ b (c − b ), b < x ≤ c 0, x > c
(2.32)
52
Gambar 2. 9 Himpunan Fuzzy Trapezoid
Gambar 2. 10 Himpunan Fuzzy S
f. Fungsi S, didefinisikan dengan batas bawah a, batas atas b, dan nilai m
atau titik belok sehingga a <m
(2. 33)
g. Fungsi Gaussian, berbentuk lonceng Gauss. Fungsi ini dedefinisikan dengan nilai tengah m dan nilai k > 0. Semakin besar k maka kurva lonceng akan semakin sempit. G (x ) = e − k ( x − m )
2
(2. 34)
Gambar 2. 11 Himpunan Fungsi Gauss
h. Fungsi Pseudo-Eksponensial, didefinisikan dengan nilai tengah m dan nilai k > 1. Jika k membesar maka kurva pertumbuhan meningkat sehingga kurva berbentuk lonceng menjadi semakin sempit.
53
P(x ) =
1 2 1 + k (x − m )
(2. 35)
Gambar 2. 12 Himpunan Fuzzy Pseudo-Eksponensial
2. 5. 4. Operasi Teoritis pada Himpunan Fuzzy
a. Operasi Aritmetika
Simbol ⊕ dan ⊗ menandakan operasi penjumlahan dan perkalian bilangan fuzzy dalam aritmetika fuzzy. Misalkan terdapat dua bilangan fuzzy trapezoid ~ ~ A = (a1 , a 2 , a3 , a 4 ) dan B = (b1 , b2 , b3 , b4 ) , maka operasi aritmetika di antara keduanya antara lain ~ ~ 1. A ⊕ B = (a1 + b1 , a 2 + b2 , a 3 + b3 , a 4 + b4 )
(2. 35)
~ 2. ∀ λ ∈ R + , λ ⊗ A = (λ a1 , λ a 2 , λ a3 , λ a 4 )
(2. 36)
~ ~ 3. A ⊗ B = (a1b1 , a 2 b2 , a 3 b3 , a 4 b4 )
(2. 37)
b. Gabungan dan Irisan
Zadeh (1978) mengungkapkan bahwa operasi gabungan ( ∪ ) dan irisan ( ∩ ) dari subhimpunan X dapat diperluas dengan menggunakan formula ∀ x ∈ X , μ A∪ B ( x ) = max(μ A ( x ), μ B ( x ))
(2. 38)
∀ x ∈ X , μ A∩ B ( x ) = min (μ A ( x ), μ B ( x ))
(2. 39)
dengan μ A∪ B dan μ A∩ B menyatakan fungsi keanggotaan dari A ∪ B dan A ∩ B. c. Komplemen Himpunan Fuzzy
Komplemen A dari A didefinisikan dengan fungsi keanggotaan ∀x ∈ X ,
μ A (x ) = 1 − μ A (x )
(2. 40)
54
2. 5. 5. Posibilitas dan Probabilitas
a. Posibilitas dan Himpunan Fuzzy Misalkan A adalah himpunan non fuzzy pada X dan v suatu variabel pada X. Possibility distribution π pada X
yang berasosiasi dengan possibility x
merupakan nilai v untuk setiap elemen x dituliskan dengan: ⎧1
∏ (v = x ) = π (x ) = ⎨ 0
jika x ∈ A lainnya
(2. 41)
⎩ Asumsikan A adalah himpunan fuzzy yang berfungsi sebagai fuzzy restriction pada nilai v yang mungkin. Perluasan interpretasi persamaan di atas yakni A menyebabkan possibility distribution pada nilai v sama dengan μ A :
∏ (v = x ) = π (x ) = μ (x ) A
(2. 42)
Dengan kata lain ekspresi possibility distribution dapat dituliskan sebagai himpunan fuzzy sehingga possibility distribution dapat dimanipulasi dengan kombinasi aturan-aturan dalam himpunan fuzzy. b. Posibilitas suatu Kejadian Non Fuzzy Misalkan π adalah possibility distribution dari suatu himpunan fuzzy F dalam X. A menyatakan himpunan non fuzzy pada X. Possibility x anggota A adalah
∏ ( A) = sup μ (x ) = sup π (x ) x∈ A
F
(2. 43)
x∈ A
dengan ∏ menyatakan possibility measure dari π. Secara serupa, jika p adalah probability distribution pada X, probabilitas x anggota A dituliskan dengan ⎧⎪ ∫ p(x )dx jika X = ℜ A (2. 44) P( A) = ∫AdP = ⎨ p( x ) jika X hingga ⎪⎩∑ x∈ A Perbedaan antara probabilitas dan posibilitas menurut Zadeh [Dubois dan Prade, (1980)] yakni, “intuitively, possibility relates to our preception of the degree of feasibility or ease of attainment whereas probability is associated with the degree of likelihood, belief, frequency or proportion”. c. Conditional Possibilities Misalkan X dan Y menyatakan dua himpunan universal. u dan v
menyatakan variabel. π (u ,v ) (x, y ) menyatakan possibility distribution yang
55
berasosiasi dengan (u,v). π u ( x ) dan π v ( y ) merupakan proyeksi π (u ,v ) ( x, y ) pada X dan Y, dituliskan dengan
π u ( x ) = sup π ( u ,v ) (x, y ) dan π v ( x ) = sup π ( u ,v ) ( x, y )
(2. 45)
x
y
π u ( x ) dan π v ( y ) dinamakan marginal possibility distribution. Pemisahan π (u ,v ) ( x, y ) berarti π (u ,v ) ( x, y ) = min(π u (x ), π v ( y ))
(2. 46)
Formula di bawah ini senantiasa terpenuhi
π u ( x ) = sup min (π (u ,v ) ( x, y ), π v ( y ))
(2. 47)
π u ( x ) = sup min (π u ( x ), π v ( y ))
(2. 48)
y
Jika π (u ,v ) ( x, y ) terpisah maka y
π (u ,v ) ( x, y ) dapat diinterpretasikan sebagai conditional possibility distribution. Analogi antara conditional possibilities dan conditional probabilities dikembangkan oleh Nguyen yang memperkenalkan ”normalized” conditional possibility distribution. Misalkan π ( x | y ) menyatakan normalized” conditional possibility distribution. jika π u ( x ) ≥ π v ( y ) ⎧ π ( u , v ) ( x, y ) ⎪ ( ) π x π (x | y ) = ⎨ jika π u (x ) > π v ( y ) π ( x, y ) u ⎪⎩ (u ,v ) π v (y) Nguyen menunjukkan bahwa
π u ( x ) = sup min(π ( x | y ), π v ( y ))
(2. 49)
(2. 50)
y
Persamaan tersebut dapat dinyatakan bersama persamaan .... untuk possibility
measure ∏ u ( A) = sup min (∏ (u ,v ) ( A, y ), π v ( y )) = sup min (∏ (u ,v ) ( A | y ), π v ( y )) dengan y
y
∏ (u ,v ) ( A | y ) = sup x∈A π ( x | y ) . 2. 6.
Teori Posibilitas Kualitatif
Misalkan U adalah himpunan keadaan (states) dan X adalah himpunan konsekuensi yang mungkin. Anggaplah pengambil keputusan memiliki sebagian informasi mengenai keadaan aktual dan preferensi terhadap konsekuensi keputusannya. Ambil π
sebagai possibility distribution yang menyatakan
incomplete knowledge dari keadaan dalam U dan μ menyatakan preferensi
pengambil keputusan dalam X.
56
Utility keputusan d dengan konsekuensi dalam keadaan u yakni x = d (u )
untuk u ∈ U dapat dihitung dengan mengkombinasikan plausibilities π (u ) dan utility μ (u ) . Dubois dan Prade [Wang dan Lin (2006)] memberikan kriteria
kuantitatif untuk mengevaluasi skala kegunaan keputusan d berdasarkan informasi yang tak pasti : Kriteria Pesimis U * (d ) = inf max(1 − π (u ), μ (d (u ))) u∈U
(2. 51)
Kriteria pesimis digunakan untuk menghitung derajat kepuasan setiap kendala fuzzy dalam penilaian resiko (risk-averse) pengambil keputusan. Kriteria Optimis U * (d ) = sup max(π (u ), μ (d (u )))
(2. 52)
u∈U
2. 7.
Pengambilan Keputusan Multikriteria Kelompok
Salah satu kelas yang umum dalam permasalahan pengambilan keputusan berhubungan dengan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Dubois dan Prade (1980) menyebutkan ada dua alasan mengapa model keputusan kelompok banyak diminati, yaitu 1. Pengambilan keputusan secara kelompok lebih mudah untuk dikomentari dan didebat karena intuisi yang berkaitan dengan fenomena sosial. 2. Fung dan Fu menyatakan “means of reducing excessives subjectiveness due to idiosyncrasy of a single individual”. Selain itu, keterlibatan beberapa individu dalam pengambilan keputusan menyertakan keluasan pengalaman, pengetahuan dan pandangan kreatif mereka sehingga kualitas keputusan kelompok secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan individu [Goodwin dan Wright (1997)]. Tabel 2.4 memberikan informasi mengenai beberapa metode dalam pengambilan keputusan secara kelompok berikut perbandingan kelemahan dan kelebihan masing-masing metode tersebut. Skema proses pengambilan keputusan kelompok dengan bilangan fuzzy dieksplisitkan pada gambar 2.13.
57
Expert 1
Expert 2
Expert q
Expert 1
Expert 2
Expert q
Fusion
Agregasi
Group
Seleksi
Ranking
Evaluasi
Konsensus
Apakah konsensus tercapai?
T
Y Solusi
Gambar 2. 13 Fuzzy Group Decision Making
Kandidat mitra dinilai berdasarkan kriteria-kriteria pemilihan mitra oleh sekelompok panelis (expert) yang ditentukan oleh perusahaan (focal firm). Masing-masing anggota dalam kelompok penilai tersebut menentukan nilai dari kandidat mitra secara individu. Opini dari masing-masing panelis kemudian diagregasi menjadi penilaian kelompok untuk tiap kriteria. Tahap selanjutnya yaitu pengurutan serta pemilihan alternatif dan evaluasi konsesus. Jika tidak diperoleh kesepakatan dalam konsensus maka proses diulang pada pengambilan opini penilai. Misal X merupakan himpunan aksi yang terjadi secara bersamaan dan m menyatakan banyaknya individu yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Pola preferensi setiap individu i direpresentasikan dengan L-fuzzy set
Ai pada X. μ A (x j ) menyatakan derajat preferensi tindakan xj oleh individu i. i
58
Pendekatan aksiomatis pengambilan keputusan kelompok yang mengandung unsur ketidakpastian antara lain dilakukan oleh Fung dan Fu [Dubois dan Prade (1980)]. Selain itu, Nahmias[Dubois dan Prade (1980)] mengusulkan metode agregasi linier jika diketahui μ A (x j ) merupakan bilangan fuzzy. Misalkan i
w1, ..., wm adalah bobot non negatif sehingga
∑
m i =1
wi = 1. Bobot ini merefleksikan
kepentingan relatif penilaian masing-masing individu dalam keputusan kelompok. Nahmias mengklaim bahwa fuzzy grade w1 μ A ( x ) ⊕ … ⊕ w1 μ A (x ) merupakan i
m
deskripsi penilaian kelompok yang lebih dapat diterima dibandingkan dengan penjumlahan bilangan acak yang serupa.
59
Tabel 2. 4 Perbandingan Metode Pengambilan Keputusan Kelompok METODE Mathematical Aggregation
KELEBIHAN • • •
Aggregating Judgments in General Simple average of individual judgments
• •
Relatif mudah (straight forward) Terhindar dari prosedur agregasi prilaku yang lebih kompleks dan memakan waktu Anggota grup tidak harus melakukan pertemuan
Mudah Setiap penambahan individu dalam grup akan memperbaiki reliabilitas dalam skala kecil, sehingga akan sampai pada satu titik estimasi ketika setiap usaha apa pun untuk memperbesar kelompok tidak lagi diperlukan
Metode yang digunakan untuk menentukan bobot: (1) self rating (2) rating setiap individu oleh seluruh grup (3) rating berdasarkan kinerja masa lalu
•
• Keluaran keputusan yang dihasilkan dapat berbeda dengan kenyataannya.
•
•
•
Weight average of the individual judgments •
KEKURANGAN
Dilakukan dalam situasi ketika beberapa individu dalam grup dianggap memiliki kemampuan untuk menilai lebih baik dibandingkan dengan individu lainnya Metode ini lebih baik dibandingkan dengan simple average jika grup cukup besar dan terdiri dari individu yang dikenal dan sering bekerja sama serta memiliki tipe keahlian yang berbeda-beda sehingga dapat menjawab persoalan yang membutuhkan pengetahuan mereka.
Hanya berlaku pada situasi : (1) penilaian individu dalam grup bersifat tak bias (tidak ada tendensi over estimate atau under estimate) . (2) Estimasi setiap individu mendekati nilai sebenarnya (true value) ditambah random error yang independen terhadap error estimasi individu lainnya Jarang terjadi, karena anggota grup biasanya berasal dari satu bidang sehingga penilaian yang diberikan akan berkorelasi positif satu sama lainnya. Kemampuan menilai anggota grup perlu diperiksa untuk mendapatkan bobot.
60
Aggregating Probability Judgments Pendekatan yang dilakukan : (1) Menggunakan estimasi probabilitas salah satu individu sebagai informasi sehingga individu yang lain dapat merevisi estimasinya dengan menggunakan teorema Bayes. (2) Weighted average (3) Simple average
Idem
Aggregating Preference Judgments
Dilakukan dalam situasi grup yang terdiri dari individu harus menentukan preferensi terhadap beberapa alternatif pilihan sehingga akhirnya dicapai preferensi grup.
Aggregating preference orderings
•
Sederhana dan robust
Idem
• •
Aggregating values and utilities
Unstructured Group Processes
Urutan perbandingan memiliki efek langsung terhadap opsi yang akan dipilih grup Seorang anggota grup dapat berlaku curang dengan bersikap tidak jujur mengenai preferensinya jika preferensi anggota lainnya diketahui
Individu dalam grup menentukan intensitas preferensi dari berbagai alternatif. •
Groupthink, yaitu penekanan ide kritis terhadap arah pemikiran kelompok
• Rasionalisasi atas invulnerability keputusan kelompok dan inhibit ekspresi ide kritis. • Survey yang tidak lengkap terhadap courses of action atau pilihan-pilihan menyebabkan kegagalan untuk memeriksa resiko keputusan yang diinginkan dan kegagalan menjalankan rencana kontingensi jika aksi yang diinginkan tidak dapat dilakukan.
61
Structured Group Processes (Delphi Method)
•
Menghilangkan atau membatasi interaksi personal dan mengendalikan alur informasi
• Perbaikan kinerja dari rata-rata biasa penilaian individual hanya sedikit dan hanya sebaik anggota terbaik kelompok. • Sedikitnya sharing informasi (Ferrel) • Partisipan anonim dan hanya statistik sederhana dari penilaian lainnya yang dijadikan umpan balik. • Teknik ini tidak membantu individu untuk mengkonstruksi teori atau skenario alternatif yang dapat menghasilkan perbaikan prediksi.
Decision Conferencing
• •
Sharing informasi yang lebih banyak Keputusan yang dikonferensikan menjadi konsensus lebih diterima untuk diimplementasikan dibandingkan dengan hasil penjabaran analisis black box yang kompleks dan melibatkan hanya satu pengambil keputusan. Lebih diterima karena adanya komitmen kelompok untuk melaksanakan keputusan tersebut. Situasi dalam decision conferencing tidak menciptakan kondisi yang mengarahkan pemikiran kelompok (Philips)
•
• •
Efektifitas decision conferencing sulit dievaluasi (McCartt & Rohrbough) mengingat usaha untuk menghubungkan keluaran keputusan yang baik dengan tipe pendukung keputusan kelompok tertentu adalah sesuatu yang sangat sulit.
62