Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1
Penurunan Persamaan Air Dangkal
Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental), incompressible (tidak dapat ditekan) yang mengalir secara irrotational. Persamaan air dangkal berlaku jika nilai perbandingan antara skala vertikal dan horizontal bernilai kecil. Dalam hal ini, persamaan air dangkal merupakan persamaan bagi gelombang air yang profil permukaannya dipengaruhi oleh profil kedalaman. Sistem dianggap air dangkal jika kedalaman fluida jauh lebih kecil daripada panjang gelombangnya atau persamaan air dangkal hanya berlaku untuk gelombang yang memiliki perbandingan amplitudo gelombang dan panjang gelombangnya sebesar 1:10. Persamaan yang akan digunakan untuk memodelkan masalah dalam bahasan tugas akhir ini adalah persamaan air dangkal satu-dimensi. Persamaan air dangkal satu-dimensi mengasumsikan profil gelombang air sebagai problem satu-dimensi, yakni sebagai fungsi satu variabel ruang x dan variabel waktu t. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan problem sehingga mempermudah dalam perhitungan. Persamaan air dangkal satu-dimensi relevan untuk profil aliran sungai. Untuk mempelajari masalah gelombang laut persamaan air dangkal juga relevan dengan angga-
5
BAB 2. LANDASAN TEORI
6
pan bahwa ke arah sumbu-y, gelombang bersifat homogen terhadap variabel ruang lainnya. SWE ini terdiri dari dua buah persamaan, yang pertama diturunkan dari hukum konservasi massa dan yang kedua diturunkan dari hukum konservasi momentum. Berikut ini akan diuraikan penurunan persamaan air dangkal atau yang lebih dikenal sebagai Shallow Water Equation (SWE).
2.1.1
Hukum Konservasi Massa
Perhatikan suatu lapisan fluida pada domain pengamatan Ω = {(x, z)|x1 (t) ≤ x ≤ x2 (t), −h(x) ≤ z ≤ η(x, t)} yang memiliki massa jenis ρ konstan. Sumbu x menyatakan arah horizontal dan sumbu z menyatakan arah vertikal. Ketinggian permukaan air diukur dari kondisi equilibrium adalah η(x, t). Komponen kecepatan aliran partikel air dalam arah horizontal pada setiap saat dinotasikan dengan u(x, t).
Gambar 2.1: Domain pengamatan dengan batas kiri x1 (t) dan batas kanan x2 (t)
Berikut ini akan diturunkan Hukum Konservasi Massa. Perhatikan domain pengamatan pada Gambar 2.1, dimana batas kiri dan kanan domain tersebut bergerak mengikuti aliran fluida, sehingga x1 dan x2 adalah fungsi waktu. x1 = x1 (t) dan x2 = x2 (t)
BAB 2. LANDASAN TEORI
7
Sehingga dx1 dx2 = u(x1 , t) dan = u(x2 , t) dt dt
(2.1.1)
Jika tidak ada fluida yang ditambahkan atau dikurangi maka jumlah massa fluida pada domain pengamatan setiap waktu adalah konstan atau dinyatakan sebagai Z x2 (t) M (t) = ρ(η + h)dx = konstan (2.1.2) x1 (t)
Sedangkan
dM dt
d = dt
Z
x2 (t)
ρ(η + h)dx x1 (t) Z x2 (t)
Z d x2 (t) d ρηdx + ρhdx = dt x1 (t) dt x1 (t) Z x2 (t) ∂η dx2 dx1 dx2 = ρ dx + ρη(x2 , t) − ρη(x1 , t) + ρh(x2 ) ∂t dt dt dt x1 (t) dx1 −ρh(x1 ) dt
Karena massa fluida antara x1 dan x2 konstan, maka
dM dt
(2.1.3)
= 0. Kemudian dengan
mensubstitusikan (2.1.1) ke dalam (2.1.3) diperoleh, dM = dt
Z
x2 (t)
ρ x1 (t)
∂η dx+ρη(x2 , t)u(x2 , t)−ρη(x1 , t)u(x1 , t)+ρh(x2 )u(x2 , t)−ρh(x1 )u(x1 , t) ∂t
Empat suku terakhir dituliskan kembali dalam notasi integral akan menghasilkan Z x2 (t) Z x2 (t) Z x2 (t) ∂η ∂ ∂ ρ dx + ρ (ηu)dx + ρ (hu)dx = 0 ∂t ∂x ∂x x1 (t) x1 (t) x1 (t) Z x2 (t) ρ(ηt + (ηu)x + (hu)x )dx = 0 (2.1.4) x1 (t)
Karena (2.1.4) berlaku untuk setiap x1 (t) dan x2 (t) maka haruslah ηt + ((η + h)u)x = 0 Persamaan (2.1.5) menyatakan hukum konservasi massa.
(2.1.5)
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1.2
8
Persamaan Momentum
Hukum Newton yang kedua menyatakan bahwa perubahan momentum dari suatu sistem sama dengan total gaya yang bekerja. Berdasarkan hukum Newton tersebut, maka dapat ditulis
dengan
dI dt
dI X = F dt
menyatakan perubahan momentum fluida dan
(2.1.6) P
F adalah total gaya
yang bekerja pada fluida. Momentum fluida setiap waktu yang bekerja pada domain pengamatan dapat dinyatakan sebagai Z x2 (t) I(t) = ρu(η + h)dx x1 (t)
Maka perubahan momentum yang terjadi dapat ditulis Z dI d x2 (t) ρu(η + h)dx = dt dt x1 (t) Z x2 (t) ∂ dx2 = ρ (u(η + h))dx + ρu(x2 , t)(η(x2 , t) + h) ∂t dt x1 (t) dx1 −ρu(x1 , t)(η(x1 , t) + h) dt
(2.1.7)
Substitusikan persamaan (2.1.1) ke persamaan (2.1.7) diperoleh Z
x2 (t)
ρ x1 (t)
∂ (u(η + h)) dx+ρu(x2 , t)(η(x2 , t)+h)u(x2 , t)−ρu(x1 , (t))(η(x1 , t)+h)u(x1 , t) ∂t
Lakukan subtitusi dengan mengembalikan ke dalam notasi integral, maka diperoleh Z x2 (t) ∂ dI ∂ =ρ (u(x, t)2 (η + h)))dx (2.1.8) ( (u(η + h)) + dt ∂t ∂x x1 (t)
Selanjutnya akan dirumuskan gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Asumsikan sebanding dengan perbedaan tekanan yang terjadi di batas kiri x1 (t) dan di batas kanan x2 (t). Lihat Gambar 2.2, tekanan di titik z dapat ditulis p(z) = (η − z)ρg + Patm
(2.1.9)
BAB 2. LANDASAN TEORI
9
Gambar 2.2: Gaya tekan pada partikel fluida di posisi z
dengan z menyatakan titik-titik di sekitar 0 sampai h(x), g gaya gravitasi, dan Patm adalah tekanan di permukaan. Sehingga gaya yang bekerja di batas kiri x1 (t) dapat dinyatakan sebagai Z η(x1 ,t) (η − z)ρg + Patm dz = z=−h(x1 )
ρg (η + h)2 + Patm (η + h) 2
Sehingga perbedaan tekanan di batas kiri x1 (t) dan di batas kanan x2 (t) dapat ditulis sebagai berikut ρg = −[ (η + h)2 ]xx21 − [Patm (η + h)]xx21 2 Z x2 (t) ∂ ∂ 1 = − ( ρg(η + h)2 ) − Patm (η + h)dx ∂x 2 ∂x x1 (t)
(2.1.10)
Karena Patm = 0 maka Patm akan hilang. Sehingga (2.1.10) menjadi Z
x2 (t)
= Z
−
∂ 1 ( ρg(η + h)2 )dx ∂x 2
−
∂(η + h) (ρg(η + h)) ∂x
x1 (t) x2 (t)
= x1 (t)
(2.1.11)
Dengan mensubstitusikan (2.1.11) dan (2.1.8) ke dalam (2.1.6) dan karena berlaku untuk x1 (t) dan x2 (t) maka diperoleh ∂ ∂ ∂(η + h) (u(η + h)) + (u(x, t)2 (η + h)) + g (η + h)) = 0 ∂t ∂x ∂x
(2.1.12)
BAB 2. LANDASAN TEORI
10
Uraikan persamaan (2.1.12) menjadi ∂ ∂u(x, t)2 ∂(η + h) (uη + uh) + (η + h) + g (η + h)) = 0 ∂t ∂x ∂x ∂u(x, t) ∂(η + h) ∂(uη) ∂(uh) + + 2u (η + h) + g (η + h)) = 0 ∂t ∂t ∂x ∂x ∂u ∂η ∂(uh) ∂u(x, t) ∂(η + h) η+ u+ + 2u (η + h) + g (η + h)) = 0(2.1.13) ∂t ∂t ∂t ∂x ∂x Kemudian substitusikan persamaan yang telah diperoleh dari konservasi massa (2.1.5) ke persamaan (2.1.13) sehingga diperoleh ∂u ∂u(x, t) ∂(uh) ∂u(x, t) ∂(η + h) η−u (η + h) + + 2u (η + h) + g (η + h)) = 0 ∂t ∂x ∂t ∂x ∂x ∂u ∂(η + h) ∂u (η + h) + u (η + h) + g (η + h) = 0 ∂t ∂x ∂x
(2.1.14)
Setelah membagi persamaan (2.1.14) dengan η + h akan diperoleh ut + uux + g(η + h)x = 0
(2.1.15)
Persamaan (2.1.5) dan (2.1.15) dikenal sebagai Persamaan Air Dangkal atau yang lebih dikenal dengan Shallow Water Equation, secara eksplisit dapat dituliskan sebagai berikut
2.2
η + ((η + h)u) = 0 t x u + uu + g(η + h) = 0 t x x
(2.1.16)
Linierisasi Persamaan Air Dangkal
Setelah diperoleh dua persamaan yang merepresentasikan Shallow Water Equation, maka persamaan SWE akan dilinierkan menjadi persamaan yang lebih sederhana agar mudah untuk dipelajari. Perhatikan bahwa η(x, t) = 0 dan u(x, t) = 0 menyatakan kondisi air diam (equilibrium) yang memenuhi persamaan air dangkal (2.1.16). Anggap amplitudo gelombang sangat kecil dimisalkan berorde O(ε) dan u(x, t) juga berorde O(ε), maka perluasan η(x, t) dan u(x, t) di sekitar solusi equilibrium memberikan fungsi yang bisa ditulis dalam bentuk matriks η˜(x, t) 0 η(x, t) = + ε u˜(x, t) 0 u(x, t)
(2.2.1)
BAB 2. LANDASAN TEORI
11
dengan ε adalah parameter yang bernilai kecil. Dengan mensubstitusikan (2.2.1) ke dalam (2.1.5) akan diperoleh ∂h ∂ η˜ ∂ u˜ ∂h ∂ η˜ +ε + ε (h + ε˜ η) + ε˜ u + ε ε˜ u=0 ∂t ∂t ∂t ∂x ∂x
(2.2.2)
Amati suku-suku pada (2.2.2) yang berorde ε. Persamaan (2.2.2) dapat dipenuhi dengan ketelitian hingga O(ε2 ) jika η˜ dan u˜ memenuhi η˜t + h˜ ux + hx u˜ = 0 atau η˜t = −(h˜ u)x
(2.2.3)
yang merupakan persamaan air dangkal linier yang pertama atau linier SWE yang pertama. Untuk memperoleh persamaan air dangkal linier yang kedua, dapat dilakukan langkah-langkah yang sama, yaitu substitusikan (2.2.1) ke dalam (2.1.15) sehingga diperoleh ε
∂ u˜ ∂(˜ η + h) ∂ u˜ + ε ε˜ u + gε =0 ∂t ∂x ∂x
(2.2.4)
dengan mengabaikan suku-suku berorde O(ε2 ) maka diperoleh u˜t = −g η˜x
(2.2.5)
yang merupakan persamaan air dangkal linier yang kedua atau linier SWE yang kedua. Persamaan (2.2.3) dan (2.2.5) kemudian dikenal sebagai persamaan air dangkal linier atau Linier SWE yang secara eksplisit ditulis sebagai berikut: η˜ = −(h˜ u)x t u˜ = −g η˜ t
x
(2.2.6)
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.3
12
Solusi Monokromatik Persamaan Air Dangkal Linier Untuk Dasar Rata
Dari persamaan Linier SWE yang diperoleh dapat diturunkan persamaan gelombang. Untuk kasus dasar rata (2.2.6) menjadi η˜ = −h u˜ t 0 x u˜ = −g η˜ t
(2.3.1)
x
Untuk memperoleh persamaan gelombang lakukan eliminasi variabel u dari (2.3.1) dengan cara mendiferensialkan persamaan pertama terhadap t, persamaan kedua terhadap x, dan menghilangkan notasi tilde sehingga diperoleh ηtt = c20 ηxx
(2.3.2)
dengan c20 = gh0 . Persamaan (2.3.2) dikenal dengan persamaan gelombang yang memiliki solusi umum η(x, t) = F (x − c0 t) + G(x + c0 t)
(2.3.3)
Persamaan (2.3.3) menyatakan gabungan dua gelombang yang menjalar dengan kecepatan c0 ke arah kanan dan kiri. Berikut ini akan dibahas mengenai relasi dispersi dari (2.3.2). Dimisalkan solusi dari (2.3.2) berbentuk η(x, t) = ei(kx−ωt)
(2.3.4)
Substitusikan (2.3.4) ke dalam (2.3.2), maka fungsi (2.3.4) akan menjadi solusi bagi (2.3.2) jika ω dan k memenuhi hubungan relasi dispersi √ ω = ± c0 k
(2.3.5)
Nantinya akan dipelajari gelombang-gelombang monokromatik dengan frekuensi ω = konstan .
BAB 2. LANDASAN TEORI
13
Jadi, solusi umum persamaan gelombang monokromatik untuk kedalaman h0 , dengan h0 konstanta adalah η(x, t) =
A i(k0 x−ωt) B e + c.c. + e−i(k0 x+ωt) + c.c. 2 2
(2.3.6)
dengan ω dan kj memenuhi relasi dispersi (2.3.5) Perhatikan bahwa
A i(k0 x−ωt) e + cc 2
= A cos(k0 x − ωt). Jadi (2.3.6) tak lain adalah
jumlahan dari gelombang monokromatik yang menjalar ke kanan dengan amplitudo A dan ke kiri dengan amplitudo B. Rumusan (2.3.6) menggunakan bentuk kompleks untuk keperluan perhitungan pada bab-bab selanjutnya.