12
BAB 2 ANALISA IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP JUAL BELI (BAI AL MURABAHAH) PADA PT.BANK CIMB NIAGA UNIT USAHA SYARIAH
2.1 Hukum Islam Hukum adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat. Dalam konsepsi hukum islam dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, hubungan manusia dengan benda, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Landasan hukum Islam bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah (hadits). Al-Quran adalah sumber nilai dan norma dalam islam. Ia menjadi pedoman hidup setiap muslim, yang harus dikaji, difahami makna yang dikandungnya. Al-Qur’an memuat firman-firman Tuhan sendiri dalam kata-kata yang padat dan mengandung makna yang tidak mudah dipahami. Karena itu ia memerlukan penjelasan dan penafsiran. Penjelasan terbaik, otentik dan sempurna adalah penjelasan yang dilakukan oleh Nabi Muhamad sendiri dengan sunahnya. As Sunnah adalah sumber hukum islam kedua setelah AL Qur’an, berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’ilyah) dan sikap diam Rasullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab-kitab hadits. Ia merupakan penfsiran serta penjelasan otentik tentang Al-Qur’an. Sumber Hukum Islam ini menjadi landasan norma pada tiga aspek utama dalam agama Islam yaitu : aspek aqidah, aspek syariah dan aspek akhlak. 1) Aspek Aqidah kata Aqidah berasal dari bahasa arab ’aqaad, yang berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, definisi aqaidah adalah sesuatu yang dengannya diikatkan hati dan perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikannya pegangan17 17
Hamka, Studi Islam, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal. 73. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
13
Jadi aqidah ini bagaikan ikatan perjanjian yang kokoh yang tertanam jauh didalam lubuk hati sanubari manusia. Ia merupakan suatu bentuk pengakuan atau persaksian secara sadar mengenai keyakinan, keimanan dan kepercayaan bahwa suatu Zat yang Esa yang telah menciptakan. Karena akidah adalah pokok-pokok keimanan, maka akidah sifatnya kekal dan konstan, tidak berubah karena pergantian waktu/tempat karena itu tidak ada modifikasi atau penyesuaian dalam akidah. Akidah hukum asalnya adalah ibadat yang intinya adalah segala sesuatuanya dilarang dikerjakan kecuali ada petunjuknya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. 2) Aspek Syariah Adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah , hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan itu berupa kaidah ibadah, mengatur tata hubungan langsung manusia dengan Tuhan dan kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Berbeda dengan akidah yang sifatnya konstan, syariah mengalami perkembangan sesuai dengan peradaban manusia. Karena itu syariat yang berlaku pada zaman Nabi Musa A.S, berbeda dengan Nabi Ibrahim, Nabi Isa A.S dan Nabi Muhammad SAW. Syariah hukum asalnya adalah muamalat yang artinya segala seuatunya dibolehkan, kecuali ada larangan dalam Qur’an. Lingkup transaksi perbankan syariah masuk pada lingkup kaidah muamalah 3) Aspek Akhlak Berasal dari kata khuluk18 yang berarti perangai, sikap, tingkah laku, watak budi pekerti. Akhlak sering disebut sebagai ihsan (berasal dari kata Arab yang berarti baik). Akhlak memberikan panduan bagaimana perangai atau tingkah laku manusia terhadap Tuhan pencipta alam semesta, terhadap sesama manusia dan juga manusia terhadap mahluk lainnya. Seorang muslim memiliki kewajiban untuk memiliki akhlak yang baik, yaitu mencerminkan budi pekerti sikap tindak luhur sesuai dengan pemahaman nilai-nilai agama Islam.
18
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, cet. 4, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Perkasa, 1994),
hal. 34. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
14
2.2 Ekonomi Islam 2.2.1 Pengertian Ekonomi Islam Sebelum terdapat institusi bank, ajaran islam sudah memberikan prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktivitas perdagangan dan perekonomian. Oleh karena itu dalam menghadapi permasalahan muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran islam dalam bidang ekonomi, kemudian mengidentifikasi semua hal yang dilarang dalam syariah islam. Setelah kedua hal ini dilakukan, kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan perbankan. 2.2.2 Asas Filsafat Ekonomi Islam Terdapat tiga asas filsafat ekonomi Islam, yaitu :19 1) Semua yang ada di alam semesta, langit, bumi serta sumber-sumber daya alam, bahkan harta kekayaan manusia adalah milik Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Dengan demikian hak milik mutlak ada ditangan Allah tidak berada di tangan manusia. Pemilikan manusia atas barang dan jasa sementara saja sifatnya. Dalam kedudukan yang demikian ia harus mempergunakan hartanya selaras dan sesuai dengan petunjuk Allah, yang menjadi pemilik mutlak kekayaan. 2) Allah itu Maha Esa. Dialah pencipta segala mahluk yang ada di alam semesta. Salah satu mahluk ciptaanNya adalah manusia, yang diberi alat kelengkapan sempurna lebih dari mahluk ciptaan Allah lainnya agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya sebagai kalifah Allah dimuka bumi ini. Semua mahluk lain terutama flora dan fauna yang ada dia alam semesta ini ditundukkan Allah kepada manusia, agar semua itu dapat dimanfaatkan oleh manusia bagi kepentingan hidup dan kehidupannya. Manusia wajib saling tolong menolong dan bekerjasama
19
Mohamad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, cet. 1, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), hal. 5. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
15
dalam kegiatan ekonomi untuk memenuhi keperluannya berdasarkan persamaan dan persaudaraan. 3) Beriman pada hari kiamat dan kepada hari pengadilan. Asas ini merupakan asas penting dalam sistem ekonomi islam karena dengan keyakinan itu, tingkah laku manusia di dunia ini dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua tindakannya termasuk tindakan ekonominya akan dimintai pertanggung jawabannya kelak oleh Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa di akhirat. Pertanggung jawabannya tidak hanya mengenai tingkah laku saja, tetapi juga mengenai harta kekayaan yang ’diamanatkan’ Allah kepada manusia. Ketiga Asas pokok filsafat ekonomi ini melahirkan nilai-nilai dasar Sistem Ekonomi Islam. 2.2.3 Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam Nilai-nilai dasar ekonomi Islam tersebut adalah:20 1) Nilai dasar kepemilikan. Menurut sistem ekonomi islam (a) kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. (b) lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup di dunia ini. Kalau seorang manusia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. (Q.s 4 :7, 4:11,12,176). (c) Sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum atau Negara. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhamad yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud yang berbunyi “semua orang berserikat mengenai tiga hal yaitu : mengenai air, rumput dan api serta garam”. 2) Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek tingkah laku ekonomi seorang muslim. Asas keseimbangan terwujud dalam kesederhanaan, hemat menjauhi keborosan. Keseimbangan ini menjadi dasar pendekatan islam dalam ekonomi antara lain : konsumsi 20
Ibid ., hal. 7. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
16
manusia dibatasi sampai pada tingkat yang perlu dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, alat pemuasan dan kebutuhan harus seimbang, pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa harus menerapkan nilai-nilai moral, pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan berasal dari usaha yang halal. Nilai dasar keseimbangan harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja antara kepentingan dunia dan akhirat dalam bidang ekonomi, tetapi juga kepentingan orang perorangan dengan kepentingan umum, antara hak dan kewajiban. 3) Keadilan. Kata adil adalah kata yang terbanyak disebut dalam Al-Quran. Keadilan dalam Islam adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia. Keadilan harus diterapkan dalam di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi dan konsumsi misalnya keadilan harus menjadi alat pengatur efisiensi dan pemberantas keborosan. 2.2.4 Nilai Instrumental Ekonomi Islam Dalam sistem ekonomi kapitalis, nilai instrumentalnya adalah persaingan sempurna, kebebasan keluar masuk pasar tanpa ristriksi, informasi dan bentuk pasar yang monopolistik. Dalam sistem ekonomi Islam ada nilai instrumental strategis yang mempengaruhi tingkah laku seorang muslim, masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Nilai-nilai instrumental tersebut adalah:21 1) Zakat adalah salah satu rukun islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaaan seseorang menurut aturan tertentu. Perkataan zakat banyak disebut didalam al-Quran ini menunjukkan pentingnya lembaga zakat itu, setelah lembaga sholat yang merupakan sarana komunikasi utama antara manusia dengan Tuhan. Zakat yang disebut al-Quran setelah shalat adalah sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Karena itu lembaga zakat ini sangat penting dalam menyusun kehidupan yang humanis dan harmonis. Peranan zakat, baik zakat harta maupun zakat fitrah dalam pemerataan pendapatan akan lebih kentara kalau dihubungkan dan 21
Ibid., hal. 10 Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
17
dilaksanakan bersama dengan nilai instrumental lainnya yakni pelarangan riba. 2) Pelarangan Riba didalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 275, 276, 278 dengan tegas dan jelas Allah menyebut larangan riba. Larangan yang sama dapat juga dibaca dalam al-Qur’an surah 3:130 dan surah 30 ayat 39. Didalam surah-surah tersebut diatas Allah dengan tegas-tegas melarang riba, walaupun diungkapkan dengan berbagai cara. Hadits lain yang diriwayatkan oleh muslim, Abu Daud dan Tarmizi dari Jabir Bin Abdullah menyatakan bahwa Nabi Muhamad sebagai Rasulullah melaknat orang yang memungut riba, membayar riba menjadi saksi dalam urusan riba dan mencatat riba. Menurut keterangan Jabir itu mereka adalah orang-orang yang durhaka dan berdosa. Para ahli merumuskan pengertian riba. Secara harafiah riba adalah tumbuh dan berkembang22. Dalam kepustakaan hukum islam disebut beberapa jens riba, namun yang relevan dengan pembicaraan ini ada dua yaitu : Riba Nasi’ah yaitu riba yang timbul akibat hutang [piutang yang tidak memenuhi prinsip” untung muncul bersama risiko(al-ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bid dhaman) atau dengan kata lain riba yang muncul karena tambahan, baik diperjanjikan maupun tidak atas setiap transaksi
hutang
piutang.
Contoh,
transaksi
kredit
pada
bank
konvensional23 dan Riba Jahiliyah yaitu hutang yang dibayar melebihi dari
pokok
pinjaman,
karena
si
peminjam
tidak
mampu
mengembalikannya dana pinjaman waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyah tergolong riba nasi’ah dari segi kesamaan penundaaan waktu penyerahan sedangkan dari obyek yang dipertukarkan tergolong riba fadl. Dalam perbankkan konvensional, riba jahilillah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.24. Dalam praktek pengenaan 22
Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah, Kamus istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Cet. 1, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), hal. 62. 23
Ibid., hal. 63.
24
Ibid. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
18
bunga pada transaksi pembayaran yang menggunakan kartu kredit bunga yang dikenakan berkisar antara 2-3% perbulan apabila pembayaran kurang dari pemakaian.
2.3 Perbankan Syariah 2.3.1 Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Dan didalam menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang termasuk dalam kaidah muamalah. Sebagai badan usaha, bank syariah dapat berbentuk:25 1. Bank Umum Syariah suatu bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2.
Unit Usaha Syariah yang disebut juga UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan memberikan jasa dalam lalu lints pembayaran.
3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2.3.2 Landasan Hukum Bank Syariah Didalam menjalankan aktivitas usaha Bank syariah memliki landasan hukum yang utama yaitu Undang –undang Perbankan Syariah. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini menjadi payung hukum untuk peraturan-peraturan operasional bank syariah diantaranya sebagai berikut : 1. Peraturan Pemerintah tentang penjaminan simpanan nasabah Bank berdasarkan prinsip Syariah
25
Indonesia, Undang-undang tentang perbankan Syariah, UU No.21 tahun 2008, LN No.94 tahun 2008, TLN No. 4867, ps. 1. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
19
2. Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Nomor 10/24/PBI/2008 3. Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah Nomor 9/19/PBI/2007 4.
Peraturan Bank Indonesia tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Nomor 10/17/PBI/2008
5. Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah Nomor 11/25/PBI/2009 6. Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Nomor 11/33/PBI/2009 7. Peraturan Bank Indonesia tentang pedoman akutansi perbankan syariah (PAPSI). Landasan aturan pemerintah tersebut diatas berlandaskan Fatwa Dewan Syariah Nasional yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia diantaranya: 1. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro 2. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan 3. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito 4. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli (murabahah) salam 5. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli Istishna 6.
Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
No.07/DSN-MUI/IV/2000
tentang
Nasional
No.08/DSN-MUI/IV/2000
tentang
Nasional
No.09/DSN-MUI/IV/2000
tentang
pembiayaan mudharabah 7. Fatwa
Dewan
Syariah
pembiayaan musyarakah 8. Fatwa
Dewan
Syariah
pembiayaan Ijarah
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
20
9. Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
No.11/DSN-MUI/IV/2000
tentang
pembiayaan Kafalah 10. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.16/DSN-MUI/IX/2000 tentang diskon dalam murabahah 2.3.3 Operasional Bank Syariah Operasionalisasi bank syariah dimulai dari penghimpunan dana masyarakat. Dalam penghimpunan dana, menggunakan dua prinsip yaitu : 1. Prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasi pada giro dan tabungan 2. Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah Dana yang dihimpun oleh bank syariah digabung menjadi satu yang sering disebut pooling of fund dan sesuai fungsinya sebagai intermediasi bank syariah menginvestasikan dana tersebut dengan pola-pola penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Secara garis besar penyaluran dana oleh bank syariah dilakukan dengan tiga pola penyaluran yaitu: 1. Prinsip jual beli, meliputi murabahah, salam, dan istishna. Jual beli disini sebagaimana transaksi jual beli dalam perdagangan. Pencatatan transaksinya menggunaakan perkiraaan piutang dan secara khusus dikategorikan sebagai piutang dagang. 2. Prinsip bagi hasil meliputi pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Pencatatan transaksinya menggunakan perkiraaan pembiayaan. 3. Prinsip sewa atau Ujroh meliputi ijarah dan ijarah muntahiya bitamlik. Pencatatan transaksinya menggunkan perkiraan aktiva ijarah atau aktiva yang diperoleh untuk disewakan dan perkiraan ini terpisah dari aktiva tetap. Jadi kegiatan usaha Bank Syariah dalam menyalurkan dana meliputi piutang dagang, pembiayaan dan aktiva ijarah. Istilah pembiayaan banyak diterjemahkan sebagai kredit adalah kurang tepat, karena pembiayaan adalah sebagian dari penyaluran dana disamping jual beli dan ujroh (sewa). Penghimpunan dana pada bank syariah baik yang berasal dari akad wadiah atau mudharabah dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana, oleha karena itu ketika disalurkan tidak dibedakan lagi dari mana dana tersebut diperoleh. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
21
Penyaluran dana dengan prinsip jual beli (murabahah) akan memperoleh pendapatan yang disebut dengan margin atau keuntungan. Penyaluran dana dengan prinsip kerjasama usaha atau modal akan memperoleh pendapatan yang disebut bagi hasil atau nisbah. Penyaluran dana dengan prinsip menyewakan asas manfaat akan memperoleh pendapatan yang disebut dengan pendapatan sewa atau ujroh. Pendapatan dari penyaluran dana tersebut diatas dalam neraca bank syariah dikategorikan sebagai pendapatan operasional utama, karena merupakan pendapatan yang akan dibagihasilkan atau pendapatan yang merupakan unsur pembagian hasil usaha (profit distribution) kepada nasabah penyimpan atau pemilik dana. Struktur organisasi di bank syariah agak berbeda dengan bank konvensional, karena adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah memiliki tanggung jawab produk, pelayanan dan mekanisme transaksi yang dilakukan Bank Syariah sudah memenuhi ketentuan syariah. Transaksi-transaksi yang ada di Bank Syariah memiliki panduan khusus dalam usaha memenuhi ketentuan syariah. Panduan atau prosedur standar operasi disusun oleh Dewan Pengawas Syariah bersama-sama pejabat bank terkait. Penyelesaian sengketa pada bank syariah diselesaikan melalui Badan Arbiterase Syariah (BASYARNAS) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. Hasil putusan Badan Arbiterase Syariah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Apabila hasil putusan Badan Aribiterase Nasional itu tidak dilakukan secara sukarela, maka pelaksanaan putusan atau eksekusi dilaksanakan berdasarkan perintah pengadilan negeri yang disepakati oleh para pihak atau oleh pengadilan Agama. Kewenangan pengadilan agama untuk melakukan eksekusi mengenai sengketa dalam bidang ekonomi syariah sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 tahun 2008 tanggal 10 Oktober 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Bank dan nasabah sebagai pihak yang membuat perjanjian, pada pelaksanaannya telah membuat kesepakatan untuk mengajukan eksekusi pada pengadilan agama ataupun pengadilan negeri sesuai dengan domisili yang disepakati.
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
22
2.4 Murabahah Sebagai Satu Bentuk Akad Jual Beli 2.4.1 Pengertian Akad Dalam Islam Kata akad berasal dari bahasa arab ’Aqd26 yang secara etimologis berarti perjanjian, perikatan dan permufakatan. Dalam fikih didefinisikan pertalian ijab yaitu pernyataan melakukan ikatan dan kabul pernyataan penerimaan ikatan sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan. Dalam hukum Islam suatu perikatan memerlukan suatu tanggung jawab moral yang sangat tinggi untuk, dipenuhi oleh masing-masing pihak yang melakukan perikatan, karena merupakan tanggung jawab yang wajib dipenuhi ketika hidup di dunia maupun setelah berada di alam akhirat. Berbeda dengan perikatan yang ada dalam ketentuan hukum positif yang pemenuhannya hanya berlaku di dunia saja. Perikatan dalam hukum Islam memiliki tanggung jawab moral yang sangat tinggi untuk pemenuhannya karena apabila tidak dipenuhi di dunia akan menjadi tanggung jawab ketika di alam akhirat. Dengan demikian pengertian akad jual beli dalam hukum syariah tentunya memiliki nilai moral yang tinggi bagi para pihak untuk pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat (rukun) akad jual beli. Rukun jual beli menurut mazhab hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qabul itu. Rukun ini dengan ungkapan lain merupakan pekerjaan yang menunjukan keridhaan dengan adanya pertukaran dua harta hak milik, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Akad baru berlaku sah, bila telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli maka jual beli tidak ada.
Pada
27
umumnya rukun dalam muamalah bidang ekonomi ada 3 (tiga )yaitu : 1) Pelaku bisa berupa penjual dan pembeli (dalam akad jual beli), penyewapemberi sewa (dalam akad sewa menyewa), atau pemberi upah-penerima
26
Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, op. cit., hal. 4. 27
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi 3, (Jakarta: PT. .Rajagrafindo Perkasa 2006), hal. 47. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
23
upah (dalam akad upah-mengupah) dan lain-lain. Tanpa pelaku maka tidak ada transaksi. 2) Objek transaksi dari semua akad di atas dapat berupa barang atau jasa dalam akad jual-beli mobil, maka objeknya transaksi adalah mobil, jual-beli rumah maka objek transaksi adalah rumah. Tanpa objek transaksi, mustahil suatu perjanjian dapat tercipta. 3) Selanjutnya, adalah adanya ijab-kabul. Ijab-kabul faktor yang mutlak harus ada pada suatu akad. Dalam terminologi fikih ijab kabul disebut kesepakatan bersama. Para pihak sepakat dengan suatu kebebasan untuk bertindak dan berfikir untuk melakukan suatu perikatan. Dalam kaitannya dengan kesepakatan
ini,
maka
akad
dapat
menjadi
batal
bila
terdapat;
kesalahan/kekeliruan obyek, paksaan dan atau penipuan. Bila ketiga rukun tersebut dipenuhi maka akad yang dilakukan sah, namun bila rukun tidak terpenuhi baik satu atau lebih maka transaksi menjadi batal. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada 528 yaitu: a. Muslam atau pembeli b. Muslam ilaih atau penjual, c. Modal atau uang d. Muslam fihi atau barang e. Sighat atau ucapan. Selain rukun, akad murabahah wajib dipenuhi beberapa syarat29 yaitu: 1) Mengetahui harga pertama (harga pembelian) . Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu adalah syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan murabahah seperti peleimpahan wewenang atau wakalah, kerjasama dan kerugian. Karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang merupakan modal .
28 29
Wiroso, Jual Beli Murabahah, cet. 1, (Jakarta: Universitas Islam Indonesia, 2005), hal. 16. Ibid., Hal. 17. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
24
2) Mengetahui besarnya keuntungan. Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli 3) Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung. Hal ini karena murabahah adalah jual beli dengan harga yang sama dengan harga pertama dengan adanya tambahan keuntungan. 4) Hendaknya tidak menisbatkan riba terhadap harga pertama. Hal semacam ini tidak diperbolehkan karena murabahah adalah jual beli pada harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan tambahan terhadap harta hukumnya adalah riba bukan keuntungan. 5) Transaksi pertama haruslah sah secara syara’. Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan. Apabila transaksi pertama
hak milik atas suatu barang melalui jual beli
tidak sah, karena; tidak ditetapkannya nilai barang. Maka, ketika barang tersebut akan dijual kembali tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah. Syarat-syarat akad jual beli menurut Ulama Hanafiyah ada empat (4) 30 yaitu : 1) Syarat orang yang berakad 1. Orang yang berakad haruslah berakal sehat dan sudah tamyiz. Bisa membedakan antara yang baik dan mana yang salah. Mampu dengan akalnya untuk mengambil suatu keputusan yang dianggap baik. 2. Orang yang berakad harus mampu berperan untuk menjalankan apa yang telah diperjanjikan atau yang diakadkan. 2) Syarat-syarat sighat. Dalam Sighat akad yang terdiri dari ijab dan qabul, disyaratkan 3 hal : 1. Sighatnya terdengar. Sehingga tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak tidak mendenag apa yang dikatakan pihak lain.
30
Wiroso, op cit., hal. 26. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
25
2. Kesesuaian antara ijab dan qabul. Yaitu pembeli menerima apa yang diijabkan penjual, dengan harga yang diijabkan. Penjual mendengar qabul dari pembeli. Apabila qabul berbeda dengan ijab, maka tidak sah akadnya, kecuali jika perbedaan tersebut adalah untuk kebaikan salah satu pihak. Misalnya, pembeli menerima dengan menambah harga melebihi yang diijabkan penjual. 3. Bersatunya majelis akad, yaitu ijab dan qabul dalam satu majelis tanpa pemisah. 3) Syarat-syarat barang yang diakadkan. 1. Barangnya
berupa
harta,
yaitu
segala
sesuatu
yang
dapat
dimanfaatkan dan berguna. Sehingga tidak dianggap sah suatu akad apabila obyeknya sesuatu yang tidak dapat dimanfaatkan misalnya ; jual beli bangkai. 2. Barangnya mempunyai harga, yaitu sesuatu yang boleh dimanfaatkan secara syara’. Maka tidak sah akad jualbeli arak dan babi, karena secara syara’ tidak bisa diambil manfaatnya. 3. Barangnya terjaga sehingga dapat dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian tidak sah akad jual beli yang tidak dimiliki seseorang. 4. Baranganya ada sewaktu berakad. Barangya ada sewaktu berakad, maka tidak sah akad jual beli bila barangnya tidak ada. Seperti anak binatang yang belum ada. 5. Barangnya bisa diserahkan sewaktu akad. Maka tidak sah akad jual beli ikan didalam air, atau burung yang terbang di udara. 4) Syarat ganti, yaitu satu syarat bahwa barangnya berupa harta yang ada harganya dan jelas. a) Pemilikan atau penguasaan. Seseorang dianggap menguasai barang apabila ia mampu bertindak secara penuh atas barang itu tanpa ada penghalang. Untuk itu orang yang belum dewasa atau baligh, orang yang kurang akalnya (tidak waras) yang baru bisa menjual dengan bantuan walinya tidak boleh melakukan jual beli tanpa bantuan dari walinya. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
26
b) Dalam barang yang diperjual belikan hanya terdapat hak penjual.. Apabila dalam barang yang akan diperjual belikan terdapat hak orag lain selain penjual, maka akadnya harus dihentikan dan tidak diteruskan. Disamping terpenuhinya rukun dan syarat sahnya akad, wajib untuk kita ketahui dan laksanakan adalah penyebab terlarangnya suatu transaksi adalah faktor-faktor sebagai berikut31: 1) Haram zatnya. Transaksi dilarang karena objek barang atau jasa yang ditransaksikan juga dilarang misalnya; minuman keras, daging babi, bangkai dan sebagainya. Dengan demikian bila ada nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk pembelian minuman keras, walaupun akadnya sah tetapi transaksi ini haram karena objek transaksinya haram. 2) Haram selain zatnya karena: a. Tadlis (penipuan). Setiap transaksi dalam Islam didasarkan pada prinsip kerelaan anatara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informas yang sama. Sehingga tidak ada yang merasa dicurangi atau ditipu dapat terjadi dalam 4 hal yaitu; kuantias, kualitas, harga dan waktu penyerahan. b. Taghir (Gharar). Adalah situasi dimana terjadinya ketidak lengkapan informasi (incomplete information) karena adanya ketidak pastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Gharar ini terjadi apabila kita mengubah sesuatu yang bersifat pasti menjadi tidak pasti. 3) Rekayasa pasar dalam supply (Ikhtikar). Dapat terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil kuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi pasokan atau supply agar harga barang yang dijualnya naik. 4) Rekayasa pasar dalam demand (Bai’ Najasy). Terjadi bila produsen menciptkan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu naik. 31
Ibid., hal. 30. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
27
5) Riba. Dalam ilmu fikih, dikenal 3 (tiga) jenis riba yaitu; riba fadl, riba nasi’ah dan riba jahiliyah. Penjelasan mengenai riba telah diterangkan dalam nilai instrumental ekonomi islam. 6) Perjudian (Maysir). Secara sederhana yang dimaksu maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut 7) Suap- menyuap (Riswah). Yang dimaksud dengan perbuatan riswah adalah memberi sesutau kepada ihak ain untuk memdapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan baru dikatakan riwah bila kedua belah pihak secara sukarela. Apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau tidak rela karena untuk memproleh haknya, peristiwa ini dikategorikan sebagai tindak pemerasan. 2.4.2 Murabahah Murabahah adalah termasuk transaksi jual beli (Bai’).
Pengertian dari Bai’
adalah “transaksi jual beli yang mewajibkan adanya penjual (al-bai), pembeli (al mustary) dan harga (tsaman)”
32
. Dengan demikian pengertian Bai’ Murabahah
adalah, “jual beli pada barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati”33. Dengan demikian murabahah, adalah suatu transaksi jual beli barang berwujud (tangible assets). Dalam konsep muamalah Islam tidak dikenal jual beli barang tidak berwujud (intagible asset) seperti jasa pendidikan, jasa hiburan dan jasa layanan. Apabila obyek transaksinya adalah jasa maka mekanisme transaksinya adalah melalui al ijarah yaitu pemindahaan hak guna atas manfaat barang dan jasa melalui mekanisme pembayaran upah dan sewa. Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah terbilang banyak. Akan tetapi dari sekian banyak itu ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal
32
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. 12, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 101. 33
Ibid. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
28
kerja, investasi dan konsumsi dalam perbankan syariah, seperti bai’al murabahah, bai’ as-salam, dan bai al-istishna34. Landasan hukum syariah dari murabahah ini adalah35 : a. Al-Quran
1.Firman Allah QS..al-Nisa” (4):29 :
“ hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu….”. 2.Firman Allah QS.al-Baqarah (2):275:
“………..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba………”.
3. Firman Allah QS.al-Ma’idah (5):1:
“ Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu……….”.
4. Firman Allah QS.al-Baqarah (2): 280:
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan……..”. b. Al-Hadits Nabi saw:
34
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori dan praktek, Cet.12, (Jakarta : Gema Insani-Tazkia Cendekia, 2008). Hal.101. 35
Dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional, loc. cit., hal. 21. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
29
1. Hadits Nabi Muhammad saw36 Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasullah SAW bersabda,” sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”. (HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). 2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah37 ” Bahwa Rasullah saw bersabda,”tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual,” . (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib) 3. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi38 “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram’. (HR.Tirmizi dari Amr bin ‘Auf) 4.Hadits Nabi riwayat jama’ah39: “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman………..’. 5.Hadits Nabi riwayat’Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam40: “Rasullah SAW ditanya tentang ‘urbun (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya’. Firman dan hadits diatas menjadi landasan manusia dalam transaksi perdagangan atau muamalah ekonomi. Allah SWT melarang riba dalam transaksi perdagangan tetapi membolehkan jual-beli karena keuntungan dalam transaksi jual beli diketahui dan disepakati para pihak. Oleh karena itu, Nabi Muhamad SAW telah memberikan contoh jual beli dalam beliau menjalakan usahanya kepada umatnya sebagaimana tercantum dalam hadits tersebut diatas. 36 37
38
39
40
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, loc.cit., hal.22. Ibid., hal. 23. Ibid. hal. 23. Ibid. Ibid. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
30
Pelaksanaan transaksi Bai al murabah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai al murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Contoh transaksi seorang pedagang eceran membeli komputer dengan harga Rp.10.000.000,00 kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp.2.000.000,00 dan ia menjual kepada pembeli seharga Rp.12.000.000,00. Umumnya si pedagang tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pemesanan dari calon pembeli. Demikian halnya di Bank Syariah. Bank Syariah baru akan memesan barang apabila sudah ada pemesanan dari pembeli. Dengan demikian bai’ al murabahah dapat dilakukan untuk pembelian barang secara pemesanan, biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian,41 disebut demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya42. Penerapan transaksi murabahah pada bank syariah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1) Murabahah tanpa pesanan, maksudnya ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada murabahah ini terpengaruh atau terkait langsung dengan ada atau tidaknya pesanan atau pembeli. 2) Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut. Murbahahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:43 a) murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat. Maksudnya apabila telah dipesan harus dibeli.
41
42 43
Muhammad Syafi’i Antonio, loc. Cit., hal. 103. Ibid. Wiroso, op.cit., hal. 43. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
31
b) Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak mengikat. Maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan pesanan. Cara pembayarann pada transaksi murabahah, dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan cara mengangsur atau pembayaran tangguh. Akan tetapi, sebagian besar transaksi murabahah yang dijalankan oleh bank syariah adalah murabahah berdasarkan pesanan dengan pembayaran secara tangguh. Hal ini terjadi, karena hampir dipastikan seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat pembiayaan untuk pembelian barang dimana pembelian atas barang tersebut dilakukan dengan pembayaran secara angsuran atau tangguh. Mengingat hampir seluruh bank syariah di indonesia, beroperasi sebagai lembaga keuangan yang hanya berfungsi sebagai lembaga intermediasi saja, seperti menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dalam aktivitas perekonomian dan belum ada yang beraktivitas di sektor perdagangan secara riil atau nyata. Termasuk Bank Perkreditan Syariah (BPRS) yang bergerak di segmen usaha kecil dan mikro belum ada yang menjalankan aktivitas perdagangan. Dengan demikian, dana pihak ketiga yang dihimpun bank syariah disalurkan kepada macam-macam jenis pembiayaan salah satu diantaranya adalah murabahah. Berbeda dengan bank syariah yang ada di negara lain seperti di Mesir dan Bahrain44, fungsi bank syariah tidak hanya sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi tetapi benar-benar menjalankan aktivitas perdagangan seperti memiliki bangunan untuk disewakan, memiliki mobil untuk dijual, memiliki usaha seperti toko bahan pangan dan aktivitas lain yang benar –benar sebagai bergerak di sektor riil. Pengertian murabahah berdasarkan pesanan adalah suatu penjualan dimana dua pihak atau lebih bernegosiasi dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan suatun kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank untuk membeli asset yang kemudian dimiliki oleh nasabah secara sah oleh nasabah. Nasabah menjanjikan kepada bank untuk membeli asset yang telah dibeli dan memberikan keuntungan atas pesanan tersebut. Kedua belah pihak akan mengakhiri penjualan setelah kepemilikan asset pindah ke nasabah. 44
Muhamad Syafi’i Antonio, loc.cit., hal. 23 Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
32
Pada prinsipnya, dalam transaksi murabahah pengadaan barang menjadi tanggung jawab bank syariah sebagai penjual. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank syariah baru melakukan pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli murabahah setelah ada nasabah yang memesan untuk membeli. Tahapan murabahah berdasarkan pesanan dapat dijelaskan sebagai berikut45: 1) Nasabah melakukan pemesanan barang yang akan dibeli kepada bank syariah, dilakukan negosiasi terhadap harga barang, keuntungan, syarat penyerahan, syarat pembayaran barang, dan sebagainya. 2) Setelah diperoleh kesepakatan dengan nasabah, bank syariah mencari barang yang dipesan (pengadaan barang) kepada pemasok. Bank Syariah juga melakukan negosiasi terhadap harga barang, syarat penyerahan, syarat pembayaran dan sebagainya. Pengadaan barang yang dipesan oleh nasabah merupakan tanggung jawab bank sebagai penjual. 3) Setelah diperoleh kesepakatan antara bank syariah dan pemasok, dilakukan proses jual beli barang dan penyerahan barang dari pemasok ke bank syariah. Bank syariah sebagai penjual harus memberitahukan harga perolehan barang beserta keadaan barangnya. 4) Setelah barang secara prinsip menjadi milik bank syariah, dilakukan proses akad jual beli murabahah. 5) Tahap berikutnya adalah dilakukan pembayaran yang dapat dilakukan dengan tunai atau tangguh sesuai kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah. Kewajiban nasabah adalah sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati dan dikurangi uang muka jika ada. Penjualan dengan pembayaran secara tangguh bukan merupakan syarat murabahah berdasarkan pesanan meskipun jumlahnya sangat dominan dalam tranasaksi, karena murabahah pesanan pembayarannya dapat dilakukan secara tunai. Akan tetapi, pada pelaksanaannya pembayaran secara tunai hampir dipastikan tidak ada karena nasabah datang ke bank syariah tentulah membutuhkan dana sehingga pembelian barang akad dibayar secara angsur atau tangguh.
45
Wiroso, Jual Beli Murabahah, cet.1, (Jakarta: Universitas Islam Indonesia, 2005), hal. 43. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
33
Sehubungan dengan jaminan penjual bisa meminta nasabah (pemesan pembelian) untuk memberikan jaminan kepadanya sebagai bukti keseriusan pembayaran hutang yang timbul sebagai akibat transaksi jual beli dengan pembayaran tangguh. Barang yang dijadikan jaminan dalam transaksi jual beli ini, dapat barang itu yang menjadi obyek tranasaksi jual beli itu sendiri maupun barang lain sepanjang nilai barang tersebut diperkirakan dapat menutupi kerugian apabila pembayaran angsuran tertunda atau bahkan tidak dibayar. Dalam hal bank syariah memberikan surat kuasa kepada nasabah untuk memesan barang yang akan dibeli, untuk mencegah unsur riba dalam transaksi jual beli bank melarang nasabah untuk memesan barang di tempat yang sama untuk kemudian barang tersebut dijual kembali oleh nasabah kepada penjual tersebut. Dalam pelaksanaan transaksi murabahah berdasarkan pesanan, terdapat beberapa potensi risiko dalam transaksi tersebut, yaitu: 1) Murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat. Risiko bagi bank yang timbul berdasarkan pesanan dengan sifat tidak mengikat adalah setelah bank membeli barang sesuai pesanan pembeli, nasabah membatalkan barang yang dipesannya itu. 2) Murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat. Risiko bagi bank atas transaksi ini adalah lebih kecil daripada tranasaksi murabahah berdasarkan pesanan yang tidak mengikat. Salah satu cara mengikat nasabah adalah bank syariah dapat meminta uang muka kepada nasabah dan harus disetor kepada bank syariah. Untuk mengatasi kekhawatiran dari bank syariah atas cidera janji nasabah, maka nasabah sebagai pembeli hendaknya membuat janji (waad). Waad adalah “Janji salah satu pihak
untuk melaksanakan transaksi”46. Waad atau promise dalam perspektif
Syariah artinya adalah janji salah satu pihak tetapi belum menjadi suatu perikatan atau akad karena belum ada kesepakatan mengenai syarat dan kondisi secara spesifik. Dalam waad bila pihak yang berjanji tidak memenuhi janjinya, maka sanksinya lebih meruapakan sanksi moral47. Waad baru menjadi akad apabila telah 46
Bank Indonesia., Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Op. cit. hal. 85. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
34
terdapat surat penawaran dari bank yang telah disetujui oleh nasabah. Penawaran tersebut dilanjutkan dengan penanda tanganan perjanjian pembiayaan murabahah antara Bank dan Nasabah. Sesuai konsep muamalah ekonomi dalam hukum Islam, akad baru sah bila memenuhi rukun dan syarat. Syarat rukun terdiri dari pihak penjual, pembeli, barang yang menjadi obyek transaksi dan adanya pernyataan serah terima (ijab qabul). Dalam transaksi pembiayaan murabahah waad dibuat oleh pihak yang paling besar kemungkinannya untuk melakukan cidera janji yaitu pihak pembeli atau nasabah, sedangkan bank sebagai pihak dirugikan bila transaksi jual beli tersebut batal. Oleh karenaitu, waad pembelian barang dibuat oleh nasabah bukan oleh bank. Untuk mencegah resiko tersebut bank dapat meminta uang muka atau tanda jadi kepada nasabah sebagai bukti keseriusan nasabah untuk melakukan pembelian barang. Apabila di kemudian hari pemesan menolak membeli barang tersebut, kerugian riil bank dapat diambil dari uang muka. Dengan demikian jika kerugian bank sebagai penjual lebih besar dari uang muka yang dibayar nasabah, bank dapat meminta tambahan biaya kepada nasabah sebagai pemesan barang. Akan tetapi pada pelaksanannya hal demikian jarang terjadi, karena sebagian besar nasabah saat mengajukan pembiayaan murabahah sudah melakukan pembayaran uang muka kepada pihak ketiga yang menjadi supplier bank. Hal yang harus digaris bawahi pada transaksi murabahah adalah; bahwa harga jual murabahah merupakan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati antara nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual.
2.5 Pembiayaan Murabahah pada CIMB Niaga Unit Usaha Syariah 2.5.1 Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi pembiayaan dengan prinsip jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna48. 47
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet. 3, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 65. 48
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah., op. cit., Hal, 13. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
35
Perbankan syariah tidak menggunakan istilah kredit atau pinjaman uang tetapi menggunakan istilah pembiayaan, karena dalam muamalah ekonomi syariah tidak ada konsep hutang piutang. Apabila seseorang meminjamkan uang kepada pihak lain tidak diperbolehkan memberikan tambahan diatas pokok pinjamannya49. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhamad SAW yang menyatakan bahwa setiap pinjaman uang yang menghasilkan manfaat adalah riba, dan para ulama bersepakat bahwa riba itu haram. Pinjam meminjam uang hanya ada dalam akad sosial atau tolong menolong (Tabarru’), bukan akad komersiil (Tijjarah).50 Akad Tijarah adalah segala macam kontrak yang timbul dalam transaksi dengan tujuan untuk mencari keuntungan (for profit transaction), karena itu bersifat komersil. Contoh transaksi kontrak investasi, jual beli dan sewa-menyewa. Keuntungan yang diperoleh dari transaksi ini tidak bersifat pasti, tergantung dari hasil usaha. Konsep peminjaman uang dengan bunga sebagai biaya hutang atau dikenal dengan istilah kredit ini, tidak dikenal dalam sistem ekonomi Islam. Fungsi uang dalam tatanan sistem ekonomi Islam hanyalah sebagai alat tukar dan karena itu, haruslah bersirkulasi di dalam masyarakat.51 Semakin cepat peredaran uang dalam perekenonomian suatu negara maka makin tinggi penghasilan nasional yang dapat meningkatkan pendapatan rakyat dan pada akhirnya meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi sebaliknya, apabila uang ditahan atau ditimbun sebagai komoditas untuk mencari keuntungan atau laba merupakan fenomena riba (bunga) maka kegiatan ini akan merusak tatanan ekonomi manusia52. Relevansi dan bukti kebenarannya dapat disaksikan dan dirasakan pada zaman sekarang dimana krisis demi krisis dibidang ekonomi dan moneter disebabkan fenomena bunga (interest) yang dilandasi bahwa uang sebagai komoditas, sehingga terjadi jurang (gap) yang 49
50
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal 69. Adiwarman Karim, Op. cit. hal. 70.
51
Al Dimasyqi et.al diterjemahkan oleh Ikhwan Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Islam Ulama Klasik, Cet.1 (Jakarta :Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2006), hal.116. 52
Ibid., Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
36
besar antara perekonomian riil dengan perdagangan asset diatas kertas (commercial papers) yang mengakibatkan penggelembungan volume ekonomi yang tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi secara rill (economic bubles).
2.5.2 Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah pada CIMB Niaga Unit Usaha Syariah Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai murabahah yaitu sebagai berikut53: Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah : 1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2) Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan dalam syariah Islam. 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4) Bank harus membeli barang yang diperlukan nasabah atas bank sendiri, dan harus pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5) Bank harus menyampaikan, semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. 6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
53
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa, Cet.3 (Jakarta :CV.Gaung Persada, 2006), hal.24-25 Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
37
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah : 1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian barang suatu barang atau asset kepada bank. 2) Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3) Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4) Dalam hal jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6) JIka nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7) Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif uang muka, maka: a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Jaminan dalam Murabahah : 1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Utang dalam Murabahah: Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
38
1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukannya dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikannya utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
pembayaran
angsuran
atau
meminta
kerugian
itu
diperhitungkan. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. 2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran degan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Bangkrut dalam Murabahah : Jika nasabah telah dinyataan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Fatwa Dewan Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia tersebut diatas, menjadi dasar dan telah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 19 ayat (1) huruf d “kegiatan umum Bank Syariah meliputi antara kegiatan menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad ishtishna atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah ”. Untuk memberikan kejelasan mengenai pelaksanaan atau implementasi pembiayaan dengan prinsip murabahah pada bank syariah, Bank Indonesia telah membuat kodifikasi produk pada tahun 2008 sebagai panduan produk bagi bank syariah guna menunjang percepatan pertumbuhan (akselerasi) bank syariah di Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
39
Indonesia.
Kodifikasi produk bank syariah diterbitkan
Bank Indonesia guna
mengakomodasi kebutuhan bank syariah, masyarakat ekonomi syariah dan pihakpihak lain yang terkait dengan transaksi-transaksi syariah di masyarakat yang seringkali mengalami benturan-benturan baik yang berkaitan dengan hukum, pajak, pencatatan akutansinya ada saat melaksanakan pembiayaan dengan prinsip syariah. Pengertian pembiayaan dalam kodifikasi produk adalah: “ Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli”.54 Fitur dan mekanisme pembiayaan murabahah sebagai berikut: 1) Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah. 2) Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 3) Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang sudah dipesan nasabah. 4) Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan di muka. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, bank harus mengelola risiko pembiayaan (credit risk) dengan menjaga kualitas aktiva dan membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif yang memadai. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Penialaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam peraturan ini ditegaskan kembali bahwa Bank Syariah itu memiliki fungsi intermediasi dimana salah satu kegiatannya adalah, penanaman dana bank dalam bentuk pembiayaan untuk memperoleh penghasilan yang disebut aktiva produktif. Fungsi penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) agar kualitas aktiva bank senantiasa baik dan meningkatkan peran bank dalam melaksanakan fungsi intermediasi.
54
Bank Indonesia,. op.cit., hal. 15. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
40
Dengan demikian meskipun CIMB Niaga Syariah menjalankan kegiatan jual beli, akan tetapi kenyataannya jual beli yang dijalankan adalah tetap merupakan kegiatan penyediaan dana dalam rangka penyaluran/penanaman dana dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Mengacu pada peraturan mengenai pelaksanaan pembiayaan murabahah sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai badan regulator tersebut diatas, pelaksanaan pembiayaan murabahah di CIMB Niaga Syariah dituangkan dalam
kebijakan
internal
perusahaan
sebagai
pedoman
dalam
pemberian
pembiayaan. Kebijakan Pembiayaan Perusahaan garis besarnya mengatur sebagai berikut : 1. Jenis Pembiayaan. Menurut sifat penggunaanya pembiayaan dapat dibagi menjadi: a. Pembiayaan komersial, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Pembiayaan komersial bersifat khusus (customized financing) karena struktur pembiayaannya seperti : cara pembayaran, jangka waktu, cara penarikan disesuaikan dengan jenis usaha, kebutuhan dan cash flow atau aliran dana masing-masing nasabah. Untuk jenis pembiayaan komersial fungsi Waad terasa sekali perbedaannya. Plafond atau nominal fasilitas dibuat oleh Bank dalam suatu Waad atau promise yang kemudian pencairan atau penarikan fasilitas dilakukan berdasarkan akad sesuai kebutuhan nasabah. Jadi Waad dibuat satu kali saja, sedangkan akad bisa beberapa kali sesuai kebutuhan nasabah. b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan
yang digunakan untuk
memenuhi barang kebutuhan pribadi. Seperti kebutuhan kendaraan, rumah, perabotan rumah tangga. Sebagai produk pembiayaan konsumtif merupakan produk umum (mass product) karena ditujukan kepada semua nasabah individu yang memenuhi kriteria (target market). Karakteristik lain dari pembiayaan konsumtif adalah selalu mensyaratkan adanya jaminan minimal sama dengan plafond pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan konsumtif dalam prakteknya sering disebut one shoot transaction yaitu transaksi pembiayaannya dilakukan dengan satu kali penarikan dan berlaku sampai Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
41
dengan jatuh tempo pembiayaan. Dan pembiayaannya bersifat on liquidation basis yaitu satu kali penarikan tanpa ada penarikan lainnya meskipun jumlah pembiayaan berkurang karena adanya angsuran. 2. Menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi : a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan ; 1) Peningkatan produksi (omset penjualan) baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. Misalnya : pembiayaan untuk pembelian bahan baku 2) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu seperti : pembiayaan pembangunan pabrik, pembelian mesin, alat-alat berat. 3. Pembiayaan dengan akad Murabahah a. Pembiayaan Komersial yaitu: 1) Pembelian Kantor; 2) Pembelian Pabrik; 3) Pembelian Gudang; 4) Pembelian Bahan Baku; 5) Pembiayaan Pembelian Persediaan Barang; 6) Pembelian Mesin, alat-alat berat; 7) Pembelian Kapal. b. Pembiayaan Konsumsi yaitu : 1) Kepemilikan Rumah; 2) Pembiayaan Renovasi rumah; 3) Pembiayaan Pembangunan Rumah; 4) Kepemilkan Rukan/Ruko; 5) Kepemilikan Apartemen; 6) Kepemilikan Tanah. 4. Jenis nasabah pembiayaan dapat digolongkan sebagai berikut. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
42
a) Nasabah perorangan. Sebagian besar pembiayaan konsumtif adalah nasabah perorangan. Meskipun demikian, nasabah perorangan juga bisa mengajukan pembiayaan produktif. Nasabah perorangan dilihat dari cara pengajuannya dapat dibagi menjadi: nasabah perorangan yang mengajukan orang per orang (one by one) yang disebut juga pembiayaan langsung dan nasabah yang mengajukannnya secara kolektif
melalui perusahaan yang disebut juga
pembiayaan tidak langsung melalui mekanisme implant banking program (IBP). b) Nasabah badan hukum bisa berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Koperasi, dan sebagainya. Hampir seluruh pembiayaan produktif diajukan oleh nasabah yang berbadan hukum. 4. Sumber Pengembalian (resource of payment) pembiayaan dibagi sebagai berikut: a) Nasabah perorangan sumber pengembaliannya dapat dibagi menjadi : 1. Pendapatan tetap (Fix income earner) adalah : nasabah dengan sumber pengembalian pembiayaannya berasal dari pendapatan tetap sebagai karyawan. 2. Pendapatan tidak tetap (Non fix income earner) adalah: nasabah yang sumber
pengembalian
pembiayaannya
berasal
dari
suatu
usaha
(wirasawasta), nasabah yang sumber pengembaliannya berasal dari jasa profesi seperti : dokter, akuntan, notaris, arsitek. 3. Pendapatan gabungan (join income) adalah nasabah yang sumber pengembaliannnya berasal dari penghasilan gabungan antara suami dengan isteri. b) Nasabah badan hukum sumber pengembaliannya berasal dari hasil usaha perseroan, aliran dana (cash flow) ke perusahaan. 5. Syarat-Syarat pembiayaan dapat dibagi menjadi : 1. Nasabah Perorangan syarat-syaratnya adalah : 1) Kartu Tanda Penduduk. 2) Kartu Keluarga. 3) Surat Nikah (bila telah menikah). 4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
43
5) Surat Keterangan kerja dari perusahaan. 6) Slip gaji. 7) Rekening tabungan. 8) Legalitas Jaminan yaitu : Sertifikat, IMB dan PBB. 2. Nasabah Badan Hukum syarat-syaratnya adalah: 1) Legalitas badan hukum meliputi : Anggaran Dasar perusahaan berikut perubahan-perubahannya bila ada. 2) Kartu Tanda penduduk para pengurus perseroan. 3) Nomor Pokok Wajib Pajak. 4) Laporan Keuangan minimal 2 tahun terakhir baik audited ataupun tidak. 5) Laporan Rekening Koran perseroan 6 bulan terakhir. 6. Evaluasi pembiayaan atas nasabah : 1. Nasabah perorangan 1) Usia maksimum 55 tahun atau usia pensiun sesuai ketentuan perusahaan atau profesi pada saat pembiayaan berakhir. 2) Telah memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun. 3) Telah menjadi karyawan tetap. 4) Tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indoensia ataupun nasabah dengan kolektibilitas diatas 2 (kurang lancar). 5) Ratio angsuran terhadap penghasilan maksimal 35% atau jumlah seluruh hutang (termasuk kartu kredit) dibandingkan dengan penghasilan maksimal 50%. 6) Pendapatan sebagai sumber pengembalian tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti : staff keuangan dari perusahaan bir, pegawai dari suatu perusahaan produsen makanan non halal. 7) Maksimum pembiayaan bank 90% dari kebutuhan nasabah (bisa 100% apabila pembiayaan tidak langsung seperti Implant Banking Program). 8) Rasio jaminan terhadap pembiayaan (collateral coverage) minimal 110%. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
44
9) Nasabah telah dicover oleh asuransi jiwa (life insurance) syariah 10) Jaminan telah dicover oleh asuransi kerugian (general insurance) syariah 2. Nasabah badan hukum 1) Telah memiliki legalitas perusahaan sebagai badan hukum (pengesahan sebagai badan hukum). 2) Telah memiiiki pengalaman usaha minimal 3 tahun. 3) Usahanya tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah seperti perusahaan minuman keras, produsen botol minuman keras dan perusahaan rokok. 4) Badan hukum maupun para pengurusnya tidak termasuk dalam daftar hitam bank Indonesia ataupun kredit macet. 5) Hasil analisa laporan keuangan dan ataupun aliran kas mampu membayar kewajiban kepada bank dari hasil usaha. 6) Memiliki jaminan fixed asset dan atau tagihan minimal 125% dari pembiayaan. 7) Jaminan telah dicover oleh asuransi kerugian (general insurance) syariah. 8) Maksimum pembiayaan bank 90% dari kebutuhan nasabah. Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan, evaluasi pembiayaan kadangkala tidak sesuai atau menyimpang dari kebijakan bank pengajuan pembiayaan tersebut tetap dapat diajukan kepada panitia pembiayaan dengan suatu persetujuan khusus sepanjang mitigasi resiko pembiayaan telah diantisipasi. Suatu contoh: nasabah memiliki rasio atau perbandingan antara penghasilan dengan angsuran 55% diatas ketentuan sebesar 35%. Pengajuan pembiayaan ini dapat diajukan penyimpangannya dengan suatu pertimbangan pencegahan resiko atau mitigasi resiko seperti adanya informasi yang akurat, bahwa penghasilan nasabah
akan mengalami kenaikan,
penghasilan ditransfer langsung ke rekening nasabah di CIMB Niaga Syariah dan tersedia surat pernyataan pemotongan penghasilan nasabah apabila terdapat tunggakan angsuran. Akan tetapi jika nasabah tersebut adalah nasabah badan hukum, Bank dapat mewajibkan kepada perusahaan untuk memasukan tagihan usaha ke Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
45
rekening penampungan (escrow account) yang tidak bisa diambil secara bebas oleh nasabah tetapi melalui mekanisme persetujuan bank dan pemberian jaminan perorangan (personeel guarantee)
dari pemilik perusahaan yang memiliki
kreditabilitas baik. Melihat kebijakan pembiayaan pada bank
CIMB Niaga Syariah mengenai
persyaratan dan evaluasi pembiayaan kebijakan tersebut sama dengan yang berlaku pada pembiayan bank CIMB Niaga konvensional, karena pada dasarnya resiko pembiayaan atau penyaluran dana di Bank CIMB Syariah dengan Bank CIMB Konvensional adalah sama. Akan tetapi, resiko pembiayaan pada Bank CIMB syariah ditambah dengan resiko yang muncul sehubungan dengan penerapan prinsipprinsip syariah (sharia compliance) dalam transaksi pembiayaan. Penerapan prinsip syariah wajib dipenuhi dalam transaksi pembiayaan murabahah seperti atas obyek yang dibiayai, para pihak yang melakukan akad jual beli. Oleh karena itu, seluruh karyawan CIMB Niaga Syariah selain diwajibkan menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam memberikan pembiayaan murabahah juga diwajibkan memenuhi prinsip syariah dalam menjalankan aktivitas layanannya. Dengan demikian seluruh karyawan syariah diwajibkan mengikuti pelatihan mengenai peraturan syariah dimana setelah pelatihan akan dievaluasi untuk melihat kemampuan karyawan memahami prinsip syariah. Khusus untuk karyawan yang berada di tingkat empat dibawah direksi wajib lulus sertifikasi manajemen resiko tingkat satu dan sertifikasi syariah. Untuk tingkat manajer yang berada di tingkat 3 dibawah direksi wajib lulus sertifikasi manajemen resiko tingkat dua dan sertifikasi syariah. Dilihat dari transaksi pembiayaan di bank syariah dengan bank konvensional, perbedaannya adalah pada pembiayaan syariah transaksi, jenis usaha dan sumber pengembalian harus memenuhi prinsip syariah. Pembiayaan syariah tersebut wajib ditutup dengan asuransi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Pembiayaan dengan prinsip syariah wajib ditutup dengan asuransi syariah yang terdiri dari asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi kerugian (general insurance). Perbedaan antara asuransi konvensional dengan syariah adalah pada konsep resiko. Pada asuransi konvensional konsep resikonya adalah mengalihkan resiko (transfer of Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
46
risk) dari nasabah kepada perusahaan asuransi, sedangkan pada asuransi syariah konsepnya adalah resiko ditanggung secara bersama-sama (sharing risk). Kelebihan asuransi syariah adalah adanya bagi hasil kepada nasabah pembiayaan, apabila terdapat keuntungan atas investasi premi yang dikelola oleh asuransi syariah tersebut. Akan tetapi, kewajiban pembiayaan syariah discover oleh asuransi syariah dapat dilakukan penyimpangan seperti pembiayaan pembelian apartemen, karena pembiayaan pembelian apartemen bersifat khusus dimana umumnya atas keseluruhan gedung tersebut telah dipertanggungkan oleh asuransi non syariah sehingga sulit mengganti asuransi syariah bila terdapat pembelian 1 unit apartemen dengan pembiayaan syariah untuk menggunakan asuransi syariah. Oleh karena pertanggungan asuransi apartemen tidak boleh berbeda antara unit yang satu dengan unit apartemen lain dalam satu gedung, sedangkan apartemen adalah suatu properti yang kepemilikannya bersifat khusus, yang hak atas tanah dan bangunan yang merupakan milik bersama. Dalam menghadapi situasi seperti ini Bank CIMB Niaga Syariah dapat mengajukan penyimpangan atau pengecualian dengan menggunakan asuransi non syariah. Penyimpangan transaksi ini secara kasus per kasus telah didiskusikan dan disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah dengan pertimbangannya adalah adanya fatwa darurat. Dengan adanya persetujuan khusus secara kasus per kasus diharapkan pembiayaan syariah dapat mengakomodasi kebutuhan nasabah secara lebih luas dan memberikan kesempatan kepada nasabah untuk bertransaksi secara syariah. Fatwa darurat digunakan apabila terjadi hal-hal yang bersifat khusus dan dapat disetujui sepanjang hal tersebut memberikan lebih banyak manfaat kebaikan terhadap penggunaan akad syariah bila dibandingkan kerugiannya karena kurang sesuai dengan prinsip syariah secara ideal.
2.5.3 Proses Pembiayaan Murabahah pada CIMB Niaga Unit Usaha Syariah PENGAJUAN SOLICIT
ANALISA: PERMOHONAN Kuantitaif Kualitatif Jaminan PEMBIAYAAN
PENGAJUAN PROPOSAL PEMBIAYAAN
PUTUSAN PEMBIAYAAN
DOKUMEN REALISASI PEMBIAYAAN LEGAL
-
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
47
Proses pembiayaan konsumsi terdiri dari 7 tahap sebagai berikut :55
1.Tahap Solisitasi Solisitasi merupakan tahap awal suatu pengajuan pembiayaan. Pada tahap ini sales atau marketing melakukan kegiatan pemasaran untuk menjual produk pembiayaan murabahah dengan cara : memasang brosur, membuat kerjasama (memorandum of understanding) dengan para pengembang perumahan (developer), Agen Tunggal Pemegang Merek kendaraan (dealer) ataupun pihak ketiga lainnya diantaranya agen properti dan perusahaan. Marketing mengadakan atau berpartisipasi dalam suatu pameran untuk mencari calon nasabah yang membutuhkan pembiayaan pembelian barang berwujud antara lain : rumah, apartemen, mobil, mesin. Pameran yang sering diikuti adalah pameran yang diadakan oleh Bank Indonesia baik yang melibatkan seluruh perbankan maupun khusus perbankan syariah, seperti : Pameran Real state Indonesia, Festival Ekonomi Syariah.
2.Pengajuan permohonan pembiayaan Pengajuan permohonan pembiayaan dari nasabah kepada bank. Tahap ini adalah hasil dari tahap solisitasi dimana bank melalui tenaga marketing mendapat nasabah yang membutuhkan dana bank untuk memenuhi kebutuhannya atas barang berwujud. Pada tahap ini, nasabah sudah mengisi formulir atau aplikasi permohonan pembiayaan dan melengkapi persyaratan diantaranya kartu tanda penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), surat nikah, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), rekening tabungan, dan surat keterangan kerja. Nasabah dan pihak bank melalui tenaga marketing sudah berkomunikasi secara detail mengenai margin yang ditetapkan oleh bank, biaya-biaya yang wajib ditanggung nasabah. Pada tahap ini Bank sudah melakukan evaluasi dini atas pengajuan pembiayaan berdasarkan data yang diterima oleh Bank meskipun hasil verifikasi pendapatan, kreditabilitas nasabah, hasil appraisal jaminan belum diterima oleh marketing. Dari data awal nasabah petugas marketing sudah dapat memperkirakan apakah data ini 55
CIMB Niaga Syariah, ”Product Knowledge Consumer Lending,” (Makalah disampaikan pada Pelatihan Perbankan Syariah CIMB Niaga, Jakarta Desember 2009), hal. 17. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
48
dapat diproses lebih lanjut ataukah diperlukan data penunjang lainnya diantaranya referensi kerja dari perusahaan sebelumnya, mengingat calon nasabah memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun.
3. Analisa Kualitatif, Kuantitatif dan Jaminan Setelah persyaratan pembiayaan nasabah diterima oleh petugas marketing, data atau informasi tersebut dipilah-pilah untuk diproses lebih lanjut sebagai berikut.56 1) Data identitas seperti kartu tanda penduduk dan nomor pokok wajib pajak, dikirim oleh marketing melalui bagian administrasi ke Bank Indonesia untuk mendapatkan informasi mengenai kreditabilitas calon nasabah pembiayaan. Dari Bank Indonesia, diperoleh informasi sebagai berikut. 1. Reputasi calon nasabah pembiayaan selama berhubungan dengan suatu bank. 2. Bentuk hubungan antara nasabah dengan Bank, apakah hanya sebagai nasabah penyimpan dana atau nasabah yang memperoleh pembiayaan. Jika nasabah memperoleh pembiayaan dari Bank, terdapat informasi mengenai jenis pembiayaan, besarnya pembiayaan dan kelancaran pembayaran. Informasi kelancaran pembayaran sesuai dengan peraturan Bank Indonesia disebut kolektibilitas.57. Sesuai peraturan Bank Indonesia kolektibilitas terdiri dari kolektibilitas 1 (lancar), kolektibilitas 2 (kurang lancar), kolektibilitas 3 (dalam perhatian khusus), Kolektibilitas 4 (diragukan) dan kolektibilitas 5 (macet).58 Nasabah dapat digolongkan memiliki kreditabilitas baik bila kolektibilitas pembayaran angsurannya lancar atau disebut dengan kolektibilitas 1. 2) Data Keuangan seperti, surat keterangan kerja, slip gaji, dan rekening tabungan dilakukan pengecekan guna memperoleh informasi mengenai
56
Ibid., hal. 26. Ibid. 58 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, PBI No. 9/19/PBI/2007, tahun 2007, ps. 8. Universitas Indonesia 57
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
49
sumber pembayaran dan menilai kemampuan nasabah didalam membayar angsuran. Pengecekan atau verifikasi dilakukan oleh bagian administrasi pembiayaan yang disebut dengan Credit Investigasi Appraisal Support. Apabila hasil verifikasi data keuangan nasabah memberikan informasi bahwa data keuangan yang diberikan oleh nasabah adalah akurat dan nasabah memiliki kemampuan untuk membayar. Hasil verifikasi keuangan tersebut dicantumkan dalam proposal pengajuan pembiayaan oleh marketing. Evaluasi kemampuan membayar nasabah disebut analisa kuantitatif. Dari proses verifikasi keuangan terlihat adanya dual control antara marketing dengan bagian administrasi pembiayaan. Data yang diperoleh marketing dilakukan verifikasi oleh bagian administrasi pembiayaan. 3) Data Jaminan seperti Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun, dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bemotor dilakukan pengecekan untuk menilai harga pasar jaminan. Harga pasar jaminan di tentukan oleh letak, nilai penyusutan dan alas hak jaminan. Barang yang dapat diterima sebagai jaminan wajib didukung alas hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan undang, agar dapat dilakukan pengikatan jaminan sesuai ketentuan yang berlaku. Penilaian jaminan dilakukan oleh pihak eksternal bank yaitu perusahaan penilai yang telah memiliki sertifikasi. Hasil penilaian jaminan akan menentukan collateral coverage (rasio antara jaminan dengan pembiayaan) yang termasuk dari bagian analisa kuantitatif. Minimal collateral coverage yang diajukan harus sesuai dengan kebijakan pembiayaan bank minimal 110%.59
4. Pengajuan Proposal Pembiayaan. Proposal pembiayaan terdiri dari data mengenai diri nasabah, data keuangan, data jaminan, hasil evaluasi kualitatif dan kuantitif beserta data pendukungnya disusun dalam suatu proposal. Ringkasan proposal pembiayaan dituangkan dalam nota aplikasi pembiayaan. Jadi, nota aplikasi pembiayaan merupakan inti dari proposal 59
CIMB Niaga Syariah, op.cit., hal. 28. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
50
pembiayaan. Dari ringkasan yang termuat dalam nota aplikasi pembiayaan diharapkan panitia pembiayaan sudah bisa memperoleh informasi pembiayaan yang diajukan dan tingkat resiko. Untuk memberikan gambaran perbedaan pembiayaan murabahah untuk pembelian rumah tinggal dengan kredit kepemilikan rumah dapat dijelaskan dengan kedua ilustrasi dibawah ini. Contoh 1 Ilustrasi pembiayaan pembelian rumah dengan akad murabahah. Tujuan
: Pembiayaan Kepemilikan Rumah Tinggal
Harga Rumah
: Rp.650.000.000,-
Uang Muka 20%
: Rp.130.000.000,-
Harga Perolehan Bank
: Rp. 520.000.000,-
Margin Bank 72.2 % u 10 th : Rp. 375.258.718,Total Hutang Murabahah
: Rp. 895.258.718,-
Jangka Waktu
: 120 Bulan
Angsuran perbulan
: Rp.
7.366.667,-
Pada contoh diatas, tingkat margin pada pembiayaan adalah 7,22% per tahun. Apabila jangka waktu pembiayaan 10 tahun maka tingkat margin dikalikan dengan 10 sesuai dengan tenor pembiayaan. Penentuan tingkat margin ditentukan dalam rapat Asset Liability Comitee (ALCO) Bank CIMB Niaga Syariah dimana para anggota terdiri dari perwakilan dari : unit penjualan, produk, treasury dan anggota direksi. Referensi dalam penentuan besarnya margin di antaranya sebagai berikut.60 1) Margin keuntungan rata-rata bank syariah yang ditetapkan sebagai pesaing langsung terdekat ( direct competitor market rate). 2) Tingkat suku bunga rata-rata perbankan nasional yang dalam rapat ALCO diputuskan sebagai pesaing tidak langsung terdekat (indirect competitor market rate). 3) Target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada pihak ketiga (expected competitive return for investors).
60
Adiwarman Karim, loc.cit., hal. 281. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
51
4) Biaya langsung yang dikeluarkan oleh bank terkait dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga (acquiring cost). 5) Biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh Bank terkait dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga (overhead cost). Setelah memperoleh referensi margin keuntungan ditambah dengan sasaran atau target pencapaian diputuskan dalam rapat ALCO maka bank melakukan penetapan harga jual yang dituangkan dalam minimal harga jual (Base Financing Rate). Harga jual adalah harga pokok pembelian ditambah dengan margin keuntungan. Kadangkala dalam memberikan informasi mengenai margin pembiayaan, bank syariah mendapat pertanyaan dari nasabah ataupun calon nasabah mengapa penentuan harga jualnya lebih mahal daripada bank konvensional. Sebagaimana pada contoh ilustrasi diatas, Bank Syariah menetapkan keuntungan 7,22% pertahun untuk tenor 10 tahun sedangkan, sementara bank konvensional hanya 7%. Hal demikian terjadi, karena margin keuntungan di bank syariah bersifat tetap dan pasti (fixed rate) sedangkan pada Bank Konvensional bunga yang diberikan bersifat mengambang dan berubah-ubah sesuai kondisi pasar (floating rate). Dengan demikian resiko yang dihadapi oleh Bank Syariah lebih tinggi karena tidak dapat berubah mengikuti kondisi pasar, oleh karena itu margin keuntungan menjadi lebih tinggi. Margin keuntungan Bank syariah yang sifatnya tetap, menjadi daya jual pembiayaan syariah untuk pembiayaan dengan tenor panjang, karena memberikan kepastian dan rasa aman kepada nasabah bahwa angsuran tidak akan naik bila terjadi perubahan kondisi makro ekonomi seperti inflasi, devaluasi dan krisis likuiditas yang mengakibatkan naiknya suku bunga pinjaman bank. Pada pembiayaan murabahah margin keuntungan yang tercermin dalam angsuran tidak akan berubah naik, mesikpun terdapat perubahan kondisi ekonomi. Bank Syariah dilarang merubah harga jual pada pembiayaan murabahah dengan alasan apapun termasuk kemungkinan terjadinya kondisi makro ekonomi yang buruk. Contoh pembiayaan rumah dengan akad murabahah diatas, dapat dibandingkan dengan ilustrasi kredit kepemilikan rumah di Bank Konvensional adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
52
Contoh 2 Ilustrasi kredit kepemilikan rumah pada Bank konvensional. Tujuan
: Kredit Kepemilikan Rumah Tinggal
Harga Rumah
: Rp.650.000.000,-
Uang Muka 20%
: Rp.130.000.000,-
Plafond Kredit
: Rp. 520.000.000,-
Suku Bunga
: 5.4%
Jangka Waktu
: 120 Bulan
Angsuran perbulan
: Rp.6.657.701,-
Dengan kedua ilustrasi tersebut di atas, dapat kita lakukan suatu perbandingan sebagai berikut:61 Tabel 2.1 Perbandingan Antara Pembiayaan Rumah dengan Akad Murabahah dan Kredit kepemilikan Rumah dengan Sistem Bunga Perihal
Angsuran
KPR Syariah dengan Akad
KPR Konvesional dengan
Murabahah
sistem Bunga
-Angsuran tetap
- Angsuran berubah-ubah Sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar
-Angsuran tidak akan
Mekanisme
Pengurangan
- Angsuran dapat naik (lebih
mengalami kenaikan tetapi
Tinggi) atau turun (lebih
angsuran bisa turun (lebih
Rendah) dari angsuran awal
rendah) karena adanya
Mengikuti suku bunga yang
pengurangan (discount)
Berlaku.
- Ada
- Tidak Ada
-Dibatasi maksimal sebesar
- Tidak ada pembatasan
(Discount)
Keuntungan yang diperoleh bank
dalam
pembiayaan KPR
memberikan
keuntungan yang telah
terhadap Keuntungan Bank.
disepakati di awal akad
Bank dapat mengambil Keuntungan berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku.
61
CIMB Niaga Syariah, op.cit., hal. 35. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
53
Denda
keterlambatan
pembayaran angsuran
- Bukan sebagai pendapatan
- Sebagai Pendapatan Bank.,
Bank, masuk kepada dana
Diakui sebagai pendapatan
Kebajikan (Qardhul Hasan)
Bank.
untuk disalurkan ke Lembaga Amil Zakat sebagai zakat dari nasabah KPR
Penutupan Asuransi
- Asuransi Syariah dengan konsep Sharing Risk
- Asuransi Konvensional dengan konsep Transfer Risk
- Adanya bagi hasil kepada
- Tidak Ada
Nasabah pembiayaan apabila terdapat keuntungan investasi atas kumpulan premi asuransi
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan utama adalah adanya pembatasan keuntungan yang diperoleh bank CIMB Niaga Syariah sedangkan sistem bunga pada bank konvensional tidak ada batasan atas keuntungan bank. Tidak adanya batasan pemberian bunga kredit kpemilikan rumah pada Bank Konvensional membuat nasabah kurang nyaman, karena adanya potensi resiko angsuran akan naik tanpa melihat kemampuan nasabah seperti pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Pada ilustrasi diatas pembiayaan murabahah keuntungan bank syariah dibatasi maksimal
sebesar
Rp.375.258.718,00
sedangkan
pada
bank
konvensional
keuntungan bank atas pembebanan bunga kredit tidak ada batasannya. Tidak adanya pembatasan mengenai keuntungan bank atas pembebanan bunga kredit pinjaman tentunya sangat merugikan nasabah. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998 terjadi, suku bunga deposito mencapai 60-70% dan suku bunga pinjaman naik menjadi 7578% akibatnya angsuran pinjaman naik 2-3 kali lipat dari angsuran semula dan berakibat pada naiknya tunggakan pembayaran kredit yang tercermin dalam rasio aktiva non produktif (aktiva non performing loan) pada bank –bank konvensional. Hal demikian terjadi, karena penghasilan nasabah tetap sedangkan kewajiban pembayaran kredit naik 2 -3 kali lipat dari semula. Apabila kondisi krisis di tahun 1998 kita ilustrasikan dengan menggunakan contoh
diatas,
angsuran
yang
semula
Rp.6.650.000,00
naik
menjadi
Rp.13.400.000,00 atau Rp.20.100.000,00 perbulan tentunya hal ini mengakibatkan nasabah harus membayar diluar batas kemampuannya. Oleh karena itu nasabah Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
54
menunggak, karena nasabah juga harus membayar biaya rutin yang harus dipenuhinya untuk dapat hidup sebelum membayar angsuran. Hal tersebut diatas, tidak akan terjadi apabila nasabah mengambil pembiayaan rumah dengan akad murabahah di bank syariah. Angsuran di bank syariah tetap, tidak akan naik dan tidak berubah karena situasi makro ekonomi. Lebih aman dan nyaman dalam menghadapi kondisi ekonomi yang tidak pasti.
5. Putusan Pembiayaan Proposal pembiayaan yang ringkasannya termuat dalam nota aplikasi pembiayaan, oleh marketing dimintakan persetujuannya kepada pemimpin cabang dan satu orang pemegang limit independen. Proposal pembiayaan dapat disetujui, disetujui dengan syarat, ataupun ditolak oleh pemimpin cabang dan atau pemegang limit independen. Apabila disetujui dengan syarat ataupun ditolak pihak marketing dapat melakukan banding dengan memberikan pertimbangan dan mitigasi resiko pembiayaannya kepada pemimpin cabang dan pemegang limit independen. Apabila pengajuan proposal pembiayaan ini disetujui maka marketing akan membuat surat penawaran pembiayaan (offering letter) yang berisikan diantaranya : nominal pembiayaan, jangka waktu (tenor), besarnya angsuran per bulan, biaya administrasi, denda keterlambatan, biaya asuransi jiwa pembiayaan dan asuransi kerugian, biaya pengikatan jaminan seperti diantaranya: biaya Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) dan atau Akta Pemasangan Hak Tanggungan (APHT), pengikatan jaminan fidusia. Hal-hal yang tertuang dalam surat penawaran pada dasarnya berasal dari nota aplikasi pembiayaan. Namun demikian hal-hal yang sudah tertuang didalam surat penawaran dimasukkan kembali kedalam perjanjian pembiayaan yaitu pada lampiran perjanjian pembiayaan (commercial clause). Perjanjian pembiayaan murabahah terdiri dari bagian perjanjian yang memuat perjanjian yang bersifat umum (general clause) sedangkan hal-hal yang bersifat khusus masuk kedalam commercial clause. Perjanjian ini akan diuraikan lebih lanjut dalam tahap dokumen hukum. Apabila nasabah sudah setuju dengan penawaran tersebut maka masuk kepada tahap penandatanganan perjanjian pembiayaan dan pengikatan jaminan (legal Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
55
signing). Sebaliknya, apabila pengajuan proposal tersebut tidak disetujui maka diberikan surat pemberitahuan kepada calon nasabah.
6. Dokumen Legal Dokumen legal pada dasarnya dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu : perjanjian pembiayaan dan pengikatan jaminan. 1. Perjanjian pembiayaan murabahah terdiri atas:62 a. General clause (hal-hal yang bersifat umum dan semua nasabah pembiayaan menerima hal yang sama) diantaranya mengenai : definisi, fasilitas pembiayaan, keberlakuan, kesepakatan mengenai pemilihan dan realisasi pembiayaan. Yang patut diperhatikan disini, bank dan nasabah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul dengan cara musyawarah, apabila belum terdapat kesepakatan maka perselisihan akan dibawa ke Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS). Dengan pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS, sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undangundang nomor: 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, bank dan nasabah dapat meminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS tersebut pada setiap Pengadilan Negeri di wilayah hukum Republik Indonesia (lihat lampiran perjanjian pembiayaan murabahah pasal 13 ayat 5). b. Commercial
clause
(hal-hal
yang bersifat
khusus
mengenai
pembiayaan) diantaranya : jumlah pembiayaan, besarnya margin, total piutang murabahah,
jangka waktu,
jumlah
angsuran,
denda
keterlambatan, biaya-biaya, alamat surat menyurat. Khusus mengenai denda keterlambatan dikenakan kepada nasabah apabila terlambat dalam melakukan pembayaran angsuran yang besarnya contoh : Rp.5.000 per hari dan mulai dihitung setelah 7 hari< keatas. Misalkan keterlambatan nasabah 10 hari maka jumlah denda Rp.5.000 x 10 hari = Rp.50.000,- tetapi bila keterlambatan masih dibawah 7 hari 62
CIMB Niaga Syariah, op. cit., hal. 40. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
56
misalkan nasabah baru membayar di hari ke 7 maka tidak dikenakan denda keterlambatan. Denda keterlambatan di CIMB Niaga Syariah bukan merupakan pendapatan bank. Denda keterlambatan akan dibukukan kedalam pos tersendiri sebagai rekening qardhul hasan (dana kebajikan) untuk disalurkan oleh bank atas nama nasabah pembiayaan kepada lembaga amil zakat yang bekerjasama dengan bank. Tetapi di sebagian bank syariah ada yang memasukkan sebagian denda keterlambatan sebagai pendapatan untuk penggantian biaya telpon, surat menyurat, transport kepada nasabah dalam rangka penagihan dan pengumpulan pembayaran (dunning dan collection). Masalah penagihan akan dijelaskan lebih detail dalam bagian penanganan pembiayaan bermasalah. Perjanjian pembiayaan murabahah antara Bank dengan nasabah tidak dilakukan dengan suatu akta notariil, hal ini untuk mengurangi biaya yang timbul atas pembiayaan murabahah seperti biaya pembuatan akta dan jasa notaris. 2. Pengikatan Jaminan dilakukan secara notariil sesuai ketentuan undangundang seperti Hak Tanggungan apabila jaminan yang diserahkan berupa tanah, tanah
dan bangunan apartemen,
rumah toko atau rumah kantor.
Pengikatan jamian dilakukan secara fidusia untuk barang-barang yang bergerak seperti mobil dan motor, dilakukan secara gadai untuk jaminan deposito.
7. Realisasi Pembiayaan (Disbursement) Setelah perjanjian pembiayaan dan pengikatan jaminan telah ditanda tangani oleh bank dan nasabah, maka proposal berikut dokumen legal diserahkan ke bagian kepatuhan (compliance) yang berada di bawah koordinasi bagian Credit Processing Center (CPC) untuk dilakukan pengecekan ulang. Jika semua persyaratan pembiayaan dan dokumen hukum sudah terpenuhi, pembiayaan tersebut akan dicairkan oleh bagian pembukuan pinjaman ke rekening nasabah di bank CIMB Niaga untuk kemudian pada hari yang sama dikirim ke rekening pemasok rekening developer sesuai dengan instruksi yang diterima oleh bank dari developer, dealer dan Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
57
pihak ketiga lainnya. Apabila terdapat hal-hal yang masih harus dilengkapi maka marketing wajib memenuhi kekurangan dokumen dan atau membuat memo permohonan akan menyelesaikan kekurangan atau dokumen to be obtaining (TBO) dan diajukan kepada panitia pembiayaan. Jika prinsip syariah dilaksanakan secara optimal pada transaksi pembiayaan murabahah, dana yang dicairkan oleh bank langsung dikirim atau disetorkan ke rekening supplier bukan melalui nasabah terlebih dahulu. Akan tetapi pada pelaksanaannya dana
rekening
direalisasikan
terlebih dahulu ke rekening nasabah di bank untuk kemudian baru ditransfer ke rekening pemasok Hal ini dilakukan oleh bank, dengan pertimbangan sebagai keperluan pembuktian keberhutangan nasabah apabila terjadi perselisihan antara bank dan nasabah dikemudian hari. Permasalahan ini terjadi, karena transaksi murabahah ini adalah penyediaan dana oleh bank untuk membiayai pembelian barang. Melihat rangkaian proses pembiayaan murabahah pada Bank CIMB NiagaUnit Usaha Syariah tersebut atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahapan dalam proses pembiayaan tersebut telah mencerminkan kebijakan pembiayaan Bank CIMB Niaga dalam menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) secara konsisten.
Hal ini dapat disimpulkan dari kebijakan pembiayaan yang bersifat
abstrak sampai dengan kebijakan yang bersifat teknis mencerminkan prinsip kehatihatian bank. Dari alur proses pembiayaan, selalu melibatkan dua bagian (dual control approval) seperti inisiasi data oleh marketing sedangkan verifikasi data keuangan oleh pihak Credit Investigasi Appraissal Support, data jaminan diperoleh oleh marketing untuk kemudian dilakukan verifikasi oleh perusahaan penilai, marketing dan pemimpin cabang memiliki target tetapi tidak memiliki kewenangan menyetujui pembiayaan, penandatangan dokumen hukum dilakukan oleh marketing bersama dengan legal operasional, pembukuan biayaan dilakukan bagian operasional atas permintaan nasabah melalui marketing. Setiap proses dalam pembiayaan selalu melibatkan dua bagian (four eyes principles) yaitu marketing dan pemimpin cabang sebagai business unit yang memiliki target financial dibantu oleh bagian lain sebagai fungsi support seperti bagian credit investigasi, appraissal support, legal signing, compliance, operation Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
58
yang tidak memiliki target financial melainkan target kepatuhan terhadap resiko pembiayaan yag telah ditetapkan oleh management. Dengan demikian, adanya 2 (dua) fungsi yaitu fungsi usaha (business) dan fungsi pendukung (support) yang indpenden dalam arti masing-masing unit berdiri sendiri, bagian marketing yang memiliki target finansial tidak dapat memerintah bagian support karena masingmasing bersandar pada kebijakan
pembiayaan yang telah ditetapkan oleh
manajemen seperti syarat-syarat pengajuan pembiayaan, standarisasi evaluasi, standarisasi proses pembiayaan dan petunjuk teknis sebagai acuan setiap bagian yang terkait dalam proses pemberian pembiayaan.
2.5.4 Skema Pembiayaan Murabahah konsumer pada CIMB Niaga Unit Usaha Syariah
1.Pengajuan permohonan pembiayaan dan negosiasi (contoh: pemilikan mobil)
2a. Waad beli (offering letter)
2b. Wakalah (beli barang dan terima barang) 4. Penandatanganan perjanjian pembiayaan murabahah 7. Pembayaran angsuran
Nasabah
Dealer
5. Bayar lunas pembelian mobil
3. Nasabah (sebagai wakil Bank Pesan mobil
6. Serah terima barang (contoh: mobil)
Skema tersebut diatas, bertujuan untuk memperjelas proses terjadinya jual beli pada pembiayaan murabahah. Proses pemesanan barang dari nasabah kepada bank terjadi, ketika nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembelian barang yang Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
59
dibutuhkan dan menyerahkan data yang dipersyaratkan oleh bank dengan mengisi form aplikasi pembiayaan. Pengisian form aplikasi oleh nasabah dapat diartikan adanya pemesanan barang oleh nasabah kepada bank (waad beli), karena di dalam aplikasi nasabah sudah melampirkan jenis barang, tipe barang, harga barang yang ingin dipesan termasuk kepada supplier mana barang tersebut dapat diperoleh. Data barang yang dibutuhkan oleh nasabah dapat diinformasikan secara detail, karena sebagian besar nasabah sudah memilih sendiri barang yang dibutuhkan.. Hal demikian terjadi, disebabkan pada pelaksanannya nasabah menemukan terlebih dahulu barang yang dibutuhkan setelah itu baru mencari pembiayaan melalui Bank. Dengan demikian pada praktek secara nyata nasabah melakukan pemesanan barang kepada pihak ketiga terlebih dahulu baru kemudian melakukan pemesanan ke bank. Hal ini tentu kurang sesuai dengan prinsip syariah karena wakalah dari bank belum ada tetapi nasabah sudah melakukan pemesanan barang kepada supplier bank. Wakalah bank kepada nasabah baru terjadi ketika bank dan nasabah melakukan perjanjian pembiayaan murabahah (akad murabahah). Meskipun seharusnya pemberian wakalah itu dilakukan sebelum terjadinya ”akad jual beli” tetapi pada kenyataannnya hal tersebut dilakukan pada saat yang bersamaan dengan ”akad jual beli’. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan prinsip syariah yang mewajibkan jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank63. Tahap berikutnya adalah pemberitahuan dari bank kepada nasabah bahwa pengajuan pembiayaan telah disetujui oleh bank dengan keterangan secara rinci mengenai harga pokok barang, besarnya keuntungan bank (margin), jumlah angsuran, jangka waktu dan biaya-biaya atau biasa disebut offering letter (surat penawaran). Apabila nasabah sudah menyetujui penawaran bank, maka langkah selanjutnya bank mengirim surat pemesanan kepada pihak dealer, developer dan pihak ketiga lainnya sesuai dengan order nasabah. Fungsi surat pemesanan bank kepada pihak pemasok/supplier menjadi sangat penting artinya karena secara hukum positif jual beli dianggap sudah terjadi antara 63
Dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional, op. cit., hal. 25. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
60
bank dengan pemasok, karena sudah terdapat kesepakatan mengenai harga dan barang yang merupakan komponen pokok jual beli. Meskipun bank belum membayar harga dan barang belum dikirim tetapi sudah memiliki kekuatan hukum dan mengikat bank dan pihak ketiga untuk memenuhi perikatan jual beli tersebut, karena jual beli adalah perjanjian konsensuil.64 Sebagaimana tertuang dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Konsep konsensuil dalam hukum positif kita sesuai dengan prinsip jual beli dalam perspektif syariah islam jual beli antara bank dengan supplier sudah terjadi secara sah karena telah memenuhi (rukun) akad jual beli yang dalam muamalah ekonomi yaitu adanya pihak penjual (supplier) dan pembeli (bank) yang cakap, kesepakatan mengenai obyek dan harga jual beli ditambah dengan adanya pernyataan untuk menjual dan pernyataan penerimaan membeli (ijab kabul). Bila demikian hal ini sesuai dengan syarat murabahah yakni bank baru dapat menjual barang kepada nasabah setelah barang tersebut dibeli oleh bank65, karena dalam muamalah ekonomi Syariah barang sudah menjadi bank milik karena telah terpenuhinya kesepakatan mengenai spesifikasi barang, harga dan waktu penyerahan yang merupakan rukun dan syarat sahnya jual beli. Meskipun barang belum diantar dan harga belum dibayar. Oleh karena itu, bank berhak untuk menjual kembali barang tersebut kepada nasabah. Hal ini berbeda dengan tatanan hukum positif, meskipun jual beli antara bank dan supllier sudah dianggap sah terjadi dan mengikat para pihak tetapi jual beli pada tahap ini belum adanya pemindahan hak milik, ia baru memberikan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak karena jual beli bersifat obligatoir66. Sifat obligatoir ini nampak jelas dari pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ”Hak milik suatu barang tidaklah berpindah kepada pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613 dan 616”67. 64
65
66
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.11, (Jakarta: PT.Intermasa, 1987) hal. 79. Dewan Syariah Nasional, op.cit., hal. 25. Ibid.
67
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, cet. 27, (Jakarta: Pardnya Paramitra, 1995), ps. 1459. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
61
Perpindahan hak milik barang atau hak milik beralih dari penjual kepada pembeli apabila telah dilakukan levering. Dalam sistem hukum positif, mewajibkan adanya lembaga penyerahan atau levering sebagai syarat pemindahan hak milik. Dengan demikian barang yang dibeli belum dapat dipindah tangankan secara yuridis apabila levering ini belum dilaksanakan oleh pihak penjual. Bagaimana pihak penjual bisa menjual barang yang secara hukum positif belum menjadi miliknya?. Levering ini dibedakan menurut jenisnya apabila bank melakukan pembelian mobil maka hak milik secara hukum terjadi pada saat penyerahan barang secara fisik dan dokumen lain seperti terbitnya bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB) dan surat tanda nomor kendaraan. Berbeda dengan penyerahan benda tidak bergerak seperti rumah tinggal, apartemen maka penyerahan secara hukum tidak hanya sampai pada penyerahan fisik saja atau penguasaan fisik seperti memberikan kunci rumah kepada bank tetapi harus dilengakapi dengan akte transport yaitu akte jual beli68 di hadapan pejabat pembuat akte tanah (PPAT)69 yang memiliki wilayah kerja yang sama dengan lokasi dimana tanah tersebut berada. Perbedaan perspektif antara hukum syariah dan hukum positif tidak menjadi kendala dalam melaksanakan pembiayaan murabahah karena para pihak sudah melakukan perjanjian pembiayaan murabahah. Sesuai ketentuan pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, oleh karena itu para pihak wajib tunduk pada kesepakatan yang termuat dalam perjanjian. Dimana dalam perjanjian tersebut sudah disepakati untuk hal-hal yang menyangkut prinsip syariah para pihak sepakat untuk tunduk pada hukum syariah sedangkan untuk hal-hal yang tidak menyangkut prinsip syariah tunduk pada ketentuan hukum positif. Setelah offering letter disetujui oleh nasabah dan surat pemesanan barang kepada pihak supplier (developer, dealer atau pihak ketiga lainnya) sudah dibuat. Maka tahap selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian pembiayaan murabahah dan pengikatan jaminan. Pada saat penandatangan perjanjian pembiayaan murabahah 68
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP no.24 tahun 1997, LN No.57 Tahun 1997, TLN No. 3696, ps. 23. 69
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 tahun 1998, LN no. 52 Tahun 1998, TLN. 3746, ps.1. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
62
inilah dapat dikatakan terjadinya jual beli yang sah antara bank dan nasabah karena telah memenuhi syarat-syarat akad jual beli yang dibagi dalam 3 kategori yaitu:70 1. Syarat-syarat mengenai orang yang mengadakan akad Orang yang mengadakan akad harus berakal dan sudah baligh (tamyiz). Hal ini tentunya menjadi persyaratan yang utama karena perjanjian menjadi batal demi hukum apabila persyaratan ini tidak terpenuhi. Untuk menghindari resiko terjadinya hal ini, bank sudah melakukan pencegahan (mitigasi) melalui kebijakan pembiayaan menyangkut kriteria nasabah yang dapat diajukan untuk memperoleh pembiayaan diantaranya sebagai berikut : 1) usia minimal 21 tahun maksimal 55 tahun atau usia pensiun 2) Memiliki tingkat pendidikan yang cukup untuk mendukung pekerjaaan dan mencari pekerjaan 3) Memiliki pengalaman bekerja minimal 2 tahun 4) Memiliki pekerjaan tetap dan memperoleh penghasilan dari pekerjaannya itu 5) Telah diangkat sebagai karyawan tetap Dengan kriteria seperti tersebut diatas, kecil kemungkinannya seorang yang tidak atau kurang cakap memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan, karena orang tidak atau kurang cakap tidak dapat memenuhi persyaratan diatas. Apabila kita perbandingkan syarat ini sama dengan syarat sahnya perjanjian yang ada pada hukum positif yang tertuang dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu para pihak yang mengadakan perjanjian jual beli harus cakap untuk membuat suatu perikatan. Persyaratan ini termasuk persyaratan subyektif yaitu mengenai diri pribadi para pihak yang mengadakan perikatan. 2. Objek transaksi murabahah harus memenuhi ketentuan syariah Obyek pembiayaan yang menggunakan akad murabahah wajib memenuhi persyaratan: 1) merupakan benda yang berwujud dan memberikan manfaat. Contoh diantaranya: pembiayaan pembelian rumah memiliki wujud dapat dilihat, dapat dipegang sekaligus memberikan atau bermanfaat untuk nasabah; sebagai tempat berteduh, beribadah, beristirahat, belajar dan bersilaturahmi. 70
Wiroso, op. cit., hal. 31. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
63
2) Tidak mengandung zat-zat yang diharamkan seperti : minuman beralkohol, mengandung daging babi. Termasuk pula pembiayaan untuk penyediaan fasilitas yang usahanya bertentangan dengan syariah diantaranya pembelian ruko untuk menjual makanan yang mengandung zat yang haram, memberikan pembiayaan untuk pabrik yang membuat minuman keras. 3) Haram selain zatnya karena adanya unsur : a. melakukan penipuan dengan menaikkan harga pokok barang. Untuk menghindari hal ini, maka perjanjian pembiayaan murabahah di CIMB Niaga wajib menjelaskan dan menuliskan dalam perjanjian pembiayaan murabahah. Seperti contoh diatas harga rumah Rp. 650 juta dikurangi dengan uang muka nasabah sebesar Rp.130 juta maka harga perolehan bank atas barang tersebut adalah Rp. 520 juta. Tidak boleh bank menuliskan harga pokoknya menjadi Rp. 530 juta. Jadi bank menaikkan harga perolehan bank atau sudah menambah keuntungan diatas harga perolehan bank. Bank hanya boleh mengambil keuntungan dari margin (keuntungan) saja. Dengan demikian harga perolehan barang dikurangi dengan uang muka ditambah dengan keuntungan (margin) bank yang telah disepakati bersama inilah yang disebut dengan harga jual bank. Harga jual ini disebut dengan piutang murabahah yang besarnya tidak berubah selama jangka waktu pembiayaan. Transparansi harga pokok barang, jumlah margin, jangka waktu, biaya-biaya yang dibebankan, dan denda keterlambatan wajib dituangkan secara tertulis dan jelas dalam perjanjian. Agar kedua belah pihak benar-benar memiliki kesamaan informasi sehingga tidak ada yang merasa dicurangi. Dengan kesetaraan inilah diharapkan pihak bank dan nasabah sama-sama sepakat dan ikhlas untuk memenuhi hak dan kewajiban yang tertuang dalam akad pembiayaan murabahah. Ditambah dengan jadwal angsuran sebagai informasi bagi nasabah sisa pokok hutang murabahah dari waktu ke waktu sampai hutang tersebut lunas yang ditandatangani oleh bank dan nasabah. Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
64
b. Adanya hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan yang masih bersifat tidak pasti
(Gharar). Sehingga
kepastian harga obyek yang diperjual belikan, harga pokok barang, jangka waktu, biaya-biaya, jumlah angsuran, jumlah denda wajib disepakati dan tertulis didalam perjanjian pembiayaan murabahah. Salah satu keuntungan pembiayaan dengan prinsip murabahah, adalah kepastian mengenai jumlah angsuran (angsuran tetap) sampai dengan jangka waktu pembiayaan yaitu maksimal 20 tahun. 3. Faktor yang mutlak harus ada pada suatu akad selanjutnya, adalah adanya sighat talik atau ijab-kabul. Adanya pernyataan dari bank selaku penjual dan adanya penerimaan dari nasabah selaku pembeli yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan murabahah. Kesepakatan mengenai obyek yang dijual, harga maupun cara pembayarannnya wajib tertuang secara jelas di dalam perjanjian pembiayaan. Dari uraian diatas, dapat dikatakan jual beli antara bank dan nasabah terjadi pada saat penandatanganan perjanjian pembiayaan murabahah. Dapat disimpulkan demikian, karena dalam perjanjian pembiayaan murabahah terpenuhi segala persyaratan yang menjadi sahnya jual beli.
2.5.5 Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada CIMB Niaga Unit Usaha Syariah Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh bank setelah dilakukan realisasi pembiayaan adalah pemantauan pembiayaan. Secara umum tahapan pemantauan pembiayaan antara konvensional dengan syariah adalah sama. Pemantauan pembiayaan dapat digolongkan menjadi 2 hal yaitu:71
1.Pemantauan pembayaran angsuran. Pemantauan pembayaran dilakukan untuk memastikan kondisi pembayaran nasabah lancar atau tidak lancar. Pemantauan dilakukan dengan melakukan penagihan melalui telpon atau surat. Penagihan dilakukan untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai keadaan nasabah serta menjalin hubungan baik dengan nasabah. Penagihan 71
CIMB Niaga Syariah, op. cit., hal. 42 Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
65
dilakukan dengan tujuan menciptakan komunikasi yang baik antara bank dan nasabah. Diharapkan dengan adanya komunikasi yang baik, nasabah dapat memberikan informasi secara terbuka apabila terdapat kesulitan keuangan dan bersama-sama menemukan alternatif penyelesaiannya. Untuk penagihan pembiayaan murabahah pemantauan jaminan dilakukan dengan sering melakukan kunjungan ke tempat tinggal nasabah guna menjalin silahturahmi dengan nasabah. 2.Pemantauan Jaminan. Tujuan dari pemantauan jaminan adalah memastikan keberadaan jaminan, memastikan nilai jaminan sesuai dengan sisa pembiayaan yang masih menjadi kewajiban nasabah. Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui penjualan merupakan alternatif terakhir yang dipilih oleh bank maupun nasabah. Hal ini baru ditempuh apabila nasabah benar-benar tidak memiliki penghasilan untuk membayar angsuran ataupun memiliki penghasilan tetapi turun drastis dari penghasilan semula pada saat nasabah mengajukan pembiayaan ke bank. Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui mekanisme penjualan jaminan dibagi 2( dua) yaitu:72 a. Untuk nasabah kooperatif penjualan jaminan dilakukan dengan cara nasabah menjual sendiri jaminannya, uang hasil penjualan digunakan untuk melunasi kewajiban atau hutang. Apabila jaminan untuk waktu yang lama tidak terjual (diatas 6 bulan atau 6 bulan < keatas ) maka agunan tersebut diambil jual melalui balai lelang swasta apabila menurut perkiraan bank agunan tersebut layak untuk ditahan untuk mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi sehingga tidak merugikan bank ataupun nasabah maka atas jaminan tersebut untuk sementara diambil oleh bank yang sering disebut dengan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sehingga dalam pembukuan bank pembiayaan tersebut sudah keluar dari pembiayaan bermasalah tetapi muncul pada pembukuan bank yaitu perkiraan agunan yang diambil alih sejumlah aktiva tersebut. Aktiva tersebut hanya boleh dikuasai oleh bak maksimal dalam jangka waktu 1 tahun.
72
CIMB Niaga Syariah, op. cit., hal . 47 Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.
66
b. Untuk nasabah tidak kooperatif. Nasabah tidak kooperatif adalah nasabah yang secara bisnis tidak memiliki prospek keuangan dan tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan pembayaran bank akan melakukan proses eksekusi. Untuk jaminan kendaraan eksekusinya lebih mudah dengan menguasai fisik kendaraan dan surat pengikatan jaminan secara fidusia maka barang sudah dapat dijual untuk kemudian hasil penjualannya digunakan untuk melunasi pembiayaan. Akan tetapi untuk eksekusi jaminan tanah dan bangunan yang pengikatan jaminannya dilakukan dengan pembebanan hak Tanggungan (APHT), eksekusi dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 1) Mengajukan
permohonan
kepada
sita
atas
jaminan
tersebut
(conservatoir beslag) kepada Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi letak obyek hak tanggungan sesuai ketentuan pasal 11 ayat 2 huruf c Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 2) Melalui Parate Eksekusi atas hak Tanggungan sesuai dengan hak eksekutorial yang ada pada Hak Tanggungan sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat 2 jo ayat 3 Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Sari Metta, FH UI, 2011.