BAB 1I DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kualitas 2.1.1 Sejarah pengendalian kualitas Pada tahun 1324, WA Shewart dari bell telephone laboratories mengembangkan diagram atau grafik statsitik untuk mengendalikan variable-variabel produk. Hal ini yang menjadi permulaaan dari pengendalian kualitas statiskal. Kemudian pada dekade yang sama, H.F Dodge dan HG Roiming, keduanya juga dari bell telephone mengembangkan teknik pengambilan sample penerimaan untuk menggantikan inspeksi 100% . pada tahun 1940 , pengendalian kualitas menggunakan metode statistik mulai digunakan di amerika dengan James duran sebagai pelopor. Pada tahun 1946, America society for qualtity control dibentuk pada tahun 1950, Edward Deming memberikan kuliah tentang metode statiskal kepada insinyur jepang akan pentingnya tanggung jawab kualitas pada manajemen puncak dan dijepang mulai penerapan total qualtity control. Kekalahan Jepang pada perang dunia II, membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem kualitas modern. Hadirnya pakar kualitas W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950 membuat para ilmuwan dan insinyur Jepang lebih bersemangat dalam membangun dan memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat pada perusahaan Jepang di bidang kualitas menjadi perhatian
6
perusahaan-perusahaan di negara maju lainnya. Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang pemah diraih oleh perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Sejarah pengembangan dari konsep di atas dan tokoh-tokohnya dapat disebutkan di bawah ini. 1. Pada tahun 1946-1950 adalah periode perintisan atau periode penelitian dan penelaahan (Research and Study). Pada periode ini, yaitu pada bulan Juli 1950, Dr. W. E. Deming menyampaikan seminar delapan hari mengenai kualitas pada para ilmuwan, insinyur dan para eksekutif perusahaan Jepang. 2. Tahun 1951 - 1954 adalah periode pengendalian mutu statistik (Statistical Quality Control). Pada bulan Juli 1954 diadakan seminar tentang manajemen pengendalian mutu (Quality Control Mangement Seminar) dengan pembicara Dr. J. M. Juran. 3. Tahun 1955 -1960 adalah periode pengendalian mutu secara sistematik. Kelompok belajar pengendalian mutu (Quality Control Study Group) memperkenalkan pengendalian mutu menyeluruh dalam perusahaan (Company Wide Quality Control atau CWQC). 4. Tahun 1961 dikatakan sebagai periode pemantapan dan pengembangan (New Quality Creation). Pada tahun 1962, Prof. DR. Kaoru Ishikawa memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle).
7
Kemudian Pada akhir 1980 an, industri otomotif mulai menerapkan pengendalian proses statisitik (statiscal process control). Industri lainnya dan departemen pertahanan amerika juga menerapkan SPC. Kemudian konsep baru yang bernama Continues qualtity improvement dibangun yang membutuhkan total quality management.
Kemudian penekanan utama terhdap aspek-aspek kualitas semakin
berlanjut pada era 1990 an. Kemudian terbentuklah ISO 9000 di amerika serikat yang menjadi model dunia untuk sistem kualitas. Sampai saat ini telah berkembang menjadi ISO 9000-:2000 dan dikembangkan pula ISO 14000 yang mengatur tentang kepedulian suatu industri terhadap lingkungan.
2.1.2 Definisi pengendalian kulalitas Mengenai arti dari pada mutu atau kualitas tergantung dari pada perangkaian atau kalimat dimana istilah mutu ini dipakai oleh orang yang meggunakannya. Menurut Gasperz (1997) mutu atau kulaitas adalah : “ Kualitas adalah karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuannya untuk memenuhhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau segala sesusatu yang memuaskan pelanggan dana sesuai dengan persyaratna serta kebutuhan pelanggan”. Pengertian mutu atau kualitas akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Mutu atau kualitas suatu barang pada umumnya diukur dengan tingkat kepuasan konsumen atau pelanggan. Seberapa besar kepuasan yang diperoleh pelanggan tergantung dari tingkat kecocokan penggunaan masing-masing pelanggan.
8
Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain atau rancangan dan kualitas kesesuaian atau kecocokan. Kualitas rancangan merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. Dari pengertian kualitas di atas sebenamya terdapat beberapa elemen sebagai berikut : 1. Kualitas adalah usaha untuk memberi kepuasan bagi pelanggan. 2. Kualitas meliputi produk, jasa, proses dan lingkungannya. 3. Kualitas yang selalu berubah kondisinya (kondisi dinamis), saat ini dianggap kualitas hari yang akan datang kemungkinan dianggap tidak kualitas. Perpaduan semua fungsi dari perusahaan yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan pengertian serta kepuasan pelanggan . Setelah membicarakan pendapat tentang kualitas, maka selanjutnya akan dibicarakan mengenai pengertian pengendalian. Agar suatu proses produksi berhasil dicapai, maka perlulah dibuat suatu perencanaan produksi yang baik. Suatu rencana yang sempurna belumlah berarti dapat dilaksanakan dengan baik, karena selama proses produksi berlangsung sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tak terduga. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian atas pelaksanaannya, sehingga penyimpangan tersebut dapat segera diketahui untuk kemudian diambil tindakan perbaikan secepatnya. Pengendalian merupakan suatu fungsi manajemen yang bertugas untuk mengawasi kegunaan fungsi lainnya, tujuan dari pengendalaian yang terpenting adalah
9
mengawasi apakah segala sesuatunya telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak.
2.1.3 Alasan Dasar Pengendalian Mutu (Mongtomery,1990 hal: 5) Ada beberapa alasan mengapa mutu harus diperhatikan secara tegas dalam suatu organisasi ini meliputi : 1. Meningkatkan kesadaran konsumen akan mutu dan orientasi konsumen yang kuat akan penampilan mutu produk. 2. Peningkatan tekanan biaya tenaga kerja, energi dan bahan baku. 3. Persaingan yang semakin intensif. 4. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program keteknikan mutu yang efektif.
2.1.4 Maksud dan Tujuan pengendalian kualitas Maksud dari pengendalian kualitas adalah agar spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standart dapat tercermin dalam produk/hasil akhir. Secara terperinci tujuan dari pengendalian kualitas adalah: 1. Agar barang hasil produksi dapat menacapai standart kualitas yang telah ditetapkan. 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin. 3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
10
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.1.5 Keuntungan dan biaya pelaksanaan pengendalian kualitas. Dengan melaksanakan manajemen kualitas yang sebaik-baiknya, maka banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dalam hal ini, yaitu antara lain: • Menambahkan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. • Mengurangi kehilangan-kehilangan (losses) dalam proses kerja yang dilakukan seperti mengurangi waste product atau menghilangkan waktu-waktu yang tidak produktif. • Menekan biaya dan save money. • Menjaga agar penjualan (sales) akan tetap meningkat sehingga profit tetap diperoleh (meningkatkan potensi daya saing). • Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan. • Memperbaiki moral pekerja tetap tinggi Semakin tinggi kualitas suatu produk akan menyebabkan semakin tinggi pula biaya/beban yang harus dipikul perusahaan. Biaya-biaya yang harus dipikul dalam kaitannya dengan program pengendalian kualitas antara lain sebagai berikut: • Biaya-biaya yang dikeluarkan akibat kesalahan/cacat yang terjadi (failure cost) yang dalam hal ini bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
11
- Internal Failure Cost, yaitu seperti skrap, rework, retest down time, dll. Biaya tidak akan terjadi bila tidak ada defects yang diketemukan dalam produk yang dihasilkan sebelum diterimakan ke pelanggan (customer). - External Failure Cost, yaitu biaya yang dikeluarkan akibat defects yang diketemukan setelah barang dikirim/ didistribusikan dan diterima oleh customer
seperti
halnya
dengan
warranty
charges,
returned
material/product, compaint adjustment, dan lain-lain. • Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan sebelum kesalahan terjadi (preventive cost) seperti pelatihan operator, kelengkapan peralatan kerja instruksi kerja, inspeksi yang tepat, dan lain-lain. • Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi dan evaluasi produk (inspection/appraisal cost) Berdasarkan suatu penelitian, maka total quality cost yang terdiri atas failure cost, preventive cost dan inspection cost tersebut di atas akan meliputi sekitar 15 % dari total production cost, dengan perincian detail sebagai berikut: • Failure cost • Preventive cost
. : 70 % : 5%
• Inspection/Appraisal cost : 25 % Total Quality Cost :
100 %
Pengertian mengenai biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pengendalian kualitas (quality cost) akan selalu dikaitkan dengan produk-produk cacat (defect), yaitu biaya untuk menemukan, memperbaiki dan menghindari/mencegah cacat.
12
2.2 Total Quality Management (TQM) 2.2.1 Definisi Total Quality Management TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Pengertian TQM lain menyebutkan bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya
2.2.2 Landasan dan Akar TQM Landasan dari Total Quality Management adalah statistical process control yang diperkenalkan oleh Edwards Deming dan Joseph Juran untuk membantu memulihkan industri Jepang yang hancur akibat Perang Dunia II. Model yang dikembangkan pertama kali adalah manajemen manufaktur, yang selanjutnya mengalami evolusi dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufaktur, industri jasa, kesehatan, dan juga bidang pendidikan. Perkembangan TQM juga tidak terlepas dari kontribusi bidang manajemen dan efektivitas organisasi dalam membangun TQM. Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut akar TQM. Akar TQM antara lain sebagai berikut. 1. Scientific Management (Manajemen Ilmiah). Manajemen Ilmiah digunakan untuk mencari cara terbaik untuk melakukan pekerjaan melalui time and motion study
13
dan proses produksi secara ban berjalan. TQM memperluas konsep ke dalam lingkup seluruh sistem. 2. Group Dynamics. Kelompok-kelompok kerja dimaksudkan untuk mengembangkan teknik pemecahan persoalan. 3. Pelatihan. TQM menempatkan program pelatihan pada prioritas utama di tiap tingkat organisasi. Pimpinan puncak belajar merumuskan visi, mendelegasikan wewenang, dan melatih bawahan. Bawahan harus belajar memecahkan persoalan yang timbul dalam pekerjaannya. 4. Achievement Motivation (Motivasi Berprestasi). Karakteristik manusia adalah selalu mempunyai motivasi, potensi, dan kapasitas untuk bertanggung jawab terhadap organisasi. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana peran manajemen untuk merealisasikan karakteristik tersebut. Dalam TQM manajer harus percaya pada bawahannya guna melakukan pekerjaan menuju kualitas. 5. Pelibatan karyawan. TQM memberi peluang kepada para karyawan untuk ikut terlibat dalam proses pemecahan masalah. 6. Sociotechnical Systems (Sistem Sosioteknikal). Organisasi dipandang sebagai sistem yang terbuka, organisasi mengambil sumber daya dari lingkungannya, mengolahnya dan menyampaikan hasilnya kepada lingkungannya. TQM memperhatikan dimensi sistem organisasi secara eksplisit. TQM memusatkan perhatian pada interface antara unsur-unsur yang saling mempengaruhi 7. Pengembangan Organisasi (Organization Development). Hal ini merupakan turunan dari group dynamics yang bertujuan melatih seluruh organisasi (tidak
14
hanya satu kelompok) agar lebih produktif. Organisasi akan lebih efektif belajar dari pengalaman dan melakukan perubahan apabila anggotanya dilibatkan dalam proses
pengumpulan
data
dan
proses
pengambilan
keputusan.
TQM
menambahkan dua unsur, yaitu titik berat pada kualitas dan menuntut hasil yang dapat diukur. 8. Budaya Perusahaan. adalah pola nilai-nilai, keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang pada diri anggota organisasi mengenai pekerjaannya. TQM mengembangkan konsep tersebut di mana budaya perusahaan terdiri dari dua komponen dasar, yaitu keyakinan dan nilai-nilai (values) 9. Teori kepemimpinan baru. Menurut teori baru, pemimpin dituntut untuk memetakan
pandangannya
ke
depan
(vision),
manajer
dituntut
untuk
merealisasikan visi tersebut. Memimpin berarti menciptakan dinamika organisasi yang kondusif agar para anggota mau dan komitmen terhadap tujuan organisasi. Melakukan manajemen berarti menata, mengarahkan serta mengendalikan para anggota secara sistematis agar tujuan organisasi tercapai. TQM mendasarkan pada teori kepemimpinan tersebut di mana pimpinan harus mempunyai strategic vision yang baik. 10. Perencanaan Strategis. Perencanaan strategis adalah suatu proses di mana pimpinan puncak organisasi menggambarkan masa depan organisasi tersebut dan mengembangkan prosedur yang diperlukan beserta pengoperasiannya. TQM berpendapat bahwa data yang penting untuk perencanaan harus berasal dari yang
15
dekat dengan konsumen dan data ini sebagai pertimbangan perencanaan yang berorientasi pada pelanggan.
2.2.3 Manfaat TQM Salah satu cara terbaik dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan suatu produk barang/jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas terbaik akan diperoleh dengan melakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap kemampuan manusia, proses, lingkungan. Penerapan TQM adalah hal yang sangat tepat agar dapat memperbaiki kemampuan unsur-unsur tersebut secara berkesinambungan. Penerapan TQM dapat memberikan beberapa manfaat utama, sebagai berikut : Dengan
perbaikan
kualitas
berkesinambungan,
perusahaan
akan
dapat
memperbaiki posisi persaingan. Dengan posisi yang lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar dan menjamin harga yang lebih tinggi. Hal ini akan memberikan penghasilan lebih tinggi dan secara otomatis laba yang diperoleh semakin meningkat. Upaya perbaikan kualitas akan menghasilkan peningkatan keluaran (output) yang bebas dari kerusakan atau mengurangi produk yang cacat. Berkurangnya produk yang cacat berarti berkurang pula biaya operasi yang dikeluarkan perusahaan sehingga akan diperoleh laba yang semakin besar.
16
2.3 Six Sigma Six Sigma menurut james R.Evan (2005;4) didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktorfaktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapat imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi ataupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian masalah yang sederhana– DMAIC yang merupakan singkatan
dari Define (merumuskan), Measure
(mengukur), Analyze (menganalisa), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan Control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam–macam perangkat statisitik serta pendekatan perbaikan proses lainnya. Wacana six sigma dalam dunia bisnis telah dikemukakan secara gamblang, pada bulan Oktober 1987, oleh Wiliam Cooper Procter. Six sigma melalui proses DMAIC menjadi jembatan untuk mewujudkan perbaikan kinerja dalam bentuk peningkatan kualitas , produktivitas, produktivitas, biaya dan profitabilitas.
17
Proses Bisnis yang sudah ada
Process Supplier
Input
Output
Customer
Perumusan Pengukuran Metode Six Sigma
DMAIC Pengendalian
Analisis
Perbaikan
Kinerja Bisnis yang Meningkat Kualitas
Produktivitas
Biaya
Profitabilitas
Gambar 2.1 Six Sigma dan perbaikan Proses.
2.3.1 Konsep dan filosofi Six Sigma : 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan. 2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggungjawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah, dan menggalang sumber daya. 3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (defects per million opportunities—dpmo) 4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas.
18
5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
2.3.2 Metrik dan pengukuran Six Sigma Metrik (metric) adalah cara untuk mengukur karakter tertentu yang dapat di verifkasi, dinyatakan baik secara numeric ataupun kualitatif. Konsep six sigma mendefinisikan kinerja kualitas sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan (defect per million opportunities – dpmo) : dpmo = (jumlah cacat yang ditemukan/kemungkinan kesalahan) x 1000.000 Dimana variabel untuk mecari nilai tersebut adalah sebagai berikut : Unit (U) Merupakan jumlah produk yang diperiksa dalam Inspeksi Oppurunities (OP) Merupakan Karakteristik yang diperiksa atau di ukur. Karakterisitk yang diperiksa atau diukur tersebut adalah karakteristik yang kritis bagi kualitas.
19
Defect per Unit (DPU) DPU =
D U
Total Opportunities (TPO) TOP = U x OP
Defect per Oppurtunnities (DPO) DPO =
D TOP
Defect per Million Oppotunities (DPMO) DPMO = DPO x 1000.000
2.3.3 Dasar Statistik Six Sigma Perspektif pengukuran, "sigma enam" mewakili tingkatan kualitas di mana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per satu juta kemungkinan. konsep ini berakar dari konsep spesifikasi desain di bidang manufaktur serta kemampuan suatu proses untuk mencapai spesifikasi tersebut. Tingkatan kualitas sigma enam adalah tingkat yang setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan agar rata-rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi standar dari target. Adalah penting untuk
20
memberikan kesempatan pada kurva distribusi untuk bergeser, karena tidak ada proses yang bisa dipertahankan pada tahap sempurna. Tingkat Sigma dihitung dengan Rumus : y = e ( − DPO ) , dimana DPU =
DPMO 1.000.000
Kemudian dicari nilai Z pada tabel statistik distribusi normal (Lampiran 4). Tingkat Sigma = Z + 1.5 , dimana 1,5 adalah pergeseran sigma atau Tingkatan sigma dapat dihitung langsung dengan Excel menggunakan formula : =NORMSINV(1-dpmo/1000.000) + pergeseran sigma
2.3.4 Pemecahan masalah dengan Six Sigma – Metodologi DMAIC Tahapan Metodologi DMAIC, dimana pada setiap tahapan six sigma digunakan beragam metode statisitik yang relevan dengan rincian pada setiap tahapnya sebagai berikut : Define Proses untuk mengindentifikasi kebutuhan konsumen terhadap produk kemudian mengembangkan karakteristik kualitas yang diinginkan konsumen. Measure Mengidentifikasikan karakteristik kualitas, kemudian mengumpulkan data, serta mengukur sigma proses saat ini.
21
Analyze Mengidentifikasi berbagai sebab adanya produk rusak dan penyebab lain ketidakpuasan konsumen. Improve Upaya peningkatan kualitas dengan memperbaiki kinerja proses Control Fase ini berfokus pada bagaiman menjaga perbaikan terus berlangsung.
22
2.4 Komparasi Six Sigma dan TQM Perbandingan TQM dan Six sigma dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Komparasi TQM dan Six Sigma TQM
Six Sigma
Bisnis Inti
Bukan bagian dari strategi bisnis Dewan Quality tidak termasuk manajer senior. Tidak ada tanggung jawab di garis lini bawah terlalu banyak tempat dengan beraneka ragam projek
strategi berasal dari unit bisnis atas Senior manajer adalah dewan quality Proyek memiliki keuntungan yang lebih baik Projek dijaga dan dipilih oleh manajer
Tujuan
Perbaikan terhadap semua masalah quality Biasanya tidak ditargetkan ke semua proses bisnis. Biasanya tidak fokus Tidak ada level performance
3.4 DPMO (Defect per million Opportuniti) area di targetkan / difokuskan luas projek didefinisikan oleh management
kepemimpinan
Biasanya hanya di support oleh vokal yang kuat Sering ditempatkan oleh aktif leader yang telah sukses ada level tertentu. kebanyakan manajemen menyusupkan leader
Dimana kesuksesannya berdasarkan implementasi permintaan manajemen. Posisi Managemen berada pada peran aktif di semua fase Six Sigma.
Aplikasi
Mempelajari semua tools Tidak terlibat pada lini bawah Menggunakan semua tools yang memungkinkan. terlalu banyak tempat dengan beraneka ragam proyek
Black belt (berpengalaman) yang telah di latih Projek diharapkan untuk bertemu secara objektif Hanya menggunakan toolsyang perlu selama proyek. Dihasilkan.perbaikan yang signifikan
Waktu Hanya didalam departement (QC) dan kesempatan Biasanya berdasarkan kriteria krtie dari cutomers. Tidak ada target waktu
Hasil terbaik ketika fokus kepada customers Fokus kepada bisnis proses Perbaikan signifikan pada setiap proyek Rentang waktu menjadi bagian dari ruang lingkup.
Organisasi
Organisasi terpisah Tidak dapat di hitung ke bisnis unit. Kumpulan dari para ahli Merupakan jenjang karir Tempat untuk masa akhir dari karir.
Laporan terbaik dalam bisnis Black belt dalam unit bisnis Senior leader sebagai Dewan quality Black belt mengembalikan fungsi lini.
Fokus
Mafaktur Produk-produk Service atau Jasa Pemasaran
Semua bisnis proses
2.5 Analisa statistik dalam pengendalian Kualitas Metode dasar untuk pelaksanaan pengendalian kualitas adalah penggunaan metode statistika yang berupa : a. Bagan Pengendalian (control chart) b. Inspeksi berdasarkan sampling
23
Metode statistika tidak dapat dijalankan tanpa adanya data, dengan demikian data merupakan unsur yang penting didalam pelaksanaan pengendalian kualitas. Berdasarkan data ini maka kita akan memiliki landasan untuk menganalisis dan melakukan tindakan-tindakan tertentu. Fakta yang ada haruslah dapat dicari dan dituangkan dalam bentuk data, karena itu data yang diperoleh harus teliti apakah: a. Dapat mengungkapkan fakta secara lengkap ? b. Sudah sesuai dengan fakta yang sebenarnya ? Agar data yang diambil benar-benar mencerminkan kondisinya (fakta/populasi) yang ada, maka proses pengambilan data harus dilaksanakan secara teliti. Kalau data tersebut harus diambil berdasarkan sampling data harus pula dilakukan berdasarkan metode statistik agar benar-benar bisa mewakili populasinya.
2.5.1 Maksud dan tujuan pengumpulan data Pengumpulan data akan memiliki kegunaan antara lain : • Alat untuk memahami situasi nyata yang sebenarnya. Berdasarkan data ini maka terjadinya penyimpangan-penyimpangan akan dapat diketahui dan prosentase kesalahan atau "cacat" akan dapat diukur. Penyimpangan ini akan dapat diketahui dengan jalan mengamati data yang diperoleh kemudian membandingkan dengan standar performans atau target yang telah ditetapkan.
24
• Alat untuk menganalisis keadaan nyata dan permasalahan yang ada. Berdasarkan data yang diperoleh maka akan bisa dicari hubungan antara penyimpangan yang terjadi (akibat) dengan faktor-faktor signifikan yang dianggap sebagai sumber terjadinya kesalahan (sebab). • Alat untuk mengendalikan proses atau pekerjaan. Berdasarkan data yang ada maka dapat diketahui apakah proses kerja telah berlangsung secara normal atau tidak. Disini peta kontrol (control charts) bisa digunakan untuk mengevaluasi apakah proses telah berlangsung secara normal atau tidak, selanjutnya tentu saja tindakan-tindakan korektif bisa segera diambil apabila ternyata diketahui bahwa proses berlangsung abnormal. • Alat untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan data yang mencerminkan fakta yang ada akan dapat diketahui dan ditetapkan apakah sesuatu sample lost harus ditolak atau diterima setelah inspeksi dilaksanakan. Disini ada 2 metode untuk melakukan inspeksi, yaitu total inspeksi atau sampling. Sesuai dengan informasi yang diperoleh ini maka dapat disimpulkan tindakan-tindakan yang harus diambil terhadap hasil kerja (output) yang diperoleh. • Alat untuk membuat rencana atau perbaikan. Seperti telah dijelaskan bahwa data akan berfungsi sebagai alat atau dasar menetapkan usaha-usaha ke arah tindakan-tindakan perbaikan/korektif apabila ternyata ada proses kerja yang salah. Hal ini dilakukan setelah evaluasi terhadap kondisi nyata sehingga tindakan korektif yang tepat bisa diambil. Dengan demikian
25
satu hal yang terpenting disini ialah sample (contoh) menentukan apakah data yang diperoleh benar-benar mencerminkan kondisi nyata atau tidak. Hal-hal tersebut di atas secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Sistematika langkah-langkah dalam pengumpulan data dan proses pengambilan keputusan
2.5.2 Macam-macam Data Data yang diperlukan untuk aktivitas pengendalian mutu pada umumnya bisa diklasifikasikan sebagai: • Data hasil pengukuran (measurement data) - Kadang-kadang disebut sebagai continuous data atau variabel data. - Contoh: panjang, berat, waktu, dan lain-lain. • Data hasil perhitungan (countable data) - Contoh: Jumlah Produk cacat, dan lain-lain.
26
- Data produk atau hasil kerja disini biasanya dikategorikan sebagai baik atau cacat (atribut data).
2.5.3 Metode pengaturan data Setelah data berhasil dikumpulkan, maka problem selanjutnya adalah bagaimana mengatur data tersebut agar bisa dilakukan analisis data. Disini histogram adalah salah satu alat dari metode statistik yang bisa dipakai untuk menganalisa data. Dari histogram akan dapat diketahui beberapa hal seperti: • Harga rata-rata atau central tendency dari nilai data yang terkumpul.
∑ Mean ( x) =
n
i =1
xi
n
=
x1 + x 2 + x3 + .......x n n
• Harga maksimum (X maks) dan harga minimum (X min) • Range (R) = X maks - X min • Besar penyimpangan (dispersi) terhadap harga rata-rata
Standar Deviasi (SD) = ±
∑
n
i =1
( xi − x) 2 n
27
• Bentuk distribusi data yang terkumpul
Gambar 2.3
Macam-macam bentuk distribusi data
Pengendalian kualitas berusaha agar penyimpangan yang terjadi sekecil mungkin dan diharapkan (diusahakan) agar bentuk distribusi data mengarahkan distribusi normal dan penyebaran data terputus pada central tendency.
Gambar 2.4 Distribusi Normal dengan perbedaan bentuk penyebarannya. Penyimpangan (dispersi) terhadap harga rata-rata akan merupakan indikasi kejadian yang di luar normal. "We live a world of dispersion" demikian satu ungkapan yang sering kita dengar. Didalam proses pengendalian kualitas maka penyimpangan ini harus bisa ditekan/dikendalikan sampai batas-batas yang masih bisa ditolerir.
28
Untuk menganalisa sebuah histogram lebih lanjut, terutama apabila terjadi penyimpangan, maka data tersebut harus dikelompokkan untuk satu jenjs pengamatan yang sama sebab distribusi data yang satu mungkin akan berbeda dengan distribusi lainnya. Dengan stratifikasi atau pengelompokan data ini maka analisa akan lebih mudah dibuat. Tergantung pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil, maka dalam batas toleransi penyimpangan dapat ditunjukkan dalam gambar daerah kurva normal berikut:
Gambar 2.5
Daerah-daerah kurva normal.
29
2.6 Metode teknik pengendalian kualitas. 2.6.1 Lembar Pengumpul Data (Check Sheet)
Lembar pengumpul data merupakan alat untuk memudahkan pengumpulan data. Data merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pengendalian kualitas yang berguna untuk memahami kondisi yang sebenarnya, menganalisis persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat rencana. Dalam pengumpulan data dengan menggunakan lembar pengumpul data, perlu diperhatikan agar data dapat terkumpul dengan baik dan mudah yaitu: a. Sasaran pengumpul data harus jelas. b.Stratifikasi data sesuai dengan kebutuhan. c. Tentukan cara pengumpulan data (seperti siapa, kapan, dimana dan cara pengumpulan data). d. Dibuat sesederhana mungkin sehingga dapat diisi dengan cepat dan mudah,
CHECK SHEET Product: Bicycle-32 Sta de: Final Inspection Number Inspected: 2217 Type
Da te: Jan, 21 ID: Paint Operator/Inspe ctor: Jane Check
Total
Blister
20
Light Spray
35
Overspray
15
Splatter
20
Runs
20
Others
10 TOTAL
Number Nonconforming
120 55
Gambar 2.6 Contoh Lembar Pengumpul Data (Check sheet)
30
2.6.2 Stratifikasi
Stratifikasi
adalah
mengurai/mengklasifikasikan
data/masalah
menjadi
kelompok/golongan yang sejenis sehingga menjadi lebih jelas, misalnya klasifikasi menurut: a. Jenis kesalahan/kerusakan. b. Penyebab dari kesalahan/kerusakan. c. Material, tanggal produksi, unit kerja, waktu, lot dan lain-lain. Kegunaan stratifikasi: a. Mengelompokkan data sehingga persoalan menjadi lebih jelas. b. Memperjelas pilihan dalam pemecahan masalah.
Jenis
Penjual
I II III TOTAL
A
B
C
D
E
F
TOTAL
100 25 50 175
25 125 150 300
50 100 50 200
125 50 25 200
150 75 25 250
25 100 100 225
475 475 400 1350
Gambar 2.7 Contoh bagan stratifikasi 2.6.3. Grafik Dan Bagan Pengendalian
a. Grafik Grafik merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk gambar dan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Data lebih cepat, mudah, jelas dan enak dilihat.
31
2. Hubungan dengan data yang lalu dapat dipaparkan sekaligus. 3. Perbandingan dengan data lain yang berhubungan dapat dilihat dengan jelas. Pada dasarnya terdapat tiga macam grafik yaitu: 1. Grafik garis (Line Graph). 2. Grafik kolom/balok (Bar Graph) 3. Grafik lingkaran (Circle Graph, Pie Chart). b. Bagan Pengendalian Bagan pengendalian (control chart) merupakan grafik garis dengan pencantuman batas maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian. Kegunaan bagan ini adalah menunjukan batas minimum dan maksimum daerah pengendalian dan memperlihatkan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi tidak menunjukan penyebab penyimpangan.
2.6.4. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik garis yang
menggambarkan
perbandingan
masing-masing
jenis
data
terhadap
keseluruhan.Dengan diagram paretro dapat terlihat masalah mana yang dominan dan dapat diketahui prioritas penyelesaian masalah.
32
Kegunaan diagram pareto: 1. Menunjukan masalah utama. 2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap keseluruhan.
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0 Keluhan Count Percent Cum %
Percent
Count
Data Keluhan Costumer terhadap Front Spring Assy 100
0 Noise 86 86.0 86.0
Suspensi Keras Kendaraan Bergetar 8 3 8.0 3.0 94.0 97.0
Other 3 3.0 100.0
Gambar 2.8 Contoh diagram pareto
2.6.5. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram/Fish Bone Diagram)
Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone diagram) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hasil. Pada umumnya ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan diagram sebab akibat yaitu: pekeja, mesin, material metoda dan lingkungan. Dalam bahasa inggris dikenal dengan singkatan 5M 1E (Man, Machine, Measurement, Material, Method, Environment) seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
33
Lingkungan (Environment)
Manusia (Man)
Kualitas
Metode/Cara (Method)
Material/Bahan (Material)
Mesin / Alat (Machine) AKIBAT
SEBAB
Gambar 2.9 Contoh Diagram sebab akibat (fish bone diagram) 2.6.6
Diagram Pencar
Diagram pencar merupakan diagram yang menggambarkan korelasi (hubungan) antara 2 faktor/data yang ada.Dengan diagram ini dapat terlihat apakah 2 faktor yang diuji tersebut saling berpengaruh/mempunyai kortelasi atau tidak. Y
Gas Mileage (ml/gal)
40
30
20
10
0
30
40
50
60
70
80
X
Spe e d (m l/hr)
Gambar 2.10 Contoh diagram scatter
34
2.6.7. Histogram
Histogram merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan menggambarkan penyebaran/distribusi data-data yang ada.Jadi dengan menggunakan histogram dapat diketahui penyebaran data yang ada.
600
Qty
500 400 300 200 100
0
1
2
3
4
5
6
Bulan : Tahun 2002
: Tahun 2003
Gambar 2.11 Contoh histogram 2.7 Peta Kontrol-kontrol: Macam dan Cara Aplikasinya
Dalam proses produksi akan bisa dijumpai adanya penyimpangan-penyimpangan ukuran yang dihasilkan. Penyimpangan atau variabilitas dari produk akan disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain: a. Bahan baku (raw material) yang dipakai berasal dari berbagai macam sumber yang memungkinkan ada perbedaan dalam komposisi kimiawi, kekerasan ataupun karakteristik lain yang berbeda secara signifikan. b. Adanya toleransi yang berkaitan dengan adanya perlakuan-perlakuan khusus pada material seperti tekanan, temperatur dan lain-lain.
35
c. Adanya perbedaan pada faktor manusia (operator) dalam pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, motivasi dan sebagainya. Variabilitas atas "penyimpangan" ukuran di atas umumnya akan bersifat acak (random) dan sulit untuk dikontrol. Disisi lain upaya untuk menghasilkan produk dengan ukuran yang selalu persis sama atau sempurna juga akan terasa tidak ekonomis. Dalam hal ini diperlukan batas-batas toleransi ataupun kelonggaran (allowance) ukuran agar hasil produksi tetap bisa memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan konsep variabilitas, ada beberapa istilah umum yang harus di ketahui dan pahami terlebih dahulu, seperti: Toleransi (Tolerance) : adalah besarnya penyimpangan ukuran yang bisa dari
suatu benda kerja sebagai hasil dari proses produksi. Ketelitian (Accuracy) : ialah derajat kesesuaian (coning bisa dipenuhi oleh
setiap produk yang dibuat bila dibandingkan dengan spesifikasi atau standar yang telah ditetapkan. Ketepatan (Precision) : ialah derajat ketepatan dari hasil yang dicapai yang
menunjukkan perbedaan atau penyimpangan yang kecil satu dengan yang lainnya. Peta kontrol pada dasarnya merupakan alat analisis yang dibuat mengikuti metode statistik, dimana data yang berkaitan dengan kualitas produk/proses akan diplotkan dalam sebuah peta seperti yang ditunjukkan gambar berikut:
36
Gambar 2.12 Contoh peta kontrol Dalam peta kontrol tersebut bila dijumpai adanya data yang berada di luar batas kontrol — baik di atas BKA ataupun dibawah BKB — maka indikasi bahwa proses berada dalam posisi "out of control" dan proses produksi karena segera dikoreksi. Variabilitas yang menyimpang dari batas-batas kontrol tersebut disebabkan oleh faktor-faktor penyebab yang "assignable". Sebaliknya bilamana plot data terletak diantara BKA dan BKB; hal ini tidak perlu dirisaukan benar, karena proses masih bisa di-katakan sebagai terkendali. Variabilitas yang terjadi diantara batas-batas kontrol ini umumnya disebabkan faktor-faktor penyebab yang random (chance causes). 2.7.1 Peta Kontrol untuk jenis data terukur.(Variable Control Chart)
Data yang diperlukan disini harus dapat diukur (measurable) dan karakteristik kualitas akan ditentukan oleh besar kecilnya penyimpangan terhadap unit ukuran yang distandarkan untuk hasil proses kerja yang berlangsung. Disini ada dua macam variable control chart:
37
• X Chart
Peta pengendalian dengan memperhatikan harga rata-rata dari hasil (output) kerja. • R Chart
Peta pengendalian dengan memperhatikan range atau selisih harga maksimum dan minimum dari data output kerja. (mencerminkan dispersi data yang ada). Proses kerja akan dikatakan terkendali apabila data yang diplotkan pada X ataupun R akan berbeda dalam batas-batas kontrol. Apabila ada data yang keluar dari batas kontrol yang ditetapkan meskipun hanya pada salah satu peta, maka proses kerja yang berlangsung perlu segera dianalisa dan dikoreksi. Pada dasarnya kedua peta X dan R harus dibuat secara bersama-sama sebelum kesimpulan bahwa proses terkendali atau tidaknya diambil.
2.7.1.1 Peta X ( X Chart)
Peta ini akan menggambarkan variasi harga rata-rata (mean) dari suatu sample lot data (data yang diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok) yang ditarik dari suatu proses kerja. Pengelompokan data ini bisa dilakukan berdasarkan: • Hari atau satuan waktu lainnya dimana sample akan diambil. • Kelompok atau group-group pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama. Jumlah data dalam masing-masing kelompok ini dinyatakan dengan n, sedangkan jumlah sample lots atau kelompok = k.
38
Variasi data akan diajukan dengan memperhatikan daerah sekitar garis sentral_(X atau grand mean), sedangkan batas-batas kontrol untuk peta X ini adalah : Batas kontrol atas (BKA)
= X + A2 R
Batas kontrol bawah (BKB) = X - A2 R
Dimana A2 adalah suatu faktor yang harganya akan tergantving pada jumlah data yang diambil dalam masing-masing sample lots (n) dan R adalah harga rata-rata dari selisih harga maksimum dan minimum dari data masing-masing sample lots.
2.7.1.2 Peta R ( R Chart)
Peta ini akan menggambarkan variasi dari range sample lots data yang ditarik dari suatu proses kerja. Variasi data juga akan ditujukan dengan memperhatikan daerah sekitar garis sentral yang dalam hal ini adalah harga range rata-rata (R), dan batasbatas kontrol untuk peta R ini adalah: Batas kontrol atas (BKA)
= D4 * R
Batas kontrol bawah (BKB)
= D3 * R
Seperti halnya dengan A2, maka harga D3 dan D4 akan tergantung pada sample lot sizes (n) yang dapat dilihat pada lampiran 6
2.7.2
Peta Kontrol untuk jenis data atribut.(Atribut Control Chart)
Data yang diperlukan disini hanya diklasifikasikan sebagai data kondisi baik atau jelek (cacat). Jadi disini kualitas hasil kerja hanya dibedakan dalam 2 kondisi tadi
39
dimana inspeksi bisa dilakukan secara visual tanpa perlu melakukan pengukuran. Disini ada 2 model Attribute Control Chart : • p atau np - chart • c chart atau u - Chart Seperti halnya dengan variable control chart, maka proses akan dikatakan terkendali bila data yang diplotkan akan berada dalam batas-batas kontrol. Perbedaan yang ada adalah bahwa disini karakteristik peta terkendali attribute sudah mencerminkan harga rata-rata (mean) dan penyimpangan (dispersi) dari proses kerja yang berlangsung.
2.7.2.1
p atau np - chart
p chart akan berkaitan dengan "fraction defectives" yaitu jumlah cacat dibagi denganjumlah items (sample) yang di inspeksi.sedangkan np chart berkaitan dengan “number defectives”atau jumlah cacat yang diketemukan dalam sample lot sizes (n) tidak sama, sedangkan np charts besarnya n dari masing-masing sample lot akan sama. Perumusan untuk mengkonstruksikan kedua peta ini adalah sebagai berikut:
40
Tabel 2.2 Jenis peta kontrol atribut p - chart dan np - chart serta batas-batas kontrolnya
Untuk p - chart batas-batas kendali harus dihitung satu per satu untuk masingmasing kelompok sample lots, karena disini harga n akan berbeda-beda untuk setiap kelompok sample lot.
2.8 Kapabilitas Proses
Kapabilitas adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, proses tersebut akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi.Sebaliknya apabila proses memiliki kapabilitas yang rendah akan menghasilkan banyak produk yang berada diluar batas-batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang ditolak atau terdapat banyak scrap.
41
Untuk melakukan pemeriksaan kapabilitas proses, dilakukan langkah sebagai berikut: 1. Menentukan karakteristik kualitas Karakteristik yang ditentukan biasanya merupakan item penting di dalam standard kualitas, faktor-faktor yang harus dipertimbangklan dalam menentukan karakteristik tersebut misalnya safety karakteristik, karakteristik yang menjadi penyebab terbesar suatu masalah kualitas atau klaim pemakai produk. 2. Standarisasi Faktor-faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi kualitas, 4 M (Man, Method, Material, Machine) harus distandarisasi. Misalnya standard untuk pelatihan pekerja, petunjuk kerja, pemeriksaan untuk penerimaan material, prosedur perawatan untuk fasilitas produksi dan lain-lain. 3. Pelaksanaan standar kerja Pelaksanaan kerja/proses produksi harus sesuai dengan Standard Operation Procedure/Instruksi Kerja.
42
2.8.1 Potensial capability (Cp)
Persamaan pengukuran potensial capability pada proses produksi adalah :
Cp
= =
USL − LSL 6σ
Dimana USL dan LSL menunjukan spesifikasi limit atas daln limit bawah, Menggambarkan jika ; Cp =1, bahwa proses adalah memiliki Potensial capability Cp <1, bahwa proses adalah tidak memiliki Potensial capability Cp >1, bahwa proses adalah memiliki Potensial capability 2.8.2 Actual capability (Cpk)
Persamaan pengukuran Actual Capability pada proses produksi adalah :
Cpk
Dimana
µ − LSL USL − µ , = minimum 3σ 3σ
X =µ
σ=
R d2
Cpk =1, bahwa proses dalam margin capable Cpk <1, bahwa proses adalah tidak capabe Cp >1, bahwa proses adalah capable
43
2.9 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)
Failure Mode Effect and Anlysis adalah suatu penaksiran elemen per elemen secara sistematis mengetahui akibat-akibat dari kegagalan komponen produk, proses atau sistem memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen, termasuk kemana. Hal ini ditandai dengan yang tinggi atas elemen dai komponen, produk, proses atau sistem yang memerlukan prioritas penaganan untuk mengurangi kegagalan melalui design ulang, perbaikan secara terus menerus , pendukung kemaman, tinjauan perancangan, dll. Hal itu dapat dilaksanakan pada tahap perancangan dengan menggunakan pengalaman atau pertimbangan, atau yang digabungkan dengan reabilitas data menggunakan pengetahuan tentang rata-rata tingkat kegagalan untuk komponen dan produk yang ada saat ini, (Field and swift,1996; h91). FMEA adalah sebuah teknik yang memberikan sebuah metodologi untuk memudahkan peningkatan proses. Dengan menggunakan FMEA, Perusahaan dapat mengidentifikasikan dan mengurangi keperluan dini dalam pengembangan sebuah proses atau design. Kualitas dalam memperoleh komponen atau pelayanan dapat meningkat
ketika
organisasi
bekerja
dengan
supplier
mereka
untuk
mengilmplemenatsikan FMEA dalama perusaaan mereka (Breyfogle 3, Implementing Six Sigma, 1999). Adapun keuntungan dari menerapkan FMEA meliputi : •
Peningkatan kegunaan dan kekuatan produk
•
Mengurangi biaya-biaya Jaminan.
•
Mengurangi masalah manufaktur
44
•
Peningkatan keselamantan produk dan penerapan proses.
•
Mengurangi masalah-masalah proses bisnis.
Berikut adalah fakctor-faktor yang mempengaruhi suatu failure mode effect analyst : •
Moduskegagalan potensi, bagaiman elemen dari komponen, produk, proses atau system tidak berhasil memenuhi masing-masing aspek dari spesisifikasi yang diinginkan.
•
Efek kegagalan potensial, apa yang akan menjadi akibat dari kegagalan elemen atau komponen, produk, proses atau system.
•
Penyebab potensial, apayang akan membuat komponen, produk, proses atau sitem gagal dalam memenhi apa yang diharapkan melalu kegagalan potensial.
•
Pengendalian saat ini, apa yang harus dilakukan saaat ini utnuk mengurangi kesempatan atas terjadinya kegagalan.
•
Occurrence (o), kemungkinan dari kegagalan yang terjadi lagi, pemakai ataupun lingkunan.
•
Severirty (S), Dampak dari kegagalan yang terjadi bagi pemakai ataupun lingkunagan.
•
Detectability (D), Kemungkinan bahwa kesalahan tidak dapat dideteksi sebelum kegagalan terjadi.
45
Langkah-langkah dan konsesp-konsep kunci dalam FMEA adalah sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasikan proses atau produk servis.
2.
Membuat daftar masalah-masalah yang kakan muncul
3.
Memberi tingkat pada masalah-masalah potensial yang akan muncul.
4.
memberik tingkat pada masalah untuk severity, probability of occurrence dan detecability.
5.
Menghitung Risk Priorirty Number dan memperirotaskan tindakan perbaikan.
6.
Mengembangkan tindakan untuk mengurangi resiko. Rating Occurence, severity dan detecability dinyatakan dalam skala 1 sampai 10
dan dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini : Table 2. 3 rating umum untuk FMEA OCCURENCE
SEVERITY
DETECABILITY
Almost never
Hardly notice able
Absolutely
Occasinaly
Dissatisfaction
Visible but could go unnoticed
Often
Seriuous effect
Undeteectable
Rating Occurrence (O) adalah penentuan kemungkinan sebuah mode kegagalan dapat terjadi. Rating ini terdiri dari 10 poin dengan 1 menjadi rating yang paling rendah dan 10 menjadi rating yang tertinggi. Metode terbaik untuk mementukan rating tersebut adalah dengan menggunakan data aktual dari suatu proses. Jika data
46
aktual tidak tersedia, maka tim six sigma harus memperkirakan kemungkinan mode kegagalan dapat terjadi berdasarkan pengalaman. Rating Occurrence secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk Rating Occurrence. Occurence Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan Adalah tidakmungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan (1 dalam 1000.000) Kegagalan akan jarng terjadi (1 dalam 20.000) Kegaglan akan jarang terjadi (1 dalam 4000) Kegagalan akan jarang terjadi (1 dalam 1000) Kegagalan agak mungkin terjadi (1 dalam 400) Kegagalan akan mungkinterjadi (1 dalam 80) Kegagalan agak mungkin terjadi (1 dalam 40) Kegagalan agak mungkin terjadi (1 dalam 20) Hamper dapat di pastikan bahwa kegagalan akan terjadi (1 dalam8) Hamper dapat di pastikan bahwa kegagalan akan terjadi (1 dalam2)
Rating Severity (S), Merupakan suatu estimasi atau perkiraaan subyektif tentang bagaimana buruknya pelanggan akan merasakan akibat kegagalan yang terjadi. Pemberian Rating dapat berdasrkan pada pengalaman dimasa lampu, atau berdasarkan pada pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh tim Six Sigma Severity dapat dilhat pada tabel berikut ;
47
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk Rating Severity. Severity Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan Tidak mungkin efekpada konsumen Ganguan kecil padqa konsumen Menimbulkan gangguan pada konsumen tetapi tidak kehilangan funsi utamnya. Kumngkinan produk dikembalikan ke produsen Produk pasti dikembalikan kekonsumen Kegaglan yyang di timbulkan menyebablkan pelanggaran undang-undang. Kegagalam menyebaabkan luka-luka atau masalah keamnan lainhnya. Malasalh keselamatan penurunan fungsi yang menyebakan luka serius. Kegagalan kompleks yangmnugkin menyebabkab luka serius atau kematian. Kegagalan yang mngkin bersas menyebabkan kematian.
Rating Detectability (D) adalah suatu perkiraaan tentang bagaimana efektifitas dari metode pencegahan atau deteksi menghilangkan mode kegagalan. Penentuannya berdasrakan pada pengalaman dan pertimgbangan dari Six Sigma. Rating tersebut dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.6 Definisi FMEA untuk Rating Detecability Detecability Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan Selalu jelas, sangat mudah unutuk diketahhui Jelas Bagi indera manusia Memerlukan Inspeksi Inspeksi dengan hati-haiti dengan menggunakan indera manusia Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia Memerlukan bantuan dan atau pembongkran sederhana Diperlukan inspeksi dan atau pembongkaran Diperlukan inspeksi dan atau pembonkran yang komleks. Kemungkinan besara tidak dapat dideteksi Tidak dapat di deteksi.
48
Perlu diperhatikan bahwa setaip mode kegagalan akan mengakibatkan paling sedikit satu akibat. Sehingga untuk setiap akibat, atau kelompok akibat yang sama, seharundya memililki satu rating kemungkinan.. Contoh berikut akan memberikan penjelasan tentang cara pemberin Rating. Contoh 1 Mode kegagalan, 1 penyebab, 2 Akibat Mode kegagalan potensial
: Rusak
Penyebab Potensial
: Kelebihan beban
Akibat potensial
1) Kerusakan kecil (2) Kerusakan besar.
Pertama rating kemungkinan akibat secara keseluruhan di estimasi atau diduga. Kelebihan beban (overload) adalah sangat mungkin mengakibatkan kerusakan, sehingga rating kemungkinan akibat secara keseluruhan adalah 8. Berikut, kemungkinan dari mode kegagalan yang mengakibatkan setiap akibat diestimasi atau diduga. Rating ini tidak boleh melebihi raritng kemungkinan akibat secara keseluruhan, yaitu : 8, oleh Karena itu skala nilai teritigi disusutkan atau dikurangi dari 10 besar, sehingga akan memperoleh rating 6 pada skala nilai rating 1. Angka-angka ini dicatat dalam formulir FMEA, dengan cara disusun, misal : Nilai kemgnkina untuk kerusakan beasr memperoleh skor 1, dan untuk kerusakan kecil memperoleh skor 6.
49
Risk Priorirty Number (RPN) merupakan perkalian dari rating Occurrence (O) Severity (S), Detectability (D) : RPN = O x S x D
Angka ini seharusnya digunakan sebagai paduan untuk mengetahui maslah yang paling serius, dengan indikasi angka yang palin tinggi memerlukan penenganan serius.
2.3.8 Design Of Experiment (DOE)
Design Of Experiment merupakan suatu uji dengan mengubah-ubah variabel faktor sehingga penyebab-penyebab perubahan pada respons diketahui. Metode uji DOE yang popular, yaitu dengan Faktorial dan Taguchi. Design Factorial
Istilah –isitilah yang yang biasa muncul seperti Jumlah variable Faktor, Jumlah level pada setiap falktor,Replikasi, Randomisasi dan variable faktor terkelompok. Variabel Respons disebut juga variable output atau Y Variable factor disebut juga variable input atau x. variable faktor
diseleksi dan variable yang hanya memilki pengaruh kuat terhadap variable respons yang dipilih. Level disebut juga setting atau pengaturan. Level merupakan tingkatan
dari faktor. Nilai tingkatan dapat kuantitatif maupun kualitatif.
50
Sebgai contoh : 2 Level : untuk kategori kuantitatif-suhu misal 100C dan 200C, untuk kategori kualitatif- metode pengolahan misal metode a atau metode b. Treatment disebut juga run atau perlakuan. Treatment merupakan
kombinasi antara faktor – level. Misal design eksperiment dengan 3 variabel faktor dengan 2 level maka jumlah treatment ada 8. level faktor = treatment ,
yaitu 2 3 = 8
pada faktor yang didesain dengan 2 level biasanya dipakai tanda – (minus)untuk nilai level yang lebih rendah dan + (plus) untuk nilai level yang lebih tinggi. Tabel 2.7 Desain 2 3 faktorial Penuh 2 3 faktorial penuh, standar desain A B C + + + + + + + + + + + +
51
Replikasi merupakan pengulangan sebuah perlakuan.
Tabel 2.8 Desain 2 3 faktorial Penuh dengan 2 Replikasi 2 3 faktorial penuh, standar design dengan 2 Replikasi A B C Replikasi 1 + 1 + 1 + + 1 + 1 + + 1 + + 1 + + + 1 2 + 2 + 2 + + 2 + 2 + + 2 + + 2 + + + 2
Redomisasi merupakan pengacakan perlakuan pada DOE. Tujuan andomisasi adalah menghindari pengaruh yang sistemais dan factorfaktor yang tidak dapat dikontrol, yang berdampak pada hasil DOE..
52
Tabel 2.9 Desain 2 3 faktorial Penuh random Desain 2 3 faktorial penuh, standar design A B C + + + + + + + + + + + + -
Pengelompokan perlakuan sangat perlu, misalkan karenaadanya perbedan shift, supplier, dll yang dipandang sangat berpengaruh terhadap hasil DOE.
53