BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ASI adalah makanan yang sempurna untuk bayi. Kandungan gizi yang tinggi dan adanya zat kebal didalamnya membuat ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling mahal sekalipun (Yuliarti, 2010). ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan tunggal bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. Selain itu secara alamiah ASI dibekali oleh enzim pencernaan susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Di lain pihak, sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencernaan makanan (Arif, 2009). Menurut Janah, (2013). ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu Sedini mungkin setelah persalinan yang diberikan tanpa jadwal, dan tidak diberikan makanan dan minuman lain sampai bayi berumur 6 bulan. Menyusui tidak hanya mendekatkan emosi ibu pada bayi, tetapi sekaligus memberikan konsumsi gizi yang tinggi. ASI merupakan pilihan yang terbaik bagi bayi karena didalamnya mengandung antibodi dan lebih dari 100 jenis zat gizi, seperti Arachidonic Acid (AA), Decosahexanoic Acid (DHA), taurin dan spingomyelin yang tidak terdapat dalam susu sapi, sehingga tidak ada alasan bagi sang ibu untuk tidak menyusui. (Yuliarti, 2010). Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia cakupan pemberiaan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia menunjukan sedikit penurunan dari 61,5% tahun 2010 menjadi 61,1% pada tahun 2011 dari target 1
2
yang diberikan yaitu sebesar 80%. Cakupan pemberian ASI eksklusif sangat di pengaruhi oleh berbagai hal terutama dikarenakan terbatasnya tenaga konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan, belum tersosialisasi secara merata peraturan pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang peberian ASI eksklusif, belum maksimalnya kegiatan edukasi, advokasi dan kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI (Kemenkes, 2014). Data di atas menunjukan bahwa presentasi pemberian ASI eksklusif di Indonesia yang masih berada di bawah target nasional yaitu sebesar 80% (Kemenkes, 2014). Faktanya banyak sekali zat gizi yang terkandung dalam ASI sehingga pemberian ASI eksklusif tidak boleh di lewatkan (Yuliarti, 2010). Chan, et al dalam Nurliawati (2010) menyebutkan bahwa 44 ibu post partum sebanyak 77% berhenti menyusui sebelum bayi berusia 3 bulan dengan alasan presepsi ASI yang kurang sebanyak 44%, masalah payudara sebanyak 31%, dan merasa kelelahan sebanyak 25%. Penelitian lainya yang dilakukan oleh Collin dan scot yang dilakukan di Australia menunjukan bahwa 556 orang ibu melahirkan sebanyak 29% sudah berhenti menyusui bayinya pada minggu kedua dengan alasan bahwa ASInya kurang (Nurliawati, 2010). Menyusui merupakan proses yang alamiah yang tidak mudah di lakukan. Cakupan ASI eksklusif tidak lepas dari masalah yang terjadi dalam proses menyusui diantaranya adanya kepercayaan yang salah bahwa ASI keluar sedikit atau ASI kurang mencukupi kebutuhan bayi. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh ibu, kondisi psikologis atau emosi ibu, bentuk payudara yang tidak normal sehingga tidak dapat berperan dalam proses menyusui, isapan bayi (reflex isap/kekuatan mengisap, lama mengisap, dan keseringan mengisap) juga dapat mempengaruhi produksi ASI (Nisman, 2011). Rangsangan sentuhan pada payudara ketika bayi menghisap akan merangsang
3
produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel, proses ini disebut reflex let down atau pelepasan ASI dan membuat ASI tersedia bagi bayi. Hal-hal lain yang erat hubungannya dengan proses menyusui adalah sering terjadi putting susu lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, mastitis, abses payudara, kelainan anatomi putting, atau bayi enggan menyusu dan produksi ASI sedikit (Bahiyatun, 2009). Novianti, (2009) mengatakan apabila masalah tersebut tidak dapat diatasi maka akan mengganggu kesinambungan pelaksanaan pemberian ASI, agar mendapatkan kebutuhan ASI yang memadai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, kerjsama antara ibu dan keluarga dengan petugas kesehatan harus dilakukan. Indonesesia sendiri telah mengupayakan untuk meningkatkan cakupakan ASI diantaranya program IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan perawatan payudara pada prenatal dan postnatal yang bertujuan untuk meningkatkan produksi ASI serta mencegah putting susu lecet (Astutik, 2014). Metode baru yang diperkenalkan untuk mencegah dan mengatasi permasalahan ini diantaranya adalah pijat Laktasi. Pijat laktasi adalah tehnik pemijatan yang dilakukan pada daerah kepala atau leher, punggung, tulang belakang, dan payudara yang bertujuan untuk merangsang hormone prolaktin dan oksitosin. Hormon yang berperan dalam produksi ASI adalah hormone prolaktin dan oksitosin saat terjadi stimulasi sel-sel alveoli pada kelenjar payudara berkontraksi, dengan adanya kontraksi menyebabkan air susu keluar dan mengalir kedalam saluran kecil payudara sehingga keluar tetesan susu dari putting dan masuk kedalam mulut bayi yang disebut dengan let down refleks (Indriyani, Asmuji, & Wahyuni, 2016).
4
Let down refleks sangat dipengaruhi oleh psikologis ibu seperti memikirkan bayi, mencium, melihat bayi dan mendengarkan suara bayi. Let down refleks juga dapat dihambat oleh beberapa faktor diantaranya adalah perasaan stress seperti gelisah, perasaan kurang percaya diri takut dan cemas. Penelitian menunjukan bahwa saat seseorang merasa bingung, depresi, cemas dan merasa nyeri terus menerus akan mengalami penurunan hormone oksitosin dalam tubuh saat merasa stress refleks let down menjadi kurang maksimal akibatnya ASI akan mengumpul pada payudara saja sehingga ASI tidak bisa kembali diproduksi dan payudara akan terasa sakit, diharapkan setelah dilakukan pemijatan laktasi Ibu akan menjadi relax sehingga dapat terus memproduksi hormone prolaktin dan oksitosin. Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang terhadap peningkatan laktasi adalah IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada Asuhan Persalinan Normal (APN), promosi kesehatan pentingnya laktasi, dan penyuluhan laktasi pada kelas hamil. Pijat Laktasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang pada saat ini belum diperkenalkan untuk meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu klinik Bidan Ny. Wartini di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang pada awal bulan September, yang dilakukan dengan metode wawancara terhadap 10 ibu pada tanggal 8 dan 13 september 2015 di klinik desa Rejoyoso, 2 orang mengatakan memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, 1 orang mengatakan tidak memberikan ASI karena bukan anak kandung, 1 orang mengatakan tidak memberikan ASI karena putting susu nyeri dan 6 orang mengatakan tidak memberikan ASI karena air susu tidak keluar. Berdasarkan wawancara dengan bidan Ny. Wartini didapatkan hasil cakupan ASI di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang adalah sebesar 35%. Hal ini di sebabkan oleh sebagian masyarakat di desa Rejoyoso menganggap bahwa kehamilan merupakan
5
suatu hal yang wajar sehingga tidak memerlukan perawatan antenatal care dan prenatal care. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh pijat Laktasi terhadap produksi ASI di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, maka rumusan masalah dari penelitian ini “Adakah pengaruh pijat Laktasi terhadap produksi ASI pada ibu primigravida di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang.”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh pijat Laktasi terhadap produksi ASI pada ibu primigravida di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi produksi ASI sebelum dilakukan pijat laktasi di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. 2. Mengidentifikasi produksi ASI setelah dilakukan pijat laktasi di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. 3. Mengidentifikasi pengaruh pijat laktasi terhadap produksi ASI di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang.
6
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan maternitas khususnya, yaitu tentang pengaruh pijat laktasi terhadap produksi ASI di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Bagi perawat Memberikan masukan tentang pijat laktasi untuk produksi ASI 2. Bagi Desa Memberikan masukan untuk meningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif 3. Bagi tenaga kesehatan lain (Bidan, Dokter) Dapat mengaplikasikan pijat Laktasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi. 4. Bagi ibu dan bayi Memberikan masukan untuk mengatasi permasalah yang muncul dalam periode laktasi khusunya terkait kelancaran produksi ASI dan dapat memenuhi kebutuhn gizi serta nutrisi untuk bayi melalui pemberian ASI eksklusif 5. Bagi peneliti Menambah pengetahuan peneliti tentang metode laktasi yang baik dan benar sehingga dapat mendukung program pemerintah untuk meningkatkan
7
cakupan ASI eksklusif. Serta sebagai pengalaman awal dalam melakukan riset keperawatan yang memberi manfaat di masa yang akan datang.
1.5 Keaslian Penelitian 1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pamuji, dkk (2014), dengan judul “Pengaruh Kombinasi Metode Woolwich dan Pijat Endorphine Terhadap Kadar Hormone Prolaktin dan Volume ASI” studi pada ibu postpartum di griya hamil sehat Mejasem Kabupaten Tegal pada bulan April 2015, di dapatkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kadar hormone prolaktin dan volume ASI ibu postpartum. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu metode woolwich dan endorphine sebagai variabel bebas dan kadar prolaktin serta volume ASI sebagai variabel terikat. Perbedan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah pijat laktasi sebagai variabel bebas dan produksi ASI sebagai variabel terikat. Tempat dan waktu penelitian yang saya gunakan adalah di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang, Pada tahun 2015. 2. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Musliana (2014), dengan judul “Perbedaan Produksi ASI Sebelum Dan Sesudah Di Lakukan Kombinasi Metode Massase Depan (Breast Care) dan Massase Belakang (Pijat Oksitosin) Pada Ibu Menyusui 0-3 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal”. Pada tahun 2014, di dapatkan perbedaan yang signifikan antara produksi ASI sebelum dan sesudah di berikan kombinasi massase
8
depan (breast care) dan massase belakang (pijat oksitosin) pada ibu menyusui 0-3 bulan diwilayah kerja Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal. variabel yang digunakan pada penelitian tersebut adalah massase depan dan massase belakang sebagai variabel bebas dan produksi ASI sebagai variabel terikat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah pijat laktasi Sebagai variabel bebas dan produksi ASI sebagai variabel terikat. Tempat dan waktu penelitian yang saya gunakan adalah di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang, pada tahun 2015. 3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Khotimah (2014), dengan judul “Pengaruh
Mendengarkan
Bacaan
Al-Qur’an
(Murottal)
Terhadap
Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Menyusui Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Malang” pada tahun 2014 didapatkan hasil yang signifikan terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu menyusui pada bayi 0-6 bulan setelah diberikan intervensi mendengarkan murottal. Variabel yang digunakan pada penelitian tersebut adalah mendengarkan bacaan Alqur’an (murottal) sebagai variabel bebas sedangkan kelancaran produksi ASI sebagai variabel terikat perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang digunakan adalah pijat laktasi sebagai variabel bebas dan produksi ASI sebagai variabel terikat. Tempat dan waktu penelitian yang saya gunakan adalah di desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang, pada tahun 2015.
9
1.6 Definisi Istilah 1. Pijat Laktasi Pijat laktasi adalah suatu tehnik pemijatan pada daerah leher, punggung dan, payudara yang bertujuan untuk merangsang sel saraf payudara agar mengeluarkan hormone prolaktin dan oksitosin untuk memproduksi ASI (Pamuji, Supriyana, Rahayu, & Suhartono, 2014). 2. ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemeberian ASI sedini mungkin pada bayi usia 0-6 bulan yang diberikan tanpa makanan pendamping lain (Janah, 2013).