BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wabah penyakit infeksi seperti penyakit SARS, flu burung, flu babi yang terjadi berturut-turut pada tahun 2002, 2003 dan 2006 yang mencemaskan dan memakan banyak korban serta menimbulkan berbagai dampak psikologis maupun kerugian material, membuat para peneliti berpikir tentang pentingnya pemahaman dan prediksi dinamika penyebaran penyakit infeksi, sehingga dampak dari penyebaran penyakit tersebut dapat diminamilisir. Pakar dan ilmuan merasa mempunyai tantangan dan kesempatan untuk terus menerus menggali dan menemukan ilmu pengetahuan baru guna mengatasi masalah ini. Ilmuan Matematika termasuk didalamnya ikut berperan serta ingin memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran mengurai permasalahan yang ada. Model matematika diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang dinamika epidemi dan dapat pula digunakan sebagai dasar membuat keputusan mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, baik untuk mengurangi kemungkinan penyebaran wabah maupun menghentikan infeksi. Model matematika telah dipakai sejak lama untuk memprediksi dinamika epidemi penyebaran penyakit menular serta untuk menguji strategi pengendalian yang diajukan.
1
Universitas Sumatera Utara
2 Model yang berkaitan dengan efek vaksinasi pada epidemi penyakit cacar dikemukakan oleh Daniel Bernoulli seorang matematikawan Perancis yang mengusulkan model deterministik untuk memperlihatkan bahwa inokulasi dengan bentuk lunak dari virus cacar dapat mengurangi laju kematian penderita di Perancis. Selanjutnya Hamer mempostulasikan bahwa peluang suatu penularan dalam periode waktu berikutnya (dalam model waktu diskrit) berbanding lurus dengan jumlah individu tertular dikalikan dengan jumlah individu rentan. Ide ini dikenal sebagai prinsip aksi massa (mass-action) dan telah banyak dipakai dalam berbagai bidang keilmuan. Model epidemi dapat merupakan model sederhana yang terdiri dari beberapa persamaan atau dapat pula berbentuk model kompleks yang dalam hal demikian ini model tersebut perlu disimulasikan pada komputer super. Belakangan ini, muncul Perdebatan hangat tentang matematika epidemiologi yang berkenaan dengan seberapa rinci faktor yang perlu diikut sertakan dalam model epidemi (Smieszek, 2009). Model sederhana dibangun berdasarkan sedikit asumsi dan karena itu lebih transparan, sehingga model-model ini dapat memberikan pemahaman yang jelas terhadap faktor yang dapat menimbulkan epidemi. Akan tetapi, apabila suatu model merepresentasikan kenyataan yang sangat sederhana, besar kemungkinan bahwa model tersebut kurang bermanfaat bila digunakan sebagai alat untuk memberi pemahaman dan peramalan epidemi. Model kompleks membutuhkan banyak asumsi dan karena itu terlihat lebih realistik dan akurat dibandingkan dengan model yang sederhana. Realitanya, asumsi yang ada
Universitas Sumatera Utara
3 seringkali tidak dievaluasi kebenarannya, asumsi-asumsi ini mengandung banyak parameter yang nilainya tidak diketahui atau hanya diketahui secara kurang akurat. Stehle et al. (2011) mengetengahkan isu tentang kesederhaan dan kompleksitas model, dan hasilnya memperlihatkan bahwa peningkatan kompleksitas suatu model tidak selalu berakibat pada peningkatan akurasi. Pada pemodelan epidemi, terdapat dua jenis model matematika yaitu; model deterministik dan model stokastik. Model deterministik, yang dikenal juga sebagai model kompartemen, mengkategorikan individu ke dalam subkelompok yang berbeda (kompartemen). Misalnya individu dikategorikan ke dalam tiga subkelompok yang saling eksklusif, subkelompok rentan (susceptible), subkelompok tertular (infected) dan subkelompok sembuh (recovered). Model klasik kompartemen dari tipe rentan (susceptible) tertular (infected) sembuh (recovered) rentan (susceptible), yang lebih popular dengan sebutan SIRS (yang selanjutnya dipakai dalam desertasi ini), dibentuk sebagai himpunan persamaan differensial biasa (Kermack dan McKendrick, 1927). Akibatnya, beberapa pengandaian penyederhanaan dipakai, seperti, waktu dan perubahan ukuran populasi pada skala kontinu, dengan semua proses terjadi secara kontinu dan bersamaan; terdapat percampuran lengkap dalam kompartemen model, kemudian himpunan syarat awal yang diberikan selalu membawa pada hasil sama (Anderson dan May, 1992). Secara matematis model SIRS dapat dinyatakan sebagai berikut ini. Andaikan N menyatakan ukuran populasi. Untuk t > 0, andaikan S(t) jumlah individu rentan pada waktu t, I(t) jumlah individu tertular pada waktu t, R(t)
Universitas Sumatera Utara
4 jumlah individu sembuh hingga waktu t, kemudian s(t) = r(t) =
R(t) . N
S(t) , N
i(t) =
I(t) N
dan
Dalam sembarang selang waktu [t, t + ∆t] individu rentan sangat
berkemungkinan terjadi kontak dengan sembarang individu yang pada saat ini telah tertular. Dalam selang waktu sama, setiap individu tertular dapat sembuh dan imun sementara, selanjutnya individu yang imun tersebut dapat saja kehilangan imunitasnya dan menjadi rentan kembali. Karena S(t) + I(t) + R(t) = N, pasangan (I(t), R(t)) atau (i(t), r(t)) secara lengkap memberikan status dari sistem pada sembarang waktu t. Sistem biologi cenderung melanggar beberapa asumsi yang melatarbelakangi pembentukan model kompartemen klasik epidemi penyakit, antara lain, misalnya populasi terdiri dari individu-individu. Karena itu ukuran populasi hanya dapat berubah secara diskrit (dengan skala bilangan bulat) dan pada kejadian diskrit (lahir, mati, dan lain-lain), syarat awal tidak dapat didefinisikan secara sempurna, yang terakhir, tidak semua individu dapat berinteraksi satu dengan lainnya. Model yang lebih kompleks dapat mengatasi kekurangan ini. Model stokastik sederhana dapat mengatasi skala diskrit (terhadap waktu dan ukuran populasi) dan dapat membentuk rentang hasil berbeda dengan mengimplementasikan pengaruh stokastik (acak). Namun, model ini tetap memandang semua individu sama dan dapat dipertukarkan. Mengakibatkan dua individu dapat berinteraksi satu dengan lainnya dengan peluang sama. Pada sistem nyata hal seperti ini tidak sesuai dengan kenyataan. Kebanyakan interaksi, dan transmisi penyakit, menghendaki kedekatan atau setidak-tidaknya menjadi lebih lemah de-
Universitas Sumatera Utara
5 ngan semakin jauhnya jarak antar dua individu.Dalam populasi, individu yang berpindah-pindah memiliki pola kedekatan yang dapat ditelusuri dengan cara memantau jaringan kontak antar individu, yang disebut jaringan sosial. Dewasa ini, model matematika telah dikembangkan untuk memeriksa pengaruh heterogenitas pencampuran antara individu didalam pola penyebaran penyakit menular (Hethcote, 2000). Pada berbagai teknik yang ada, model jaringan yang paling banyak diusulkan, terutama yang berkaitan dengan kontak sosial. Hal ini mendefinisikan interaksi antara pasangan atau grup individu dan memperhitungkannya sebagai rute transmisi penyakit (Meyers et al., 2005; Eubank, 2006; Newman, 2002). Jaringan kontak semakin dikenal sebagai titik sentral untuk dinamika penyakit menular dan fenomena transmisi lainnya (Lloyd dan May, 2001; Barabasi, 2002; Newman et al., 2006). Sebagai akibat dari struktur jaringan kontak, sebagian besar populasi tercampur secara heterogen yang mengakibatkan asumsi aksi-massa (mass-action) tidak dapat dipakai untuk mendeskripsikan penyebaran penyakit epidemi. Hasil perkembangan dari penyebaran penyakit dalam jaringan telah memberikan tantangan terhadap formalisme yang masih dipakai secara luas tentang model epidemi yang didasarkan pada persamaan Kermack dan McKendrik (1927) (Lihat misalnya, Morris, 1995; May dan Lloyd, 2001); Eames dan Keeling, 2002; Newman, 2002). Model deterministik yang diperkenalkan oleh Ermack dan McKendrik beserta kebanyakan turunannya dikenal sebagai model mean-field, atau kompartemen, atau aksi-massa. Karena model-
Universitas Sumatera Utara
6 model ini menggunakan asumsi utamanya adalah pencampuran individu yang homogen(Anderson dan May, 1992). Untuk populasi yang berukuran besar, setiap individu membuat kontak dengan subpopulasi yang kecil dan terkelompok. Kemudian lokal korelasi yang dihasilkan dari transmisi dalam jaringan terstruktur demikian tidak dapat ditampung oleh model baku mean-field secara sempurna (Keeling, 1999. a,b). Meskipun adanya keberatan tentang asumsi populasi yang tercampur homogen, banyak teori yang telah diajukan berdasarkan asumsi tersebut (lihat misalnya, Anderson dan May, 1992; Smith, 2005). Kesederhanaan model yang diperoleh membuat asumsi tersebut menarik dan menantang. Perluasan dari teori tersebut telah banyak dikembangkan untuk mengakomodasi ketercampuran heterogen dalam suatu populasi (atau komunitas spesies). Hal ini dilakukan dengan cara memperhatikan subkelompok host ganda dan matriks transmisi yang menspesifikasi individu yang terkena infeksi berasal dari individu yang mana dikenal sebagai matriks WAIFW (Anderson dan May, 1984; Schenzle, 1984; Diekmann, 1990; Dobson, 2004). Akan tetapi, dalam kerangka dasar ini transmisi dalam subkelompok tetap homogen. Hal yang lebih ekstrim lagi, transmisi dapat dinyatakan pada tingkat individu dalam jaringan kontak sebagai suatu proses stokastik. Model jaringan menambah realitas pada struktur kontak, namun informasi empiris untuk mendeskripsikan secara lengkap lintasan transmisi sering kali tidak mudah atau tidak mungkin diperoleh. Keseimbangan yang sama terbukti dalam model pada proses transmisi penyakit lainnya, misalnya, penyebaran
Universitas Sumatera Utara
7 perilaku, rumor dan virus komputer, serta pada sistem dinamika ekologi yang mencakup interaksi individu. Karena keseimbangan ini merupakan penggabungan dalam ekologi dan epidemiologi, model yang berbasis individu telah dilakukan secara paralel dan merupakan usaha yang masih terus berlanjut, terutama untuk penyederhanaan yang dapat mengaproksimasi dinamika sistem kompleks (lihat, Bolker dan Pacala, 1997; Levin dan Pacala, 1997; Keeling, 1999a,b; Iwasa, 2000; Law and Dieckmann, 2000; Pascual, 2005). Misalnya, konsep empiris dari efektif sekitar minimum telah dikembangkan untuk menguji pentingnya korelasi lokal dan ketidakpastian demograpi, serta kinerja yang terkait dengan model meanfield dalam dinamika epidemi (Keeling dan Grenfell, 2000). Begitupun, asumsi dasar untuk penelitian demikian ini ialah bahwa jaringan dipandang statis: artinya setelah asosiasi terbentuk antara dua individu, asosiasi ini akan tetap tidak berubah. Sayangnya, asosiasi antara individu dalam jaringan sosial biasanya berubah dengan terbentuknya hubungan baru dan hilangnya hubungan lama. Kondisi demikian ini terjadi secara kontinu. Model deterministik, juga dikenal sebagai model Kompartmental yang mengkategorikan individu ke dalam subkelompok yang berbeda (Kompartemen). Misalnya Individu dikategorikan kedalam tiga subkelompok yang saling eksklusif; subkelompok rentan (Susceptibles), subkelompok infeksi/tertular (infektives) dan subkelompok yang pindah (removed) yang mewakili individu yang meninggal karena penyakit, sembuh dari infeksi dan memiliki kekebalan tubuh yang tetap atau individu yang sudah diasingkan dari sisa populasi. Sebagian besar model
Universitas Sumatera Utara
8 yang menggambarkan perilaku penyakit menular, yang telah digunakan sampai sekarang, adalah deterministik. Karena model ini hanya membutuhkan sedikit data, dan relatif lebih mudah menerapkannya. Model stokastik bergantung pada variasi kesempatan dalam exposure risiko, penyakit, dan faktor lainnya. Model jenis ini memberikan wawasan lebih ke pemodelan tingkat individu, mempertimbangkan ukuran populasi kecil di mana setiap individu memainkan peran penting dalam model. Oleh karena itu, model ini digunakan ketika heterogeneitas penting untuk dipertimbangkan. Para peneliti dalam memodelkan penyakit epidemi, mengasumsikan bahwa populasi yang terkait sebagai berikut:
1. Semua anggota populasi yang terpapar (susceptible) identik dari pandangan pemodelan 2. Terdapat masukan konstanta mendasar untuk model, yaitu basic reproduction number R0 yang menunjukkan rata-rata jumlah terinfeksi baru yang diakibatkan oleh setiap individu baru terinfeksi 3. Kelompok lokal yang mencakup sekurang-kurangnya satu individu terinfeksi dikarakterisasi oleh pencampuran homogen yang berarti bahwa setiap anggota terpapar memiliki peluang yang sama untuk terjangkit dari individu yang sudah terjangkit
Universitas Sumatera Utara
9 1.2 Permasalahan Penelitian disertasi ini terfokus pada model epidemi penyakit menular, untuk populasi yang bersifat heterogen. Model ini diajukan mengingat karakteristik individu dalam sebuah populasi berbeda (tidak homogen). Disini, populasi terpapar heterogen dalam berbagai cara antara lain dapat dipandang dari individu yang berinteraksi sosial aktif dengan individu lainnya, individu yang secara relatif tidak aktif berinteraksi dengan individu lainnya pada suatu waktu. Model yang diselidiki pada penelitian disertasi ini didasarkan pada model mean-field baku. Parameter utama yang menjadi ukuran untuk pengendalian epidemi yang dikenal dengan basic reproductive number dengan model mean-filed akan diselidiki secara lebih detil dalam rangka pengembangan model. Model modifikasi meanfiled yang dihasilkan pada hakekatnya mengandung secara tersirat beberapa efek penting dari pencampuran heterogen dalam jaringan kontak pada epidemi.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian Disertasi ini bertujuan membangun model penyebaran penyakit menular dalam jaringan dinamis tipe SIRS untuk populasi yang bersifat heterogen. Model yang dibangun dengan menggunakan kerangka dasar model mean-field baku ini menyelidiki sebuah parameter yang dikenal sebagai basic reproductive number secara detail, khususnya apabila asumsi dasar dari model, pencampuran populasi homogen, tidak berlaku. Dalam model SIRS, parameter ini memiliki peran yang sangat penting sebagai ambang aba-aba adanya wabah,
Universitas Sumatera Utara
10 terhadap relevansi untuk menguji ukuran pengendalian penyebaran. Hasil penyelidikan terhadap relevansi untuk menguji ukuran pengendalian penyebaran. Hasil penyelidikan terhadap parameter tersebut akan memberikan arah pada pengembangan model mean-field yang pada hakekatnya mengandung secara tersirat beberapa efek penting dari pencampuran heterogen dalam jaringan kontak pada epidemi penyakit menular.
1.4 Urgensi Model Epidemi Epidemiologi merupakan studi tentang distribusi dan determinan penyakit prevalensi pada manusia. Salah satu fungsi epidemiologi adalah untuk menggambarkan distribusi penyakit, yaitu mencari tahu siapa, berapa banyak, dari apa, dimana dan kapan suatu penyakit menyebar. Fungsi lainnya adalah untuk mengidentifikasi penyebab atau faktor risiko dari suatu penyakit, selanjutnya adalah untuk membangun dan menguji teori serta untuk membuat perencanaan, melaksanakan, mengevaluasi, kontrol dan selanjutnya membuat program pencegahan. Pemodelan epidemiologi dapat memainkan peran penting dalam hal mengontrol dan membuat program pencegahan yang dalam hal ini difokuskan pada pemodelan penyakit menular pada populasi manusia. Sebagian besar pemodelan penyakit menular mengacu pada pemodelan deterministik dimana populasi dibagi menjadi kompartemen berdasarkan status epidemi(misalnya rentan, infeksi, pulih). Kemunculan penyakit menular masih menyebabkan penderitaan dan kematian di dunia terutama dinegara berkembang,
Universitas Sumatera Utara
11 sedangkan di negara maju penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung telah menyita perhatian yang lebih dari penyakit menular. Mekanisme transmisi dari susceptibles kemudian terjadinya infeksi dapat dipahami untuk hampir semua penyakit menular dan penyebaran penyakit melalui rantai infeksi. Namun, transmisi interaksi dalam suatu populasi sangat kompleks, sehingga sulit untuk memahami dinamika pada skala penyebaran yang besar pada suatu penyakit tanpa struktur formal dari suatu model matematika. Model matematika telah menjadi alat penting dalam menganalisis penyebaran dan pengendalian penyakit menular yang dapat menjelaskan asumsi, variabel, dan parameter. Model matematika dan simulasi komputer adalah alat eksperimental yang berguna untuk membangun dan pengujian teori-teori, menilai dugaan kuantitatif, menjawab pertanyaan spesifik, menentukan kepekaan terhadap perubahan nilai parameter, dan parameter kunci dalam prediksi melalui data. Memahami karakteristik transmisi dari penularan penyakit pada masyarakat, daerah dan negara dapat mempermudah mengadakan pendekatan untuk mengurangi penularan penyakit. Model matematis yang digunakan dalam membandingkan, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengoptimalkan berbagai program deteksi, pencegahan, terapi dan kontrol. Pemodelan epidemiologi dapat berkontribusi pada desain dan analisis epidemiologi.
Universitas Sumatera Utara
12 Dalam banyak ilmu adalah mungkin untuk melakukan percobaan untuk mendapatkan informasi dan untuk menguji hipotesis. Percobaan dengan penyebaran infeksi penyakit pada populasi manusia, hal tersebut sering tidak mungkin dilakukan, tidak etis atau mahal. Data kadang-kadang tersedia dari epidemi yang terjadi secara alami atau darikejadian alami penyakit endemik, namun karena sesuatu hal data yang ada sering tidak lengkap. Kurangnya data yang dapat diandalkan membuat parameter yang akan diestimasi secara akurat menjadi sulit, sehingga hanya mungkin untuk memperkirakan kisaran nilai untuk beberapa parameter. Arena percobaan berulang dan data yang akurat biasanya tidak tersedia dalam epidemiologi, maka model matematika dan simulasi komputer dapat digunakan untuk melakukan eksperimen teoritis sehingga perhitungan dapat dilakukan dengan mudah untuk berbagai nilai parameter. Pemodelan sering dapat digunakan untuk membandingkan penyakit yang berbeda di populasi yang sama, penyakit yang sama pada populasi yang berbeda, atau penyakit yang sama pada waktu yang berbeda. Model epidemiologi dapat juga berguna dalam membandingkan efek dari prosedur pencegahan atau kontrol. Hethcote dan Yorke, menggunakan model untuk membandingkan prosedur pengendalian wabah gonore seperti pemeriksaan, rescreening, melacak infectors, infectees pelacakan, pasca pengobatan melalui vaksinasi. Prediksi kuantitatif dari model epidemiologi biasanya akan mengarah pada beberapa ketidakpastian karena model yang diperoleh dan nilai parameter yang tersedia hanya dapat diperkirakan (Hethcote & Yorke, 1984).
Universitas Sumatera Utara
13 Pemodelan epidemiologi mengarah pada suatu pernyataan yang jelas dari asumsi tentang mekanisme biologis dan sosiologis yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Parameter yang digunakan dalam model epidemiologi harus memiliki interpretasi yang jelas seperti durasi infeksi dan model diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi dugaan yang bersifat kuantitatif. Model epidemiologi kadang-kadang dapat digunakan untuk memprediksi penyebaran atau timbulnya penyakit. Sebagai contoh, Hethcote memperkirakan bahwa Sindrom Rubella kongenital rubella dan akan menghilang di Amerika Serikat karena tingkat vaksinasi saat ini menggunakan gabungan vaksin campakgondong-rubela secara signifikan di atas ambang batas diperlukan untuk kekebalan kawanan untuk rubela. Model epidemiologis juga dapat digunakan untuk menentukan sensitivitas prediksi perubahan dalam nilai-nilai parameter. Setelah mengidentifikasi parameter yang memiliki pengaruh terbesar pada prediksi, dimungkinkan untuk merancang penelitian untuk mendapatkan estimasi parameter yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara