BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha selalu bergerak dinamis, sehingga pelaku usaha selalu mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan usahanya di era global saat ini dimana ekspansi dunia bisnis telah menembus batas ruang, waktu dan territorial suatu negara. Terobosan yang dilakukan oleh pelaku bisnis dalam pengembangan usaha telah melahirkan berbagai bentuk format bisnis. Munculnya berbagai bentuk bisnis tersebut tentu membawa suatu konsekuensi logis terhadap dunia hukum, diperlukan pranata hukum yang memadai untuk mengatur suatu bisnis di suatu negara, demi terciptanya kepastian dan perlindungan hokum bagi para pihak yang terlibat dalam bisnis ini. Perbankan nasional, sebagai salah satu pilar utama dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan memiliki peranan penting dan menentukan terhadap arah perkembangan kehidupan perekonomian yang lebih baik salah satunya dengan memberikan suntikan dana berupa pemberian fasilitas kredit, dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Kehidupan ekonomi modern tidak dapat lepas begitu saja dari aspek dan tujuan pemberian kredit sebagai upaya riil untuk mengangkat aspek pertumbuhan modal dan investasi dunia usaha dikalangan para pengusaha sebagai pelaku usaha atau pelaku bisnis. Kondisi perekonomian yang sedang mengalami kelesuan seperti saat ini, karena sektor riil yang tidak bertumbuh, maka sangat dibutuhkan adanya suntikan dana fresh money baik dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga Keuangan Bukan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKBB) kepada para pengusaha sebagai pelaku usaha dan pelaku bisnis yang
memanfaatkan dana tersebut sebagai modal kerja untuk meningkatkan prifibilitas perusahaan serta dalam rangka menggairahkan kembali kondisi perekonomian bangsa khususnya pertumbuhan disektor riil dan jasa. Kredit yang diberikan bank dapat berupa dana yang berasal atau dimiliki oleh bank itu sendiri ataupun dana dari Bank Indonesia yang dapat berupa Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) ataupun Kredit-Kredit Program lainnya kepada para pengusaha sebagai pelaku usaha dan pelaku bisnis baik yang bergerak disektor jasa maupun sektor riil, diharapkan juga akan mampu menopang pesatnya laju pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian bangsa dan peningkatan sumber devisa negara. Kondisi ini merupakan suatu implementasi dari asas prudential banking yang selama ini telah menjadi pedoman bank-bank dalam melakukan pemberian kredit, tercermin dari prosedur pemberian kredit yang harus dilakukan secara hati-hati dan selektif. Sebagai upaya untuk mengeliminasi risiko kredit, bank senantiasa memperhatikan aspek jaminan (collateral) sebagai dasar dalam pemberian kredit, disamping juga melalui penilaian watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. Dunia perbankan mengenalnya dengan istilah Five C’s yaitu : Character (watak) yaitu penilaian atas karakter atau watak dari calon debitornya, Capacity (kemampuan) yaitu prediksi tentang kemampuan bisnis dan kinerja bisnis debitor untuk melunasi hutangnya, Capital (modal) yaitu penilaian kemampuan keuangan debitor yang mempunyaikorelassi langsung dengan tingkat kemampuan bayar kreditor, Collateral (agunan) yaitu harta kekayaan debitor sebagai jaminan bagi pelunasan hutangnya jika kredit dalam keadaan macet dan Conditionof Economic (kondisi atau prospek usaha) yaitu analisis terhadap kondisi perekonomian debitor seccara mikro maupun makro.1
1
Malayu S.P Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta:Penerbit,PT Bumi Aksara,2009), hlm.106
Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan,ini dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan ekonomi, salah satunya adalah membuat perjanjian kredit yang berfungsi memberi batasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian penjaminan sebagai perjanjian tambahan, keduanya dibuat secara terpisah. Kedudukan perjanjian penjaminan sangat tergantung dari perjanjian pokoknya, hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditor, sehingga apabila debitor wanprestasi maka kreditor tetap mendapatkan hak atas piutangnya. Perjanjian penjaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak juga sangat diperlukan, oleh karena itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terlibat melalui lembaga ini. Lembaga hak jaminan dibutuhkan karena sudah semakin banyak kegiatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi yang membutuhkan dana yang cukup besar, dimana sebagian besar dana itu diperoleh melalui kegiatan perkreditan serta untuk mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum jaminan sangat diperlukan untuk mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit yang menjaminkan barang-barang yang akan dimilikinya sebagai jaminan. Secara hukum seluruh kekayaan debitor menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada kreditor. Pada dasarnya harta
kekayaan seseorang merupakan jaminan dari hutang-hutangnya sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”. Ketentuan ini juga menerangkan mengenai fungsi jaminan yang selalu ditujukan kepada upaya pemenuhan kewajiban debitor yang dinilai dengan uang, yaitu dipenuhi dengan melakukan pembayaran.Oleh karena itu, jaminan memberikan hak kepada kreditor mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan. Penanaman dana dalam bentuk kredit pasti akan menghasilkan bunga yang relatif tinggi. Namun dilihat dari resikonya, maka pada penanaman dana dalam bentuk kredit memiliki resiko kemacetan dalam pengambilan kredit. Menyadari akan adanya resiko kemacetan pengambilan kredit, maka undang-undang perbankan telah memberikan pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit. Hal ini juga diperhatikan oleh pihak bank yang ingin memberikan pinjaman terhadap nasabah yang dalam konteks pembahasan ini adalah pengusaha kecil dan menengah. Persoalan kredit macet dalam dunia perbankan menjadi persoalan yang sangat serius. Bank yang dalam aktivitasnya menarik dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat akan tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik, manakala kredit yang disalurkan itu kemudian mengalami kemacetan dalam pengambilannya. Terhambatnya
pengambilan
kredit
itu
disebabkan
oleh
faktor
kurangnya
profesionalisme pihak pemberi kredit disamping lemahnya sisi penegakan hukum. Peristiwa kredit macet ini sebenarnya tidak akan terjadi jika pihak bank benar-benar menegakkan etika profesional dalam pengelolaan pemberian kredit. Di sisi lain jika hukum dan aparat penegaknya benar-benar menegakkan kebenaran dan keadilan diatas segalanya, yang tentunya persoalan kredit macet ini juga tidak akan menjadi suatu hal
yang menakutkan bagi kalangan perbankan. Pengelolaan kredit perbankan haruslah mengacu kepada manajemen profesionalisme yang dianut oleh dunia perbankan.Analisa kredit apabila dilakukan secara profesional dapat berperan sebagai saringan pertama untuk menjaga bank agar tidak terjerumus ke dalam kasus kredit bermasalah atau kredit macet. Perjanjian kredit biasanya pihak-pihak telah memperjanjikan dengan tegas bahwa apabila debitor wanprestasi, maka kreditor berhak mengambil sebagian atau seluruh hasil penjualan harta jaminan tersebut sebagai pelunasan utang debitor.Persoalan-persoalan tentang perjanjian kredit usaha kecil dan menengah dalam aspek penguatan permodalan, serta hambatan dalam pemberian kredit tersebutkiranya menjadi latar belakang penulis dan berkeinginan untuk mencoba menelaah persoalan-persoalan tersebut di atas.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh PD.BPR Klangenan dalam rangka penguatan aspek permodalan? 2. Apakah hambatan-hambatan dalam perjanjian kredit usaha kecil dan menengah di PD.BPR Klangenandan bagaimana cara menyelesaikannya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perjanjian kredit usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh PD.BPR Klangenan dalam rangka penguatan aspek permodalan. 2. Untuk mengetahuihambatan-hambatan dalam perjanjian kredit usaha kecil dan menengah di PD.BPR Klangenandan cara menyelesaikannya.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dibedakan kedalam beberapa bentuk, yaitu : 1.
Kegunaan Teoritis Penelitian ini agar dapat memberikan sebuah manfaat dan kontribusi bagi Perusahaan
Daerah
Bank
Perkreditan
Rakyat
Klangenan
Cirebondalam
melaksanakan perjanjian kredit usaha kecil dan menengah, bagi Ilmu Hukum itu sendiri terutama Hukum Keperdataan dan bagi debitur agar dapat memberikan suatu tambahan pengetahuan. 2.
Kegunaan Praktis Penelitian ini agar dapat memberikan sebuah manfaat bagi penulis.
E. Kerangka Pemikiran
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dalam Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan sebagai berikut : ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Didalam melaksanakan kemitraannya antara bank dan nasabah perlu dilandasi beberapa asas hukum supaya tercipta suatu kemitraan yang baik. Sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang dirubah dengan UndangUndang No. 10 tahun 1998, Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai finansial
intermediasi atau lembaga perantara keuangan serta mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 diatur tentang Perbankan Indonesia adalah menunjang
pelaksanaan
pemerataan/pertumbuhan
pembangunan ekonomi
dan
nasional
dalam
stabilitas
nasional
rangka kearah
meningkatkan peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu bank memberikan fasilitas kredit kepada pelaku usaha. Definisi kredit dalam berbagai undang-undang selalu mengalami perubahan seperti tercantum dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Perbankan, pada Pasal 1 C disebutkan bahwa kredit yaitu : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak.Pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.”2
Dari definisi Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tersebut terkandung beberapa hal yaitu : a. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam uang. b. Terjadi dalam dunia perbankan. c. Memiliki jangka waktu yang telah ditentukan. d. Adanya bunga yang ditetapkan berdasarkan perjanjian. Selanjutnya Undang-undang Perbankan tesebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 angka 12, disebutkan bahwa kredit yaitu : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yangmewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka 2
Imam Syakir, Soedarjanto, Dasar-dasar moneter dan Perbankan Bagian Dua, (Surabaya: Penerbit,1983),hlm.106
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”3
Definisi kredit menurut UU No. 7 Tahun 1992 nampak lebih lengkap bila dibandingkan dengan definisi yang penulis kemukakan sebelumnya. Dari definisi tersebut terdiri dari beberapa hal penting yaitu: a. Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam uang b. Terjadi dalam dunia perbankan c. Untuk jangka waktu tertentu d. Adanya bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan sesuai dengan diperjanjikan. Kemudian undang-undang tersebut telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 tentang Perbankan, pada pasal 1 angka 11 adalah sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.”4
Kredit pada awal perkembangannya, mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari.Suatu kredit mencapai fungsinya, apabila secara social ekonomis, baik debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang baik.Bagi pihak debitur dan kreditur, selain mereka memperoleh keuntungan, juga mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi negara mengalami tambahan penerimaan negara dari pajak, juga kemajuan ekonomi baik yang bersifat mikro maupun makro.
3
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Penerbit, PT Balai Pustaka Utama Grafiti,1993), hlm.119 4 Ibid, hlm 120
Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh bankdalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola banktersebut untuk disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu: a. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian b. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan c. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank d. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat5 Penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Aspek Permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada Capital Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan Bank Indonesia.6 Menurut H. Salim HS, bahwa hukum jaminan adalah : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.”7 Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah : 1. Adanya kaidah hukum. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan 3. Adanya jaminan 5
Sutojo,Siswanto, Analisis Kredit Bank Umum, (Jakarta: Penerbit, Pustaka Binaman Pressindo, 1995), hlm 10 www.blogthomasandrian.com 7 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta:Penerbit, PT.RajaGrafindo Persada, 2004), hlm 6 6
4. Adanya fasilitas kredit Fungsi dari pemberian jaminan adalah guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut,bila debitur bercidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.Terhadap jaminan yang diserahkan oleh pihak debitur, pihak bank selaku kreditur mempunyai kewajiban untuk melindungi debiturnya, karena hal ini berkaitan dengan kepentingan bank juga selaku penerima jaminan. Dalam peraturan perundang-undangan telah memberikan pengaman kepada kreditur dalam menyalurkan kredit kepada debitur, yakni dengan memberikan jaminan umum menurut Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, yang menentukan bahwa semua harta kekayaan (kebendaan) debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan atas seluruh perikatannya dengan kreditur. Apabila terjadi wanprestasi maka seluruh harta benda debitur dijual lelang dan dibagibagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur. Namun perlindungan yang berasal dari jaminan umum tersebut dirasakan belum memberikan rasa aman bagi kreditur, sehingga dalam praktik penyaluran kredit, bank memandang perlu untuk meminta jaminan khusus terutama yang bersifat kebendaan. Implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah tersebut dapat berupa sebagai berikut: 1. “hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan pengaruh buruk bagi rentabilitas bank 2. rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR(bad dept ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan situasi yang semakin memburuk
3. bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akans angat berpengaruh terhadap CAR (capital adequacy ratio) 4. Return On Assets (ROA) mengalami penurunan 5. sebagai akibat dari komplikasi butir 2,3,4 tersebut diatas adalah menurunnya nilai kesehatan bank.”8 Pihak bank dalam menyelesaikan/menyelamatkan kredit bermasalah akan melihat terlebih dahulu kondisi kredit yang bermasalah tersebut. Penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh bank itu sendiri terdiri atas dua alternatif penyelesaian yaitu: 1. Penyelesaian melalui jalur litigasi Penyelesaian melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian yang dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan, yaitu debitur tidak mau melunasi kewajiban melunasi kreditnya atau hutangnya baik angsuran pokok maupun bunganya, sedangkan bagi debitur yang usahanya tidak lagi berjalan adalah debitur yang tidak dapat bekerja sama dan tidak mau memenuhi kewajiban melunasi kreditnya. 2. Penyelesaian melalui jalur non litigasi Pada taraf penyelesaian ini usaha debitur yang dimodali dengan kredit itu masih berjalan
meskipun
angsuran
kreditnya
tersendat-sendat
atau
meskipun
kemampuannya telah melemah dan tidak dapat membayar angsurannya ia masih harus membayar bunganya, bahkan debitur yang usahanya sudah tidak berjalan, penyelesaian kreditnya masih dapat dilakukan melalui upaya negoisasi seorang debitur yang jaminan kreditnya mencukupi serta masih ada usaha lain yang dianggap layak dan kepadanya masih dimungkinkan diberi suntikan dana sehingga diharapkan
8
Lukman Dendawijaya,,Manajemen Perbankan, (Bandung: Penerbit,Ghalia Indonesia,2001), hlm. 86
akan mempunyai hasil untuk digunakan membayar seluruh kewajibannya, artinya dengan kesepakatan baru, kredit macetnya akan menjadi kredit yang lancar.9
F. Metode Penelitian
1.
Metode Pendekatan Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis. Yuridis Normatif yaitu metode pendekatan yang dilihat dari ketentuan hukum yang berlaku sedangkan Yuridis Sosiologis yaitu metode pendekatan yang diambil dari gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat.
2.
Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan spesifikasi Deskriptif Analitis yaitu menggambarkan keadaan di lokasi penelitian mengenai Perjanjian Kredit Usaha Kecil dan Menengah di PD.BPR Klangenan Cirebon.
3.
Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari observasi lapang melalui teknik wawancara dengan responden. Responden yang dimaksud adalah merupakan Direktur Utama PD.BPR Klangenan Cirebon.
b. Data Sekunder
9
AbdulkadirMuhammad, RildaMurniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: Penerbit, PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 136
Data Sekunder yaitu data tidak langsung yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Sumber data dalam hal ini yaitu sebagai berikut : 1. Data Sekunder Bahan Primer Datayang diperoleh dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri. 2. Data Sekunder Bahan Sekunder Data yang diperoleh dari Skripsi terdahulu dan Hasil penelitian. 3. Data Sekunder Bahan Tersier Data yang diperoleh merupakan hasil dari meng-unduh internet dan website. 4.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Wawancara atau Interview Proses tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Proses wawancara terdapat dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda yaitu satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau disebut interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau responden. Penelitian ini, penulis berkedudukan sebagai interviewer dan Direktur Utama PD.BPR Klangenan Cirebon sebagai responden. 2. Studi Kepustakaan Pengumpulan data melalui bahan-bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan, teori-teori atau tulisan-
tulisan yang terdapat dalam buku-buku literatur, surat kabar dan bahan-bahan bacaan ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diangkat. 5.
Metode Analisis Data Metode yang digunakan adalah berdasarkan data kualitatif. Data Kualitatif yaitu data yang diperoleh dari fakta-fakta sosial yang terjadi yang merupakan data hasil dari penelitian.
G. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah PD.BPR Klangenan yang beralamat di Jalan Raya Endang Geulis No.56 Klangenan Cirebon 45156, hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa PD.BPR Klangenan meminjamkan modal berupa kredit pada usaha kecil dan menengah.
H. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi yang berjudul ASPEK-ASPEK YURIDIS PERJANJIAN KREDIT USAHA
KECIL
MENENGAH
BERKAITAN
DENGAN
PENGUATAN
PERMODALAN(Study pada PD.BPR KLANGENANCirebon), Bab 1 berisi tentang pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menjelaskan mengenaiTinjauan Umum tentang Perjanjian yang di dalamnya memuat tentang Pengertian Perjanjian, Asas-Asas Perjanjian, Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian, Akibat Hukum Perjanjian yang Sah, Pelaksanaan Perjanjian, Prestasi dan Wanprestasi, dan Berakhirnya Perjanjian;Pengertian Perjanjian Baku (Standart Contrac); Pengertian Fidusia; Pengertian Kredit Perbankan pada Umumnya yang di
dalamnya dijelaskan tentang Pengertian Kredit, Pengertian Perjanjian Kredit, Bentuk Perjanjian Kredit, dan Pengertian Permodalan Bank. Bab III deskripsi PD.BPR Klangenan dan perkembangannya menjelaskan tentang Eksistensi PD. BPR Klangenan Cirebon yang memuat Dasar Pendirian dan Struktur Organisasi dan Tata Kerja, serta menjelaskan Pelaksanaan Kredit Usaha Kecil Menengah Pada PD. BPR Klangenan Cirebon. Bab IV menjelaskan mengenai Implementasi Perjanjian Kredit Usaha Kecil dan Menengah Dalam Perspektif Yuridis yang di dalamnya memuat tentang Perjanjian Kredit Usaha Kecil dan Menengah pada PD. BPR Klangenan Guna Membangun Penguatan Permodalan dan Aspek-Aspek Kendala dalam Perjanjian Kredit Usaha Kecil dan Menengah pada PD. BPR Klangenan. Bab V berisi tentang Simpulan dan Saran.