BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) juga dikenal sebagai penyakit gagal ginjal tahap akhir, merupakan sindroma yang ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik meningkat secara pesat (Kizilcik et al., 2012). Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis (Grassmann, Giobere, Moeller, & Brown, 2005). Di Amerika Serikat, insiden penyakit gagal ginjal kronik terjadi 268 kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Gilbertson et al. (2005) meramalkan bahwa pada tahun 2015 akan ada 136.166 insiden pasien gagal ginjal kronik setiap tahunnya dan 107.760 angka kematian gagal ginjal kronik setiap tahun khusus di negara Amerika Serikat. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Dinegara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun. Depresi merupakan kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada populasi pasien gagal ginjal kronik. Prevalensi depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 59% (Battistella, 2012; Santos, 2011 ). Beberapa studi di Turki
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan prevalensi depresi pada pasien hemodialisis berkisar antara 26% sampai 47%. Penelitian Kizilcik et al. (2012) di Turki bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami depresi sebanyak 27,9% . Penelitian Cengic dan Resic (2010) menunjukkan depresi pada pasien hemodialisis di Sarajevo juga meningkat sekitar 51% dengan berbagai tingkat depresi yang dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien. Penelitian Rustina (2012) menemukan bahwa depresi pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebanyak
35,82%, tingginya kejadian depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis disebabkan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan kehidupan sosial, psikologis, dan mekanisme biologi. Hal ini juga ditemukan pada penelitian Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi gejala depresi yang dialami pasien dapat mempengaruhi kesehatan pasien, dimana yang menjadi faktor resiko depresi diantaranya faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Menurut penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan aktivitas, pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi. Jordanova1 dan Polenakovic (2013) mengatakan bahwa tingginya insiden depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi yang bervariasi, dan menunjukkan bahwa karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah hipersensitivitas, mood depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari lingkungan, kurang komunikasi sosial, agresif pasif. Hal yang sama juga di katakan Cruz, Fleck, dan Polanczyk (2010) bahwa depresi merupakan kondisi
Universitas Sumatera Utara
yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, depresi dapat berdampak pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien. Penelitian Cengic dan Resic (2010) menemukan bahwa gejala psikologis yang paling menonjol pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah anhedonia sedangkan gejala somatik yang muncul adalah kelelahan dan ketidakberdayan. Menurut
Cichocki (2009) juga mengatakan bahwa keadaan
depresi akan membuat pasien pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga, tidak berguna, cendrung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain, hal ini akan mempengaruhi secara keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan pasien. Andri (2012) mengatakan pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis menimbulkan gejala depresi seperti penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadwal, ketidakpatuhan terhadap diet ini merupakan salah satu hal sebagai upaya halus untuk bunuh diri. Penelitian Kurella et al. (2005) juga mengatakan bahwa pasien gagal ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga menyebabkan pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis. Penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien
Universitas Sumatera Utara
dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisi. Kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan meningkatkan kematian (Hedayati et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Wuryanto dkk. (2012) penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai stressor fisik, psikologis maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya depresi, gejala depresi dan berbagai kondisi yang terkait dengan terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Pai et al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebakan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk kondisi kesehatan pasien. Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa pasien yang mengalami depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP) lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu et al. (2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting untuk membantu pasien menurunkan depresi dengan meningkatkan efektifitas dan kesadaran pasien hemodialisis dalam menggunakan sumber dukungan sosial sehingga dapat meningkatkan status kesehatan dan untuk beradaptasi dengan
Universitas Sumatera Utara
pengobatan hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Tel & Tel, 2011). Menurut Taylor (2006) mengatakan dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan yang signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain, dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti orang tua, pasangan (suami atau istri) anak, dan kerabat keluarga lainnya. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012 berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi). Berdasarkan fenomena bahwa depresi merupakan masalah umum yang sering terjadi dengan berbagai tingkat depresi yang dapat mempengaruhi status kesahatan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis belum pernah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. 1.2 Permasalahan Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling umum dijalani oleh pasien gagal ginjal kronik (GGK). Tingginya insiden dan
Universitas Sumatera Utara
prevalensi gagal ginjal kronik baik di negara-negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia menjadi masalah baik medik, ekonomi, dan sosial bagi pasien, keluarga maupun beban negara. Ketika seseorang memulai terapi hemodialisis maka ketika itulah pasien harus merubah seluruh aspek kehidupannya dalam jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya, hal ini menjadi stressor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien meliputi bio, psiko, sosio,spiritual. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas, bahkan depresi yang dapat memperburuk keadaan pasien. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan orang lain dapat membantu pasien dalam menghadapi halhal yang menimbulkan depresi dan meningkatkan status kesehatan pasien. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang muncul, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis 1.3.2 Tujuan khusus a). Mengidentifikasi dukungan sosial pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara
b). Mengidentifikasi tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. c). Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.5 Manfaat Penelitian a). Bagi pasien Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang gejala depresi, dan mencari sumber dukungan sosial dari keluarga, teman dan orang lain untuk dapat mengurangi tingkat depresi yang dialami, pasien diharapkan memperhatikan aspek kehidupannya secara holistik bio-psiko-sosio sehingga dapat meningkatkan status kesehatan. b). Bagi rumah sakit Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan di unit hemodialisis dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat diharapkan dapat mengantisipasi gejala depresi secara holistik yang memperhatikan kesehatan fisik, mental dan sosial dan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang dapat lebih berkontribusi positif pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis khususnya masalah psikososial (dukungan sosial) sehingga
Universitas Sumatera Utara
akan mengurangi tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. c). Bagi penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan dukungan sosial dengan tingkat depresi pasien hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara