1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi baik kualitas dan kuantitasnya (Depkes RI, 2005). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi (Wiji, 2013). ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Diantaranya ialah menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit non infeksi, seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi dan asma. Selain itu ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak. Menyusui bayi bisa menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindungi dalam dekapan ibunya, mendengar langsung degap jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui olehnya. Hal itu tidak akan dirasakan bayi ketika minum susu lainnya selain ASI (Prasetyono, 2009).
1
2
Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupunmental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar tatalaksananya dilakukan dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusu secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif (Depkes RI, 2005).Selama ini masih banyak ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusui terganggu. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir untuk dibersihkan, ditimbangdan diberi pakaian. Ternyata proses ini sangat mengganggu proses alami bayi untuk menyusui, sehingga proses menyusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran tidak terlaksana. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri dapat menyusu segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit antara kulit bayi dan kulit ibu. Bayi dibiarkan setidaknya selama satu jam di dada ibu sampai dia menyusu sendiri (Depkes, 2008). Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini akan mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusui eksklusif dan mempertahankan menyusui daripada yang menunda menyusui dini. Selain itu dengan menyusu dini maka kematian bayi serta gangguan perkembangan bayi dapat dihindari (Roesli, 2008). Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan World Health Organization (WHO) dan UNICEF yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan
“penyelamatan
kehidupan”,
karena
inisiasi
menyusu
dini
dapat
3
menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. WHO juga menganjurkan bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi makanan pendamping ASI (MP-ASI) selama 2 tahun pertama. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Fikawati dan Syafiq (2010) melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI adalah pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan anjuran WHO sejak tahun 2004 melalui dikeluarkannya Kepmenkes No. 450/ MENKES/IV/2004 tentang pemberianASI eksklusif pada bayi di Indonesia dan Undang-undang (UU) No.36 tentang kesehatan dalam pasal 128 disebutkan bahwa (1) setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali ada indikasi medis, (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus, dan (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum (Depkes, 2010). Walaupun WHO dan UNICEF telah menetapkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama 6 bulan pertama bayi, namun angka prevalensi pemberian ASI eksklusif dibeberapa negara bervariasi. Hasi penelitian di 111 kota di Negara Brazil menunjukkan bahwa hanya 13,9% bayi yang diberi ASI eksklusif (Venancio, 2005). Hasil penelitian di Uganda pada bulan Agustus 2008 menunjukkan
4
bahwa 49,8% ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya selama 6 bulan (Petit, 2008). China memiliki tingkat menyusui eksklusif hanya 28% sedangkanKamboja berhasil meningkatkan tingkat pemberian ASI eksklusif untuk bayi dibawah 6 bulan secara drastis dari 11,7% pada tahun 2000 menjadi 74% pada tahun 2010 (UNICEF, 2013). Di Indonesia berdasarkanhasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dilaporkan bahwa bayi di Indonesia yang mendapatkan ASIdalam satu jam pertama hanya 49% dan yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 42%. (Kemenkes RI, 2013).Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa persentase proses mulai mendapat ASI kurang dari satu jam (IMD) pada anak umur 0-23 bulan di Indonesia sebesar 34,5% dan persentase IMD diProvinsi Aceh sebesar 39,7% (Kemenkes RI, 2014). Data dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 menunjukkan persentase pemberian ASI eksklusifmeningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 48,6 %. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 79,4%, sedangkan persentase yang terendahterdapat di Provinsi Maluku sebesar 25,21% dan untukProvinsi Aceh sebesar 48,76%. Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Provinsi Aceh ini menjadikan Provinsi Aceh menjadi daerah dengan cakupan pemberian ASI eksklusif terendah ke sembilan di Indonesia (Kemenkes RI, 2014). Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI eksklusif antara lain disebabkan pemasaran susu formulamasih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan
5
yang tidak ada masalah medis, masih banyak tenaga kesehatan di tingkat layanan yang belum peduli pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif yaitu masih mendorong untuk memberi susu formula pada bayi usia 0-6 bulan, masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI dan belum maksimalnya kegiatan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan kampanye terkait pemberian ASI eksklusif (Kemenkes, 2014). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah termasuk upaya promosi kesehatan. Promosi kesehatan pada hakekatnya merupakan usaha menyampaikan pesan pada masyarakat, kelompok atau individual, dengan harapan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan, akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2010). Penyuluhan kesehatan pada dasarnya adalah suatu proses mendidik individu/ masyarakat yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Fitriani, 2011). Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan memberikan informasi melalui kegiatan yang disebut pendidikan dan penyuluhan kesehatan, dampaknya akan lama tetapi bila perilaku berhasil diadopsi masyarakat maka akan langgeng bahkan selama hidup akan dilakukan (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2012), menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan, kemampuan dan motivasi menyusui ibu primipara. Hasil
6
penelitian Lina (2012) juga memperlihatkan bahwa penyuluhan dengan metode konseling dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif, ibu yang mendapatkan penyuluhan ASI eksklusif dengan metode konseling dapat meningkatkan peluang 5,770 kali memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan penyuluhan ASI eksklusif dengan metode konseling. Proses pengadopsian perilaku IMD dan ASI eksklusif pada ibu hamil dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Agar kegiatan penyuluhan dapat mencapai hasil yang maksimal, maka metode dan media penyuluhan perlu mendapat perhatian yang besar dan harus disesuaikan dengan sasaran. Ceramah merupakan metode penyuluhan yang baik digunakan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Ceramah sering digunakan pada kelompok yang pesertanya lebih dari 15 (lima belas) orang. Pada metode ceramah dapat terjadi proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2005). Penggunaan media akan sangat membantu dalam proses penyuluhan kesehatan. Leaflet merupakan media penyuluhan yang diperuntukkan untuk massa dengan biaya terjangkau, fungsinya untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat karena dapat memberikan detil pesan yang tidak mungkin bila disampaikan dengan lisan. Keberhasilan penyuluhan dapat dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan dan sikap yang mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nasution
7
(2010), yang menunjukkan bahwa media promosi kesehatan (leaflet) efektif untuk menaikkan skor pengetahuan dan skor sikap ibu hamil tentang IMD dan ASI eksklusif. Demikian juga dengan hasil penelitian Emilia (2008) menunjukkan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet yang dilakukan kepada ibu hamil berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian Bangun (2010), juga menyatakan setelah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah dan leaflet terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap keluarga dalam penanganan tuberkulosis paru. Ketiga penelitian ini menyimpulkan bahwa metode ceramah dan media leaflet mampu mempengaruhi perilaku respondennya. Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu dari 23 kabupaten/kota yang ada di wilayah Provinsi Aceh.Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Tamiang masih rendah dan mengalami penurunan setiap tahun. Menurut Profil Kesehatan Aceh Tamiangtahun 2012, persentase bayi yang diberi ASI eksklusif baru mencapai 36,3 %. Pada tahun 2013, persentase bayi yang diberi ASI eksklusif mengalami penurunan yaitu mencapai 28,5 %, dari jumlah bayi yang menyusui sebanyak 3212 orang bayi, hanya 915 saja yang mendapat ASI eksklusif. Dari 14 Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, presentase ASI eksklusif yang paling rendah terdapat di Puskesmas Sungai Iyu, yaitu sebesar 8,5% dan Puskesmas Banda Mulia sebesar 27,7 % (Dinkes Aceh Tamiang, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di wilayah Kerja Puskesmas Sungai Iyu dan Puskesmas Banda Mulia masih sangat rendah dan jauh
8
dari target yang diharapkan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif tersebut melalui perubahan perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan penulisdi Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai
Iyu
dan
Puskesmas
Banda
MuliaKabupaten
Aceh
Tamiangditemukan masih ada kebiasaan masyarakat yang memberikan makanan/ minuman beberapa saat setelah bayi lahir seperti madu, larutan gula, susu formula dan nasi pisang dengan alasan ASI saja tidak mencukupi sehingga khawatir bayinya akan kelaparan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu akan pentingnya manfaat ASI eksklusif. Hasil wawancara awal kepada beberapa ibu hamil juga ditemukan bahwa masih banyak ibu hamil yang belum paham tentang IMD dan ASI eksklusif dan manfaatnya.Fenomena ini memberikan suatu indikasi peranan promosi kesehatan tentangASI eksklusif yang ada dalam bentuk buku KIA ternyata belum efektif untuk memenuhi tujuan perubahan perilaku sasaran. Berdasarkan informasi yang didapat dari bidan di desa, mereka mengatakan melakukan penyuluhan baru sebatas komunikasi langsung pada saat ibu hamil berkunjung ke posyandu untuk memeriksakan kehamilannya dan penyuluhan tersebut belum dilakukan secara intensif. Menghadapi permasalahan yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan masyarakat termasuk masalah IMD danASIeksklusif, maka perlu dilakukan penyuluhan kepada ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang IMD dan ASI eksklusif.Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan
9
penelitian yangberjudul efektifitas penyuluhan metode ceramah dengan leaflet terhadap peningkatan perilaku ibu hamil tentang IMD dan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Iyudan Puskesmas Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015.
1.2. Permasalahan Bagaimana efektivitas penyuluhan metode ceramah dengan leaflet terhadap peningkatan perilaku ibu hamil tentang IMD dan ASIeksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Iyu dan Puskesmas Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahuiefektivitas penyuluhan metode ceramah dengan leaflet terhadappeningkatan perilaku ibu hamil tentangIMD dan ASIEksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Iyudan Puskesmas Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015.
1.4. Hipotesis Ada perbedaan perilaku ibuhamil tentangIMD dan ASI eksklusif sebelum dan sesudah penyuluhan.
10
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan masukan bagiDinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang khususnya Puskesmas Sungai Iyu dan Puskesmas Banda Mulia dalam upaya peningkatan promosi kesehatan khususnya promosi tentang IMD dan
ASI
eksklusif. 2.
Meningkatkan pemahaman ibu hamil tentang manfaat IMD dan ASI eksklusif pada bayinya sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif meningkat.
3.
Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu promosi kesehatan dan menjadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.