BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang diprioritas untuk mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Puskesmas juga merupakan salah satu ujung tombak pencapaian rencana pemerintah dalam program Indonesia Sehat 2010. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan puskesmas yang telah menjangkau hampir seluruh wilayah terpencil di Indonesia (Muninjaya, 2004). Kenyataan yang terjadi bahwa masih banyak individu atau kelompok masyarakat tertentu yang kurang memahami urgensi dan kepentingan pelayanan puskesmas. Puskesmas sering dijadikan sebagai pilihan atau alternatif lain yang disebabkan oleh ketidakmampuan menjalani pelayanan kesehatan di tempat yang lebih baik, baik karena alasan ketidaktauan dengan kondisi puskesmas, ketidaksiapan mental, keterbatasan ekonomi dan berbagai faktor yang lain. Salah satu kelompok masyarakat tersebut adalah masyarakat etnis Tionghoa (Wang, 1991). Profil Kesehatan Indonesia (2007) menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan terakhir ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan ke berbagai fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, praktik pribadi). Sebanyak 65,01% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan terakhir memilih untuk mengobati sendiri. Sedangkan yang memilih untuk berobat
1 Universitas Sumatera Utara
jalan hanya sebesar 44,14% dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu (Depkes RI, 2008). Persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas pada tahun 2007, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas/Pustu terbesar adalah Papua sebesar 65,10%, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 65,10% dan Sulawesi Barat 62,75%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas/Pustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 21,93%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,20 dan Bali sebesar 26,25% (Depkes RI, 2008) Menurut laporan tahunan Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Pasir Limau Kapas pada tahun 2007, jumlah kunjungan rawat jalan masyarakat Tionghoa di puskesmas tersebut adalah sebanyak 17 dari 19.355 kunjungan (0,08%), sedangkan untuk kunjungan rawat inap tidak ada dari 404 kunjugan rawat inap. Jika dilihat dari perbandingan jumlah penduduk antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat keseluruhan di wilayah kerja puskesmas Panipahan, maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk masyarakat Tionghoa sebanyak 3.895 jiwa dari 39.339 jiwa (9,9%). Hal ini membuktikan bahwa tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas pada masyarakat Tionghoa di Puskesmas Panipahan masih sangat rendah (Laporan Tahunan Puskesmas Panipahan, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas. Menurut penelitian Prihardjo (2005), rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Tingkat
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan yang dimaksud dapat bersifat dualis. Di satu sisi rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah. Masyarakat tidak banyak mengerti tentang fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas. Disisi lain, tingkat pengetahuan yang tinggi dapat juga menyebabkan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas. Masyarakat telah mengerti keberadaan fasilitas kesehatan yang tersedia di puskesmas. Minimnya fasilitas yang dimiliki oleh puskesmas menyebabkan masyarakat tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia di puskesmas. Pekerjaan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas merupakan bagian dari etnis Tionghoa yang menyebar ke Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Secara umum etnis Tionghoa di wilayah tersebut memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya yang cenderung memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Jenis pekerjaan kasar/lepas yang memiliki risiko kecelakaan inilah yang menyebabkan Puskesmas dimanfaatkan oleh masyarakat etnis Tionghoa yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Selain itu, nilai budaya juga sangat mempengaruhi perilaku kesehatan individu.
Karakteristik
etnis
masyarakat
Tionghoa
yang
cenderung
lebih
mengutamakan faktor material (makanan) dari faktor kesehatan, mengingat latar belakang kedatangan mereka ke Indonesia yang saat itu dilanda kelaparan di
Universitas Sumatera Utara
negerinya sendiri. Hal ini menciptakan sebuah nilai budaya yang unik dalam bidang kesehatan. Setiap kali bertemu, masyarakat Tionghoa umumnya bertanya “sudah makan atau belum”. Berbeda dengan masyarakat etnis Jawa yang lebih mengutamakan faktor kesehatan sehingga setiap bertemu, lebih cenderung mempertanyakan “sehat apa tidak” (Wahid, 2006). Perilaku kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa juga sangat dipengaruhi nilai-nilai budaya dalam masyarakat yaitu solidaritas komunal. Solidaritas komunal pada masyarakat etnis Tionghoa ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan pemanfaatan pelayanan kesehatan pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang diselenggarakan atau dimiliki oleh sesama etnis Tionghoa. Solidaritas komunal ini juga bahkan melampaui jenis dan kelengkapan sarana dalam sebuah fasilitas kesehatan. Masyarakat etnis Tionghoa tetap memilih fasilitas yang diselenggarakan oleh sesama etnisnya meskipun dari sisi kelengkapan fasilitas kesehatan tidak lebih baik dari fasilitas kesehatan yang lainnya (Wang, 1991). Hal ini membuktikan bahwa persoalan kemauan memanfaatkan pelayanan puskesmas adalah menyangkut interaksi diri dan orang lain (self and other) yang tentunya tidak terlepas dari identitas budaya. Identitas budaya ini dalam masyarakat berangkat dari apa yang diapresiasikan oleh masyarakat atau komunitas yang bersangkutan sebagai warisan nenek moyang yang dipandang ideal, luhur, bahkan sakral, sehingga sering dijadikan sebagai kebanggaan etnis dan religius, serta menjadi rujukan perilaku sosial bagi masyarakat yang mempercayai atau pendukungnya (Schulz, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Kemauan masyarakat Tionghoa untuk mengakses pelayanan kesehatan di puskesmas juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya. Rata-rata tingkat pendapatan per kapita masyarakat Tionghoa relatif lebih tinggi dari rata-rata pendapatan perkapita masyarakat lainnya, sehingga cenderung lebih memilih untuk mengakses pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang lebih bermutu dan lebih lengkap, seperti: rumah sakit, praktik dokter pribadi dan laboratorium mandiri (Wang, 1991). Menurut data Susenas tahun 2001, penduduk miskin lebih banyak memanfaatkan
pelayanan
puskesmas
sebagai
upaya
penanganan
masalah
kesehatannya, sedangkan penduduk dengan tingkat perekonomian yang lebih baik cenderung mengakses pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Jika dilihat lagi dari sisi pemanfaatan rumah sakitnya, maka dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah dibanding dengan rumah sakit swasta. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pemanfaatan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah relatif lebih murah dari rumah sakit swasta Selain itu, rendahnya pemanfaatan pelayanan puskesmas pada masyarakat etnis Tionghoa dipengaruhi oleh tingginya solidaritas komunal. Masyarakat etnis Tionghoa lebih memilih fasilitas kesehatan yang dimiliki/dilaksanakan oleh tenaga kesehatan sesama etnis. Banyak etnis Tionghoa memilih fasilitas kesehatan yang dijalankan oleh sesama etnis, meskipun lebih sederhana (prasarana, spesialisasi) dari fasilitas kesehatan yang lain. Bahkan sebagian masyarakat etnis Tionghoa lebih
Universitas Sumatera Utara
memilih tempat pengobatan tradisional daripada fasilitas kesehatan yang dijalankan oleh tenaga kesehatan di luar etnis Tionghoa (Ihromi, 1999). Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang “pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yaitu demografi (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal), perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.” 1.2 Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 1.5 Manfaat Penelitian a. Sebagai sumber informasi pengembangan kebijakan kesehatan tentang pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya perencanaan dan evaluasi kebijakan kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir.
Universitas Sumatera Utara