BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Masalah dan Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di Indonesia, yaitu: dari Sabang sampai Marauke, dan di dalam setiap suku bangsa memiliki kebudayaan serta adat-istiadat yang berbeda-beda antara satu suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Koenjaraningrat (1985:89) bahwa : “Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut “stage a long the life cycle” seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya”. Dari keberagaman yang ada, masing-masing suku bangsa memiliki sebuah penekanan dalam menunjukkan atau memperlihatan jati diri suatu suku bangsa yang ada disetiap wilayah. Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tiap-tiap manusia dalam hidupnya saling membutuhkan satu sama lain, demikian juga pada manusia yang berlainan jenis kelamin, dimana kedua individu yang saling berbeda jenis kelamin akan dijadikan pasangan hidupnya. Untuk mewujudkan sifat naluri tersebut, sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan normanorma agama, maka dibentuklah sebuah lembaga perkawinan agar hubungan manusia yang berlainan jenis kelamin itu dapat sah dimata hukum serta agama dan sesuai dengan normanorma yang berlaku. Perkawinan yang berarti membangun sebuah rumah tangga, dimana kedua individu yang berlainan jenis itu dapat menyatukan perbedaan serta persamaan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa lain. Dan hal ini tidak lain, karena adanya
16
Universitas Sumatera Utara
perbedaan adat-istiadat, kebudayaan serta ajaran atau agama yang dianut oleh masing-masing suku bangsa. Berbicara mengenai kebudayaan, setiap manusia bisa dikatakan tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Dan hal ini disebabkan, karena manusia itu sendiri adalah pendukung dan bahkan pelaksananya. Hal ini tercermin dari setiap adat-istiadat yang dipegang, diterapkan oleh semua suku bangsa dan bahkan tanpa menyadarinya telah diwariskan pada generasi atau keturunannya (Poerwanto,2000:87-88). Dengan diwariskannya kebudayaan itu, manusia akan menganggap bahwa hal itu adalah kebiasaan dan itu akan menjadi sebuah ciri khas dari setiap suku bangsa atau masyarakat pada setiap wilayah tertentu. Kebudayaan yang telah melekat di dalam masyarakat dapat menjadi seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Malinowski bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah ada menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat (T.O.Ihrohmi,2006:59). Dalam banyak kebudayaan ada anggapan bahwa pada saat peralihan dari satu tingkat hidup lain atau dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial lain merupakan saat yang gawat dan penuh bahaya, nyata maupun gaib. Pada ilmu Antropologi upacara-upacara seperti itu disebut dengan crisis rites upacara (Koentjaraningrat,1985:89). Upacara perkawinan, masa hamil, kelahiran, pemberian nama dan sabagainya biasanya mengandung unsur-unsur dari crisis rites karena upacara tersebut dianggap merayakan dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain. Upacara yang dilaksanakan tersebut juga menyimpan berbagai makna serta fungsi yang menyatakan kepada masyarakat tingkat hidup baru yang dicapai si
17
Universitas Sumatera Utara
individu yang bersangkutan. Saat peralihan yang paling penting dalam lingkaran hidup semua manusia di seluruh dunia adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dan ini disebut perkawinan ( Koentjaraningrat,1892:75). Perkawinan yang mencakup adat dan upacaranya merupakan unsur kebudayaan yang ada dari masa ke masa dan akan ada dalam suatu masyarakat yang berbudaya, meskipun dalam batas waktu dan ruang akan mengalami sebuah perubahan-perubahan. Dalam adatistiadat, upacara perkawinan ini terdapat nilai-nilai, norma-norma yang sangat luas dan kuat, dimana akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu serta mengukuhkan hubungan yang sangat sensial antara manusia yang berlainan jenis. Dan dalam suatu suku bangsa tertentu, perkawinan itu merupakan salah satu tindakan yang penting, karena kedua individu yang berlainan jenis tersebut akan menuju ke suatu tingkat sosial yang baru atau beralih dari masa lajang menjadi memiliki ikatan (suami/istri). Dipandang dari suatu kebudayaan tertentu, perkawinan adalah pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya terutama persetubuhan. Pada masyarakat suku bangsa lain tata aturan perkawinan yang berlaku antara laki-laki dengan perempuan menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat bersetubuh dengan sembarangan perempuan tetapi hanya dengan satu atau beberapa perempuan tertentu saja kecuali sebagai pengatur seksnya. Perkawinan juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan pada hasil perkawinan yaitu anak-anak atau buah hati mereka, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, gengsi dan kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik antara kelompokkelompok tertentu (Koentjaraningrat,1985:93). Perkawinan merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis, karena perkawinan bertujuan agar kedua individu itu menuju ke tingkat kehidupan yang lebih dewasa dalam menjalankan peranan masing-masing
18
Universitas Sumatera Utara
individu. Dan sesuai dengan tujuan perkawinan itu, perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang dilaksanakan dengan upacara-upacara sakral dalam setiap suku bangsa di wilayah tertentu. Upacara perkawinan yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat itu akan berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Tahaptahap pertumbuhan sepanjang hidup individu akan mempengaruhi dan membawa perubahanperubahan terhadap individu itu sendiri baik secara biologi, sosial budaya maupun jiwa. Oleh karena itu tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan lingkungan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh bahaya dan dianganggap suatu masa yang krisis. Keberagaman suku bangsa yang ada di dunia ini dan terutama di Indonesia, banyak memunculkan berbagai tradisi-tradisi atau kebudayaan yang berbeda. Dan keberagaman ini juga terdapat pada negara India, dimana dalam negara ini masih terdiri dari beberapabeberapa suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa India Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan dan suku ini dikenal dengan ajaran atau agama Sikh. Agama Sikh merupakan Non-Semit,Non-Vedic 1 dan merupakan agama terbesar ke-6 di dunia yang berasal dari Sultanpur yang berada di wilayah Punjabi. Suku bangsa Punjabi yang identik menganut ajaran Sikh, pertama kalinya digagas oleh Guru Nanak (1469-1539). Dan dalam hal ini, menurut suku bangsa Punjabi hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan ini sering disebut dengan IWaheguru. Waheguru atau universal God yang dimaksud oleh suku bangsa Punjabi adalah yang Maha Besar. Dalam suku bangsa Punjabi adalah identik dengan ajaran Sikh, dimana yang ditandai dengan
1
Non-Semit berasal dari rimpun lingkup semit dan agama yang termasuk di dalamnya adalah Hindhu, Kristen, Islam.Non- Semit artinya percaya bahwa Tuhan memberikan pedoman hidup melalui para Nabi.Agama NonVedic antara lain Agama Sikh, Buddha, Jainisme. (http://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/info/sukahati/sh13.htm 1:08/27/08/2010)
19
Universitas Sumatera Utara
sepuluh guru 2. Pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan satu himpunan skrip suci atau disebut dengan Adi Granth dan kemudian diganti menjadi Guru Granth Sahib. Seiring dengan pergantian nama kitab suci tersebut, terdapat penentuan sebagai tanda bagi kaum laki-laki Sikh yang mengikuti ajarannya dan ini dikenal dengan istilah lima “K” atau Panj kakaar yang berlaku pada tahun 1699 di daerah Anandapur Sahib. Lima K atau panj kakaar yang dimaksud adalah : 1. Kesh artinya adalah rambut yang tidak dipotong, 2. Kanga artinya sebuah sisir dirambut dan ini melambangkan ketertiban dan disiplin, 3. Kara artinya sebuah gelang baja yang dikenakan ditangan kanan dan ini melambangkan persatuan dengan Allah, 4. Kirpan artinya sebuah pisau kecil atau pedang yang tidak begitu tajam dan ini menggambarkan martabat,keberanian dan rela berkorban, 5. Kachha artinya celana pendek yang merupakan pakaian dalam dan secara tidak langsung memperlihatkan kesederhanaan serta melambangkan pengendalian moral. (http://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/info/sukahati/sh13.htm1:08/27/08/2010)
Suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke-18 (Lubis,2005:140). Asal-usul suku bangsa Punjabi di Sumatera adalah dari Amritsar ataupun Jullundur, India Utara dan suku ini hadir di Sumatera 3 melalui wilayah Aceh ( Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan menetap di Kota Medan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah atau gudang dan pengawas bagi orang-orang Belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Pada saat sekarang ini para suku bangsa 2
Suku bangsa Punjabi yang dikenal dengan agama Sikh memiliki kesepuluh guru, yang tidak lain pengikut ajaran Guru Nanak yakni: Sri Guru Nanak Dev Ji, Sri Guru Angad Dev Ji, Sri Guru Amar Das Ji, Sri Guru Ram Das Ji, Sri Guru Arjan Dev Ji, Sri Guru Har Gobind Ji, Sri G. Har Rai Sahib Ji, Sri Guru Hair Kris Han Ji, Sri Guru Teg Bahadur Sahib Ji, dan Sri Guru Gobind Singh Ji.
3
Menurut Pritam Singh jumlah suku bangsa Punjabi di Sumatera diperkirakan mencapai sekitar 1.000 kepala keluarga.
20
Universitas Sumatera Utara
Punjabi sudah beralih ke berbagai kegiatan-kegiatan seperti beternak sapi, usaha toko sport, serta dalam bidang pendidikan membuka tempat kursus bahasa inggris. Ajaran Sikh yang identik pengikutnya adalah suku bangsa Punjabi, mencerminkan kebudayaan berada pada ajaran ini dan akan menjadi sebuah peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gertz (1973) bahwa agama sebagai kebudayaan tidak dilihat sebagai peraturan melainkan sebagai inti dari kebudayaan manusia itu sendiri. Sikh yang dikenal dengan mempercayai kitab suci atau Sri Grand Sahib memiliki berbagai aturan atau tradisi, ritual dalam keagamaan yang mereka anut, misalnya ; Dalam pemberian nama bayi, akan diberi selepas Granthi membaca Ardas, setelah itu pendeta akan membuka kitab Sri Grand Sahib 4 secara rambang dan bayi akan dinamakan mengikuti huruf pertama dalam muka surat, dimana nama akhir sikh adalah sama dan berbeda hanya mengikuti Jantina yaitu Singh bagi laki-laki yang berarti singa dan kaur pada perempuan yang berarti putri. Sebagaimana dengan acara pemberian nama bayi dalam acara pernikahan 5 juga dijalankan acara ritual yang lebih dulu diawali dengan pembacaan kitab suci atau Sri Grant Sahib (http://id.wikipedia.org/wiki/Guru_Granth_Sahib 2:05 30/08/2010). Perkawinan atau Anand Karj pada agama Sikh merupakan upacara yang sangat ritual atau sakral. Dalam upacara pernikahan ini, terdapat empat tahap yang harus dijalankan, yakni : 1. Swarah, artinya upacara tukar cicin dan acara dilangsungkan di dalam kuil atau Gurdwara, 2. Sangeet naight, artinya nyanyian syukur yang dilaksanakan sebelum 1-2 hari pernikahan berlangsung,
4
Tempat Ibadah dalam Agama Sikh disebut dengan Gurdwara dan Kitab Suci yang mereka percaya disebut dengan Sri Granth Sahib. 5 Upacara Pernikahan dalam Agama Sikh disebut dengan Anand Karj
21
Universitas Sumatera Utara
3. Marrige atau anand karj, artinya inti dari upacara atau upacara pernikahan. 4. Manglawa, artinya pengantin laki-laki serta keluarga menjemput pengantin wanita, Berdasarkan uraian di atas, maka si peneliti tertarik untuk meneliti tentang upacara perkawinan yang disebut dengan Anand Karj pada suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Si peneliti tertarik pada upacara perkawinan suku bangsa Punjabi, karena si peneliti ingin mengetahui lebih banyak tentang perkawinan tersebut dan ini akan dan menambah
informasi
tentang
upacara
perkawinan,
dimana
penelitian
ini
akan
memperlihatkan atau menggambarkan kebudayaan yang ada pada suku bangsa Punjabi.
1.2.
Tinjauan Pustaka Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1871 dalam Keesing, Roger M, 1999:68). Dari pengertian kebudayaan ini terlihat bahwa dalam suatu kebudayaan itu terdapat konsep adat-istiadat, dimana di dalamnya mengandung unsur-unsur nilai-nilai tertentu pada suatu suku bangsa yang ada dan itu akan mengatur, memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Adat-istiadat yang telah ada di suatu suku bangsa berlahanlahan akan menjadi sebuah tradisi, dimana tradisi merupakan kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui sebuah proses sosialisasi. Tradisi ini menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia yang menyangkut kepercayaan tentang masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya, atau konsep tradisi berkaitan dengan sistem
22
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan, nilai- nilai dan cara serta pola berpikir masyarakat (Garn dalam Ranjabar Jacobus, 2006:121). Kebudayaan yang dimasukkan ke dalam sebuah nilai-nilai serta tradisi berada dalam wujud kebudayaan itu sendiri, dimana wujud kebudayaan itu dibagi atas tiga wujud (Koentjaraningrat, 1980:200-202) , yakni : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (sistem budaya), 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial), 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia ( artefak).
Ketiga wujud kebudayaan ini saling berkaitan antara wujud yang pertama sampai ketiga di dalam kehidupan masyarakat atau suku bangsa dan terkait dengan wujud kebudayaan, sistem perkawinan pada suku bangsa punjabi yang menganut ajaran Sikh masuk ke dalam wujud yang pertama dan ketiga dan ini karena pada wujud yang pertama kebudayaan itu berada dalam kepala manusia dan bersifat abstrak, dimana mengandung nilainilai serta norma-norma yang tidak dapat diraba maupun didokumentasikan namun wujud ideal dari kebudayaan itu adalah adat-istiadat dan dikatakan masuk ke dalam wujud yang ke tiga, karena semua hasil gagasan serta nilai-nilai yang ada di dalam kepala manusia tersebut dituangkan ke dalam perbuatan atau tindakan yang bersifat kongkreat yang dapat dilihat serta difoto bahkan didokumentasikan. Perkawinan pada ajaran Sikh masuk ke dalam upacara religi serta ritus peralihan, sebagaimana dikatakan Van Gennep dalam Koentjaraningrat,1980:74-75, bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan
23
Universitas Sumatera Utara
kembali semangat kehidupan sosial dalam tiap masyarakat yang ada di dunia. Dan karena itu Van Gennep menyatakan bahwa ritus serta upacara dapat di bagi atas tiga bagian, yakni : 1. Upacara Perpisahan di status semula (rites de Separation), 2. Upacara Peralihan atau perjalanan ke status yang baru (rites de marge), 3. Integrasi kembali atau Upacara Penerimaan dalam status yang baru ( rites de agregation).
Upacara merupakan wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, sedang pelaksanaannya selalu dibayangkan sebagai upacara yang hikmat dan bersifat keramat, karena para pendukungnya mengikuti dengan hikmat dan merasa sebagai suatu yang bersifat magis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Peragaan dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interprestasi orang-orang yang ada didalamnya maupun para penganutnya (T.Syamsuddin,1985:1). Dalam hal ini upacara yang merupakan adat-istiadat diwujudkan dalam suatu perkawinan, dimana perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan yang berdasarkan atas peraturan perkawianan yang berlaku. Suatu perkawinan bukan hanya mewujudkan adanya keluarga dan memberikan keabsahan atas status kelahiran anak-anak mereka saja, tetapi juga melibatkan hubungan-hubungan diantara kerabat-kerabat masing-masing pasangan tersebut ( Parsudi Suparlan,1981:171). Dan sebagaimana dalam UU No.1 Tahun 1974, pasal 1 perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian perkawinan itu adalah suatu upacara yang sakral atau suci, karena upacara perkawinan bagi manusia pada dasarnya bukan hanya untuk memenuhi jasmaniah dan rohaniah bukan pula sekedar peristiwa alamiah-naluriah semata, sebab manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk apapun di dunia serta
24
Universitas Sumatera Utara
upacara perkawinan tidak lepas dari nilai-nilai, agama,moral,sosial dan budaya, maka dari itu petuah atau nasihat selalu diberikan pada mempelai guna mempersiapkan diri dalam mengurangi samudrah rumah tangga (Kutipan dari : http//melayuounline.com). Sebuah perkawinan pada umumnya memiliki syarat-syarat perkawinan yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk (Koentjaraningrat,1980:99), yakni : 1. Mas kawin (bride price) 2. Pencurahan tenaga kerja (bride service) 3. Pertukaran gadis (bride exchange) Ketiga bentuk ini menurut Koentjaraninggat adalah bagian dari ritual perkawianan yang ada di dalam setiap suku bangsa yang ada. Melalui perkawinan (Anand Karj) pada ajaran Sikh, maka dapat direproduksi kebudayaan suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya. Proses inilah diwujudkan dalam Anand Karj, yang dilihat dari nilai, norma dan upacara yang masih berlaku pada suku bangsa Punjabi. Perkawinan ini adalah bagian dari religi, dimana religi adalah suatu sistem gagasan dan praktek kepercayaan yang ada hubungannya dengan hal yang sakral (Durkheim dalam Van Baal,1987:213). Sebagaimana yang dikatakan bahwa peristiwa perkawinan adalah bagian dari acara ritual, maka menurut Prof.Dr.Hazairin,S.H ada tiga rentetan perbuatan-perbuatan magis yang bertujuan menjamin ketenangan (Kortel), kebahagiaan (wel vaare), dan kesuburan (uruchbaarheid). Dalam sistem perkawinan, ada beberapa adat yang harus dipilih oleh suatu suku bangsa atau masyarakat setelah berlangsungnya perkawinan dan adat yang dimakasud dibagi atas lima bagian, yakni : “Istri dapat tinggal dengan keluarga suaminya dan ini disebut tempat tinggal Patrilokal (Patrilokal residence), “ Suami dapat tinggal dengan keluarga Istri dan ini disebut tempat tinggal matrilokal (matrilokal residence), “Pasangan yang baru saja menikah dapat memilih tinggal dengan keluarga si suami atau si istri dan ini disebut dengantempat tinggal ambilocal atau bilocal,
25
Universitas Sumatera Utara
“Pasangan yang kawin dapat membentuk rumah tangga sendiri di tempat lain dan ini disebut tempat tinggal neolocal, “Pola yang terakhir sama sekali tidak umum seperti lainnya, pasangan yang baru menikah dapat tinggal di tempat saudara laki-laki ibu si suami dan ini disebut tempat tinggal avunkulocal,( Haviland,1988:94)”. Secara umum kebudayaan adalah bagian dari perilaku manusia dan berada di dalam pikiran manusia itu sendiri dan ini diwujudkan dalam sistem perkawinan setiap suku bangsa yang terkhusus suku bangsa Punjab ( Ajaran Sikh).
1.3.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diajukan adalah
Bagaimana sistem perkawinan ( Anand Karj ) serta aturan-aturannya pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh?. Permasalahan ini dijabarkan ke dalam 3 ( tiga ) pertanyaan penelitian yakni : 1. Bagaimana sistem perkawinan dalam suku bangsa Punjabi ? 2. Apa saja aturan-aturan dalam pelaksanaan upacara perkawinan ? 3. Bagaimana cara perjodohan dalam suku bangsa Punjabi
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian ini adalalah penelitian yang mendeskripsikan tentang sistem
perkawinan pada suku bangsa Punjabi. Dalam penelitian ini, si peneliti akan berusaha menggambarkan berbagai hala-hal yang berkaitan dengan sistem perkawinan tersebut dan salah satu diantaranya adalah mencari tentang kekerabatan yang ada pada suku bangsa ini dan peranannya masing-masing, mencari persiapan-persiapan yang dilakukan suku bangsa ini sebelum berjalannya upacara perkawinan di dalam Gurdwara, dan juga mencari apa yang dilakukan setelah selesainya upacara perkawinan tersebut. Adapun maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menambah berbagai informasi tentang adat-istiadat yang ada di
26
Universitas Sumatera Utara
setiap suku bangsa dan si peneliti akan berfokus pada suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan tekhusus di daerah Karang Sari, Medan Polonia. Penelitian ini akan memberikan gambaran atau keterangan-keterangan yang jelas tentang suku bangsa Punjabi, sehingga masyarakat yang ingin mengetahuinya mendapatkan informasi yang benar. Penelitian tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan dan khususnya di daerah Karang Sari, dapat memberikan inspirasi atau pemikiran yang baru tentang kebudayaan suku bangsa di Indonesia.
1.5.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sistem perkawinan suku
bangsa Punjabi atau Anand Karj. Lebih khususnya menggambarkan tentang keberadaan upacara perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh, syarat-syarat yang dibutuhkan dalam perkawinan Sikh. Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, khususnya upacara perkawinan (Anand Karj) yang dilihat dari sudut pandang penelitian Antropologi. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami adanya perbedaan dalam setiap kebudayaan yang ada di Indonesia maupun di dunia untuk melaksanakan suatu ritual keagamaan yang khususnya pada upacara perkawinan.
27
Universitas Sumatera Utara
1.6.
Metode Penelitian
1. Tipe dan pendekatan penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara sitematis tentang perkawinan suku bangsa Punjabi (Ajaran Sikh). Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan datadata deskripstif yang mendukung kajian penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dideskripsikan sesuai dengan kajian ilmu Antropologi. 2. Informan Penelitian Untuk menghasilkan data yang valied mengenai sistem perkawinan suku bangsa Punjabi serta kebudayaan-kebudayaannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menentukan informan dan informan itu terbagi atas dua jenis, yaitu: o Informan Kunci adalah orang yang dapat memberikan berbagai informasi penting dan jenis informan ini biasanya memiliki pengetahuan yang luas, dalam arti informan ini memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti dan yang tepatnya sesuai dengan fokus penelitian dan informan kunci yang akan dipakai sipeneliti adalah pengurus Sikh Community Education Centre itu sendiri yaitu pak Pritam singh, Salwinder singh, pendeta serta pak Harjit singh. Namun dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa informan kunci ini dapat juga diperankan oleh informan biasa. o Informan Biasa adalah orang yang juga memberikan informasi, namun bedanya informan ini tidak begitu memiliki pengertian yang banyak tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi penganut ajaran Sikh. Informan biasa ini adalah umat agama Sikh itu sendiri, yaitu simmi kaour, nermat singh, Baldave singh, Sardol singh dan yang lainnya. Selain menentukan informan, penelitian ini juga didukung dengan observasi dan wawancara. Sebagaimana yang telah dikatakan, penelitian ini bersifat deskriptif yang
28
Universitas Sumatera Utara
memakai pendekatan kualitatif dan karena itu dalam penelitian ini ada dua jenis data yang harus dikumpulkan, dimana data itu terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari lapangan atau tempat dimana si peneliti sedang melakukan penelitian. Data ini juga diperoleh melalui beberapa metode, yaitu : o Observasi ( pengamatan ) Observasi
dilakukan untuk
memperoleh
informasi
mengenai
sistem
perkawinan dalam ajaran Sikh. Dan setelah melihat bagaimana berjalannya acara perkawinan itu, maka observasi awal ini dapat menjadi data awal si peneliti untuk lebih melengkapi data yang diperlukan. Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi, dimana peneliti tidak ikut terlibat atau melibatkan diri dalam segala sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi (Sikh). o Wawancara Wawancara yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam ini, peneliti memakai pedoman wawancara atau yang sering disebut dengan interview guide. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi dari berbagai informan yang terkait sesuai dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam tersebut akan ditujukan kepada informan kunci, dimana informan kunci akan menjelaskan berbagai aturan-aturan yang terkait dengan sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Dan wawancara mendalam ini tidak hanya ditujukan pada infoman kunci melainkan juga ditujukan pada informan biasa. Kepada informan biasa, peneliti akan menanyakan bagaimana sistem perkawinan ini dilakukan dan apakah ada penentuan-penentuan sebelum melaksanakan upacara perkawinan.
29
Universitas Sumatera Utara
Setelah memenuhi data primer, peneliti juga memerlukan data sekunder. Dimana data ini akan lebih melengkapi data-data yang sudah ada dari lapangan, melalui studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai buku-buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang terkait dengan sistem perkawinan. 3. Analisa data Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif yang menganalisa tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sumber kepustakaan akan disusun berdasarkan pemahaman atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian yang selanjutnya, hasil pencatatan tersebut disusun dan menggabungkan, menghubungkan atas jawaban yang telah disampaikan informan. Dengan begitu, peneliti mencapai tujuan penelitian yang sebelumnya telah dipaparkan. Dan juga dalam penelitian ini peneliti akan bersikap objektif, data yang diperoleh tidak sama sekali dilebih-lebihkan atau dikurangi dan bahkan dirubah dan itu akan terlihat dari keaslian data. Dengan analisa data ini, maka akan menghasilkan sebuah penulisan skripsi yang sistematis.
1.7.
Lokasi Penelitian
Penelitian yang mengkaji tentang sistem perkawinan (Anand Karj) pada suku bangsa Punjabi dilaksanakan di wilayah Karang Sari, kecamatan Medan Polonia yang tepatnya berada di jalan Mawar. Untuk menuju ke wilayah ini dapat dijalanin melalui persimpangan asrama Haji titi kuning yang tepatnya berada disebelah kanan, jika dilalui dari amplas dan sebaliknya jika dilalui dari padang bulan persimpangan itu akan terdapat di sebelah kiri. Setelah sampai dipersimpangan tersebut, maka sekitar satu kg meter barulah terlihat lokasi penelitian dan ini juga dapat ditempuh dengan sepeda motor namun jika dijalanin dari padang
30
Universitas Sumatera Utara
bulan yang tepatnya di depan supermarket Carefour dapat dilalui dengan berjalan kaki dan setelah melewati sebuah jembatan gantung, maka dapat menaiki angkot yang berwarna biru ke lokasi penelitian. Untuk menemui lokasi penelitian ini tidak begitu sulit, karena lokasi tersebut terdapat ditengah-tengah karang sari. Dengan demikian, lokasi penelitian dapat ditempuh dari jalan asrama haji maupun dari persimpangan pasar enam atau daerah padang bulan
31
Universitas Sumatera Utara