BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karya sastra Bali merupakan bagian dari kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat memperkaya warisan budaya bangsa yang terkenal dengan kebhinekaannya. Karya sastra Bali, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya sastra Bali Purwa (tradisional) dan karya sastra Bali Anyar (modern) (Granoka, 1981: 1). Karya sastra Bali Purwa menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat Tradisional Bali pada umumnya, yang mendapatkan pengaruh Hindu– Jawa. Pengaruh Hindu–Jawa ternyata tidak hanya mempengaruhi sistem tatanan kehidupan
masyarakat
Bali,
melainkan
juga
menyebabkan
terjadinya
perkembangan dalam dunia kesusastraan Bali yang akhirnya melahirkan berbagai jenis karya sastra baru. Demikian juga sebaliknya, karya sastra Bali Anyar mewakili kisah kehidupan masyarakat Bali modern, yang proses penciptaannya mendapat pengaruh dari luar, seperti kesusastraan Melayu modern ataupun pengaruh dari kesusastraan modern negara-negara luar seperti Cina dan India. Geguritan sebagai suatu karya sastra tradisional Bali sampai kini masih hidup di lingkungan masyarakat Bali. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya masyarakat Bali yang membaca dan menyanyikan geguritan, di antaranya melalui kegiatan pesantian maupun seni pertunjukan seperti Arja, Drama, Sendratari, Wayang dan lain sebagainya. Selain itu, masih adanya sastrawan Bali yang
menulis geguritan juga menjadi bukti bahwa geguritan masih ada dalam masyarakat Bali. Dalam penelitian karya sastra ini, penelitian difokuskan pada salah satu karya sastra tradisional Bali berbentuk geguritan. Geguritan merupakan salah satu karya sastra tradisional yang ada di Bali, kata geguritan dalam Kamus Bali– Indonesia (1990: 254) berasal dari kata „gurit‟ yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan merupakan suatu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh beberapa pupuh. Setiap pupuh diikat oleh pada lingsa yaitu banyaknya baris dalam tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam setiap baris (carik), dan bunyi akhir tiap baris (Agastia, 1980: 17). Geguritan Darmakaya dari segi bentuk dibangun oleh empat jenis pupuh, yaitu 16 bait pupuh ginada, 13 bait pupuh sinom (1), 12 bait pupuh ginanti (1), 8 bait pupuh sinom (2). 10 bait pupuh durma, dan 6 bait pupuh ginanti (2). Dari kesemua pupuh tersebut, pengarang menggunakan variasi-variasi untuk membentuk keindahan dari geguritan tersebut. Adapun naskah yang dijadikan objek kajian dalam penelitian ini yakni Geguritan Darmakaya. Naskah Geguritan Darmakaya ini digolongkan ke dalam jenis tutur, yaitu dharma pitutur. Menurut Kamus Bali Indonesia (1990: 757) menyebutkan tutur berarti nasihat. Disebut sebagai tutur karena di dalam Geguritan Darmakaya terdapat nasihat–nasihat yang disampaikan seorang Rsi (brahmana) kepada seorang pemuda yang bernama Darmakaya, agar kalau dia ingin menjadi seorang dukun (balian) harus mematuhi norma–norma yang ada di masyarakat dan harus mau menolong semua orang tanpa melihat latar belakangnya dan menolong dengan iklas, serta selalu berprilaku sesuai dengan
ajaran sastra dan agama. Adapun Geguritan Darmakaya apabila dilihat dari segi isi adalah termasuk dalam jenis tutur tetapi dari segi bentuk digolongkan kedalam bentuk geguritan, hal tersebut dilakukan karena pertimbangan seorang pengawi yang menganggap bahwa geguritan itu lebih dikenal dan lebih sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan harapan Geguritan Darmakaya ini dapat dikenal dan dipakai sebagai tuntunan bertingkah laku dalam kehidupan sehari– hari khususnya bagi umat Hindu. Keunikan dan kekhasan yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya membuat ketertarikan tersendiri untuk menganalisis geguritan ini lebih mendalam, Geguritan Darmakaya dipilih untuk dianalisis sebagai objek penelitian, karena belum pernah dianalisis sebelumnya, baik dari analisis struktur dan fungsi maupun analisis lainnya. Geguritan Darmakaya ini menarik untuk diteliti dan dikaji, karena didalamnya terdapat struktur yang membangun Geguritan Darmakaya yang terdiri dari struktur bentuk yaitu kode bahasa dan sastra, gaya bahasa dan ragam bahasa, serta struktur naratif antara lain tema, tokoh, insiden, latar, alur dan amanat yang membangun geguritan ini. Fungsi yang terdapat dalam geguritan ini yaitu fungsi pendidikan yang banyak mengandung ajaran-ajaran sastra dan agama untuk dapat difungsikan di kehidupan bermasyarakat. Apabila dilihat pada masa sekarang ini, banyak yang menjadi dukun sudah tidak berpedoman pada ajaran Sastra dan Agama karena hanya mementingkan kepentingan pribadinya saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika masyarakat dapat mengetahui tentang fungsi-fungsi yang terdapat dalam Geguritan
Darmakaya, untuk dapat menyampaikan pesan yang terdapat didalamnya dan selanjutnya dapat difungsikan di dalam kehidupan bermasyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diuraikan ini adalah sebagai berikut: a. Elemen-elemen apakah yang membangun atau membentuk struktur Geguritan Darmakaya? b. Fungsi apa sajakah yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya? 1.3 Tujuan Dalam sebuah penilitian tujuan sangat penting maknanya, karena dapat memberikan motivasi demi terwujudnya sebuah hasil penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang terdapat dalam “Geguritan Darmakaya” ini, dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum dari penilitian ini adalah guna memberikan informasi
kepada masyarakat luas yang ada di Bali, kelak berguna menjadi suatu karya sastra yang belum pernah diketahui oleh masyarakat bali, menjadi sebuah karya sastra yang bisa dikenal oleh masyarakat luas dan berguna dalam kehidupan sehari–hari sebagai sumbangan yang bermanfaat bagi perkembangan sastra pada masa yang akan datang. Diharapkan pula dengan adanya penelitian mengenai karya sastra Bali tradisional ini, dapat memacu semangat masyarakat pecinta karya sastra untuk ikut menjaga dan melestarikan karya–karya sastra Bali Tradisional. Dan juga
diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang sastra tradisional bagi masyarakat pencinta karya sastra Tradisional Bali. 1.3.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memahami
kedudukan teks Geguritan Darmakaya dalam naskah kesusastraan Bali dan mengungkap secara mendalam struktur yang membentuk Geguritan Darmakaya yang meliputi struktur formal dan struktur naratifnya. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana fungsi, dari Geguritan Darmakaya. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi bidang ilmu yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Manfaat penelitian dapat bersifat keilmuan dan kepraktisan. Dalam pengertian ini yang dimaksudkan yaitu hasil penelitian dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan dapat pula diterapkan dalam kehidupan sehari–hari. Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu : 1.4.1
Manfaat Teoretis Manfaat teoretis, yaitu dapat memberikan konstribusi positif dalam
pengembangan ilmu sastra dan memberikan sumbangan acuan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam penelitian berikutnya. Diharapkan pula agar dapat menjadi perangsang untuk meningkatkan keinginan untuk mendalami nilainilai luhur budaya bangsa.
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat
praktis,
yaitu
diharapkan
dalam
Geguritan Darmakaya
memberikan pengetahuan yang lebih mengenai struktur serta analisis fungsi dalam Geguritan Darmakaya.
Seperti fungsi yang terdapat dalam Geguritan
Darmakaya ini, adalah agar pembaca khususnya yang ingin mendalami ilmu pengobatan menjadi seorang dukun (balian) agar mengetahui bagaimana seharusnya bersikap menjadi seorang dukun (balian) agar tetap pada acuan yang benar berpedoman pada ajaran sastra dan agama.