BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Medical Error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan kesehatan yang tidak tepat atau membahayakan pasien (NCC MERPP, 2012). Di Amerika Serikat, angka kejadian medical error antara 2.0-14.0% dari jumlah pasien dengan 1.0-2.0%. Medical error diperkirakan mengakibatkan 7000 pasien meninggal per tahun di AS. (Gianiazzi, Corina, Karin, Claudia, & Gisela, 2015). Sedangkan di Indonesia, dilaporkan sekitar 3.0-6.9% angka kejadian medical error akibat kesalahan tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan (Dwiprahasto, 2010). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Levey & Loomba, 1973 dalam Azwar, 1994). Pelayanan kesehatan terdiri dari komponen tenaga kesehatan. Menurut Undang-Undang tentang kesehatan (2009), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari dokter, perawat, apoteker, ahli gizi, psikolog, dan analis
1
Universitas Sumatera Utara
2
kesehatan. Berdasarkan kondisi di lapangan, tenaga kesehatan yang sering berkolaborasi adalah perawat dan dokter sebagai mitra yang paling penting dalam pelayanan kesehatan. Keith (2008) menyatakan kunci pelayanan kesehatan yang bermutu adalah dengan meningkatkan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Kolaborasi tenaga kesehatan yang efektif berdampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan. Salah satu upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan adalah dengan memperkenalkan sejak dini praktik kolaborasi melalui proses pendidikan (WHO, 2010). Salah satu upaya untuk memperkenalkan proses pendidikan sejak dini dapat melalui sebuah kurikulum Interprofessional Education (IPE). Menurut World Health Organization (WHO, 1988), the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002), dan American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009), IPE adalah sebuah proses pembelajaran antara dua atau lebih disiplin ilmu dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi, kualitas pelayanan, dan praktik disiplin ilmu masing-masing. WHO merancang program ini dan telah membuat suatu kerangka sistem pendidikan kesehatan dimana sekelompok group kecil yang berisi mahasiswa kesehatan dengan berbagai latar belakang belajar bersama untuk membangun sebuah jalinan komunikasi dan merencanakan perawatan pasien dengan optimal dan menyeluruh, dengan pembatasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bidang sehingga tidak ada diskriminasi antar profesi. Hasil penelitian oleh Bruno et al., (2014) di 40 Universitas di dunia, IPE meningkatkan partisipasi mahasiswa di masyarakat dan meningkatkan kolaboratif
Universitas Sumatera Utara
3
antar mahasiswa keperawatan dan kedokteran. Hasil penelitian ini menjadikan National University of Singapore sebagai pusat pengembangan IPE. Di Indonesia, penelitian yang dilakukakn pada dosen Program Pendidikan Dokter, Program Studi Ilmu Keperawatan dan Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada oleh Aryakhiyati (2011), bahwa dosen dari ketiga program studi tersebut menunjukkan sikap dan kesiapan yang baik pada IPE. Hasil ini juga menjadi dasar bagi Fakultas Kedokteran UGM untuk memulai IPE. Begitu pula riset yang dilakukan oleh Yuniawan (2013) di Universitas Jendral Soedirman bahwa hasil pengukuran persepsi dan kesiapan dosen Fakultas Kedokteran Unsoed pada IPE dalam kategori baik. Pengembangan kurikulum IPE belum dikembangkan secara merata di instansi pendidikan. WHO (2010) mengeluarkan data tentang penerapan IPE pada tatanan universitas, dari 42 negara menyatakan bahwa sebanyak 24.6% sudah mendapatkan kurikulum IPE pada tahap akademik. Sementara di Indonesia belum termasuk di dalamnya, untuk itu perlu adanya sosialisasi tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi pendidikan mengingat sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga kesehatan yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Salah satu faktor keberhasilan proses pendidikan interprofessional di perguruan tinggi tidak terlepas dari peran dosen. Menurut Undang-undang Nomor 14 (2005 dalam Dikti, 2010) mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Universitas Sumatera Utara
4
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga dosen harus mengenali dan menyadari potensi pembelajaran dalam dinamika kelompok interprofesional untuk mengubah sistem pendidikan yang terintegrasi. Menurut Hidayat (2008 dalam Yuniawan, 2013), dalam mengubah sistem pendidikan yang terfragmentasi ke arah yang terintegrasi dibutuhkan tahap pencairan (unfreezing) yang terdiri dari persepsi, motivasi, dan kesiapan. Komponen
presepsi terdiri dari pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE. Komponen motivasi terdiri dari daya tarik, harapan, dan kemauan pada IPE. Dan komponen kesiapan terdiri kolaborasi dan peran dan tanggung jawab pada IPE. Penelitian pada IPE merupakan bentuk riset awal yang penting dan paling sering dilakukan dibeberapa negara yang telah menerapkan dan mengembangkan IPE (Yuniawan, 2013). Di USU, sedang dikembangkan penelitian mengenai IPE oleh Fakultas Keperawatan USU yang didukung oleh Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Farmasi USU. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?
3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?
2.
Bagaimana motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?
3.
Bagaimana kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?
Universitas Sumatera Utara
5
4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE. 4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus pada penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE berdasarkan pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE. 2. Mengidentifikasi motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE berdasarkan daya tarik, harapan, dan kemauan pada IPE. 3. Mengidentifikasi kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE berdasarkan kolaborasi dan peran dan tanggung jawab pada IPE.
5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 5.1 Pendidikan Keperawatan Sebagai bahan referensi untuk perbaikan dan pengembangan IPE di instansi penddidikan keperawatan. 5.2 Pelayanan Keperawatan Sebagai bahan referensi dan pertimbangan bagi perbaikan pelayanan keperawatan yang lebih baik. 5.3 Penelitian keperawatan Sebagai sumber data bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dengan ruang lingkup yang sama.
Universitas Sumatera Utara