BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Menurut Wijono (2002), mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuanya
untuk mengurangi tingkat kecacatan atau
kesalahan. Keselamatan pasien ( patient safety) telah menjadi isu gelobal termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dirumah sakit. Rumah sakit selalu menigkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan standar pelayanan rumah sakit, ISO dan indikator klinis. Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi kejadian tidak diduga (KTD) (Dep Kes R.I,2006). Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman sisitem tersebut meliputi penilaian resiko, identifikasi pasien dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisi accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Dep Kes R.I, 2006). Identifikasi pasien dengan benar sangat diperlukan untuk memastikan tindakan, dilakukan dengan benar pada pasien yang benar, sehingga akan sangat mempengaruhi terhadap diagnosis, penanganan dan terapi yang akan diterima pasien. Kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien akan sangat berpengaruh terhadap diagnosis dan penanganan yang dilakukan. Karena tidak semua pasien yang datang ke
1
2
rumah sakit atau yang dirawat di rumah sakit dalam keadaan sadar, pasien mungkin dalam pengaruh obat tidur, disorientasi atau tidak sadar penuh. Hal lain yang mungkin terjadi adalah pasien pindah tempat tidur, pindah kamar atau pindah ruang perawatan pada rumah sakit yang sama, sehingga hal-hal tersebut tidak bisa dijadikan pedoman dalam memastikan identifikasi pasien karena resiko kesalahan penanganan dan pengobatan sangat besar. Oleh karena itu identifikasi pasien yang dilakukan dengan benar akan berdampak pada penatalaksanaan pengobatan dan perawatan yang benar terhadap pasien yang benar. Karena bila identifikasi ini tidak dilakukan secara benar akan mengakibatkan kejadian yang fatal karena bisa mengakibatkan penanganan yang salah dan beresiko menyebabkan kematian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joint Commission International di Amerika Serikat menemukan adanya kesalahan dalam mengidentifikasi pasien mencapai 13% dari kasus bedah dan 67% kesalahan identifikasi pasien dalam memberikan tranfusi darah, dari 67% kesalahan tranfusi darah 11 orang diantaranya meninggal. (Meeting The International Patient safety Goals, 2010). Di Indonesia belum ada angka pasti kejadian kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien karena di indonesia umumnya informasi adanya kesalahan atau kelalaian masih belum terbuka dan diselesaikan secara internal antara pasien dan keluarga dengan pihak rumah sakit. Pada tahun 2001 terjadi kesalahan identifikasi pasien di RSUP Manado, Tn LJ 40 tahun, menjalani operasi amputasi kaki kiri tetapi justru yang dilakukan amputasi adalah kaki kanan sehingga kedua kakinya harus diamputasi. Kasus ini selesai dengan permintaan maaf dari pihak rumah sakit dan biaya operasi gratis. (Ismoko dalam Fauzan muslim 2010) Pada tahun 2004 kembali terjadi kesalahan dalam identifikasi pasien. Nn. N 17 tahun masuk ke Rumah Sakit Fatmawati Jakarta karena tidak sadarkan diri akibat
3
kecelakaan lalu lintas yang dialami. Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Fatmawati dilakukan pemeriksaan dan dokter menganjurkan untuk dilakukan CT Scan kepala, tetapi karena identifikasi tidak dilakukan dengan benar Nn. N justru dibawa ke kamar operasi. Kejadian kesalahan identifikasi terulang kembali dikamar operasi, dimana Nn. N langsung dibawa ke dalam ruang operasi dan langsung dilakukan appendectomy karena kebetulan pada jam yang sama direncanakan operasi appendectomy pada pasien wanita yang berumur 17 tahun. Kasus ini juga tidak masuk ranah hukum dan diselesaikan secara kekeluargaan dengan permintaan maaf dari pihak rumah sakit dan kapanpun Nn. N berobat tidak akan dikenakan biaya (Chamim Mardiyah dalam Fauzan muslim 2010). Salah satu standar dalam International Patient Safety Goals (IPSG) yang ditetapkan Joint Commission International (JCI) adalah pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar. Berdasarakan hasil survei yang telah dilakukan sejak bulan Oktober – Desember 2010 dirumah sakit Fatmawati pencapaian identifikasi pasien untuk keperawatan secara keseluruhan mencapai angka 90% masih dibawah standar yang direkomendasikan yaitu sebesar 100% dan ini membuka peluang terjadinya kelalaian dan kesalahan yang beresiko fatal (Chamim Mardiyah dalam fauzan muslim, 2010). Beberapa kondisi terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien antara lain, tidak terpasang gelang identitas, kesalahan dalam memberikan obat (nama obat, dosis obat, cara pemberian, waktu pemberian), kesalahan dalam pemberian tranfusi darah, kesalahan identitas dalam pengambilan contoh darah atau bahan lain untuk pemeriksaan laboratorium, radiologi atau pemeriksaan penunjang lainnya, kesalahan jenis pemeriksaan, kesalahan dalam memberikan hasil laboratorium, radiologi atau hasil diagnostik lainnya, kesalahan dalam melakukan prosedur dan kesalahan
4
menempelkan identitas pada bahan pemeriksaan yang akan dikirim (Fauzan muslim, 2010). Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 menyatakan, mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit Di indonesia untuk melaksanakan kegiatanya. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu, hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program penigkatan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien dan peran kepemimpinan dalam peningkatan keselamatan pasien. Kepemimpinan memiliki peranan penting karena pemimpin merupakan fungsi manajemen, yang dapat mempengaruhi karyawanya dalam bekerja sehingga dapat mencapai tujuan organisasi (Hersey dan Blanchard dalam Koesmono (2007), Maraton menguraikan kepemimpinan yang efektif dan memenuhi empat keadaan yaitu, seorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi, orang ini mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi, percaya bahwa prilaku yang diminta adalah sesui dengan kehendak perorangan dengan nilai yang baik, orang ini percaya bahwa hal itu sesui dengan tujuan dan nilai organisasi. Seseorang kepemimpinan mempunyai beberpa gaya kepemimpinan untuk melaksanakan beberapa tugas
gaya kepemimpinan itu antara lain, gaya
kepemimpinan menurut roubert house dalam Nursalam (2002) mengemukakan
5
empat gaya kepemimpinan.1) direktif, 2) supportive, 3) partisipatif, 4) berorientasi tujuan. Dukungan kepemimpinan merupakan kepemimpinan berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan ( Robert hous dalam Nursalam (2002). Wijayanti, (2010), dukungan kepemimpinan yang dilakukan pemimpin sejauh hal yang dilakukan mendukung kepada karyawan agar kariyawannya mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi Rumah sakit umum daerah Ngudi Waluyo Wlingi memiliki intalasi rawat inap yang terdiri dari delapan ruangan antara lain ruang bougenvile, ruang anggrek, ruang cempaka ruang dahlia satu, dahlia dua, ruang Edelweiss, ruang wijaya kusuma, ruang pavilion, selain itu terdapat juga 1 kamar operasi, dan 1 ruangan rehabilitasi medik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data, bawah jumlah perawat yang bertugas sebanyak 147 perawat. Menurut hasil wawancara di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, yang dilakukan oleh peneliti pada salah seorang perawat, bahwa dirumah sakit ini sudah terdapat tim patient safety yang baru-baru ini dibentuk sesuai dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan. Secara keseluruhan program yang dijalankan oleh tim patient safety sudah cukup baik. Masalah yang perlu diperhatikan yaitu, masih ada kejadian pelanggaran patient safety yang dijumpai misalnya tidak semua pasien mengunakan identitas gelang, perawat hanya melihat pada identitas saja tapi tidak mengunakan identitas dua kali pengecekan
melihat pada identintas sebagai individu yang akan menerima
pengobatan, perawat terkadang melakukan verifikasi keterbatasan perawat disaat melakukan prosedur.
identitas pasien karena
6
Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan antara dukungan kepemimpinan dengan kepatuhan perawat mengidentifikasi pasien dalam penerapan patient safety”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan penelitian, Bagaimanakah hubungan antara dukungan kepemimpinan dengan kepatuhan perawat dalam mengidentifikasi pasien dalam penerpan patient safety di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.
1.3
Tujuan Umum Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan antara dukungan kepemimpinan dengan kepatuhan perawat mengidentifikasi pasien dalam penerapan patient safety di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dukungan kepemimpinan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. 2. Untuk mengetahui kepatuhan perawat mengidentifikasi dalam penerapan patient safety di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi 3. Untuk menganalisis hubungan dukungan kepemimpinan dengan kepatuhan perawat mengidentifikasi pasien dalam penerapan patient safety di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
7
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Tenaga Keperawatan Hasil penenlitian ini diharapkan menjadi sumber informasi mengenai
pelksanaan identifikasi pasien dengan benar di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, sehingga diharapkan perawat termotifasi untuk melakukan identifikasi dengan benar
1.4.2
Bagi Peneliti Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta merupakan
pengalaman yang sangat berharga serta dapat menjadi petunjuk menjalankan identifikasi pasien dengan benar dan mengetahui hubungan antara
dukungan
kepemimpinan dengan kepatuhan perawat mengidentifikasi pasien dalam penerapan patient safety. 1.4.3
Manfaat Untuk Rumah Sakit
1. Memberikan masukan bagi rumah sakit khususnya kepada perawat tentang pelaksanaan identifikasi pasien Selama ini berlangsung, sehingga informasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan hubungan antara dukungan kepemimpinan dengan kepatuhan perawat dalam mengidentifikasi pasien di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. 2. Meningkatkan keamnaan dan keselamatan pasien serta mengurangi dan mencegah timbulnya kesalahan prosedur pada pasien sehingga meningkatkan kepercayaan pasien terhadap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. 1.4.4
Manfaat Untuk Instuti Pendidikan Sebagai bahan masukan dalam perkembangan ilmu keperawatan terutama
tentang pelaksanaan identifikasi pasien serta sebagai bahan penelitian selanjutnya dalam rangka menigkatkan pelayanan keperawatan.
8
1.4.5
Keaslian Penelitian Rumampuk (2013) sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit, dengan maksud mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala ruangan melakukan supervisi perawat pelaksana dengan penerapan patient safety di ruang rawat inap RSU Gunung Maria Tomohon. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah perawat pelaksana diruang rawat inap sebanyak 42 orang, pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan tingkat pendidikan perawat DIII Keperawatan dan SPK yang berpengalaman dalam pemberian injeksi intra vena dan pada saat penelitian melakukan pemberian injeksi intra vena sesuai kriteria inklusi. Pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Kuesioner untuk menilai peran kepala ruangan melakukan supervisi perawat pelaksana dan penerapan patient
safety.
Observasi
untuk
mengobservasi
perawat
pelaksana
menerapkan patient safety pemberian injeksi 6 Benar, identifikasi pasien dengan benar dan mencuci tangan yang dilakukan dua kali kegiatan untuk masing-masing perawat pelaksana, observasi dilakukan oleh Kepala ruangan. Uji statistik menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian observasi penerapan patient safety menunjukkan semua responden melakukan sesuai prosedur, yaitu prosedur pemberian injeksi intra vena, identifikasi pasien dan mencuci tangan. Waktu cuci tangan sebelum pemberian injeksi pertama yang tidak sesuai sebanyak 21 orang (50%), sesudah pemberian injeksi pertama yang tidak sesuai 7 orang (16,7%). Identifikasi pasien pertama tidak sesuai 4 orang
9
(9,5%), identifikasi pasien kedua tidak sesuai 1 orang (2,4%). Penelitian hubungan supervisi dengan penerapan patient safety di RSU Gunung Maria Tomohon menunjukkan bahwa responden yang menyatakan penerapan patient safety baik, supervisi kepala ruangan baik (95,2%) dan kurang (4,8%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan korelasi Pearson diperoleh nilai p=0,04 (p<0,05), r = 0,43 berarti ada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety di ruang rawat inap. Disimpulkan ada hubungan peran kepala ruangan melakukan supervisi dengan penerapan patient safety di ruang rawat inap RSU Gunung Maria Tomohon.