BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pilihan perusahaan untuk membayar atau tidak membayar dividen kas kepada
pemegang saham dan pilihan lebih lanjut untuk menambah dividen, mengurangi dividen, ataupun menjaganya pada jumlah yang sama, merupakan salah satu bidang yang menantang dan membingungkan dari kebijakan keuangan perusahaan. Karena hasil bagi pemegang saham hanya datang dalam dua bentuk: perubahan harga saham dan dividen kas diterima, maka keputusan dividen secara langsung mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Dengan demikian jajaran direksi (board of directors) perusahaan menghadapi keputusan yang menakutkan setiap kali pertanyaan tentang kebijakan dividen dan kemungkinan dari perubahan dividen kas ada dalam agenda. Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Harjito, 2014). Santoso (2009) menyatakan bahwa dividen merupakan distribusi laba usaha (saldo laba) kepada para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (distribution to owners). Semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar pula kemungkinan berkurangnya laba
1
2
ditahan (pertambahan modal internal). Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencari dana eksternal (pinjaman atau saham) untuk melakukan investasi baru (Weston, 1990). Teori pecking order secara tidak langsung menyatakan bahwa jika sumber dana dari luar perusahaan diperlukan, perusahaan pertama-tama harus menerbitkan utang sebelum menerbitkan saham. Hanya ketika kapasitas perusahaan untuk menggunakan utang sudah mencapai maksimal baru kemudian perusahaan mempertimbangkan menerbitkan saham. Mengingat ada berbagai macam utang, teori pecking order secara tidak langsung juga menyatakan manajer perusahaan sebaiknya menerbitkan surat utang lebih dahulu sebelum menerbitkan surat utang yang bisa dikonversikan (Sudana, 2011). Tidak semua perusahaan akan melakukan kebijakan dividen dengan membagikan kepada para pemegang saham, perusahaan cenderung akan lebih senang untuk menahan labanya. Akibatnya akan menimbulkan adanya ketidakkonsistenan antara perbedaan keputusan perusahaan saat dihadapkan pada pilihan untuk membagi dividen kepada para pemegang saham atau menahan laba. Selain itu, juga akan menyebabkan terjadinya konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham akibat dari adanya perbedaan kepentingan. Konflik yang terjadi inilah yang disebut dengan konflik keagenan. Pemegang saham cenderung lebih menyukai pembagian dividen dalam jumlah yang relative besar karena tingkat kepastiannya lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk laba ditahan. Namun hal tersebut tentunya bertentangan dengan keinginan perusahaan yaitu perusahaan
3
lebih
menginginkan
untuk
menginvestasikan
kembali
labanya
guna
pengembangan perusahaan. Walaupun tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, kenyataannya, masalah keagenan dapat terjadi pada saat tujuan diimplementasikan. Masalah keagenan (agency problem) terjadi akibat pemisahan tugas manajemen perusahaan dengan para pemegang saham (Keown, 2008). Permasalahan tersebut yang mengharuskan setiap perusahaan untuk memberikan kesempatan manager terlibat dalam kepemilikan saham. Dewi (2008) menyatakan bahwa dalam mengawasi dan memonitor perilaku manager, pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan yang disebut agency cost. Untuk mengurangi agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan managerial. Dengan memberikan kesempatan manager untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan untuk menyetarakan kepentingan dengan pemegang saham. Dengan keterlibatan kepemilikan saham, manager akan bertindak secara hati-hati karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambilnya. Selain itu dengan adanya keterlibatan kepemilikan saham, manager akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengelola perusahaan. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan harus dapat memilih antara meningkatkan kesejahteraan pemegang saham yaitu dengan membagikan
dividen
atau
menginvestasikan
kembali
labanya
guna
pengembangan perusahaan dengan menahan laba. Oleh karena itu, kebijakan dividen dalam perusahaan diperlukan dalam pembagian keuntungan. Dengan
4
demikian aspek penting dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai di antara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan di perusahaan (Harjito, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali hipotesis penelitian sebelumnya, yaitu pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan utang, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan likuiditas terhadap kebijakan dividen. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi dipilih sebagai obyek perusahaan karena memiliki rata-rata debt to equity ratio terendah sebesar -0,30 dibanding dengan subsektor perusahaan manufaktur lainnya. Tabel 1 Rata-rata DER Perusahaan Manufaktur Tahun 2014 No.
Subsektor Perusahaan Manufaktur
Rata-rata DER Tahun 2014
1.
Basic industry and chemicals
1,68
2.
Miscellaneous industry
1,11
3.
Property, real estate and building construction
1,01
4.
Infrastructure, utilities & transportation
0,94
5.
Consumer goods industry
-0,30
Sumber: Factbook BEI 2015 (diolah) Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2014 perusahaan industri barang konsumsi memiliki rasio debt to equity paling rendah dibanding perusahaan industri lainnya. Rata-rata rasio debt to equity perusahaan industri barang konsumsi bernilai negatif disebabkan PT. Bentoel Internasional Investama Tbk dan PT. Merck Sharp Dohme Pharma Tbk memiliki saldo ekuitas bernilai
5
negatif. Saldo ekuitas bernilai negatif disebabkan karena kedua perusahaan tersebut mengalami kerugian yang jumlahnya melebihi modal. Rasio debt to equity yang rendah menunjukkan bahwa struktur modal perusahaan industri barang konsumsi lebih banyak menggunakan pendanaan internal yaitu laba ditahan, dibandingkan dengan utang (pendanaan eksternal). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan industri barang konsumsi memiliki kemampuan menghasilkan laba yang baik sehingga diharapkan mampu membagikan dividen tunai. Jika perusahaan yang termasuk dalam subsektor industri barang konsumsi menerapkan pecking order theory, maka dividen tunai yang dibagikan kecil karena perusahaan mengutamakan untuk menahan labanya sebagai pendanaan internal. Sebaliknya, perusahaan akan membagikan dividen dalam jumlah besar jika tidak menerapkan pecking order theory. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah
penelitian sebagai berikut : 1.
Apakah quick ratio berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
2.
Apakah return on investment berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
3.
Apakah debt to asset ratio berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
4.
Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
5.
Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
6.
Apakah risiko berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
7.
Apakah free cash flow berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
8.
Apakah total assets turn over berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
6
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk menguji pengaruh quick ratio terhadap kebijakan dividen.
2.
Untuk menguji pengaruh return on investment terhadap kebijakan dividen.
3.
Untuk menguji pengaruh debt to asset ratio terhadap kebijakan dividen.
4.
Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen.
5.
Untuk menguji pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen.
6.
Untuk menguji pengaruh risiko terhadap kebijakan dividen.
7.
Untuk menguji pengaruh free cash flow terhadap kebijakan dividen.
8.
Untuk menguji pengaruh total assets turn over terhadap kebijakan dividen.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak,
yaitu : 1.
Kontribusi Praktis a.
Bagi manajemen perusahaan (emiten) diharapkan dapat membantu dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar dividen yang dibayar terutama dalam bentuk dividen tunai.
b.
Bagi investor dan calon investor diharapkan menjadi bahan acuan yang bermanfaat dalam mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya
7
pada suatu perusahaan dengan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembayaran dividen per lembar saham. 2.
Kontribusi Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman, wawasan serta berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kebijakan dividen tunai yang dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut oleh para peneliti selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian menjelaskan tentang batasan masalah agar terhindar
dari pembahasan yang lebih luas dan tidak terarah. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya menganalisa pengaruh quick ratio, return on investment, debt to asset ratio, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, risiko, free cash flow, dan total assets turn over terhadap kebijakan dividen. Perusahaan yang digunakan penulis sebagai ruang lingkup atau pembahasan masalah adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan tahun 2011 sampai dengan 2015.