BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tradisi dan budaya,
salah satu warisan budaya yang menjadi identitias dari bangsa Indonesia adalah batik. Batik merupakan warisan leluhur yang tak terpisahkan dari budaya bangsa Indonesia. Dengan berbagai keindahan, corak, warna alami, dan motif yang menarik membuat kain tradisional sangat populer dan diterima tidak hanya masyarakat lokal tetapi juga masyarakat internasional. Batik memberi makna yang sangat syarat akan seni dan representatif budaya dari masing-masing daerah di tanah air. Banyak hal yang bisa digali dari sehelai kain batik. Jika batik dianalogikan sebuah bunga, tumbuh dan berkembang senantiasa memberi dan memperkaya dunia, oleh karena itu tidak mengherankan batik Indonesia sudah menjadi masterpiece di dunia fashion internasional dan itu merupakan kebanggan tersendiri bagi negara Indonesia yang patut mendapat perhatian lebih. Kata „batik‟ berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa yaitu „amba‟, yang bermakna menulis dan „titik‟ yang bermakna titik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Batik merupakan corak atau gambar pada kain yang pembuatannya menggunakan malam (lilin) dan pengolahannya melalui proses tertentu. Batik tersebut dibuat dengan bahan dasar kain yang pada awalnya juga ditenun sendiri dan bahan-bahan pewarna yang digunakan adalah bahan pewarna yang diambil dari alam di daerah setempat seperti pohon Mengkudu, Tinggi, Soga, dan Nila. Batik pun mulai dikenal dan digunakan oleh masyarakat umum 1
2
pada awal abad ke-19. semua jenis batik yang dikenal masih berupa batik tulis. Batik merupakan lukisan di atas kain yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakaian. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak yang hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bunga yang sebelumnya tidak dikenal seperti Bunga Tulip dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah seperti gedung atau Kereta Kuda, termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara
adat,
karena
biasanya
masing-masing
corak
memiliki
perlambangan, dan terdiri dari berbFagai motif, dan setiap motif merupakan simbol bagi pemakainya. Kesenian batik berkembang kearah ragam hias simbolik yang mempunyai arti yang dalam tentang falsafah hidup dan mencerminkan unsur-unsur kehidupan. Pada zaman ini nilai filosofi sehelai kain batik sangat tinggi, karena berkaitan dengan simbol-simbol perjalanan hidup manusia. Motif-motif yang berkembang dihubungkan dengan upacara-upacara, seperti motif yang dipakai untuk upacara perkawinan, melahirkan, menyambut tamu, dan lain-lain. Berbagai pendapat para ahli tentang sejarah perkembangan batik ditinjau dari disain batik dan proses.
3
Lalu seiring perkembangan zaman masuklah kebudayaan Hindu – Jawa, komposisi warna terdiri dari biru, hitam, dan putih. Kelompok kedua Batik Pesisir mempunyai ciri ragam hias bersifat naturalistik dengan latar belakang pengaruh dari berbagai budaya termasuk budaya asing, komposisi warna beraneka ragam. Lalu dengan masuknya kebudayaan Islam dengan orientasi ajarannya yang lebih demokratis, mempengaruhi kreativitas seni batik dalam pengembangan ragam hiasnya. Batik yang tadinya berpusat di keraton kemudian berkembang meluas ke daerah-daerah pantai utara di Jawa. Menurut Prof. Dr. R. M. Sutjipto W dalam Katalog Batik mengemukakan bahwa: “Batik dikembangkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Pada awalnya seni batik berkembang di kalangan keraton di Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Hanjroko Kusumo sekitar tahun 1613-1645.” Setelah tahun 1920 M, mulai dikenal batik cap atau batik cetak. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat batik cetak lebih cepat. Dalam waktu satu minggu seorang pembatik dapat menyelesaikan batiknya. Kemudian pada awal abad ke-20 dikenal mori atau kain dasar batik import dan obat-obat pewarna import, usahausaha batik semakin berkembang. Batik masih terus berkembang sampai saat ini dan daerah-daerah penghasil batikpun semakin banyak dengan berbagai jenis batik, baik batik tulis, batik cap, maupun batik printing.
4
Batik sebagai warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi dan telah diakui oleh bangsa – bangsa lain di dunia melalui organisasi United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang bergerak dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya, serta kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai kewajiban menjaga, melestarikan, dan mengembangkan produk batik agar tidak punah dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Era globalisasi ini batik dijadikan sebagai busana nasional dan menjadi salah satu trade mark atau ciri khas bangsa Indonesia yang pada dasarnya batik – batik
yang dihasilkan ialah berasal dari sentra – sentra
kerajinan batik di
berbagai daerah yang memiliki corak motif batik yang beragam. Dengan demikian sifat khas dan keunikan batik-batik daerah tersebut tidak bisa dikatakan batik yang satu lebih baik dari daerah lainnya,karena keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari batik-batik di berbagai daerah merupakan kekuatan dan kekayaan, khususnya bagi kebudayaan batik Indonesia. Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang dimiliki oleh bangsa Indonesia karena pada tiap – tiap daerah memiliki desain serta motif – motif yang khas dengan penamaan motif yang menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Perbedaan motif yang beranekaragam di setiap daerah dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dari letak geografis, kepercayaan, adat istiadat, tatanan sosial, gaya hidup serta lingkungan setempat. Ada juga faktor – faktor
yang menyebabkan
kemiripan dari ragam motif disetiap daerah dikarenakan adanya cita rasa yang sama, hubungan niaga dan kekerabatan, serta perkawinan diantara para pembatik
5
karena motif batik memiliki makna filosofis tersendiri, tergantung siapa dan apa tujuan dari sang pembatik. Batik merupakan produk industri yang sudah dapat bersosialisasi dengan masyarakat, yang pada awalnya batik merupakan karya seni dan busana terbatas oleh kalangan tertentu. Batik produk turunan tekstil yang bernilai seni tinggi merupakan warisan budaya bangsa indonesia yang harus dilestarikan dan terus dikem bangkan. Di Indonesia, daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur bahkan batik pun tumbuh dan berkembang di Kabupaten dan Kota, termasuk diantaranya Kabupaten Cirebon. Di Kabupaten Cirebon batik sudah ada sejak abad 17, seiring dengan keberadaan Kerajaan Cirebon pada saat itu dan sebagai busana bangsawan keraton. Dalam perkembangan dari waktu ke waktu batik bukan hanya monopoli pakaian di lingkungan keraton tetapi telah menjadi bagian budaya dan busana masyarakat luas, yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai pilihan motif, warna, kualitas dan harga disesuaikan dengan selera dan daya beli masing masing. Salah satu sentra pembuatan batik Cirebon berada di Desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon Kecamatan Plered, meskipun masih banyak Desa – desa lainya sebagai penghasil batik seperti Desa Kalitengah, Desa Panembahan, Desa Wotgali/Kaliwulu. Bagi sebagian masyarakat disana, industri batik Trusmi adalah salah satu mata pencaharian utama. Usaha yang bermula dari skala rumahan berkembang menjadi kerajinan yang berorientasi bisnis. Karenanya industri batik Trusmi
6
merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan bagi Kabupaten Cirebon sekaligus sebagai penghasil devisa bagi negara Indonesia. Data gambar 1.1 Pengrajin batik Trusmi 100 80 60 40 20 0 Desa Kalitengah
Desa Panembahan
Desa Kaliwulu
Desa Trusmi Wetan
Desa Trusmi Kulon
Sumber : Disperindag Kabupaten Cirebon tahun 2012
Berdasarkan data gambar diatas mengenai pengrajin batik trusmi bahwa : 1.
Desa Kalitengah memiliki 41 industri batik
2.
Desa Panembahan memiliki 16 industri batik
3.
Desa Kaliwulu/wotgali memiliki 12 industri batik
4.
Desa Trusmi Wetan memiliki 76 industri batik
5.
Desa Trusmi Kulon memiliki 87 industri batik
Dapat disimpulkan bahwa presentase pengrajin terbesar di Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon yaitu terdapat di Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan, oleh karena itu mengapa batik Cirebon disebut juga Batik Trusmi oleh masyarakat, karena di Cirebon hanya terdapat satu daerah yang presentase pembuatan batiknya lebih besar yaitu Desa Trusmi. Meskipun nama, atau kata Trusmi sendiri mencakup segala aspek yang ada di desa lain juga.
7
Seiring bertambahnya waktu, industri batik tumbuh dan berkembang di Kabupaten Cirebon dalam skala usaha mikro, kecil, menengah yang umumnya dikerjakan secara tradisional oleh ibu – ibu rumah tangga, karena batik pun mempengaruhi sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, pelestarian budaya, lapangan usaha dan lapangan kerja masyarakat, serta penganeka ragaman busana. Namun begitu tidak selamanya pertumbuhan batik trusmi dapat dikatakan baik, pembangunan di sektor industri memberikan dampak beragam, dampak tersebut dapat ditimbulkan oleh adanya limbah industri dan tingkat aktivitas manusia yang semakin meningkat, dalam hal ini merupakan sisi lain bahwa implementasi kebijakan yang diterapkan belum berjalan dengan optimal sebagaimana terangkum dari hasil pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa : 1.
Sentra produksi atau industri kecil menengah batik masih menyatu dengan perumahan masyarakat dan limbah berpotensi dapat mencemari lingkungan dalam hal ini bersangkutan dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia disekitar lingkungan tersebut.
2.
Masih terdapat beberapa kekurangan atas dasar faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan bersama mengenai penerapan produksi bersih dalam mengembangkan inovasi terutama tekhnik produksi pewarnan alami yang ramah lingkungan antara pihak pemerintah dengan industri kecil menengah batik di Kecamatan Plered.
8
Limbah adalah konsekuensi logis dari setiap pendirian suatu industri walaupun tidak semua industri menghasilkan limbah. Bila limbah yang mengandung senyawa
kimia tertentu dengan berbagai bahan berbahaya dan
beracun tertentu dilepas ke sungai, tanah maupun udaramaka akan memberikan dampak yang sangat berbahaya. Industri batik memproduksi kadar emisi CO2/karbondioksida tertinggi diantara sektor industri kecil menengah (IKM) lainya, yang umumnya merupakan hasil dari ketergantungan industri tersebut akan bahan bakar seperti minyak tanah dan penggunaan listrik yang tinggi. Proses – proses pengolahan batik selama ini membawa pengaruh pencemaran yaitu menjadi sumber pencemaran air, khususnya sungai karena limbah dari proses pembuatan batik tersebut biasanya langsung dialirkan ke sungai tanpa pengolahan limbah terlebih dahulu. “Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pereventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus mulai dari hulu sampai ke hilir yang terkait dengan proses produksi, barang dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.” (Kebijakan Nasional Produksi Bersih, 2003) Produksi batik bersih merupakan strategi yang penerapanya harus terintegrasi sebagai kondisi yang dihadapi masing – masing industri atau kegiatan usaha dengan tujuan memberikan nilai tambah, baik dalam aspek lingkungan dan ekonomi sehingga dapat mewujudkan perbaikan yang berkelanjutan.
9
Seperti peran pemerintah dalam mewujudkan produksi bersih yang dicanangkan dalam Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diterangkan bahwa sehubungan dengan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Undang – Undang No.32 Tahun 2009 Pasal 63 Ayat (1) butir I dan V menyatakan bahwa pemerintah bertugas dan berwenang mengembangkan dan menerapkan
instrumen
lingkungan
hidup
dan
mengkoordinasikan
dan
mengembangkan, mensosialisasikan pemanfaatan tekhnologi ramah lingkungan hidup. Kemudian peran pemerintah daerah dalam program ini, hal ini telah diamanatkan dalam PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah. selanjutnya ditambahkan oleh Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup No. 31 Tahun 2009 bahwa pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penerapan sistem manajemen lingkungan. (Produksi bersih dan tekhnologi berwawasan lingkungan yang mendukung pola produksi yang berkelanjutan). Serta Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, karena masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
10
Namun demikian keberhasilan implementasi Kebijakan oleh pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Disperindag mengenai produksi batik bersih dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan penggunan sumber daya, penyediaan tekhnologi dan sistem insentif, serta lainya. Disamping itu, dukungan dan komitmen yang tinggi semua pihak juga harus mempengaruhi industri batik Kabupaten Cirebon sehingga memiliki nilai tambah dalam aspek pengelolaan lingkungan yang ramah lingkungan atau produksi bersih, sehingga produknya memenuhi standar internasional dan mampu menembus pasar global yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Industri kecil dan menengah batik di Kabupaten Cirebon mengemban misi melestarikan budaya dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan menggunakan produk bersih, oleh karena itu penyusun tertarik untuk mengambil judul penelitian mengenai Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Dalam Menerapkan “Batik Trusmi” Sebagai Produksi Bersih. 1.2
Rumusan Masalah Berpedoman pada permasalahan diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah
berupa problem statment (pernyataan masalah), yaitu sejauh mana implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam menerapkan
„Batik trusmi‟ sebagai
produksi bersih yang belum dilaksanakan secara optimal, karena implementasi kebijakan yang efektif dapat berdampak kepada keberhasilan dalam upaya
11
pencapaian tujuan – tujuan pengembangan industri batik sebagai industri bersih yang memberikan nilai tambah, baik dalam aspek lingkungan dan ekonomi sehingga dapat mewujudkan perbaikan yang berkelanjutan. 1.3
Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil uraian diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon dalam menerapkan ‟batik trusmi‟ sebagai produksi bersih ?
2.
Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian
Dan
Perdagangan
Kabupaten
Cirebon
dalam
menerapkan “batik trusmi” sebagai produksi bersih? 3.
Apa saja hambatan – hambatan yang mempengaruhi implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon dalam menerapkan “batik trusmi” sebagai produksi bersih
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Disperindag mengenai penerapan “batik Trusmi” Sebagai Produksi Bersih serta dampak yang
12
ditimbulkan oleh adanya limbah industri dan tingkat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1.
Untuk mengetahui implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon dalam menerapkan “batik trusmi” sebagai produksi bersih.
2.
Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon dalam menerapkan “batik trusmi” sebagai produksi bersih.
3.
Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang mempengaruhi implementasi kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon dalam menerapkan “batik trusmi” sebagai produksi bersih
1.5
Kegunaan Penelitian Terdapat kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini baik secara
teoritis dan praktis: 1.5.1 Kegunaan Teoritis a.
Kegunaan bagi mahasiswa mengembangkan dan memperluas wawasan mengenai implementasi kebijakan oleh Disperindag
13
dalam menerapkan batik trusmi sebagai produk bersih berikut faktor – faktor ,hambatan serta menambah literatur. b.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai implementasi kebijakan oleh Disperindag dalam menerapkan batik trusmi sebagai produk bersih berikut faktor – faktor ,hambatan serta menambah literatur.
1.5.2 Kegunaan Praktis a.
Kegunaan secara umum yaitu untuk memberikan bahan evaluasi
yang
dapat
dijadikan
acuan
guna
perbaikan
Disperindag dalam faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan mengenai batik, yang bermanfaat sebagai sumbangan pikiran dan informasi terhadap rekan-rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut. 1.6
Kerangka Pemikiran Implementasi dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari
proses kebijakan segera setelah penetapan undang – undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang – undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan tekhnik bekerja bersama – sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan – tujuan kebijakan atau program – program. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output), maupun sebagai dampak (outcame).
14
Ripley dan Franklin (dalam Winarno 2007: 145) berpendapat bahwa : “Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu atau jenis keluaran yang nyata (tangible output)”. Secara umum kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu dalam artian bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan dan usulan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu serta mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Kemudian Richard Rose dalam Winarno (2007 : 17) berpendapat bahwa : “kebijakan diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyaknya berhubungan beserta konsekuensi – konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.” Definisi diatas dapat diartikan bahwa kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Pandangan lain diberikan oleh Carl Friedrich dalam Winarno (2007 : 17) bahwa kebijakan ialah : “sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yaang memberikan hambatan – hambatan dan peluang – peluaang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu
15
tujuan atau merealisasikan suatu sasaran ataau suatu maksud tertentu.” Kebijakan ini menyangkut dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok atau individu. Selain itu, gagasan bahwa kebijakan mencakup perilaku yang mempunyai maksud yang layak mendapatkan perhatian dan sekaligus harus dilihat sebagai bagian definisi kebijakan publik yang penting, sekalipun maksud atau tujuan dari tindakan –tindakan pemerintah yang dikemukakan dalam definisi ini mungkin tidak selalu dipahami. Lalu George C. Edwards membicarakan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan yang bekerja secara stimulan dan berinteraksi satu sama lain variabel tersebut adalah : komunikasi, sumber – sumber, kecenderungan/disposisi, dan struktur birokrasi. Dan karena tidak adanya sebuah variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain, dan bagaimana variabel – variabel ini mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Keempat faktor yang disebutkan pada teori Edwards, adalah : a.
Komunikasi Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang meleksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan – keputusan kebijakan dan perintah - perintah
itu dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi –
komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Komunikasi pun berkenaan dengan bagaimana
16
kebijakan
dikomunikasikan
pada
organisasi
dan/atau
publik,
ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap, dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. b.
Sumber – sumber Sumber
–
sumber
merupakan
faktor
yang
penting
melaksanakan implementasi sebuah kebijakan, meliputi
dalam
hal – hal
yang memadai yang diperlukan guna melaksanakan pelayanan – pelayanan publik atau menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. c.
Kecenderungan – kecenderungan Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi – konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif.
d.
Struktur Birokrasi Birokrasi baik secara sadar memilih bentuk – bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah – masalah sosial dalam kehidupan modern.
Dari uraian diatas, dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut :
17
Kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan : 1. Komunikasi 2. Sumber-sumber 3. Disposisi 4. Sruktur birokrasi
Implementasi kebijakan
Tercapainya implementasi kebijakan mengenai „batik Trusmi‟ sebagai produk bersih
Data gambar 1.2 Kerangka Pemikiran 1.7
Definisi dan Operasionalisasi Parameter konsep penelitian 1.7.1 Definisi dan Operasionalisasi Konsep Penelitian 1.7.1.1 Implementasi Implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan –tujuan program dan hasil – hasil yang
diinginkan
oleh
para
pejabat
pemerintah.
Kemudian
implementasi dijabarkan lain bahwa, tugas implementasi adalah membentuk sebuah kaitan yang memudahkan tujuan – tujuan kebijakan yang bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintahan. 1.7.1.2 Kebijakan Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yaang memberikan hambatan – hambatan dan peluang – peluaang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi
18
dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran ataau suatu maksud tertentu. 1.7.1.3 Batik Kata „batik‟ berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa yaitu „amba‟, yang bermakna menulis dan „titik‟ yang bermakna titik. Kesenian batik berkembang kearah ragam hias simbolik yang mempunyai arti yang dalam tentang falsafah hidup dan mencerminkan unsur-unsur kehidupan. Pada zaman ini nilai filosofi sehelai kain batik sangat tinggi, karena berkaitan dengan simbol-simbol perjalanan hidup manusia. 1.7.1.4 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum, (UUPPLH No. 32 Tahun 2009). 1.7.1.5 Produksi Bersih Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pereventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus mulai dari hulu sampai ke hilir yang terkait dengan proses produksi, barang dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya
19
limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. 1.7.2 Parameter Konsep Penelitian Tabel 1.1 Operasionalisai parameter konsep penelitian Aspek kajian
Dimensi
Parameter 1. Bentuk sosialisasi (seminar dan praktek) antara pihak
Komunikasi
pemerintah dengan IKM batik 2. Kejelasan informasi mengenai batik trusmi sebagai produklsi bersih
Implementasi
1. Faktor
produksi
bersih
Kebijakan Mengenai Batik Sebagai Produk
penunjang
Sumber – Sumber
2. Pembinaan IKM batik trusmi 3. SDM yang kompeten dalam
Bersih
penerapan produksi bersih 1. Konsistensi Disposisi
kebijakan 1. Bentuk
Struktur Birokrasi
implementasi
bantuan
untuk
penerapan produksi bersih 2. Penilaian
dan
monitoring
kepada IKM produksi bersih
20
1.8
Metode Penelitian 1.8.1 Metode Penelitian Metode Penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara Ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yang valid artinya menunjukan ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang diperoleh oleh peneliti. Kegunaan, secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Cara ilmiah digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Alasan penyusun menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif karena metode kualitatif bukan untuk mencari seberapa besar pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lain, tetapi pengamatan yang penyusun lakukan adalah untuk menggali, menemukan, dan menjelaskan tentang “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh Dinas Perindustrian
Dan
Perdagangan
Kabupaten
Cirebon
Menerapkan “Batik Trusmi” Sebagai Produksi Bersih.
Dalam
21
Pada penelitian ini penyusun menggunakan metode kualitatif analisis deskriptif dimana dalam penyajian data penyusun menggunakan pemaparan dan gambaran, karena penyusun hanya ingin menggambarkan situasi atau peristiwa dan memanfaatkan tekhnik wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen. Adapun yang dimaksud dengan Metode Kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam (Moleong 2010:4) ialah : “yang dimaksud dengan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Telah disebutkan sebelumnya bahwa metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. pendapat lain dikemukakan oleh Sugiyono bahwa penelitian deskriptif adalah “penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lain. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Jadi dalam penyajian data menggunakan pemaparan-pemaparan dan gambaran, karena penelitian hanya ingin menggunakan situasi dan peristiwa.” 1.8.2 Teknik Pemilihan Informan Informan yang dilibatkan, merupakan orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Adapun rincian informan yang digunakan dalam penelititan ini adalah sebagai berikut :
22
1.
Informan Kunci yaitu : a.
Kepala Subbagian Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka (ILMEA)
2.
Informan Pendukung yaitu : a.
Kepala Subbagian Umum Disperindag Kabupaten Cirebon
b.
Kepala Subbagian Program Disperindag Kabupaten Cirebon
c.
Staf pelaksana seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka (ILMEA) beserta staf yang lainya
d.
Beberapa pengrajin IKM batik di Kecamatan Plered
1.8.3 Teknik Pengumpulan Data Jenis data atau data yang diperlukan adalah data yang berkaitan dengan objek penelitian yang diteliti yakni data yang berkaitan dengan kinerja pegawai. Jenis data yang ada di penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber yang diamati dan dicatat dalam penelitian yang berlangsung melalui wawancara dengan informan kunci (Key Informan).
2.
Data Sekunder, yaitu data pendukung yang diperoleh secara tidak langsung yang diperlukan peneliti sebagai referensi dan bahan acuan, yaitu melalui studi kepustakaan atau data yang sudah tersedia dalam instansi yang diteliti.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penyusun adalah sebagai berikut:
23
1.
Studi Kepustakaan Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur, buku-buku, peraturan perundang-undangan, serta sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2.
Studi Lapangan, yaitu terdiri dari: a.
Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek pengamatan yang diteliti. b.
Wawancara
Yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh informasi secara langsung, mendalam, tidak terstruktur dan individual. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak berupa tanya jawab kepada sejumlah informan untuk memperoleh informasi dan gagasan yang berkaitan erat dengan pengamatan ini. 1.8.4 Teknik Pengujian Keabsahan Data Definisi keabsahan data dikemukakakan oleh Moleong (2010:320) bahwa: Data dikatakan absah adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi: 1. 2. 3.
Mendemonstrasikan nilai yang benar Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
24
Tujuan pengujian keabsahan data adalah untuk memperoleh data yang dapat dipercaya. Tujuan pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini sama halnya dengan pengujian validitas dan reabilitas instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif. Moleong (2010 : 128) mendefinisikan bahwa : “Pengecekan keabsahan data mutlak diperlukan dalam penelitian kualitatif
agar
data
yang
diperoleh
dapat
dipertanggungjawabkan
keabsahannya dengan melakukan verifikasi terhadap data.” Verifikasi terhadap data yang berupa Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Dalam Menerapkan “Batik Trusmi” Sebagai Produksi Bersih dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Mengoreksi metodologi yang digunakan dalam memperoleh data penelitian.
2.
Mengecek kembali hasil laporan penelitian yang berupa uraian data dan hasil interpretasi peneliti.
3.
Melakukan triangulasi untuk menjamin objektivitas dalam memahami dan menerima informasi sehingga hasil penelitian lebih objektif yang didukung cross check sehingga hasil penelitian ini benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
25
Menurut Moleong (2010:327) Triangulasi adalah : “Sebuah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.“ Dalam penelitian kualitatif, terdapat tiga macam triangulasi , yaitu: 1.
Triangulasi
dengan
sumber,
dalam
hal
ini
peneliti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi tentang
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Implementasi Kebijakan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Dalam Menerapkan Batik Trusmi Sebagai Produksi Bersih yang diperoleh melalui metode dan alat yang berbeda. Penerapan metode ini dilakukan dengan cara : a.
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b.
Membandingkan apa yang disampaikan orang di depan umum dengan apa yang disampaikannya secara pribadi.
c.
Membandingkan apa yang disampaikan orang tentang situasi
penelitian
tertentu
dengan
apa
yang
disampaikannya sepanjang waktu. d.
Membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain yang berbeda dalam aspek, dan
26
e.
Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang diberikan.
2.
Triangulasi dengan metode, dilakukan dengan dua cara yaitu : a.
Pengecekan derajat kepercayaan (credibillity) penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data.
b.
Pengecekan derajat kepercayaan (credibillity) beberapa sumber data dengan metode yang sama.
3.
Triangulasi dengan teori, dalam hal ini peneliti melakukan pengecekan data dengan membandingkan teori-teori yang dihasilkan para ahli yang sesuai dan sepadan melalui penjelasan banding (rival explanation) dan hasil dari penelitian ini dikonsultasikan lebih lanjut dengan subyek penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik triangulasi dengan sumber karena terdapat singkronisasi dengan permasalahan yang ada dalam penlitian. 1.8.5 Teknik Analisa Data Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari obyek penelitian. Serta hasilhasil penelitian baik dari hasil studi lapang maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dan dianggap cukup, maka kegiatan penelitian selanjutnya adalah melakukan analisis data penelitian. Pada prinsipnya,
27
analisis data diartikan sebagai kegiatan mengatur data penelitian sehingga dapat dilakukan suatu analisis. Moleong (2010 : 126) memberikan definisi lain mengenai analisis data ialah: “Pengaturan data yang demikian disebut dengan klasifikasi atau aktivitas merumuskan kategori-kategori yang terdiri dari gejala-gejala yang sama.” Analisis data ini dilakukan secara stimulan dan terus-menerus sesuai dengan karakteristik pokok dari pendekatan penelitian kualitatif yang lebih mementingkan makna, konteks, dan perspektif emik, daripada keluasan cakupan penelitian. Mengingat sifatnya yang demikian, biasanya data dalam penelitian kualitatif terus mengalami perkembangan sesuai latar alami para informan penelitian. Hal ini juga sebagai akibat dari berbagai pertanyaan yang tidak berstruktur. Oleh karena itu, sangat pentingnya mempelajari semua data yang ada untuk menemukan hubungan-hubungan dari berbagai data tersebut sebagai dasar dalam membuat klasifikasi. Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, meliputi uraian, penjelasan, pemaknaan dan penafsiran terhadap data. Adapun dalam pembahasannnya menggunakan metode deskriptif. Analisis Data Kualitatif Menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong 2010:248) adalah : “upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
28
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.” Analisa data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan sejak awal kegiatan penelitian sampai dengan akhir penelitian. Lalu Sugiyono (2008:88) berpendapat bahwa : “analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.” Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah secara analisis deskriptif dimana penulis menyelidiki, menyusun data informan, dan data penelitian. Kemudian data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan serta
dibantu dengan keterangan tambahan
yang
mendukung. Menurut Matthew B. Milles dan A.Michael Huberman (2009) bahwa analisis kualitatif ialah : “pandangan kami secara umum mengenai analisis kualitatif bahwa kami beranggapan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan / verifikasi.” Analisa data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a.
Reduksi data
29
Reduksi data yaitu data atau laporan yang didapat dari lapangan dikumpulkan, dipilah-pilah atau ditulis dengan rapi, terinci serta sistematis, kemudian memilih hal-hal pokok sesuai dengan fokus penelitian. Data-data yang telah direduksi diharapkan memberikan
gambaran
yang
lebih
jelas
tentang
hasil
pengamatan dan mempermudah penulis dalam melakukan analisis berikutnya. b.
Display data/Penyajian data Display data yaitu penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan mempermudah unruk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
c.
Pengambilan keputusan/ kesimpulan dan verifikasi Dari data yang telah melalui tahapan di atas, diambil suatu kesimpulan/keputusan yang bersifat sementara. Kesimpulan dibuat
dalam
bentuk
yang
disesuaikan
berdasarkan
permasalahan yang diteliti agar mudah dipahami dengan mengacu pada tujuan penelitian. Apabila diperlukan verifikasi data dengan cara mengumpulkan data baru guna memperkuat kesimpulan atau menetapkan kesimpulan baru.
30
1.9
Lokasi dan Jadwal Penelitian 1.9.2 Lokasi Penelitian Dalam pengamatan ini yang menjadi objek penelitian adalah Faktor –
Faktor
Yang
Perlindungan
Mempengaruhi Dan
Pengelolaan
Implementasi Lingkungan
Kebijakan Hidup
Oleh
Tentang Dinas
Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Jl. Sunan Kalijaga No.10,Sumber Dalam Menerapkan “Batik Trusmi” Sebagai Produksi Bersih. Alasan peneliti memilih Disperindag karena ingin mengetahui sejauh mana faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang menerapkan batik Trusmi sebagai produksi bersih serta komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat, atau antar masyarakat, sumber – sumber yang menjadi faktor pengaruh dalam implementasi kebijakan, adanya kecenderungan yang dihasilkan dari sebuah implementasi kebijakan, serta struktur birokrasi yang menjadi pelaksana implementasi kebijakan.
31
1.9.3 Jadwal Penelitian Tabel 1.2 Jadwal Penelitian Tahun No
I.
Jenis kegiatan
Bulan
Februari
Maret
Minggu
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
TAHAP PERSIAPAN 1. Studi literatur 2. Pengamatan 3. Penyusunan dan Bimbingan Proposal 4. Seminar proposal
II.
TAHAP PENELITIAN 1. Wawancara 2. Pengolahan data 3. Penyusunan dan Bimbingan draft skripsi
III .
TAHAP AKHIR 1. Sidang Draft
2013 April
Mei
32
2. Sidang skripsi