BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa dimana bayi mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan cepat (Roesli, 2005). Pada masa ini sering di istilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal, sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Pada tumbuh kembang anak, makanan merupakan kebutuhan yang terpenting. Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, karena makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 1995). Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat- zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Ahmad Djaeni, 2000). Target di atas dapat dilakukan dengan sejumlah kegiatan yang bertumpu kepada perubahan perilaku dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga didorong untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Pada periode pemberian MP-ASI, bayi bergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Menurut data WHO (2000,) menyatakan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, diketahui bahwa 32% ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayinya yang berumur 2-3 bulan, seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi yang berumur 4-5 bulan. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar. Cott (2003) mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2007), peneliti pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, diperoleh bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang dari 1 bulan. Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, ditemukan bahwa praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan sebesar 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Depkes, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2001) di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, sebanyak 77% responden memberikan makanan prelaktal dan 23% langsung memberikan ASI saja kepada bayinya. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2006) menunjukkan bahwa 56,80% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 43,20% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini (Litbangkes, 2007). Suhardjo (1999) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan makanan tambahan pada bayi antara lain faktor kesehatan bayi, faktor kesehatan ibu, faktor pengetahuan, faktor pekerjaan, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Data Dinas Kesehatan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (2008) menunjukkan bahwa 51,13% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 48,87% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini. Data Dinas Kesehatan Kota Langsa (2009) menunjukkan bahwa 60,13% Ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 39,87% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini. Adapun
salah
satu
strategi
yang
dilakukan
untuk
menanggulangi
permasalahan dalam pemberian makanan pendamping ASI yaitu dengan dilakukan sejumlah kegiatan yang bertumpu kepada perubahan perilaku dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Penerapan perilaku Kadarzi, keluarga didorong untuk memberikan MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif tidak bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah dan mutu ASI yang diberikan kepada bayi dan anak. Salah satu tidak tercapainya cakupan ASI Eksklusif dan tingginya pemberian MP-ASI terlalu ini dikarenakan rendahnya pengetahuan serta dorongan sikap dan motivasi ibu tentang ASI Eksklusif dan MP-ASI serta dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dalam keluarga dan masyarakat. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI eksklusif dan MP-ASI terlihat dari diberikannya susu formula dan makanan pendamping ASI dari pabrikan atau lokal.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor di atas merupakan refleksi dari beberapa asumsi faktor internal dan eksternal determinan perilaku. Faktor-faktor itu berpengaruh terhadap pencapaian suatu program kesehatan, seperti perilaku tidak proaktif dalam hal memelihara dan meningkatkan kesehatan. Survei pendahuluan menunjukkan bahwa dari 20 orang ibu yang mempunyai bayi dan menyusui, hanya 2 ibu (10%) yang berhasil memberikan ASI eksklusif dengan alasan mereka telah pernah mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif sewaktu memeriksakan kehamilan pada dokter kandungan dan si ibu mempunyai motivasi yang kuat untuk memberikan ASI eksklusif kepada anaknya, sedangkan 18 ibu lainnya tidak berhasil menjalankan program ASI eksklusif kepada bayinya disebabkan berbagai hambatan di antaranya 5 bayi pada hari pertama telah diberikan susu formula dengan alasan ASI baru keluar pada hari ketiga pasca persalinan, 7 bayi menjelang bulan kedua telah diselingi dengan MP-ASI (nasi campur pisang wak) oleh Keluarga (nenek bayi) dengan alasan ASI saja kebutuhan bayi tidak mencukupi karena pertumbuhan bayi semakin hari semakin bertambah, 3 bayi menjelang usia tiga bulan mulai dirasakan susu formula dengan alasan sewaktu ibunya bekerja nanti si bayi yang ditinggal akan terbiasa dengan pengganti ASI sehingga kebutuhan bayi tercukupi, 3 ibu mengatakan ASI nya tidak mencukupi (sedikit) sehingga si bayi rewel dan si ibu harus mengikuti pola kebiasaan yang sudah turun temurun dikeluarga seperti pantang minum banyak (takut perut si ibu kebesaran) si ibu dianjurkan minum jamu agar tubuh ibu nantinya kembali seperti sedia kala.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka di Kota Langsa perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh faktor internal dan eksternal ibu dalam pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa sehingga permasalahan ini diangkat untuk diteliti dan diharapkan dapat menyusun perencanaan strategi untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan pemanfaatan pemberian MP-ASI sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan serta dapat menurunkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada bayi dan balita 15%, dan menurunkan prevelensi balita pendek menjadi 32% serta peningkatan umur harapan hidup menjadi 72 tahun berdasarkan target pencapaian SPM Kota Langsa yang akan datang serta jaminan pemeliharan kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) dan eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) dan eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis Ho
: Tidak ada pengaruh faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Ha
: Ada pengaruh faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Ho
: Tidak ada pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Ha
: Ada pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
1.5. Manfaat Penelitian a.
Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa maupun jajaran dalam upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif pada anak usia 0-6 bulan, dan pemberian MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan.
b.
Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan tentang pemberian MP-ASI.
Universitas Sumatera Utara