BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara lain faktor gizi. Kekurangan gizi dapat merusak sumber daya manusia (Jalal, 1998). Usaha peningkatan sumber daya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan wanita calon ibu ke pemeliharaan janin, bayi, anak balita, anak sekolah dan remaja. Menurut Ali dan Asrori, (2004), golongan remaja merupakan kelompok aktif serta kelak merupakan generasi penerus yang diharapkan berpotensi tinggi dalam pembangunan nasional. Fenomena psikis dan fisik remaja berhubungan dengan masa pubertas. Perubahan psikis dan fisik yang drastis pada masa pubertas mempengaruhi kebutuhan zat-zat gizi pada masa remaja tersebut. Masa remaja merupakan masa pertumbuhan organ-organ reproduksi menuju kedewasaan. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologi berlangsung cepat dan pada akhir masa pubertas terjadi peningkatan kebutuhan zat besi, perkembangan otot skeletal berlangsung cepat bersamaan dengan berkembangnya volume darah. Pertumbuhan cepat pada remaja dan kematangan seksual akan meningkatkan kebutuhan zat besinya.
Universitas Sumatera Utara
Anemia gizi, khususnya Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan masalah terbesar gangguan defisiensi gizi di dunia ini. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tidak hanya pada ibu hamil, bayi dan balita tetapi juga pada anak sekolah termasuk remaja karena pertumbuhan memerlukan sejumlah besar zat besi secara terus menerus untuk meningkatkan massa tubuh (Santosh dan Sheila, 2001). Anemia pada remaja putri sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Selain karena masalah menstruasi, anemia juga disebabkan karena remaja putri sudah mulai mempunyai perhatian yang besar terhadap perkembangan tubuh, penampilan dan penerimaan oleh teman-teman sebayanya. Bahkan banyak yang berdiet tanpa nasehat dokter atau pengawasan dari orang yang ahli di bidang gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi. Banyak pantang dan tabu yang mereka lakukan terhadap makanan yang mereka makan dan hal ini akan dapat merugikan mereka sendiri. Bila hal ini berlanjut dikhawatirkan akan terjadilah berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala-gejala kelainan gizi. Menurut banyak lembaga Internasional seperti UNICEF, WHO, World Bank dan NGO menyatakan bahwa “Iron Deficiency is a serious global problem”. Menurut perhitungan mereka, lebih dari dua milyar orang diseluruh dunia menderita kurang gizi besi. Di negara berkembang lebih dari separuh jumlah penderitanya adalah anak-anak dan Wanita Usia Subur (WUS), paling tidak sepertiganya menderita anemia tingkat berat (Soekirman, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Pada negara-negara berkembang insiden anemia masih sangat bervariasi. Survei berbagai negara menunjukkan prevalensi anemia berkisar 32% - 55%. Di Cina didapatkan prevalensi anemia pada wanita sebesar 61,8%, di Taiwan prevalensi anemia pada usia belasan tahun sebesar 9,38%- 26,4%, India prevalensi sebesar 25% pada wanita usia sekolah (Santosh dan Sheila, 2001) dan di Indonesia, prevalensi anemia pada penduduk perkotaan sebesar 19,1% (Riskesdas, 2007). Data akurat prevalensi anemia di Indonesia belum banyak, tetapi cukup tinggi menurut hasil-hasil penelitian. Prevalensi anemia pada remaja putri cukup tinggi. Beberapa penelitian menyatakan sekitar 41,4 % - 66,7 % remaja putri di Indonesia menderita anemia (WHO, 2001). Penelitian Feriani (2004) menunjukkan bahwa prevalensi anemia remaja putri di SLTA Tarongong Kabupaten Garut sebesar 45 %. Menurut WHO (2001) batasan anemia dalam masalah kesehatan masyarakat adalah berat bila prevalensi anemia ≥ 40%, sedang bila prevalensi anemia 20 -39,9 %, ringan bila prevalensi anemia 5 - 19,9 %, sedangkan bila prevalensi anemia < 4,9 % dikatakan normal. Berdasarkan batasan anemia dalam masalah kesehatan masyarakat dan prevalensi anemia pada penelitian tersebut diatas terlihat bahwa prevalensi anemia sebagian termasuk berat, sedang, ringan dan tidak ada yang normal. Data-data di atas menunjukkan bahwa kejadian anemia pada remaja masih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada remaja putri mengalami peningkatan kebutuhan besi karena percepatan pertumbuhan (growth spurt) dan menstruasi. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang
Universitas Sumatera Utara
membatasi konsumsi makan dan melakukan pantangan terhadap banyak makanan (Sediaoetomo, 1992). Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (1995), tentang kadar Hb (haemoglobin), tekanan darah dan denyut nadi pada remaja putri menunjukkan bahwa 80% menderita anemia dengan katagori 76% anemia ringan dan 4 % sedang dengan rata-rata Hb 11,3 gr/dl. Penelitian pada remaja putri di Bogor menunjukkan 57,1%
remaja putri
mengalami anemia, di Bandung 41% dan di Tangerang 41,7% (DKK Tangerang, 2004). Sedangkan Survei Kesehatan pada 10 Kabupaten daerah proyek Safe Motherhood Partnership Family Approach (SMPFA) pada tahun 1998/1999 menunjukkan 57,4% remaja putri menderita anemia (Depkes RI, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF di Provinsi Aceh tahun 2005 terhadap Wanita Usia Subur (WUS) terdapat 30,2 % menderita anemia (Profil Kesehatan Aceh, 2008). Sedangkan prevalensi anemia pada penduduk perkotaan di Propinsi Aceh sebesar 20,1% (Riskesdas, 2007). Salah satu faktor yang yang berhubungan dengan terjadinya anemia adalah kurangnya konsumsi energi dan protein. Hasil penelitian Adraini (2002) dikutip oleh Farida (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi protein terhadap kejadian anemia pada remaja. Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika kecukupan energi dan protein sudah terpenuhi dan dikonsumsi dari beragam jenis pangan, maka
Universitas Sumatera Utara
kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi dan kalau seandainya kurang tidak terlalu sukar untuk memenuhinya. Aspek pemilihan makanan pada remaja perlu diperhatikan, karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Pemilihan makanan tidak lagi berdasarkan kebutuhan tetapi hanya sesuai selera tanpa memperhatikan nilai gizi yang terkandung dalam makanan. Proverawati (2010) mengatakan pengaruh kelompok bagi kehidupan remaja sangat kuat bahkan lebih kuat dari pengaruh keluarga. Pada masa ini kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh tinggi bagi perkembangan kebiasaan makan yang tidak sehat, termasuk gangguan pola makan. Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan makan (eating disorder). Gangguan pola makan yang umum diderita oleh remaja putri adalah bulimia dan anorexia nervosa. Pada remaja putri umumnya ingin mempunyai bentuk badan yang lebih langsing, ramping dan menarik. Untuk mencapai hal tersebut mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang justru tidak mereka sadari dapat membahayakan diri dan kesehatannya. Agar tampak langsing dan menarik mereka tidak mau makan pagi, mengurangi frekuensi makan bahkan melakukan diet yang berlebihan (Gunawan, 1997). Selain itu faktor yang turut berpengaruh terhadap pola makan pada remaja adalah faktor aktivitas yang banyak dilakukan remaja diluar rumah membuat remaja sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan zat gizinya, akan tetapi lebih untuk bersosialisasi dan kesenangan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Notobtara (2002) dikutip oleh Farida (2006) , mengenai peranan pola makan terhadap anemia gizi pada remaja putri pondok pasantren di Surabaya menyatakan bahwa ada pengaruh pola makan terhadap kejadian anemia pada remaja putri. Arisman (2002), menyatakan ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan dalam masalah gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian asupan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi lainnya.. SMA Negeri 9 Banda Aceh yang terletak ditengah kota Banda Aceh yang muridnya berjumlah 495 orang dan merupakan satu-satunya sekolah umum yang muridnya terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari siswa reguler yang berjumlah 325 orang dan kelompok kedua siswanya terdiri dari para atlet yang jumlahnya 170 orang (65,7%) dan 33 orang diantaranya adalah putri. Siswi atlet yang melanjutkan pendidikan di SMA 9 merupakan siswi SMP dari seluruh daerah Aceh yang berprestasi dibidang olahraga dan mereka masuk tanpa melalui seleksi apapun termasuk seleksi kesehatan. Kegiatan mereka selain belajar sebagaimana sekolah SMA yang biasanya, sorenya bila tidak ada les sekolah, mereka melakukan latihan olahraga yang sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Siswi atlet tinggal di asrama dan makan disediakan oleh asrama yang dibiayai oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (DISPORA)
Universitas Sumatera Utara
dan Pusat. Olahraga yang dilakukan secara terus menerus bila tidak diimbangi dengan asupan yang cukup dan berkualitas lama kelamaan mereka akan mengalami defisiensi vitamin dan mineral serta terjadinya anemia gizi. Berdasarkan hasil uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian apakah ada pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.
1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet pada SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.
1.4. Hipotesis Ada pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh.
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Sebagai informasi tentang pola makan dan aktivitas fisik bagi para siswi agar senantiasa menjalani pola makan yang sehat
Universitas Sumatera Utara
2.
Sebagai informasi tentang pola makan dan aktivitas fisik bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran para siswi untuk melakukan pola makan yang sehat.
3.
Sebagai masukan bagi Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi agar menjalankan program perbaikan gizi institusi khususnya di sekolah-sekolah agar lebih baik lagi.
4.
Memperkaya khasanah keilmuan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan status gizi remaja
Universitas Sumatera Utara