BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sudah tentu manusia tidak dapat terlepas dari stres. Hal tersebut pasti terjadi tanpa pengecualian, termasuk pada individu dengan disabilitas fisik. Individu yang memiliki disabilitas fisik sudah sewajarnya memiliki permasalahan tersendiri seperti diskriminasi dari masyarakat, kesulitan beradaptasi, dan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari selayaknya individu yang lahir secara normal. Beberapa penelitian juga telah menemukan fakta bahwa penyandang disabilitas memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah (Kinasih, 2010; Perwitasari, 2012). Terlebih lagi sulitnya akses pekerjaan bagi individu dengan disabilitas fisik yang sudah pasti akan menyebabkan kurangnya kemandirian, status, peran, dan stabilitas keuangan bagi individu dengan disabilitas fisik tersebut. Contoh kisah yang menggambarkan besarnya stressor pada individu dengan disabilitas fisik dialami oleh Nick Vujicic. Nick terlahir dengan Tetraamelia Syndrome, yaitu suatu kelainan langka yang menyebabkan pemiliknya terlahir tanpa lengan dan tungkai (tanpa-batas.com). Keadaan tubuhnya yang seperti itu tidak serta merta membuat Nick menerimanya begitu saja. Saat Nick berusia 9 tahun, Nick protes kepada Tuhan akan kondisi fisiknya tersebut hingga saat Nick berusia 12 tahun, Nick pernah memiliki keinginan untuk bunuh diri. Lalu, apakah Nick terus terpuruk dalam keadaannya tersebut? Jawabannya adalah tidak. Saat Nick berusia 13 tahun, Nick terinspirasi oleh sebuah artikel yang diperlihatkan ibunya mengenai seseorang yang mampu mengatasi keterbatasannya sendiri. Dari sanalah, pikiran Nick terbuka bahwa dirinya bukan satu-satunya orang yang menderita dan Nick mulai menyadari bahwa dirinya mempunyai pilihan, yaitu untuk terus 1
2 marah akan keadaannya atau bersyukur karena memiliki tujuan hidup. Semenjak itu Nick memilih untuk bersyukur akan keadaannya. Saat ini, Nick telah lulus dari Griffith University, menerbitkan sebuah buku, menjadi seorang motivator handal kelas dunia, dan menikah dengan seorang perempuan cantik bernama Kanae Miyahara. Apa yang terjadi pada Nick biasa disebut dengan stress-related growth, yaitu suatu keadaan ketika individu sudah dapat memaknai kejadian yang memicu stres dan kemudian menjadikan kejadian tersebut sebagai hal yang memotivasi individu untuk kembali bersemangat menjalani kehidupan, berkembang, dan belajar melalui kejadian-kejadian di kehidupan yang penuh tekanan (Tassie & Whelan, 2007). Stress-related growth biasanya dialami oleh individu yang mengalami suatu stressor yang cukup besar di dalam hidupnya seperti kecelakaan kendaraan (kecelakaan kendaraan darat, laut, dan udara), bencana alam (seperti gempa bumi atau tanah longsor), pengalaman interpersonal (seperti pelecehan seksual, kekerasan saat kecil, dan pemerkosaan), masalah kesehatan (HIV/AIDS, kanker, cedera otak, dan kelainan-kelainan fisik lainnya) (Joseph, 2009), dan peristiwa hidup lainnya (seperti perceraian orang tua, putusnya hubungan dengan pasangan, dan kematian seorang kerabat dekat) (Linley & Joseph, 2004, Joseph, 2005). Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap stress-related growth, yaitu jenis kelamin (Park, Cohen, & Murch, 1996), umur (Davis, Nolen-Hoeksema, Larson, 1998), dukungan sosial (Fredrickson, 2001), karakteristik stressor (Schaefer & Moss, 1998), religiusitas (Park, 2006), dan harga diri (Abraido-Lanza et al, 1998). Di antara ketujuh faktor tersebut, religiusitas merupakan faktor yang terbukti memiliki korelasi yang sangat tinggi dengan stress-related growth. Spiritualitas dan religiusitas mempunyai peran yang besar di saat individu mengalami situasi yang tidak menyenangkan dan mengalami berbagai penyakit fisik (Koenig, 1998). Individu seringkali mendekatkan diri kepada
3 Tuhan di saat individu mencoba bangkit kembali dari keterpurukan dalam hidupnya (Hoffman & Whitmire, 2013). Religiusitas, berdasarkan dimensi-dimensi yang dinyatakan oleh Glock dan Stark merupakan seberapa luas pengetahuan, seberapa kuat keyakinan, seberapa rajin pelaksanaan ibadah, dan seberapa dalam penghayatan agama yang dilakukan oleh seorang individu. Religiusitas diketahui berpengaruh terhadap stress-related growth karena dapat menolong seseorang untuk menemukan ‘arti’ dalam krisis yang dialami dalam kehidupan (Park & Cohen, 1992, 1993). Kisah yang terlebih dahulu diceritakan di atas tentang Nick Vujicic merupakan salah satu contoh peran religiusitas terhadap stress-related growth. Dikutip dari attitudeisaltitude.com, bahwa salah satu hal yang menyebabkan Nick bisa bangkit dalam kehidupannya adalah karena kepercayaan pada Tuhan. Di awal hidupnya, Nick begitu tertekan hingga pernah mencoba untuk bunuh diri namun pada saat Nick berumur 15 tahun, Nick mencoba untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhan. Kedekatannya dengan Tuhan kemudian mulai memberikannya motivasi dan kekuatan lebih untuk melanjutkan hidupnya dan Nick meyakini bahwa jika seseorang dekat dengan Tuhan, maka individu tersebut akan mengalami kedamaian, kebahagiaan, dan rasa syukur. Apa yang terjadi pada Nick dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Koenig (1998), Hoffman & Whitmire (2013), dan Neck & Milliman (1994) yang membuktikan bahwa individu dengan religiusitas dan spiritualitas yang tinggi akan meyakini bahwa keterpurukan yang dialaminya adalah kuasa Tuhan. Individu akan menjadikan keterpurukannya sebagai sumber motivasi untuk mendorong individu menjadi lebih baik. Selain religiusitas sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi stress-related growth, terdapat pula faktor lain yang terbukti penting dalam membantu terjadinya stress related growth pada seseorang, yaitu harga diri. Harga diri sendiri merupakan perasaan
4 atau kepercayaan pribadi tentang diri sendiri atau persepsi diri tentang perilaku, motivasi, sikap, atau penyesuaian emosi yang akan mempengaruhi diri sendiri (kidshealth.org). Seseorang yang memiliki harga diri yang sehat akan lebih mampu untuk menghadapi kegagalan yang terjadi dalam kehidupannya. Penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Abraido-Lanza (1998) membuktikan bahwa harga diri yang lebih tinggi akan menimbulkan growth yang lebih besar pada subjek yang menderita penyakit kronis. Peran harga diri terhadap growth sangatlah dirasa wajar karena dengan harga diri yang tinggi, seseorang akan memiliki persepsi bahwa mereka dapat menghadapi dan melalui situasisituasi tertentu serta melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai growth itu sendiri. Namun ternyata hingga saat ini masih terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa harga diri tidak memiliki hubungan signifikan dengan stress-related growth. Penelitian yang dilakukan oleh Siegel (2005) menunjukkan bahwa harga diri tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya stress related growth pada seseorang. Hal tersebut cukup mengejutkan karena harga diri dipercaya berasosiasi dengan hal-hal yang terdapat pada growth seseorang, seperti menjadi seseorang yang lebih tegar, menjadi seseorang yang lebih percaya diri, dan memiliki penerimaan yang lebih baik akan diri sendiri. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, adapun latar belakang dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari tahu adakah hubungan antara harga diri dan religiusitas dengan stress-related growth pada individu dengan disabilitas fisik. Peneltian dengan tema stress-related growth memang dapat dibilang cukup banyak, namun masih sangat jarang penelitian dengan tema stress-related growth yang meneliti individu sebagai disabilitas fisik sebagai subjeknya. Religiusitas dipilih sebagai salah satu variabel bebas untuk diteliti karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, religiusitas diketahui sebagai faktor yang sangat berpengaruh dengan stress-related growth. Peneliti
5 ingin membuktikan hal tersebut pada subjek individu dengan disabilitas fisik. Alasan lain mengapa peneliti memilih harga diri sebagai salah satu variabel independen untuk diteliti adalah karena masih terdapatnya ketidakseragaman hasil penelitian yang meneliti tentang hubungan antara harga diri dengan stress-related growth seseorang. Hal inilah yang pada akhirnya mencetuskan ide bagi peneliti untuk mencari tahu adakah hubungan harga diri dan religiusitas dengan stress-related growth pada individu dengan disabilitas fisik.
B. Rumusan Permasalahan Berbekal dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang diajukan peneliti dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah ada hubungan antara harga diri dan religiusitas dengan stress-related growth? 2. Apakah ada hubungan antara harga diri dengan stress-related growth? 3. Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan stress-related growth?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan hubungan harga diri dan religiusitas dengan stress-related growth pada individu dengan disabilitas fisik.
D. Manfaat Peneltian Terdapat beberapa menfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan khususnya psikologi klinis, terutama yang menyangkut stress-related growth pada individu dengan disabilitas fisik.
6 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi masyarakat, khususnya individu dengan disabilitas fisik, orang-orang terdekat individu dengan disabilitas fisik, dan juga masyarakat luas, khususnya berkenaan dengan pentingnya religiusitas bagi individu dengan disabilitas fisik. Selain itu, penelitian ini juga ingin memberikan gambaran mengenai pentingnya harga diri bagi individu, termasuk individu dengan disabilitas fisik, agar memiliki kepercayaan bahwa dirinya mampu untuk menghadapi situasi dan tantangan yang terjadi dalam kehidupannya.