BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat disuatu negara dapat dinilai dengan beberapa indikator. Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas, mortalitas, dan status gizi. Indikator mortalitas digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita, (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI). Bila AKI, AKB, dan AKABA disuatu negara rendah maka pelayanan kesehatan sudah baik di negara tersebut dan sebaliknya bila AKI, AKB, AKABA tinggi maka pelayanan kesehatan di negara tersebut belum baik (Depkes RI 2007). Bila dibandingkan dengan Negara Asia lainnya kondisi mortalitas di Indonesia masih tinggi dimana menurut Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI 2009). Berdasarkan Susenas 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara AKB pada tahun 2007 sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 67 per 1.000 kelahiran hidup, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Dinkes Sumut 2012). Sedangkan jumlah kematian ibu, kematian bayi, dan kematian Balita di Kota Pematangsiantar dari tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Tahun
Jumlah Kematian Ibu, Kematian Neonatal, kematian Bayi, dan Kematian Balita di Kota Pematangsiantar Tahun 2008-2012 Berdasarkan Laporan Bidang Pelayanan Kesehatan
Kelahiran Kematian Kematian Hidup Ibu Neonatal 2008 4536 7 kasus 2009 4479 4 kasus 2010 4644 6 kasus 5 kasus 2011 4405 3 kasus 9 kasus 2012 4109 11 kasus 30 kasus Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar
Kematian Bayi 24 kasus 21 kasus 6 kasus 24 kasus 4 kasus
Kematian Balita 18 kasus 5 kasus 8 kasus 9 kasus 3 kasus
Untuk melihat keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak selain angka mortalitas dapat juga dilihat dari hasil cakupan seperti : Cakupan pelayanan ibu hamil kunjungan ke 1 (K1), dan kunjungan ke-4 (K4), Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 di indonesia bahwa cakupan K1 sebesar 72,3%, K4 sebesar 61,4% dan Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 82,2%. Pada tahun 2011 di Indonesia cakupan K1 sebesar 95,71%, K4 sebesar 88,27% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 86,38% (Depkes 2012). Sumatera Utara cakupan K4 tahun 2011 sebesar 93,71%, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 90,24%. (Profil Dinkes Sumut 2012). Di Kota Pematangsiantar pada tahun 2011 cakupan kunjungan K4 sebesar 82%, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 85% (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2012). Angka tersebut sudah cukup baik namun masih di bawah target Millennium Development Goals (MDG,s) tahun 2015 yang mana
Universitas Sumatera Utara
cakupan K4 95%, dan cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan 90% (Depkes RI, 2008). Kebijakan yang di lakukan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam upaya penurunan AKB dan AKI seperti : Kebijakan penempatan bidan desa dengan surat
edaran
Direktur
Jenderal
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat
nomor
429/Binkesmas/DJ/III.97 tanggal 29 Maret 1997 yang mana bidan desa mempunyai tugas dan wewenang mempercepat penurunan AKI, meningkatkan cakupan dan pemerataan jangkauan pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita serta merujuk kasus resiko tinggi yang tidak memungkinkan untuk ditangani (Depkes 1998). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562 /MENKES/ PER /XII/ 2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan (Jampersal) merupakan produk kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk dan tanggung jawab pemerintah dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat dibidang kesehatan untuk mencapai target MDG,s. Oleh karenanya jampersal dimaksudkan untuk memberikan pembiayaan persalinan. Lewat program tersebut diharapkan biaya bagi ibu untuk mengakses fasiliatas kesehatan terpecahkan sehingga angka kematian ibu dan anak menurun. Kebijakan operasionalnya adalah sebagai berikut : (1). Pengelolaan jampersal dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan pusat, propinsi dan kabupaten kota menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
Jamkesmas.
(2).
Kepesertaan
Jampersal
merupakan
perluasan
kepesertaan jamkesmas yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan
Universitas Sumatera Utara
manajemen jamkesmas. (3). Kepesertaan adalah sasaran yang belum memiliki jampersal. (4). Kepesertaan dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan tingkat pertama melalui praktek bidan mandiri dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III. (5). Pelayanan mengacu pada standar kesehatan ibu dan anak (KIA). (6). Pembayaran secara klaim oleh fasilitas kesehatan. Pada tahun 2007-2009 Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dengan bantuan Health Services Program-United States Agency for Internasional Development (HSP-USAID) telah melakukan lokakarya perencanaan kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak dengan pemecahan masalah melalui proses District Team Problem Solving (DTPS) yang dapat menjangkau seluruh sasaran (Stakeholders). DTPS merupakan suatu proses perencanaan tahunan yang partisifatif, sistematis, dan berkesinambungan.
Salah
satu
kriteria
HSP-USAID
memfasilitasi
untuk
melakukakan lokakarya perencanaan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (KIBLA) karena kurangnya kinerja petugas KIA yang dilihat dari cakupan K4 pada tahun 2006 sebesar 61,6% dan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 90% , dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 63,3% dan target SPM 90% (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar 2009) . Di Pematangsiantar jumlah kematian ibu selama lima tahun terakhir berfluktuasi (naik turun) seperti terlihat pada tabel 1.1 diatas dimana pada tahun 2008 sebanyak 7 dari 4536 kelahiran hidup (154 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2009 sebanyak 4 dari 4479 kelahiran hidup ( 89 per 100.000 kelahiran hidup ), tahun 2010 sebanyak 6 dari 4644 kelahiran hidup (129 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 3 dari 4405 kelahiran hidup (68 per 100.000 kelahiran hidup), dan pada tahun 2012 sebanyak 11 orang dari 4109 kelahiran hidup (268 per 100.000 kelahiran hidup). Data yang ada tersebut diasumsikan masih lebih besar dari yang sebenarnya kemungkinan masih ada kasus kematian yang belum terlaporkan oleh bidan praktek swasta atau masih adanya persalinan warga diluar kota Pematangsiantar. Menurut Yustina (2000) bahwa pencapaian program kesehatan seperti program KIA yang diperlihatkan dalam bentuk data belum dapat sepenuhnya dijadikan pedoman untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat yang riil karena validitas data yang dihasilkan selalu diragukan. Target MDG’s tahun 2015 untuk AKI di Indonesia adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes 2012), maka bila dibandingkan dengan target MDG’s tersebut AKI di Pematangsiantar dalam 5 tahun terakhir telah 2 kali menekan angka kematian di bawah target yaitu pada tahun 2009 dan tahun 2011 serta 3 kali melampaui target yaitu pada tahun 2008, tahun 2010 dan tahun 2012. Mengingat Kota Pematangsiantar dengan jumlah penduduk 236.893 jiwa, jumlah puskesmas 19 dan jumlah bidan yang bekerja di puskesmas 176 orang, jumlah kematian tersebut diupayakan masih dapat ditekan dengan meningkatkan kinerja petugas, oleh sebab itu masih perlu dilihat kinerja bidan terutama pengelola program KIA di puskesmas se Kota Pematangsiantar. Data bidan dan data petugas KIA dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 1.2
Jumlah Bidan dan Jumlah Petugas KIA di Puskesmas se Kota Pematangsiantar
Jumlah Bidan Jumlah Bidan Puskesmas Petugas KIA 1 Tomuan 8 6 2 Kesatria 14 9 3 Martoba 8 6 4 Kahean 6 4 5 Bane 6 2 6 Kartini 9 7 7 Raya 13 6 8 Singosari 9 6 9 Aek Nauli 9 4 10 Martimbang 6 4 11 Karo 9 8 12 Rami 27 10 13 Gurilla 4 4 14 Bah Kapul 15 8 15 Bah Biak 7 2 16 Simarimbun 8 6 17 Parsoburan 7 6 18 Pardamenan 4 2 19 BP Nauli 7 4 Jumlah 176 104 Sumber : Bidang SDM Kesehatan Dinkes Kota Pematangsiantar. No
Puskesmas
Dari 11 kasus jumlah kematian ibu di Pematangsiantar tahun 2012, menurut keterangan petugas KIA di dinas kesehatan yang melaksanakan audit maternal perinatal (AMP) bahwa penyebab kematian ibu adalah perdarahan 2 orang (18%) eklamsia 1 orang (9%) infeksi 1 orang (9%) dan sebab lain (struma, jantung dan sesak nafas) 7 orang (63%). Bila dilihat dari tempatnya meninggal yaitu di rumah 7 kasus (64%) dan di rumah sakit 4 kasus (36%). Salah satu tugas bidan dalam pelaksanaan program KIA adalah pelayanan antenatal yang bertujuan untuk memantau kemajuan kehamilan, memastikan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi, mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan (Manuaba 1998). Ini dapat diketahui oleh bidan apabila melaksanakan pelayanan antenatal sesuai dengan standar. Dari hasil survey pendahuluan yang dilaksanakan oleh penulis kepada 5 orang bidan yang bertugas di puskesmas Kota Pematangsiantar bahwa pelayanan antenatal belum dilaksanakan sesuai dengan standar seperti pengisian buku kohor ibu dengan lengkap, memeriksakan urine protein, haemoglobin (Hb), dimana pemeriksaan ini salah satu cara untuk mendeksi secara dini penyakit anemia dan hipertensi/ preeklamsia kehamilan. Demikian juga belum semua bidan menggunakan pita pengukur dalam mengukur tinggi fundus uteri dimana pita pengukur lebih akurat dari pada cara tradisional yang lain (Depkes 2004). Belum semua bidan menganjurkan kepada ibu hamil bahwa sebelum pemeriksaan perut sebaiknya mengosongkan kandung kemih. Menurut Gibson dalam Ilyas (2002) bahwa kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu, psikologi, dan organisasi. Karakteristik individu seperti umur, masa kerja dan kemampuan. Menurut Hurlock (2002) masa usia dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: dewasa dini (18-40 tahun) pada masa ini adalah masa dimulainya karir seseorang, masa dewasa madya (40-60 tahun) pada masa ini masa menikmati masa kesuksesan dan masa dewasa lanjut usia (> 60 tahun) masa ini merupakan masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara
Di Kota Pematangsiantar
dari 176 orang tenaga bidan yang bekerja di
puskesmas, 72 orang ( 40%) berusia > 40 tahun dan 104 orang (60%) berusia ≤ 40 tahun (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2012). Menurut penelitian Murdani (2011) umur memengaruhi kinerja, dari 36 orang bidan desa di kecamatan Jeunieb kabupaten Bireuen 11 orang (30,6%) berusia < 40 tahun dan 25 orang (69,4%) berusia > 40 tahun. Dari 11 orang berusia < 40 tahun 1 orang (9,1%) berkinerja baik dan dari 25 orang berusia > 40 tahun 14 orang (56,0%) berkinerja baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara umur dan kinerja. Menurut Sofyan (2006) masa kerja seorang bidan dapat diklasifikasikan dalam masa kerja 0-10 tahun, 11-20 tahun dan diatas 20 tahun. Di Kota Pematangsiantar dari 176 bidan yang bekerja di puskesmas 98 orang (57%) dengan masa kerja < 10 tahun dan 78 orang (43%) dengan masa kerja > 20 tahun. Menurut penelitian Rostianna (2011) menyatakan bahwa masa kerja memengaruhi kinerja bidan desa dalam memberikan pelayanan kebidanan di kabupaten Tapanuli Tengah. Dari 42 responden dengan masa kerja > 10 tahun 27 orang (64,3%) mempunyai kinerja yang baik, dan dari 33 orang responden yang bekerja < 10 tahun 25 orang (75,8%) mempunyai kinerja kurang baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan desa. Menurut Muchlas (1999) kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan. Kemampuan dapat diperoleh
Universitas Sumatera Utara
dari pendidikan dan juga pelatihan. Di Kota Pematangsiantar tahun 2012 dilakukan pelatihan asuhan persalinan normal (APN) oleh Pusat Pelatihan Klinik Primer (P2KP) kepada 20 orang bidan. Di awal pelatihan dilakukan pretest dengan materi APN, hasil pre tes menunjukkan kemampuan bidan sebelum pelatihan rata-rata tidak mampu melakukan APN sesuai prosedur. Namun diakhir pelatihan dilakukan post tes dengan hasil rata-rata bidan sudah mampu melaksanakan APN sesuai prosedur. Dari 176 orang bidan yang bekerja di puskesmas Kota Pematangsiantar 60 orang (34%) yang telah mendapatkan pelatihan APN (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar 2012). Penelitian Wawan (2007) kepada bidan desa di kabupaten Tasik Malaya bahwa dari 41 responden berkemampuan kurang baik terdapat 6 orang (14%) mempunyai kinerja baik, dan dari 32 responden berkemampuan baik terdapat 16 responden (50%) berkinerja baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan dengan kinerja. Menurut Notoatmojo (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap dapat memengaruhi kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Wawan (2007) bahwa dari 34 responden yang mempunyai mempunyai
sikap kurang baik terhadap
pertolongan persalinan terdapat 6 orang (17,6%) mempunyai kinerja baik, dan dari 37 responden yang mempunyai sikap baik terhadap pertolongan persalinan terdapat 16 orang (43,2%) berkinerja baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sikap dengan kinerja bidan desa.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Harianja (2002) motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras dan lemah. Motivasi dapat memengaruhi kinerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Murdani (2011) bahwa dari 10 responden yang mempunyai motivasi buruk, 10 orang (100%) berkinerja tidak baik, dan dari 7 responden yang mempunyai motivasi baik 5 orang (71%) berkinerja baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan bagi responden yang mempunyai motivasi baik dengan kinerja. Beban kerja adalah tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab (Simamora, 2001). Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang semakin berat beban kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang didapatkannya (Gibson 1995). Di Kota Pematangsiantar petugas KIA yakni bidan yang bekerja di puskesmas jumlahnya 176 orang dan hanya 104 (59%) yang terlibat dalam melaksanakan program KIA, dan yang lainnya mengerjakan program lain yang tidak ada hubungannya dengan program KIA seperti program pemberantasan penyakit menular, program imunisasi anak balita, program usaha kesehatan sekolah, juga sebaliknya bidan petugas KIA ada yang melaksanakan tugas ganda seperti pengelola laporan bantuan operasional puskesmas (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2012). Menurut Hasibuan (1998) bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM) pada dasarnya merupakan ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
agar efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, perilaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan, meskipun alat-alat yang dimiliki karyawan sudah canggih. Penelitian Wawan (2007) bahwa persepsi bidan desa terhadap beban kerja berpengaruh terhadap kinerja. Dari 36 responden dengan persepsi beban kerja kurang baik terdapat 15 orang (41%) mempunyai kinerja kurang baik, dan dari 32 responden yang mempunyai persepsi beban kerja baik terdapat 10 orang (31,3%) berkinerja baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara persepsi beban kerja dengan kinerja.
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas dapat di rumuskan permasalahan pada penelitian ini yaitu: Apakah karakteristik individu (umur, masa kerja, kemampuan), psikologi (sikap dan motivasi) dan beban kerja memengaruhi kinerja petugas KIA dalam pelayanan antenatal di Kota Pematangsiantar.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh karakteristik individu (umur, masa kerja, kemampuan), psikologi (sikap dan motivasi) dan beban kerja petugas KIA terhadap kualitas kinerja dalam memberikan pelayanan program KIA
dalam pelayanan
antenatal di Kota Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Karakteristik individu (umur, masa kerja dan kemampuan) memengaruhi kinerja petugas KIA dalam pelayanan antenatal.
2.
Psikologi (Sikap dan motivasi) memengaruhi kinerja petugas KIA dalam pelayanan antenatal.
3.
Masa kerja memengaruhi kinerja petugas KIA dalam pelayanan antenatal.
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan dan puskesmas se kota Pematangsiantar menyusun perencanaan manejemen sumber daya manusia khususnya petugas KIA sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja petugas KIA di Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar.
2.
Bagi petugas KIA sebagai bahan informasi dan pemahaman tentang karakteristik individu pisikologis dan beban kerja dalam upaya meningkatkan kualitas kinerja.
3. Bagi peneliti sendiri, pelaksanaan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menambah pengalaman secara langsung dalam penerapan disiplin ilmu yang telah diperoleh. 4.
Sebagai masukan bagi peneliti lain yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara