BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Program Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, maka seluruh rakyat Indonesia mempunyai komitmen resmi untuk bersama-sama membangun Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera. Dalam era reformasi dewasa ini, Program KB Nasional masih tetap menjadi perhatian dan komitmen pemerintah, sehingga program ini masih tercantum dan diamanatkan pula dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.1 Berbagai perubahan lingkungan strategis baik nasional, regional, maupun internasional, telah memberi pengaruh dalam pelaksanaan Program KB Nasional di Indonesia. Dalam menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, telah dilakukan perubahan visi dan misi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Visi baru BKKBN adalah ”Seluruh Keluarga Ikut KB”, dengan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera”.2 Berdasarkan visi dan misi tersebut, Program KB Nasional mempunyai kontribusi penting. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut, KB merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama.
Universitas Sumatera Utara
Program KB di Indonesia diakui secara Nasional dan Internasional sebagai salah satu program yang telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran yang nyata.3 Proyeksi penduduk telah dirumuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan perkiraan penduduk Indonesia sekitar 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 1971-1980 adalah 2,30%, tahun 1980-1990 adalah 1,97%, tahun 1990-2000 sebesar 1,49% dan tahun 2000-2005 adalah 1,3%. Hal ini menujukkan adanya penurunan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.4 Berdasarkan hasil survei, AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (angka kematian bayi) terus menunjukkan penurunan, dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI 2002-2003) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) untuk AKI, sedangkan untuk AKB dari 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007).5 Risiko perempuan untuk mengalami kehamilan pada suatu negara dapat diukur melalui angka fertilitas total ( Total Fertility Rate /TFR). TFR mencapai 5,8 di Afrika, 2,9 di Asia, 3,1 di Amerika Latin dan Karibia, dan hanya 1,6 di negara-negara maju. Terdapat hubungan tidak langsung antara TFR dan AKI, karena bila seorang ibu tidak mengalami kehamilan, maka ia bebas dari risiko untuk mengalami kesakitan dan kematian akibat kehamilan/persalinan. Melalui penggunaan alat kontrasepsi, kematian ibu sebanyak 22% di Jordania, 22% di Filipina, 39% di Kolombia, 44% di Jamaika, 28% di mesir, 15% di Kenya, dan 6% di Nigeria dapat dicegah.6 Keluarga berencana merupakan salah satu intervensi kesehatan ibu dan anak yang diperkenalkan di Matlab, Bangladesh sejak tahun 1976 sebagai bagian dari
Universitas Sumatera Utara
kegiatan untuk menurunkan kematian ibu dan bayi. Data yang dikumpulkan di daerah tersebut antara akhir tahun 1970-an dan akhir tahun 1980-an menunjukkan bahwa keluarga berencana dapat menyumbang penurunan jumlah kematian ibu sebesar 2% per tahun, terutama kematian karena aborsi. Pemakaian kontrasepsi meningkat dari 8% menjadi 48% selama kurun waktu tersebut. 7 Di Mexico City peningkatan penggunaan kontrasepsi sebesar 24% antara tahun 1987 - 1992 berkaitan dengan penurunan angka aborsi sebanyak 39%. Di Kazakstan, peningkatan pemakaian pil dan IUD (Intra Uterine Device) sebanyak 32% pada awal tahun 1990-an menghasilkan turunnya angka aborsi 15%.7 Pada tahun 2006 TFR di Amerika Serikat sebesar 2,1 per PUS. Data tahun 2000-2005 menunjukkan bahwa alat kontrasepsi yang digunakan adalah MOW/Medis Operatif Wanita (30,0%), MOP/Medis Operatif Pria (14,0%), pil/oral kontrasepsi (26,0%), kondom (18,0%), IUD (6,0%), serta suntik dan implant (6,0%).8 Angka kelahiran total Indonesia turun dari 5,61 per wanita pasangan usia subur (PUS) pada tahun 1971 menjadi 2,6 tahun 2002, dan tetap 2,6 tahun 2007.9 Penurunan TFR ini pada umumnya sebagai akibat dari meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi (prevalensi) pada PUS. Penurunan TFR berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan penduduk. Tingkat prevalensi kesertaan ber-KB dari seluruh PUS pada tahun 1971 kurang dari 5%, meningkat menjadi 26% tahun 1980, 48% tahun 1987, 57% tahun 1997, 60% tahun 2002 dan 60,3% pada tahun 2003. Sekitar 8,6% PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need) pada tahun 2003 (SDKI 2002 – 2003). Kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya angka prevalensi merupakan hasil dari peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, serta ketersediaan alat kontrasepsi.10,11 Namun demikian, partisipasi pria dalam ber-KB masih sangat rendah yaitu sekitar 1,3 persen (SDKI 2002-2003). Selain disebabkan oleh keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki, juga oleh keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesetaraan dan keadilan gender. 10,11 Pada tahun 2003, jumlah PUS sebanyak 5.918.271 pasang. Dari jumlah ini sebanyak 11,72% (693.469 peserta) merupakan peserta KB baru dan sebanyak 77,80% (4.604.160 peserta) merupakan akseptor KB aktif. Menurut SDKI 2002 – 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntikan (49,1%), pil (23,3%), IUD/spiral (10,9%), implant (7,6%), MOW (6,5%), kondom (1,6%), dan MOP (0,7%).12 Hasil Mini Survei Peserta KB Aktif (MS-PA) tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di Indonesia 66,2%. Alat/cara KB yang dominan dipakai adalah suntikan (34,0%) dan pil (17,0%) sedangkan yang lainnya, IUD (7,0%) , implant/susuk KB (4,0%), MOW (2,6%), MOP (0,3 %) dan kondom (0,6%). Angka prevalensi tinggi dicapai oleh propinsi Bali (77,0%), Bengkulu (76,0%), DIY (75,0%), Jambi (74,0%), dan Sulut (72,0%). Sedangkan angka prevalensi rendah ditempati oleh propinsi Papua (44,0%), NTT (47,0%) dan Maluku Utara (48,0%). Secara umum sumber pelayanan KB yang dominan adalah sumber pelayanan swasta (55,0%), sedangkan sumber pelayanan pemerintah (40,0%) dan sumber lainnya (4,8%).13,14
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2008, di Indonesia terdapat sekitar 38,9 juta PUS dimana sekitar 69,1% merupakan akseptor KB (26,9 juta PUS). PUS di pulau Jawa sebagai akseptor KB tertinggi dibanding pulau lainnya (72,9%). Propinsi yang persen PUS sebagai akseptor KB yang tertinggi adalah Bali (80%), sedangkan yang terendah adalah Papua (18%).15 Pada tahun 2008, di Pulau Sumatera terdapat 7,57 juta PUS dengan 64,5% (4,88 juta peserta KB aktif).15 Pada tahun 2008, di Provinsi Sumatera Utara terdapat 65,2% PUS yang menggunakan alat kontrasepsi, dengan proporsi 64,4% yang menggunakan cara modern. Alat kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik (29,7%), pil (21,5%), MOW (4,3%), IUD/Spiral (3,7%), implant/susuk (2,8%), kondom (1,8%) dan MOP (0,2%).16 Berdasarkan prevalensi KB menurut Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, prevalensi KB Provinsi SUMUT sebesar 59,4% .17 Pada Desember 2009 di Kota Pematangsiantar, ada 34.183 PUS. Dari jumlah ini sebanyak 68,08% (23.272 akseptor) merupakan peserta KB aktif dengan kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik KB (20,36%), pil (17,20%), MOW (9,36%), IUD (7,90%), Implant (7,53%), kondom (5,79%), dan MOP (0,02%). Sedangkan jumlah peserta KB baru sampai dengan bulan Desember sebanyak 7.322 akseptor (21,42%).18 Di Kecamatan Siantar Sitalasari, tahun 2009 tercatat sebanyak 3.940 PUS dengan peserta KB aktif 64,75% (2.551 peserta) dengan kontrasepsi yang banyak digunakan adalah pil (20,15%), suntik KB (19,62%), MOW (7,77%), IUD (7,46%), implant (6,73%), dan kondom (3,02%). Sedangkan peserta KB baru hanya 26,57%
Universitas Sumatera Utara
(1.047 peserta). Berdasarkan laporan hasil pencapaian peserta KB aktif Desember 2009 di Kota Pematangsiantar, dari delapan kecamatan yang ada, Kecamatan Siantar Sitalasari (64,75%) merupakan salah satu kecamatan yang pencapaian peserta KB aktifnya terendah setelah Kecamatan Siantar Timur (60,35%).18 Dari data Petugas Lapangan KB/Penyuluh KB/Pengelola KB Kelurahan Setia Negara tahun 2009, tercatat sebanyak 1.096 PUS dengan peserta KB aktif 66,24% (726 peserta) dan 112 peserta KB baru (10,22%). Berdasarkan peserta KB aktif, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah pil (20,99%), suntik KB (13,50%), implant (10,58%), MOW (9,03%), IUD (8,03%), dan kondom (4,11%).18 Berdasarkan laporan hasil pencapaian peserta KB aktif Desember 2009 di Kecamatan Siantar Sitalasari, dari lima kelurahan yang ada, Kelurahan Setia Negara (66,24%) merupakan salah satu kelurahan yang pencapaian peserta KB aktifnya tertinggi setelah Kelurahan Bah Kapul (67,98%). Dimana peserta KB lebih menyenangi MOW dibandingkan dengan IUD.18 Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik akseptor KB di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik akseptor KB di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar tahun 2009.
1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar tahun 2009. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi akseptor KB berdasarkan sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, dan pekerjaan. b. Untuk mengetahui distribusi proporsi akseptor KB berdasarkan jumlah anak. c. Untuk mengetahui distribusi akseptor KB berdasarkan jenis kelamin anak. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi akseptor KB berdasarkan jenis kontrasepsi. e. Untuk mengetahui distribusi akseptor KB berdasarkan tempat pelayanan kontrasepsi/KB. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi akseptor KB berdasarkan tingkatan keluarga sejahtera. g. Untuk
mengetahui
perbedaan
proporsi
jenis
kontrasepsi
berdasarkan
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) akseptor KB. h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kontrasepsi berdasarkan jumlah anak akseptor KB.
Universitas Sumatera Utara
i.
Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kontrasepsi berdasarkan jenis kelamin anak akseptor KB.
j.
Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kontrasepsi berdasarkan tempat pelayanan kontrasepsi akseptor KB.
k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kontrasepsi berdasarkan tingkatan keluarga sejahtera akseptor KB.
1.4. Manfaat 1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar khususnya yang menangani Program KB. 1.4.2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai alat kontrasepsi.
Universitas Sumatera Utara