BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penelitian Pengaruh era globalisasi dan semakin terbukanya arus informasi membawa dampak perubahan paradigma dalam sistem pemerintahan. Perubahan paradigma dari dilayani menjadi melayani adalah suatu pergeseran akibat tuntutan pelayanan publik ke arah yang lebih transparan, partisipatif dan akuntabel, telah menjadi fenomena perubahan lingkungan strategis yang berkembang saat ini, termasuk untuk lembagalembaga publik. Keinginan untuk perubahan tersebut bermuara dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan tuntutan reformasi di segala aspek termasuk reformasi birokrasi pemerintah. Menghadapi tuntutan masyarakat tersebut, pegawai negeri sipil pada Lembaga Pemerintah atau Kementerian (LP/K) diarahkan untuk meningkatkan kualitas kerja pegawai agar lebih berkomitmen terhadap LP/K masing-masing, agar dapat memiliki sikap dan perilaku yang berlandaskan kepada pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan keadilan, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pegawai negeri sipil berhasil dengan baik serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Baik kepada sesama LP/K, pihak swasta, ataupun kepada masyarakat pada umumnya. Untuk membentuk sosok pegawai negeri sipil sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, perlu dilaksanakan pembinaan yang baik dan teratur, yang dilakukan secara terus-menerus dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (merikrotasi). Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi pegawai negeri sipil yang berprestasi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetensi secara sehat. Selain itu, untuk meningkatkan profesionalisme dan prestasi kerja atau kinerja pegawai tersebut harus memperhatikan masalah lingkungan kerja yang kondusif, agar pegawai yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian sepenuhnya
1
2 kepada tugas pokok sehari-hari, dan tentunya akan lebih bergairah dan bersemangat dalam bekerja. Pada gilirannya hal ini akan semakin meningkatkan komitmen pegawai negeri sipil terhadap organisasinya masing-masing, yaitu LP/K masing-masing, agar dapat semakin meningkatkan tugas dan fungsinya. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
sebagai Lembaga
Pemerintah non Kementerian (LPNK) di Indonesia yang saat ini berada di bawah koordinasi Kementerian Perguruan Tinggi, Riset dan Teknologi (Kemendikti Ristek) yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bagian pengkajian dan penerapan teknologi, saat ini telah dapat melalui tahapan lima tahun pertama Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJM)
bidang
Kepegawaian
sebagaimana telah disebutkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kepegawaian periode tahun 2005-2009. Tahap pertama pembangunan berjangka menengah tersebut merupakan bagian dari Pembangunan Kepegawaian Jangka Panjang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tahun 2005-2025. Hal ini terlihat dari data yang diambil dari website resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bernama www.bppt.go.id yang diakses pada bulan Maret 2015. Perlu diketahui bahwa, dalam suatu organisasi apapun bentuknya, cepat atau lambat tentu akan berhadapan dengan masalah komitmen organisasi. Berhasil atau gagalnya kegiatan sebuah organisasi akan tergambar dari tingkat pencapaian komitmen organisasi itu sendiri. Dengan demikian, apabila komitmen organisasi tersebut baik, tentu akan berdampak baik pula terhadap maka akan dapat berdampak baik pula terhadap pencapaian tujuan dibentuknya organisasi tersebut. Oleh karena itu, organisasi harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada hal-hal yang menyangkut komitmen organisasi, baik komitmen organisasi secara perseorangan maupun komitmen organisasi secara keseluruhan. Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT), mempunyai tujuan untuk lebih memaksimalkan ketaatan absensi di tempat kerja. Dengan mengadakan program-program pemerintah yang dapat memaksimalkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) di bidang kepegawaian.
3 Dari survei internal masalah kepegawaian yang dilaksanakan oleh Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) pada tahun 2014 (Purbiyanto, 2014, p3), terungkap adanya masalah ketaatan absensi di tempat kerja yang menurun dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2014 bagi pegawai negeri sipil BPPT. Hal ini
menunjukkan bahwa komitmen organisasi tingkat perseorangan
pegawai maupun komitmen organisasi secara keseluruhan juga menurun. Pada Table 1.1 terlihat hasil survei ketaatan absensi di tempat kerja pada Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) pada bulan Januari - April 2014.
Tabel 1.1 Ketaatan Absensi Januari (2014)
Februari (2014)
Maret (2014)
April (2014)
Ketaatan
18
17
15
13
Absensi
(35,6%)
(33,1%)
(29,7%)
(25,3%)
Keterangan
Sumber: Purbiyanto(2014), n=50 Dari Tabel 1.1 di atas terlihat penurunan yang konsisten dari data ketaatan absensi selama bulan Januari – April 2014 dari sebesar 35,6% pada bulan Januari 2014, menjadi sebesar 33,1% pada bulan Februari 2014, turun lagi menjadi sebesar 29,7% pada bulan Maret 2014, dan semakin menurun menjadi sebesar 25,3% pada bulan April 2014. Agar dapat meningkatkan komitmen organisasi, maka terlebih dahulu organisasi yaitu Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) harus mampu meningkatkan kebutuhan fisik dan non fisik pegawai negeri sipil yang berada di dalam lingkungannya. Jika kebutuhan fisik dan non fisik pegawai negeri sipil tercapai pada suatu lembaga pemerintah non kementerian
4 seperti halnya BPPT, maka tingkat komitmen pegawai untuk lembaga pemerintah semakin meningkat dan absensi pegawai akan semakin memuaskan. Untuk itu, pemimpin atau atasan harus memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dan memperlakukan pegawainya dengan baik dan adil. Bila seorang pegawai mendapatkan perlakuan yang baik, maka kerjasama antara atasan dengan bawahannya dapat terjalin dengan baik. Pada gilirannya, bila hubungan antara atasan dan bawahan berjalan dengan baik, maka mudah untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Kreitner dan Kinicki (2009, p7S), seorang pegawai negeri sipil yang memiliki komitmen tinggi terhadap lembaga pemerintahan diharapkan memiliki keinginan untuk bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi dan hasrat yang lebih besar untuk tetap berada dalam lembaga pemerintahan. Rendahnya komitmen pegawai negeri sipil mencerminkan rendahnya tanggung jawab yang dimiliki oleh pegawai negeri sipil dalam pekerjaan; sebaliknya komitmen yang tinggi dari para pegawai negeri sipil dapat meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil pada situasi apapun. Robbins dan Judge (2008, p26), Bahasan kedua adalah motivasi, lembaga pemerintah non-kementerian yang tidak mempunyai hubungan baik dengan para pegawai negeri sipilnya memungkinkan lembaga pemerintahan non-kementerian tersebut tidak mudah untuk memotivasi pegawai negeri sipilnya dalam melakukan pekerjaan yang menjadi penugasannya masing-masing. Motivasi merupakan semangat keinginan dan dorongan serta semangat untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan memberikan suatu engergi positif. Semakin besar motivasi yang dimiliki oleh individu sebagai seorang pegawai negeri sipil, dapat meningkatkan komitmen pegawai negeri sipil tersebut terhadap lembaga pemerintah nonkementerian dan meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil itu sendiri. Dengan adanya hubungan yang terjalin baik antara lembaga pemerintahan non-kementerian dengan pegawai negeri sipilnya, maka ibarat proses usaha seseorang yang diberi energi, arahan, dan kontinuitas akan lebih memudahkan organisasi dalam menuju ke pencapaian suatu tujuan. Selanjutnya Riyadi (2011, p13) menyatakan, bahwa variabel motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen kerja. Oleh sebab itu, pegawai negeri sipil pada lembaga pemerintah non- kementerian senantiasa perlu dimotivasi agar kinerja mereka juga meningkat. Dengan
5 meningkatnya motivasi pegawai negeri sipil, diharapkan komitmen organisadi dari pegawai negeri sipil tersebut juga akan meningkat. Bahasan terakhir yang ditemui dalam lembaga pemerintah non-kementerian seperti BPPT, khususnya Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia , adalah rendahnya komitmen organisasi para pegawai negeri sipilnya. Hal ini diduga selain karena rendahnya motivasi pegawai negeri sipil yang bersangkutan, juga karena tidak sesuainya budaya organisasi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Budaya organisasi dan gaya kepemimpinan merupakan dua faktor yang esensial dalam keberlangsungan suatu organisasi. Keduanya merupakan kunci internal organisasi yang menunjukkan identitas dan jati diri di dalam suatu organisasi yang dijalankan. Pada satu sisi, lembaga pemerintah non-kementerian tidak mungkin dapat melaksanakan kegiatannya tanpa adanya dukungan atasan dan pada sisi yang lain segala kegiatan lembaga pemerintah non-kementerian harus didukung oleh budaya kerja yang baik. Budaya organisasi mempunyai pengaruh langsung terhadap para pegawai negeri sipil yang melaksanakan tugasnya di lembaga pemerintah nonkementerian. Budaya organisasi yang kuat adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh organisasi karena dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dan kemajuan kinerja organisasi serta komitmen organisasi. Berdasarkan kajian dari beberapa buku literatur, diketahui bahwa ada keterkaitan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Dijelaskan bahwa semakin baik kualitas indikator-indikator yang terdapat dalam budaya organisasi, maka semakin baik pula komitmen organisasi. Pegawai negeri sipil yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan mewujudkan nilai-nilai tersebut ke dalam perilaku keseharian mereka dalam bekerja. Didukung dengan sumber daya manusia yang kompeten, sistem dan teknologi yang mendukung, serta strategi pembangunan kepegawaian jangka panjang dan kinerja masing-masing individu pegawai negeri sipil yang baik, maka akan menghasilkan kinerja dan komitmen organisasi yang baik pula. Selain faktor-faktor dari budaya organisasi, gaya kepemimpinan juga memiliki peranan dalam mempengaruhi kinerja suatu organisasi dan komitmen organisasi. Kepemimpinan adalah proses mengarahkan perilaku orang lain ke arah
6 pencapaian suatu tujuan tertentu. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki tujuan yang jelas dan pendirian yang kuat, memiliki fokus dan keyakinan akan tindakannya, dan memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan. Setiap organisasi dalam prosesnya tentu membutuhkan anggota tim yang handal dan mampu bekerja sama satu sama lain sehingga terbina hubungan baik antara pimpinan dan bawahan. Tanpa didukung oleh orang-orang yang kompeten dan tanpa dukungan dari bawahan maka akan sangat sulit bagi seorang pemimpin suatu lembaga pemerintah non-kementerian untuk dapat memaksimalkan kinerja organisasi dan komitmen organisasinya. Keban (2008, 82), Dalam organisasi apapun bentuknya, kepemimpinan merupakan faktor yang turut menentukan tercapainya tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien. Pemimpin diperlukan untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumber daya yang langka, memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan
perubahan,
membina
kontak
pribadi
dan
pengikutnya,
menentapkan arah yang benar atau yang paling bertanggung jawab bila kegagalan terjadi. Dalam segala situasi organisasi, pemimpin memiliki peran yang strategis. Pemimpin merupakan simbol, panutan, mendorong, sekaligus sumber pengaruh yang dapat mengalahkan berbagai kegiatan dan sumber daya organisasi guna mencapai tujuannya. Robbins dan Coulter (2014, 63), Definisi mengenai "budaya" di sini menyiratkan tiga hal. Pertama, budaya adalah sebuah persepsi, bukan sesuatu yang dapat disentuh atau dilibat secara fisik, namun para pegawai negeri sipil menerima dan memahaminya melalui apa yang mereka alami dalam organisasi lembaga pemerintah non-kementerian. Kedua, budaya organisasi bersifat deskriptif, yaitu berkenaan dengan bagaimana para pegawai negeri sipil menerima dan mengartikan budaya tersebut, terlepas dari apakah mereka menyukainya atau tidak. Terakhir, meskipun para individu di dalam organisasi memiliki latar belakang yang berbeda dan bekerja pada jenjang organisasi yang juga berbeda, mereka cenderung mengartikan dan mengutarakan budaya organisasi dengan cara yang sama. Inilah aspek penerimaan atau penganutan bersama (Shared) yang disebutkan sebelumnya. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi pegawai negeri sipil pada lembaga pemerintah non-kementerian dapat meningkatkan kinerja dan komitmen
7 organisasi para pegawai negeri sipil dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi pada lembaga pemerintah non-kementerian. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan
penelitian
skripsi
dengan
judul
“Analisis
Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi terhadap Komitmen Organisasi Pegawai pada Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT)”. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam usaha perbaikan yang dilakukan Biro SDMO BPPT. 1.2 Indifikasi Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan (X1) terhadap komitmen organisasi pegawai (Y) pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) ? 2. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi (X2) terhadap komitmen organisasi pegawai (Y) pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) ? 3. Bagaimanakah pengaruh motivasi (X3) terhadap komitmen organisasi pegawai (Y) pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) ? 4. Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan (X1), budaya organisasi (X2), dan motivasi (X3) terhadap komitmen organisasi pegawai (Y) pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) ? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi pegawai pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) (T-1). 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pegawai pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) (T-2). 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi terhadap komitmen organisasi pegawai pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) (T-3).
8 4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi terhadap komitmen organisasi pegawai pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT) (T-4).
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagi Lembaga Pemerintah Non Kementerian Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui informasi mengenai seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi pegawai negeri sipil terhadap komitmen organisasi pegawai negeri sipil pada Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPT).
2.
Bagi penulis Sebagai pembelajaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini dan dapat diimplementasikan pada saat masuk dunia kerja nantinya.
3.
Bagi umum Penelitian ini diharapkan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya dan dapat dijadikan acuan untuk referensi bagi pihak lain.
1.5 Penelitian Terdahulu Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu No Judul 1
THE MEASUREMENT OF ORGANIZATIONAL COMMITMENT
Pengarang
Hasil Penelitian
Richard T. Mowday, Richard M. Steers, L.W.Porter (1979)
Organisasi secara positif berpengaruh terhadap komitmen pegawai
9 2
PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL, GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KEEJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR
Slamet Riyadi (2011)
Kompenssi finansial, gaya kepemimpinan dan motivasi kerja berpangaruh positif terhadap kinerja karyawan
3
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA ORGANISASI PT. DELAMI
Rika Sari (2013)
Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap komitmen
4
PENGARUH MOTIVASI, BUDAYA ORGANISASI, DAN MOTIVASI ORGANISASI DAN KINERJA KARYAWAN
Maria Anggela Widya Puspasari (2014)
Motivasi berpengaruh secara postif terhadap komitmen karyawan
10