BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal
yang masih perlu mendapat perhatian serius (Anitasari dan Rahayu, 2005). Menurut WHO (2012), kesehatan mulut didefinisikan sebagai suatu keadaan bebas dari nyeri kronik mulut dan wajah, kanker oral dan tenggorokan, sariawan, cacat bawaan seperti bibir sumbing, penyakit periodontal, gigi rusak, dan penyakit maupun kelainan yang mempengaruhi mulut dan rongga mulut. Kelainan tersebut akan mempengaruhi kemampuan seorang individu dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara dan melakukan interaksi dengan seseorang. Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat dari tingkat kebersihan rongga mulut, meliputi ada tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi (Ambarwati, Utami dan Pramono, 2012). Karies dan penyakit periodontal yang disebabkan adanya plak gigi yang merupakan prevalensi tertinggi penyakit gigi dan mulut untuk saat ini (Fontana and Zero, 2006). Plak merupakan salah satu deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat pada permukaan gigi dan dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan pembersihan mulut (Carranza, Newman and Takei, 2002; Cawson, Odell and Porter, 2002).
Plak
didominasi
oleh
bakteri
Streptococcus
mutans
dan
Lactobacillus. Streptococcus mutans sangat berperan dalam mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi. Plak akan berakumulasi sebanding dengan pertumbuhan Streptococcus 1
mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi (Boedi, 2002). Pengendalian plak dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menyikat gigi, namun hal itu tidaklah cukup untuk mencapai daerah yang tidak terjangkau, maka dapat ditunjang melalui penggunaan obat kumur (Pratiwi, 2005). Penggunaan obat kumur dalam sehari-hari merupakan salah satu alternatif dalam penyingkiran plak, hal ini disebabkan berkumur dengan obat kumur dapat mencapai lebih banyak permukaan-permukaan dari rongga mulut (Rawlinson et al., 2008). Selain itu, penggunaan obat kumur dapat sebagai pengharum mulut, serta memberi rasa sedap dan segar dalam mulut (Lim, 1998). Povidone
iodine
merupakan
suatu
iodovor
dengan
polivinilpirolidon. Iodin memiliki spektrum luas terhadap aktivitas antibakteri, jamur, protozoa, dan virus. Penggunaan povidone iodine sebagai bahan aktif dalam obat kumur efektif dalam mengurangi plak, gingivitis dan juga digunakan untuk prosedur oral hygiene rutin (Neeraja et al., 2008). Menurut penelitian Mervrayano, Rahmatini dan Bahar (2015), obat kumur yang mengandung povidone iodine 0,2% efektif menghambat bakteri Streptococcus mutans. Povidone iodine memiliki beberapa keuntungan, yaitu mudah larut dalam air sehingga mudah untuk diformulasikan, tidak mengiritasi kulit dan membran mukosa serta tidak berbau (Jayaraja et al., 2009). Pada umumnya obat kumur mengandung alkohol 5-25% yang biasanya digunakan sebagai pelarut. Namun kandungan alkohol dalam obat kumur
ini
menyebabkan
individu-individu
tertentu
tidak
dapat
menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak dan ibu hamil/menyusui (Rawlinson et al., 2008; Witt et al., 2005). Alkohol 2
dalam obat kumur dapat menyebabkan mulut kering, mengurangi produksi air liur yang akan membuat bau mulut dan menyebabkan seseorang menjadi lebih beresiko terkena kerusakan gigi. Sifat kelarutan povidone iodine, yang mudah larut dalam air, menyebabkan povidone iodine dapat diformulasikan dalam sediaan bebas alkohol, sehingga lebih menguntungkan. Survei menunjukkan bahwa obat kumur yang mengandung alkohol dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila pemakaian terusmenerus (Quiryen et al., 2005). Povidone iodine memiliki efek bakterisid dan efektif untuk bakteri, jamur, maupun spora. Efek bakterisid dari povidone iodine berlangsung selama beberapa detik. Povidone iodine diduga memiliki cara kerja dengan menginaktivasi substrat vital sitoplasma, yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dari bakteri (Raharja, 2012). Obat kumur pada umumnya dikemas dalam bentuk sediaan berupa cairan yang mengandung alkohol. Pada penelitian ini akan diformulasikan sediaan obat kumur yang mengandung bahan aktif povidone iodine 0,5% dalam bentuk granul yang kemudian dilarutkan terlebih dahulu kedalam air. Digunakan konsentrasi 0,5% karena efektif mengurangi flora bakteri dalam mulut serta dapat mengurangi jumlah bakteri penyebab bau mulut (Addy, Griffiths and Issac, 1977; Walker, 1988). Sedangkan konsentrasi lazim povidone iodine digunakan sebagai infeksi mukosa oral dalam sediaan obat kumur adalah 1,0% (Sweetman, 2009). Granul merupakan gumpalangumpalan dari partikel-partikel/serbuk yang lebih kecil, biasa digunakan untuk pemberian peroral dengan cara didispersikan dalam air atau cairan lain yang sesuai sebelum digunakan (Ansel, 1989; The Department of Health, 2009). Bahan-bahan yang ada di dalam formula granul harus memiliki kelarutan yang baik di dalam air, dikarenakan waktu larut granul berkisar antara 1,0-2,5 menit untuk menjadi larutan obat kumur. Apabila 3
granul tersebut terdispersi dengan baik dalam air dengan waktu ≤ 5 menit, maka sediaan tersebut memenuhi persyaratan waktu larut (Lestari dan Trisusilawati, 2010). Dibandingkan dengan bentuk sediaan larutan/cair, sediaan granul memiliki beberapa keuntungan, yaitu granul lebih mudah dibasahi, sehingga lebih mudah dibuat bentuk larutan serta mudah dalam penggunaannya dan tidak mengandung alkohol sehingga lebih aman (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Sediaan dalam bentuk granul lebih disukai masyarakat karena harganya yang relatif lebih murah, mudah dibawa dan mudah digunakan serta dapat dibeli dalam jumlah kecil (eceran) bila dibandingkan dengan bentuk larutan. Selain bahan aktif povidone iodine, bahan tambahan memiliki peranan penting dalam pembuatan granul, agar dihasilkan granul yang sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi yang dikehendaki (Siregar, 1992). Oleh sebab itu, jumlah atau konsentrasi dari bahan tambahan yang digunakan harus benar-benar diperhatikan. Bahan tambahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan granul, yaitu bahan pengisi (filler), bahan pengikat (binder), bahan penghancur (disintegrant), bahan pelicin (lubricant) atau pelincir (glidant), pewarna (colouring), perasa (flavouring) (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Pada penelitian ini dibutuhkan formula yang larut air agar granul yang dihasilkan dapat larut dalam jumlah air tertentu dan dapat digunakan sebagai obat kumur, sehingga digunakan bahan aktif yang larut air yaitu povidone iodine dan bahan-bahan tambahan yang larut air. Laktosa merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai pengisi, dimana memiliki sifat mudah larut dalam air, memberikan rasa yang dapat diterima di mulut, tidak higroskopis, mudah dikeringkan pada
4
saat pembuatan dengan metode granulasi basah, tidak reaktif, sifat alir baik dan harga relatif murah (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Pektin merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai pengikat dengan tujuan membentuk ikatan antar partikel sehingga terbentuk granul yang baik, yang memenuhi persyaratan keragaman bobot granul, homogenitas granul, dan kerapuhan granul. Pada penelitian bahan pengikat ditambahkan melalui metode granulasi basah, dimana bahan pengikat digunakan dalam bentuk musilago, yang berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk menjadi granul, yang selanjutnya akan membantu mengikat granul-granul. Jumlah cairan pengikat yang digunakan akan mempengaruhi kualitas granul yang dihasilkan. Bila jumlah bahan pengikat yang digunakan terlalu sedikit, akan menghasilkan granul yang rapuh, sedangkan jika terlalu banyak, akan menghasilkan granul yang terlalu keras (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). SSG (Sodium Starch Glycolate) merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai penghancur (disintegrant) dan bersifat superdisintegran agar diperoleh waktu hancur yang lebih cepat. Konsentrasi lazim SSG sebagai penghancur yaitu 2-8%, dengan konsentrasi optimum 4% (Rowe, Sheskey and Quinn, 2009). NaCl (Sodium Chloride) merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai pelicin. Konsentrasi lazim NaCl 5-20% digunakan sebagai water soluble tablet lubricant (Rowe, Sheskey and Quinn, 2009). Pengaruh bahan pengikat berbanding terbalik dengan pengaruh dari bahan penghancur. Semakin banyak jumlah bahan pengikat, akan menghasilkan granul yang keras dan memperlambat waktu hancur, sedangkan semakin sedikit jumlah bahan pengikat, akan menghasilkan granul yang rapuh dan mempercepat waktu hancur (Hadisoewignyo dan 5
Fudholi, 2013). Demikian juga dengan bahan penghancur, semakin tinggi konsentrasi akan menyebabkan granul menjadi rapuh, sedangkan semakin rendah konsentrasi menyebabkan granul akan sulit hancur atau larut. Adanya perbedaan sifat yang dimiliki oleh bahan penghancur dan bahan pengikat tersebut dan pengaruhnya terhadap sifat fisik massa granul, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang optimasi formula granul povidone iodine menggunakan SSG sebagai penghancur dan pektin sebagai pengikat dengan tujuan mendapatkan komposisi formula yang optimum dan tepat agar dapat menghasilkan sediaan granul yang baik dan memenuhi persyaratan.
Optimasi
merupakan
suatu
teknik
yang
memberikan
keuntungan baik pemahaman maupun kemudahan dalam mencari dan memakai suatu ranges faktor-faktor untuk formula dan prosesnya (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Untuk mendapatkan komposisi yang optimum dari sebuah formula dilakukan dengan menggunakan factorial design. Optimasi
formula
menggunakan
metode
factorial
design
menggunakan software design expert ver 7.0. dilakukan untuk mendapatkan perbandingan yang tepat antara bahan penghancur dan pengikat, sehingga dapat menghasilkan granul yang berkualitas. Bahan penghancur dan pengikat pada perbandingan tertentu diharapkan dapat diperoleh area optimum yang diprediksi sebagai komposisi optimum pada pembuatan granul. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan obat kumur dalam sediaan granul dan penentuan formula optimum dari granul obat kumur dengan faktorial desain 22 untuk mempelajari pengaruh dari 2 faktor yaitu konsentrasi SSG (Sodium Starch Glycolate) sebagai penghancur dan konsentrasi pektin sebagai pengikat maupun interaksi keduanya. Respon
6
yang akan diamati untuk memperoleh formula optimum yaitu nilai Carr’s index, Hausner ratio, dan waktu larut granul. Formula optimum akan diuji daya antibakteri secara in vitro terhadap bakteri Streptococcus mutans dibandingkan dengan blanko. Uji daya antibakteri obat kumur akan dilakukan dengan metode difusi silinder, karena metode ini dapat digunakan untuk menguji daya antibakteri bila zat antibakteri berbentuk suspensi atau larutan. Bakteri uji yang digunakan adalah salah satu kelompok bakteri yang terdapat di dalam mulut yaitu Streptococcus mutans yang merupakan spesies bakteri mulut penyebab plak.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah
konsentrasi
SSG
sebagai
bahan penghancur
dan
konsentrasi pektin sebagai bahan pengikat maupun interaksinya mempengaruhi sifat mutu fisik granul povidone iodine ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul? 2.
Apakah merancang formula optimum granul povidone iodine dengan SSG sebagai bahan penghancur dan pektin sebagai bahan pengikat dapat menghasilkan sifat mutu fisik granul ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul yang memenuhi persyaratan?
3.
Apakah formula optimum granul povidone iodine mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans?
7
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengaruh konsentrasi SSG sebagai bahan penghancur dan
konsentrasi
pektin
sebagai
bahan
pengikat
maupun
interaksinya terhadap sifat mutu fisik granul povidone iodine ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul. 2.
Memperoleh rancangan formula optimum granul povidone iodine ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul yang menggunakan kombinasi SSG dan pektin yang memenuhi syarat.
3.
Mengetahui daya antibakteri pada formula optimum granul povidone iodine terhadap Streptococcus mutans.
1.4
Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian ini adalah:
1.
Konsentrasi SSG sebagai bahan penghancur dan konsentrasi pektin sebagai bahan pengikat maupun interaksi keduanya dapat mempengaruhi sifat mutu fisik ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul povidone iodine.
2.
Diperoleh komposisi formula optimum granul povidone iodine menggunakan SSG sebagai bahan penghancur dan pektin sebagai bahan pengikat yang memiliki mutu fisik ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul yang memenuhi persyaratan.
3.
Formula optimum granul povidone iodine mempunyai daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans. 8
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat diperoleh formula
optimum obat kumur granul povidone iodine dengan SSG sebagai bahan penghancur dan pektin sebagai bahan pengikat yang memenuhi mutu fisik granul ditinjau dari Carr’s index, Hausner ratio dan waktu larut granul serta memiliki daya antibakteri sehingga memiliki keuntungan lebih dan dapat bermanfaat bagi perkembangan formulasi obat kumur dalam sediaan granul.
9