BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Kinerja keuangan merupakan alat ukur yang paling umum digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Dengan menilai kinerja keuangan, maka para stakeholder dapat mengetahui bagaimana prospek perusahaan di masa yang akan datang, bagaimana tingkat pertumbuhan serta potensi perkembangan perusahaan. Para stakeholder, terutama investor dan kreditormembutuhkan informasi mengenai hal tersebut karena dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan atas investasi serta pemberian pinjaman. Selain itu, pimpinan perusahaan serta manajemen juga perlu mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan saat ini agar dapat dilakukan evaluasi atas kinerja perusahaan dan dapat dilakukan penyusunan strategi untuk memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Penilaian terhadap kinerja keuangan dilakukan dengan analisis rasio keuangan (financial ratio analysis). Analisis rasio menggunakan data-data yang tercantum di dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan melakukan analisis rasio maka dapat diketahui hasil kinerja finansial perusahaan pada waktu yang lalu sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahan dalam perusahaan, sehingga dapat dievaluasi dan diperbaiki. Selain itu, melalui analisis rasio dapat diketahui juga pencapaian finansial manakah yang cukup baik yang dilakukan oleh perusahaan sehingga dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk masa yang akan datang. Kasmir (dalam Gaol, 2010) menjelaskan bahwa hasil pengukuran rasio dapat digunakan sebagai alat evaluasi efektifitas kinerja manajemen. Keberhasilan manajemen dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penyusunan rencana ke depan. Sedangkan kegagalan manajemen dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap pihak manajemen, misalnya menggantikan manajemen lama dengan manajemen yang baru. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa analisis rasio keuangan merupakan hal yang penting untuk dilakukan agar dapat mengevaluasi dan memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
1
2 Salah satu rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai ukuran terkait prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah profitabilitas. Menurut Sukojo dan Ugy (dalam Romadhoni, 2015) semakin tinggi profitabilitas maka semakin bagus prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dalam melakukan analisis rasio digunakan berbagai komponen dari laporan keuangan. Komponen-komponen utama yang digunakan dalam analisis rasio profitabilitas diperoleh dari laporan neraca (statement of financial position) dan laporan laba rugi (profit or loss statement). Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan adalah dengan rasio Return on Equity (ROE). Menurut Hermuningsih (2013), ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari sisi ekuitas. Semakin besar ROE maka semakin baik kinerja perusahaan. ROE dapat dilihat dari laba bersih perusahaan dibandingkan dengan total ekuitas perusahaan. Rasio ini mampu menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimumkan tingkat pengembalian investasi para pemegang saham. Menurut Wati (2012) semakin tinggi ROE maka semakin tinggi juga keuntungan yang dihasilkan perusahaan bagi para pemegang saham. Hal inilah yang kemudian menarik para investor untuk menanamkan modalnya di dalam perusahaan. Sebaliknya, ROE yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan keuntungan maksimum bagi para investor sehingga perusahaan menjadi kurang diminati oleh para investor. Untuk mencapai kinerja keuangan yang baik, perusahaan harus mampu mengelola operasinya dengan seksama sehingga mampu mencapai target yang telah ditetapkan secara bersama-sama oleh seluruh organ di dalam perusahaan, termasuk pihak manajemen dan para pemegang saham. Manajemen adalah pihak yang diberikan tugas (delegasi) oleh pemilik modal untuk mengoperasikan perusahaan sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan, termasuk menyusun strategi agar target tersebut dapat tercapai. Namun di dalam setiap pendelegasian atau pemberian tugas dari pemilik modal (principal) kepada manajemen (agent) tidak dapat terlepas dari adanya konflik. Berdasarkan teori keagenan (agency theory), pemilik modal sebagai principal adalah pihak yang mempekerjakan pihak lain (agent) untuk melakukan pekerjaanpekerjaan sesuai yang diharapkan oleh principal. Dalam beberapa hal agent diberikan otorisasi dari principal untuk membuat keputusan. Namun pada praktiknya, hubungan di antara 2 pihak tersebut tidak selalu berjalan dengan baik.
3 Salah satu penyebabnya adalah adanya perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh keduanya yang kemudian memicu timbulnya conflict of interest atau konflik kepentingan. Principal sebagai pemilik modal memiliki akses terbatas hanya pada informasi internal perusahaan, sedangkan agent sebagai pelaku dalam kegiatan operasional perusahaan tentunya memiliki informasi lebih banyak mengenai operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh (Rustan, 2014). Hal inilah yang kemudian dapat mendorong penyalahgunaan otoritas oleh agent. Copeland dan Weston pada tahun 1992 menyatakan bahwa sulit untuk mempercayai bahwa manajemen (agent) akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemilik modal (principal), sehingga diperlukan monitoring dari principal untuk mengawasi perilaku agent. Tindakan pengawasan principal terhadap agent dapat dilakukan dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG). Konsep GCG dimaksudkan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan agar tercipta nilai tambah (value added) bagi seluruh stakeholder (Pratama, 2013). Dengan diterapkannya GCG maka kewenangan seluruh pihak di dalam perusahaan diatur sedemikian rupa dan fungsi pengawasan dioptimalkan untuk mengurangi terjadinya kecurangan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak tertentu sehingga dapat merugikan pihak lainnya. Selain itu GCG juga mampu menjadi alat untuk menjaga hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para investor, serta stakeholders lainnya. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, diharapkan tidak ada lagi konflik kepentingan antara principal dan agent yang dapat menghambat kinerja perusahaan. GCG memiliki 5 prinsip dasar yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta fairness. Menurut Septian (2014) prinsip transparansi dapat diwujudkan melalui mekanisme kepemilikan manajerial. Kepemilikan saham manajerial adalah adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh eksekutif dan direktur (Faisal dan Firmansyah dalam Maftukhah, 2013), dan dengan ini risiko penyalahgunaan otoritas oleh pihak manajemen dapat diminimalisir. Sebaliknya, kepemilikan manajerial dapat mendorong manajemen bekerja dengan lebih baik sebagaimana yang diinginkan oleh principal dikarenakan manajemen memiliki kontribusi dalam saham perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat bekerja untuk kepentingan pemegang saham karena jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan maka
4 manajemen juga akan terkena akibatnya (Arifani, 2013). Dengan demikian maka mekanisme
kepemilikan
manajerial
dapat
mendorong
peningkatan
kinerja
manajemen dan apabila kinerja manajemen meningkat maka kinerja keuangan perusahaan juga akan ikut meningkat. Hasil penelitian Waskito (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hasil serupa juga ditemukan dari penelitian Muntiah (2014) dengan sampel perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012, yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif namun tidak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat kepemilikan manajerial yang masih rendah sehingga manajemen belum merasa ikut memiliki terhadap perusahaan. Selain kepemilikan manajerial, mekanisme kepemilikan institusional juga merupakan wujud dari prinsip GCG. Kepemilikan insitusional adalah kepemilikan saham oleh institusi atau lembaga (Tarjo dalam Susanti, 2013) dan perusahaan lain yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri (Susiana dan Herawati dalam Maftukhah, 2013). Dengan kepemilikan saham oleh institusi lain, maka fungsi pengawasan terhadap perusahaan menjadi lebih optimal. Selain itu pihak manajemen akan termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang baik kepada pihak eksternal. Menurut penelitian Kurlelasari (2013) kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, meskipun dengan tingkat pengaruh yang rendah. Hasil penelitian ini serupa dengan yang hasil penelitian Diandono (2012) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Menurut Diandono, hal ini disebabkan karena semakin besarnya jumlah kepemilikan saham oleh pihak institusi maka akan mampu meminimalisir masalah agency sehingga mendorong mengoptimalkan nilai perusahaan dan kinerja perusahaan akan meningkat. Selain 2 jenis struktur kepemilikan tersebut, wujud dari prinsip GCG juga dapat diterapkan melalui adanya dewan komisaris independen. Fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan akan meningkat apabila ditunjuk anggota dewan yang berasal dari pihak eksternal, tidak terafiliasi dengan direksi, dan bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang mampu memicu tindakan tidak independen. Kehadiran komisaris independen dimaksudkan agar perusahaan tetap beroperasi dalam keadaan objektif dan independen. Selain itu kehadiran komisaris independen
juga
diharapkan
mampu
menjaga
fairness
dan
memberikan
5 keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas, perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, dan stakeholders lainnya secara keseluruhan (Chandra, 2010). Dikutip dalam Septian (2014) Chtorou et al. menyatakan bahwa komisaris independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan kecurangan dalam penyajian laporan keuangan yang dilakukan manajemen. Laporan keuangan yang berintegritas sangat dibutuhkan oleh perusahaan dan seluruh stakeholder karena seringkali dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Apabila laporan keuangan yang dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan merupakan hasil kecurangan pihak tertentu, maka dapat mengakibatkan perusahaan merugi dalam jangka panjang. Hasil penelitian Nugrahani dan Nugroho (2010) menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Artinya, pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen dapat mengurangi perilaku opportunistic direksi serta manajemen sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih efektif. Selain struktur kepemilikan dan proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit juga menjadi wujud transparansi dan akuntabilitas GCG. Banyaknya kasus dan kecurangan terkait masalah pelaporan keuangan perusahaan telah mendorong profesi akuntan, pemakai laporan keuangan serta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap keberadaan komite audit di dalam perusahaan (Sariah, 2010). Komite audit dibentuk langsung oleh dewan komisaris dan bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam fungsi pengawasan terhadap kegiatan perusahaan. Komite audit terdiri dari pihak-pihak yang independen dan tidak memiliki kepentingan terhadap manajemen. Dengan independensi yang dimiliki, pengawasan terhadap kegiatan perusahaan akan menjadi lebih optimal sehingga kinerja manajemen dalam pengelolaan perusahaan dapat lebih efektif dan mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian Arifani (2013) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa dibentuknya komite audit mampu mengawasi manajemen dalam meningkatkan kinerja keuangannya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Triwinasis (2013) yang menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Dibentuknya komite
6 audit sebagai salah satu mekanisme GCG mampu mengurangi perilaku opportunistic manajemen serta mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan kecurangan. Selain GCG demi pencapaian kinerja perusahaan yang baik, saat ini kinerja lingkungan oleh perusahaan juga merupakan salah satu perhatian para investor dan stakeholders dan dibuktikan oleh beberapa penelitian hal ini mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kinerja lingkungan yang dimaksud adalah bagaimana pengelolaan perusahaan atas lingkungan dan bagaimana perusahaan mempertanggungjawabkan dampak aktivitasnya terhadap lingkungan. Perusahaan dengan tanggung jawab lingkungan yang baik akan dinilai memiliki etika bisnis yang baik dan dengan sendirinya terbangun citra serta brand image perusahaan. Hana dan Rahman (2013) menyatakan bahwa investor cenderung memilih melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki etika bisnis yang baik, serta kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan demikianmaka pengelolaan lingkungan ini telah menjadi perhatian investor dan seluruh stakeholder,tidak terkecuali pemerintah. Pemerintah berperan aktif dalam mendorong kesadaran perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan, buktinya adalahdengan dibuatnya Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Program ini dimulai pada tahun 2002 oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan jumlah peserta 85 perusahaan, sementara jumlah peserta padatahun 2014 telah mencapai 1908 perusahaan. Hal ini menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam PROPER, pengelolaan lingkungan oleh perusahaan dinilai melalui bagaimana perusahaan bertanggung jawab mengendalikan pencemaran, kerusakan lingkungan hidup, serta bagaimana perusahaan bertanggung jawab mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah dilakukan penilaian, masing-masing peserta akan diberikan peringkat menggunakan warna-warna berbeda. Perusahaan dengan pengelolaan lingkungan terbaik diberikan peringkat emas, disusul dengan peringkat hijau, biru, merah, dan yang terburuk diberikan peringkat hitam. Diberikannya peringkat-peringkat tersebut kepada perusahaan dimaksudkan untuk memberi motivasi kepada seluruh perusahaan di Indonesia mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, masyarakat serta seluruh stakeholder yang terkait dengan perusahaan juga akan lebih mudah mengetahui sejauh mana tingkat penataan pengelolaan lingkungan oleh perusahaan (Rakhiemah dalam Pujiasih,
7 2013). Adanya informasi mengenai pengelolaan lingkungan oleh perusahaan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh para investor dalam melakukan investasi. Selain itu informasi tersebut juga dapat digunakan oleh publik untuk menilai perusahaan manakah yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan, sehingga citra perusahaan akan meningkat di mata publik dan tingkat konsumsi publik terhadap produk/jasa perusahaan juga akan ikut meningkat. Hasil penelitian Suratno dan Al-Tuwaijri (dalam Pujiasih, 2013) menunjukkan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian serupa juga ditemukan
oleh Iriyanto dan Nugroho (2014) yang
menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI pada tahun 2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab serta kepedulian perusahaan terhadap lingkungan menjadi perhatian penting para investor dan seluruh stakeholder sehingga mampu mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh Good Corporate Governance (GCG) yang diukur melalui kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan komite audit terhadap kinerja keuangan. Selain GCG peneliti juga tertarik melakukan penelitian terkait pengaruh kinerja lingkungan yang diukur dengan PROPER terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh GCG dan kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan perlu dilakukan lebih lanjut karena hasil penelitian terdahulu terkait hal tersebut masih belum menemukan hasil yang konsisten. Dikutip dalam Ariyani dan Gunawan (2014) penelitian Daily et al. menunjukkan bahwa GCG dan kinerja lingkungan tidak memiliki hubungan dengan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Trinanda dan Mukodim (2010) yang menunjukkan bahwa GCG berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, penelitian Titisari dan Alviana (2014) menemukan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Phelvi (2013) yang menunjukkan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan.
8 Masih bervariasinya hasil temuan penelitian terkait pengaruh GCG dan kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan memotivasi peneliti melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut dengan judul “PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN ENVIRONMENTAL PERFORMANCE TERHADAP
KINERJA
KEUANGAN
PERUSAHAAN
(STUDI
PADA
PESERTA PROPER YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA)”. Penelitian ini mengacu pada penelitian Ariyani dan Gunawan (2014) yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan”. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariyani dan Gunawan terletak pada pengukuran variabel GCG, variabel kinerja lingkungan, serta sampel penelitian. Pada penelitian Ariyani dan Gunawan, GCG diukur dengan menggunakan IGCG (Indeks Good Corporate Governance). Sedangkan dalam penelitian ini GCG diukur melalui mekanisme kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan komite audit. Perbedaan juga terletak pada pengukuran kinerja lingkungan dimana penelitian Ariyani dan Gunawan menggunakan ICSR (Indeks Corporate Social Responsibility), sedangkan penelitian ini menggunakan pemeringkatan PROPER. Perbedaan lainnya terletak pada sampel penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur dengan tahun penelitian 2013-2014, sedangkan sampel penelitian yang digunakan Ariyani dan Gunawan adalah perusahaan perbankan dengan tahun penelitian 20052010.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?
2.
Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?
3.
Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?
4.
Apakah
komite
perusahaan?
audit
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan
9 5.
Apakah environmental performance berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?
1.3. Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian tidak keluar dari pokok permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti membatasi permasalahan penelitian hanya pada analisis pengaruh Good Corporate Governance yang diukur melalui kepemilikan institusional,
kepemilikan
manajerial,
dan
komite
audit,
serta
pengaruh
environmental performance terhadap kinerja keuangan perusahaan. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang menjadi peserta PROPER tahun 2012/2013 dan 2013/2014 serta memperoleh peringkat tunggal dalam 1 periode penilaian PROPER. Perusahaan juga tercatat dalam Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012-2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah financial report dan annual report tahun 2013-2014 yang diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia ataupun dari website resmi masing-masing perusahaan. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan data pengukuran variabel environmental performance, dalam penelitian ini digunakan data berupa laporan hasil penilaian PROPER tahun 2012/2013 dan 2013/2014 yang diperoleh dari website resmi Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti terkait: 1.
Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja keuangan perusahaan.
2.
Pengaruh
kepemilikan
institusional
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan. 3.
Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap kinerja keuangan perusahaan.
4.
Pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan.
5.
Pengaruh environmental performance terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain: 1.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai Good Corporate Governance dan environmental performance serta pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perusahaan.
10 2.
Bagi pelaku usaha, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai sejauh mana pentingnya penerapan Good Corporate Governance serta environmental performance bagi kinerja keuangan perusahaan.
3.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan dan atau kembali menegaskan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan yang telah ada. Selain itu, dengan penelitian ini diharapkan pemerintah terus termotivasi untuk membuat program-program yang memicu kesadaran akan pengendalian lingkungan oleh para pelaku usaha.
1.5. Ringkasan Metoda Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Objek penelitian adalah perusahaan peserta PROPER periode 2012/2013 dan 2013/2014 yang memperoleh peringkat tunggal serta tercatat dalam sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance dan environmental performance. Variabel GCG diukur dengan mekanisme kepemilikian manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, serta komite audit. Sedangkan environmental performance diukur dengan peringkat PROPER yang diperoleh perusahaan pada tahun-tahun penelitian.
3.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROE.
4.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan program perhitungan statistik Eviews 9.
Data-data
variabel yang telah
dikumpulkan kemudian dianalisis dengan uji asumsi klasik, statistik deksriptif, dan uji hipotesis meliputi uji t dan uji F.
11 1.6. Sistematika Penulisan Penulisan dibagi ke dalam 5 bab yang isinya dijelaskan sebagai berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN Bagian ini berisi penjelasan latar belakang dilakukannya penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian ini dilakukan, ringkasan metoda penelitian, serta sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB 2: LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bagian ini berisi penjelasan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian, meliputi teori terkait Good Corporate Governance, environmental performance serta financial performance. Selain itu bagian ini juga berisi penelitianpenelitian terdahulu yang serupa dengan topik penelitian ini.
BAB 3: METODA PENELITIAN Pada bagian ini, penulis menjelaskan mengenai objek penelitian, desain penelitian, jenis dan sumber data, metode pemilihan sampel dan pengumpulan data, serta variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu pada bagian ini juga dijelaskan metode yang digunakan untuk menganalisis hipotesis penelitian.
BAB 4: PEMBAHASAN Bagian ini berisi proses pengolahan data serta hasil pengolahan data penelitian. Pembahasan dalam bagian ini meliputi pembahasan hasil analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, hasil regresi, serta hasil uji hipotesis.
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN Bagian ini berisi kesimpulan akhir dari seluruh penelitian yang dilakukan. Termasuk di dalamnya adalah keterbatasan penelitian, serta saran-saran untuk penelitian yang selanjutnya.
12
13