1
B
eranda
PELINDUNG PENASEHAT
PENANGGUNGJAWAB REDAKTUR PEMIMPIN REDAKSI WAKIL PEMIMPIN REDAKSI ANGGOTA DEWAN REDAKSI
: Inspektur Jenderal (Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa) : Inspektur I (Drs. Wiyono Budihardjo, MM) Inspektur II (Heru Arnowo,SH., MM) Inspektur III (Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes) Inspektur IV (Drs. Mulyanto, MM) Inspektur Investigasi (Drs. Wayan Rai Suarthana, MM) : Sekretaris Inspektorat Jenderal (drg. S.R. Mustikowati, M.Kes)
: Irwansyah, SE, M.Kes. Sunaedi Pradja, SP, M.Kes. : drg. Mirna Putriantiwi, M.QIH. Dede Mulyadi, SKM, M.Kes. Edward Harefa, SE, MM Dede Sunardi, SH, MM. Eko Sanova, SKM, MM. drg. Lia Leita Kania Amalia. Hendro Santoso, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom. PENYUNTING/ EDITOR : drg. Emilda Hutahaean, MM Retno Budiarti, SST, MM. Eka Widiyanti, SKM, MM. Tafsir Hanafi, SKM, M.Ak. dr. Merki Rundengan, MKM. R. Sjaefudin, SKM, MKM. Hotmedi Listia Doriana, SKM, M.Epid. DESAIN GRAFIS & FOTOGRAFER Oong Rusmana, SKM. Ghotama Airlangga, SKM, MKM. Haruddin, S.ST, M.Kes. Bondan Wicaksono Adhi, SE. Andri Rubiana, S.Kom. RD. Yandri Achmad Sariffudin, Apt. SEKRETARIAT : Teguh Sumargono, S.Sos,MM. Wiji Lestari, SE. drg. Diah Nursianti Imron, MARS. Niken Yunita Tri Rahayu DESAIN GRAFIS & FOTOGRAFER : Oong Rusmana, SKM. Ghotama Airlangga, SKM, MKM. Haruddin, S.ST, M.Kes. Bondan Wicaksono Adhi, SE. Andri Rubiana, S.Kom. RD. Yandri Achmad Sariffudin, Apt.
2
B
eranda
Pedoman Umum & Etika Penulisan 1. Naskah merupakan tulisan sendiri atau tim, di bidang pengawasan, yang belum dan tidak dipublikasikan dalam media cetak lain. 2. Naskah harus merupakan karya asli atau saduran. Bila mengambil atau mencuplik kalimat penulis lain, harus mencantumkan nama penulis atau sumbernya, yang kemudian diikuti dengan muatan analisis atau kajian dari penulis, sehingga terlihat benang merahnya, dan tidak semata-mata hanya menyadur/menjiplak kalimat/ tulisan orang lain saja. 3. Artikel bukan merupakan bagian dari Standar Pengawasan Program (SPP) yang belum disyahkan Inspektur Jenderal Kemenkes RI. 4. Penulis harus melampirkan surat pernyataan bahwa tulisan yang dibuat adalah hasil karya sendiri dan bukan jiplakan.
6. Sistematika penulisan naskah meliputi: judul, penulis, pendahuluan, sub-sub judul sesuai kebutuhan, penutup atau kesimpulan dan kepustakaan/ rujukan/ referensi. 7. Penulisan kepustakaan terdiri dari nama pengarang, tahun, judul, edisi, penerbit. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 8. Nama penulis, baik perorangan maupun kelompok, harus ditulis lengkap termasuk gelar, jabatan dan unit organisasi, serta alamat/ alamat email penulis, dan dapat disertai dengan electric file pasfoto penulis 9. Kirimkan Tulisan anda dalam format Words, Excel (untuk table) dan foto dalam folder terpisah dengan format JPG/ Bitmap . Kirimkan tulisan anda ke:
[email protected]
5. Naskah harus diberi judul singkat, jelas dan informatif, serta menggambarkan materi yang akan disampaikan.
3
D
aftar Isi Daftar Isi Hal
1.
Beranda ................................................................................................
2
2.
Pengurus Inforwas ................................................................................
2
3.
Itjen Kemenkes Mengawal Meraih Opini ..............................................
7
5.
Pelayanan Vaksinasi Meningitis Meningikokus Jamaah Haji dan Umroh .......................................................................
6.
10
Ulang Tahun Badan Kepengawasan Keuangan dan Pembangunan Ke-30............................................................................
13
7.
Telaah Laporan Keuangan Satuan Kerja di Lingkungan Kemenkes RI
16
8.
Reviu RKA KL Tahun 2014 ...................................................................
28
9.
Mekanisme Kebiasaan Dalam ‘Pembentukan’ Nasib ...........................
32
10. Sekilas Mengenai Audit Forensik .........................................................
34
11.
38
Pola Pengembangan Satuan Pemeriksa Internal (SPI) .......................
12. Pelantikan Pejabat Struktural dan Fungsional di Lingkungan Inspektorat Jenderal Kemenkes ...........................................................
48
13. Pendengaran Sehat Untuk Hidup Bahagia ...........................................
51
14. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Perpres No. 72 Tahun 2012 ..........
55
15. Galeri Foto ............................................................................................
58
4
B
eranda
Yth. Redaksi Inforwas, Assalamu’alaikum ww.
Kepada: Yth. Redaksi Buletin Inforwas Salam Sejahtera…
Saya membaca beberapa Buletin Inforwas yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes RI disimpan di ruang tunggu di lingkungan Kementerian Kesehatan Jakarta , isinya cukup menarik dan informatif, namun sayangnya kita tidak tahu apakah kita di daerah dapat memperolehnya secara teratur sesuai dengan terbitannya. Kalau diperkenankan kemana permohonan di sampaikan? Terimakasih atas perhatian dan bantuannya. Wassalam,
Kami dari SPI BLU RS Vertikal di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, yang sebentar lagi dijadikan Pejabat Fungsional Auditor, kami usul bagaimana bila Inforwas tidak hanya untuk Itjen saja tapi dikembangkan bagi APIP di lingkungan Kemenkes, termasuk kami-kami di SPI. Baik untuk Isi dan distribusinya, bahkan kami juga berharap Inforwas dapat menerima artikelartikel dari anggota SPI di Rumah Sakit. Saloom
Sri Agustina Dinkes Prov. Aceh
Linda Sihotang RSMM, Bogor
Yth: Sri Agustina
Yth: Linda Sitanggang
Di Dinkes Prov. Aceh
Di RSMM Bogor
Terimakasih atas informasinya,
Terimakasih atas tanggapannya,
Buletin inforwas yang diterbitkan Inspektorat Jenderal Kemenkes RI didistribusikan ke seluruh satuan kerja Kesehatan diseluruh Indonesia termasuk Dinkes Prov. Aceh, namun jumlah yang dikirimkan memang terbatas mengingat keterbatasan anggaran.
Majalah inforwas Itjen Kemenkes RI dapat dijadikan sarana bagi APIP di lingkungan Kemenkes RI untuk menambah angka kredit. Jadi silahkan Ibu Linda dan temanteman SPI mengirimkan tulisan berkadar pengawasan ke Redaksi Inforwas.
Redaksi
Redaksi
5
B
eranda
P
embaca Inforwas yang budiman,
Edisi ke dua tahun 2013, kami menyajikan Laporan Utama Penyerahan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012, yang hasilnya cukup mengembirakan dan menjadi motivasi kita untuk meningkatkan Opini tersebut di tahun yang akan dating. Salah satu artikel yang diturunkan pada Laporan khusus adalah mengenai penugasan baru untuk Reviu RKAKL Kementerian oleh Inspektorat Jenderal yang merupakan kehormatan bagi para Auditor Itjen Kemenkes namun juga merupakan tantangan dan tanggung jawab yang harus menjadi perhatian agar dalam pelaksanaannya para auditor Itjen dapat melaksanakan penugasan barunya dengan baik. Dalam penugasan ini Itjen Kemenkes telah selangkah maju lagi dimana diawal tidak hanya memeriksa hasil pekerjaanya namun turut serta dalam penganggaran atau yaitu tahap perencanaan, yaitu dengan melihat dan memeriksa kerangka acuan- kerangka acuan Satker, kelengkapan dokumen pendukung serta kesesuai Mata Anggaran Keluaran, yang sebelumnya merupakan ranah aparat di bagian Perencanaan dan Informasi setiap unit eselon I di Kemenkes RI dengan dibawah komandan Biro Perencanaan Sekretaris Jenderal Kemenkes RI. Hal ini memberikan arti bahwa Itjen Kemenkes ikut turut bertanggung jawab sejak awal, atas pelaksanaan dan penyusunan pembiayaan kegiatan satker sesuai dengan tugas fungsi satker yang bersangkutan, dimana harus dicermati serta menjadi perhatian para auditor untuk menjaga kualitas hasil kerjanya. Kami Redaksi, juga menerima beberapa tulisan dari para auditor yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi rubrik di bulletin kita tercinta ini, dan kami redaksi sangat menghargainya dengan tidak bosannya Redaksi Inforwas selalu berharap meningkatnya partsipasi aktif teman sejawat auditor dan rekan kerja di lingkungan Kemeterian Kesehatan mengirimkan artikel serta menberikan masukan yang akan menjadi salah satu Buletin yang menjadi sumber informasi serta referensi tidak hanya bagi auditor namu bagi pembaca lainnya. Salam Redaksi
6
Pada hari Selasa pagi tanggal 2 Juli 2013, Menteri Kesehatan RI, dr.Nafsiah Mboi, Sp.A.,MPH., menerima Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dr. H. Rizal Djalil, yang menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Kemenkes RI tahun 2012, dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP). Acara tersebut dihadiri juga oleh Plt. Deputi PLP Bidang Polsoskom BPKP RI, Iman
Bastari , Ak, M.Acc, Pejabat Eselon I dan II Kementerian Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia serta Direktur Utama Rumah Sakit Vertikal, dan Direktur Utama BUMN. Dalam sambutan nya,Ibu Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa penyampaian laporan keuangan yang tepat waktu serta sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) merupakan salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara
7
Dalam sambutannya, Menkes menyampaikan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, efisien, efektif, ekonomis, transparan, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, serta taat pada perundang undangan. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah menyusun dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah serta disampaikan secara berjenjang Pada tahun 2009 dan 2010, BPK memberikan Opini Disclaimer terhadap laporan keuangan Kemenkes RI. Salah satu penyebabnya adalah masalah asset yang demikian banyak dan tidak terkelola dengan baik, baik bukti fisik maupun pencatatannya, upaya nyata yang telah dilakukan oleh Itjen beserta para auditor dankerjasama dengan jajarannya pimpinan eselon I di lingkungan Kementerian Kesehatan adalah melakukan inventarisasi Barang milik Negara, pada semua Satuan Kerja Kementerian Kesehatan yang hampir tersebar di seluruh pelosok Republik Indonesia. Upaya lainnya yang terus dilakukan sampai saat ini adalah melakukan pendampingan bagi auditor BPK dalam pelaksanaan auditnya, terutama ketika melakukan uji petik ke daerah, hal ini membantu pemeriksa BPK mendapatkan keterangan yang jelasbagi pemeriksaannya. Dengan upaya tersebut akhirnya Kementerian Kesehatan mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2011 dan saat ini, Kemenkes RI berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan ( WTP - DPP ) berdasarkan pemeriksaan atas laporan keuangan tahun 2012. Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan terima kasih kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas pembinaan dan pendampingan pengelolaan keuangan, juga pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) atas pembinaan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Dan Ibu Menkes juga menyampaikan apresiasi bagi seluruh jajaran baik di tingkat Pusat maupun Daerah yang telah berupaya keras
8
dalam meningkatkan keuangan negara.
kualitas
pengelolaan
Pada kesempatan ini juga, Ibu Menkes mengatakan bahwa Pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian ( WTP ), tidak terlepas dari strategi yang diterapakan yaitu Pencanangan Road Map To WTP 2012 yang berisi strategi dan langkah Raih WTP 2012 yang lebih terstruktur, terencana, mampu laksana,serta melibatkan semua pilar terkait dengan output yang jelas. Strategi dan langkah tersebut telah dijalankan dengan konsiten oleh seluruh pilar terkait dengan pengawasan dan pengendalian yang lebih terarah serta terukur. Saat ini, Kemenkes RI juga telah menyusun Rencana Aksi untuk mempertahankan dan meningkatkan WTP tahun 2013-2014 yaitu dengan langkah-langkah: 1) Menjaga dan meningkatkan komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola dan pelaksana kegiatan; 2) Penguatan regulasi; 3) Penguatan sistem dan prosedur; 4) Penguatan sumber daya manusia (SDM); 5) Penguatan monitoring dan evaluasi; dan 6) Penguatan pengawasan dan pengendalian. Kita boleh berbahagia dengan capaian saat ini namun tidak ada waktu untuk lengah, untuk jajaran Itjen Kemenkes RI karena harus mengawal pelaksanaan program tahun ini dan tahun-tahun ke depan yang senantiasa dalam pelaksanaannya harus mengedepankan aspek akuntabilitas dan transparansi. (Tim Inforwas : Eko Sanova, Eka Widianti, Hotmedi Lisdiana, Hendro Santoso, Diah Nursanti, Juwita, Emilda)
9
Laporan Khusus
Mengapa kegiatan ini perlu ditulis di Buletin Inforwas? Karena pelayanan vaksinasi bagi jemaah Haji dan Umroh,adalah tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI dan cenderung jumlah jamaahnya meningkat setiap tahunnya dan tentunya juga menimbulkan titik-titik resiko dalam pelaksanaannya, yang harus jajaran Itjen ketahui juga dalam rangka pengawalan kegiatannya. Seperti diketahui bahwa mandat sebagai pelaksanaan pemberian sertifikat vaksinasi internasional berada di Kementerian Kesehatan RI melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan, sesuai beberapa undang undang dan peraturan tersebut di bawah ini: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
10
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut Undang Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Praktek Kedokteran Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan
Laporan Khusus
l. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan jo. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2348/Menkes/Per/ IX/2011 m. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pemberian Sertifikat Vaksinasi Internasional n. International Health Regulation (IHR) 2005.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/Menkes/ Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan jo. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2348/Menkes/Per/IX/2011 o. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pemberian Sertifikat Vaksinasi Internasional p. International Health Regulation (IHR) 2005.
Foto diambil dari web KKP
Foto diambil dari web KKP
Mengingat kekarantinaan merupakan tugas pemerintah pusat yang tidak dilimpahkan ke daerah,tanggungjawab kekarantinaan kesehatan berada pada Menteri Kesehatan, meskipun dalam kondisi tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan kebijakan teknis melimpahkan sebagian tanggungjawabnya kepada daerah sesuai kebutuhan. Misalnya pelimpahan penetapan pemberian vaksinasi meningitis kepada unit pelaksana teknis (Rumah Sakit) dalam pemberian vaksinasi, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang mendukungnya, berdasarkan hasil pemantauan, evaluasi, pembinaan dan pengawasan. Maka Itjen Kemenkes RI sebagai APIP di lingkungan Kementerian Kesehatan RI diharapkan memahami dan mengerti dasar penerbitan dan pemberian ICV. Lalu apa pentingnya Vaksinasi dan Pemberian Sertifikat Vaksinasi Internasional? Vaksinasi diberikan pada pelaku perjalanan internasional yang di haruskan melakukan vaksinasi untuk penyakit tertentu bila akan datang atau pergi ke daerah terjangkit (endemis), hal ini telah ditetapkan dalam IHR tahun 2005, dimana salah satunya adalah penetapan bagi pelaku perjalanan yang akan datang ke wilayah Kerajaan Saudi Arabia harus diberi
11
Laporan Khusus vaksinasi Meningitis Meningokokus, yang artinya setiap jemaah haji dan umroh harus dilakukan vaksinasi s ebagai pencegahan untuk penyakit tersebut, dan tidak akan menyebarkan penyakitnya ke negara asal. Ada beberapa titik rawan dalam pelaksanaan pemberian vaksinasi ini di Indonesia, karena ketidaktahuan dan kekurangan informasi bagi para jemaah atas maksud dan manfaat pemberian vaksinasi tersebut, mereka hanya berpikir bahwa ICV yang lebih dikenal sebagai buku kuning, adalah salah satu persyaratan bagi para pelaku perjalanan internasional termasuk para calon Jemaah Haji dan Umroh, sehingga telah banyak cerita para jemaah tidak disuntik dan mendapatkan ICV, karena para pelaku perjalanan internasional seperti ini akan menyebabkan pelaksananan program dalam rangka cegah tangkal penyakit menular potensial wabah dan dampaknya terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM). Dengan pola pikir seperti ini memungkinkan terjadi tindakan pelanggaran peraturan yang ada, misalnya jemaah tidak dilakukan vaksinasi dan mendapatkan buku ICV. Dengan pola pikir seperti ini memungkinkan terjadi tindakan pelanggaran peraturan yang ada, misalnya jemaah tidak dilakukan vaksinasi dan mendapatkan buku ICV. Hal tersebut terlihat sebagai pelanggaran yang sangat sederhana, pelaku tidak sadar bahwa kalau mereka menjadi penderita penyakit meningitis, pertama yang bersangkutan menderita, kedua membawa kuman penyakit yang bisa saja menjadi
12
pencetus wabah di negara kita, yang salah satunya akan menyebabkan beban keuangan bagi negara untuk mengatasinya. Yang mungkin akan lebih menimbulkan masalah lagi, bila dokumen atau ICV yang dikeluarkan oleh aparat KKP Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tidak diakui secara internasional. Untuk itu diperlukan pengaturan lebih lanjut tentang penguatan KKP Kementerian Kesehatan RI desiminasi informasi pemberian vaksinasi baik untuk jamaah haji dan umroh, travel pengelola dan unit sebagai otoritas pelaksana vaksinasi dan penerbitan ICV, misalnya melakukan sosialisasi dan pemberi pelayanan kesehatan, misalnya dengan lebih mendekatkan pemberian pelayanan kepada pelaku perjalanan internasional dalam rangka cegah tangkal penyakit potensial wabah yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM). Selain itu pula diperlukan evaluasi menyeluruh dan konprehensif tentang bentuk pelayanan kepada pelaku perjalanan internasional khususnya jemaah haji dan umroh agar pelayanan yang diberikan lebih mudah dijangkau, efisien dan efektif. Referensi: a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pemberian Sertifikat Vaksinasi Internasional b. International Health Regulation tahun 2005 c. Notulensi dan Laporan Rapat PP dan PL tanggal 11 Desember 2013
L iputan
ULANG TAHUN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KE-30
Oleh : Sunaedi Pradja, Wiji Lestari
Kepala BPKP disaksikan Ketua KPK memotong tumpeng ulang tahun ke-30
Tepatnya tanggal 30 Mei 2013 adalah merupakan “Hari Ulang Tahun BPKP ke-30”, di usia ini BPKP diharapkan akan semakin matang, cerdas, dan berani menegakkan kejujuran. “BPKP merupakan ujung tombak dalam pengawasan pembangunan, keuangan, dan kinerja,” ungkap Menteri PAN dan RB dalam sambutannya sebagai pemimpin upacara. Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di Aula Gandhi, Kantor Pusat BPKP. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri PAN dan RB Azwar Abubakar, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua BPK Hasan Bisri, Kareskrim Sutarman, Sekretaris Itjen Kemenkes Mustikowati, Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Kamaruddin Sjam
dan perwakilan Kementerian/Lembaga. Dalam acara hari ulang tahun ke-30, tercatat dua agenda penting sebagai suatu tahapan selanjutnya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik. Agenda pertama adalah penyerahan ISO 9001:2008 yang diperuntukan kepada Pusat Penenlitian dan Pengembangan Pengawasan (Puslitbangwas) BPKP dan agenda ke dua adalah “Peluncuran Laman BPKP Terbaru”. Puslitbangwas BPKP menerima sertifikasi ISO 9001:2008 dari TUV Nord, suatu badan sertifikasi Jerman sebagai pengakuan atas kinerjanya terkait implementasi, supervisi, dan koordinasi di bidang penelitian dan pengembangan. Sertifikat ISO tersebut diserahkan
13
L iputan
Bapak Wayan Inspektur Investigasi, Ibu Mustikowati Sesitjen Kemenkes bersama Bapak Justan Siahaan dari BPKP
langsung oleh General Manager TUV Nord Indonesia, Leopold Hutapea dan diterima oleh Kepala Puslitbangwas BPKP, Elly Fahriani. Dengan diperolehnya sertifikasi tersebut, menunjukkan hasil penelitian Puslitbangwas BPKP telah diakui mutunya secara internasional. Peluncuran tampilan baru laman BPKP yang lebih user friendly dan responsif. Untuk memenuhi zaman, website BPKP saat ini dapat diakses dari berbagai macam gadget seperti telepon genggam maupun komputer tablet dengan berbagai macam sistem operasi. Dalam sambutannya Kepala BPKP menyatakan bahwa untuk merespon semangat reformasi birokrasi, khususnya aspek kelembagaan dengan melakukan right sizing, yaitu lebih dari 100 jabatan struktural akan dipangkas untuk kemudian pejabat yang bersangkutan dialihkan menjadi jabatan fungsional. BPKP
14
juga saat ini dipercaya sebagai Ketua Tim Quality Assurance Reformasi Birokrasi Nasional untuk memastikan implementasi reformasi birokrasi pada Kementerian/ Lembaga telah berjalan dalam jalur yang benar. Menurut Menteri PAN dan RB, akhir-akhir ini posisi BPKP memang tidak strategis karena melakukan perannya hanya berdasarkan permintaan. Namun, pemerintah menaruh perhatian khusus kepada BPKP. Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium. BPKP tetap diberi tambahan tenaga auditor setiap tahun. Bahkan lanjutnya, tahun ini BPKP akan diberi jatah 600 tenaga auditor yang diharapakan dapat semakin berkontribusi dalam meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Lanjut Menteri PAN dan RB lagi, birokrasi masih belum mampu menunjukkan kinerjanya sesuai dengan harapan, khususnya untuk 3 (tiga) hal yaitu:
L iputan a. menurunkan tingkat korupsi, b. mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas, dan c. meningkatkan kualitas pelayanan publik, “BPKP harus tampil kedepan untuk memperbaiki ini semua,” tegas Menteri PAN dan RB. Menurut Menteri PAN dan RB, setidaknya terdapat 3 (tiga) Undang-Undang (UU) yang harus segera diterbitkan untuk mendorong laju Reformasi Birokrasi yaitu: Pertama: UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kental dengan semangat meritokrat dan akan mencetak birokrat bersih dan melayani. Kedua: UU tentang Administrasi Negara, yang mendorong agar pejabat tidak berlaku sewenang-wenang dalam membuat kebijakan publik, sekaligus memberi ruang buat pejabat untuk membuat diskresi demi tetap terselenggaranya pemerintahan. Ketiga: UU Sistem Pengawasan Intern. Saat ini menurut Menteri PAN dan RB, Indonesia dalam setiap level pemerintahan telah memiliki aparat pengawas intern, namun belum bisa menjadi pengawal bagi terwujudnya clean government. UU tersebut tegasnya, akan menjadi alat untuk memperkuat pengawasan intern pemerintah. Sebelum mengakhiri pidatonya, Menteri PAN dan RB berharap agar APIP ke depan bukan untuk bekerja untuk mencari kesalahan tetapi meluruskan arah pembangunan. “Semoga di HUT BPKP ke-30, BPKP dapat menjadi instansi yang semakin cerdas dan secara konsisten menegakkan intergritas dan kejujuran,” harap MenPAN. Dalam sambutan lain yaitu Ketua KPK
Abraham Samad, mengatakan KPK mengakui bahwa tanggung jawab pemberantasan korupsi tak hanya dipikul oleh KPK, melainkan juga seluruh elemen masyarakat, termasuk institusi BPKP, BPK, kepolisian, maupun kejaksaan. “Karena dengan bekerja sama, dan dengan sinergitas, diharapkan pemberantasan korupsi di Indonesia bisa dipacu lebih cepat lagi. Sehingga pada suatu ketika, kita bisa bermimpi bahwa di Indonesia penyakit korupsi perlahan-lahan bisa kita hilangkan dari bumi kita tercinta,” harap Abraham. Pada saat yang sama, Wakil Ketua BPK Hasan Bisri, berharap BPKP ke depan dapat mempelopori membina K/L agar mampu membuat pertanggungjawaban kinerja yang lebih baik terutama K/L yang sudah mendapat opini WTP. Selain mempertahankan opini WTP-nya, BPKP juga dapat memberi panduan/ guidance mengenai bagaimana meningkatkan kinerja dengan baik. Hasan Bisri juga mengkritisi keberadaan LAKIP, menurut beliau, LAKIP perlu ditinjau kembali kemanfaatannya untuk menilai kinerja suatu K/L. Namun yang terpenting, “bagaimana BPKP dapat memberi asistensi terhadap K/L mulai tahap perencanaan agar K/L dapat mempergunakan anggaran negara/uang yang dipercayakan kepada K/L tersebut untuk mencapai kinerja yang lebih baik,” harap Bisri lagi. Menutup pidatonya, Wakil Ketua BPK tersebut yakin BPKP mampu dan lebih proaktif dalam memberikan suatu asistensi kepada jajaran pemerintah baik di pusat maupun daerah. “Daerah masih sangat rentan, terutama daerah pemekaran, yang masih belajar dalam mengelola pemerintahan. Semoga kedepannya, BPKP makin maju dan makin professional,” pungkas Bisri.
15
R
ubrik Pengembangan Profesi
TELAAH LAPORAN KEUANGAN SATUAN KERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI Disusun oleh: Retno Budiarti, Sarip Hidayat dan Drs.Harnyoto, M.Ak
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan sebagai ujung tombak pengawasan terhadap penyusunan laporan keuangan satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan mempunyai peran yang penting dalam rangka pencapaian laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LK K/L) dengan predikat Wajar tanpa Pengecualian/WTP. Sesuai yang diamanatkan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan semesteran dan tahunan Kementerian/Lembaga (LK K/L) harus disertai dengan Pernyataan Tanggung jawab (Statement of Responsibility) yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. Pernyataan tersebut menyatakan penegasan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai. Sebagai dasar pembuatan pernyataan tersebut APIP Kementerian Negara/Lembaga harus melakukan reviu pada setiap tingkatan unit akuntansi mulai dari Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) Satuan Kerja, Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1) sampai dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA)
16
atas Laporan Keuangan Semesteran dan Tahunan. Hasil pelaporan reviu merupakan dasar APIP Kementerian Negara/Lembaga untuk membuat Pernyataan Telah Direviu pada tingkat UAPA. Seperti diketahui bahwa reviu adalah penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan suatu satuan kerja untuk memberi keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dalam upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga menghasilkan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga yang berkualitas. Adapun telaah laporan keuangan satuan kerja dilakukan dengan tujuan, antara lain untuk: 1. Mengetahui validitas dari tiap-tiap pos yang disajikan dalam laporan keuangan satu periode; 2. Menguji kesesuaian pos-pos Neraca dan LRA yang memiliki keterkaitan satu sama lain, yang disajikan dalam laporan keuangan satu periode. Oleh karena itu teknik analisis yang diterapkan antara lain ditujukan untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang potensial terjadi pada laporan keuangan sebagai akibat dari kesalahan
R
ubrik Pengembangan Profesi
pada saat pengoperasian aplikasi SAK. Berikut penjelasan terkait dengan telaah laporan keuangan : Telaah Laporan Realisasi Anggaran Dalam melakukan telaah terhadap Laporan Realisasi Anggaran, perlu dilakukan identifikasi kesalahan yang sering terjadi dalam pengoperasian aplikasi SAK, antara lain: a. Kesalahan Input Kode Jenis Satker. Misalnya: suatu instansi pusat tetapi dalam penyajian laporan keuangannya mencantumkan kode jenis satker KD (Kantor Daerah). b. Kesalahan Input Kode Sumber Dana (SD) dan Cara Penarikan (CP). Hal ini diindikasikan dengan adanya pagu dana yang kosong (nol) tetapi memiliki realisasi belanja. c. Kesalahan Input Kode Fungsi, Sub Fungsi, Program, Kegiatan dan Kesalahan Pembebanan. Hal ini diindikasikan dengan adanya realisasi belanja yang melebihi pagu dana sehingga sisa anggaran bernilai negatif. Pos-pos dalam Laporan Realisasi Anggaran yang perlu dilakukan telaah antara lain Pos Pendapatan dan Belanja a. Telaah Pos Pendapatan: Dalam telaah pendapatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1) Realisasi pendapatan tidak selalu melihat apakah ada anggarannya atau tidak; 2) Pendapatan suatu Satuan kerja/ Kementerian Negara/Lembaga merupakan pendapatan yang wajar diterima oleh Satuan kerja/
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan Tupoksi. Pendapatan/Penerimaan dapat dalam bentuk: • Penerimaan kembali belanja tahun yang lalu/TAYL (masuk kategori Pendapatan Lain-Lain) • Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara • Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara • Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro) • Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan) • Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah • Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang Adapun telaah Pendapatan (PNBP) yang perlu dilakukan antara lain: Teliti pendapatan yang dilaporkan apakah sudah sesuai dengan dokumen sumber/menampilkan angka yang wajar, contoh: a) Pendapatan Jasa Giro Bandingkan dengan rekening koran bendahara penerimaan, catat penerimaan jasa giro perbulan dan bandingkan dengan yang dilaporkan. b) Pendapatan TGR Pendapatan TGR dapat dibandingkan dengan estimasinya (bagian lancar TGR), apakah telah sama/ lebih besar/ lebih kecil. Tips: Untuk menghindari penggunaan
17
R
ubrik Pengembangan Profesi
PNBP tidak melalui mekanisme APBN (digunakan langsung) dan memastikan semua PNBP telah disetorkan maka pastikan petugas akuntansi telah melakukan verifikasi antara dokumen sumber dengan rekening bendahara penerimaan. Pastikan semua penerimaan telah disetorkan pada akhir tahun. c) Pendapatan diterima dimuka merupakan penerimaan pendapatan tetapi Satker belum memberikan pelayanan Dr (312211) Barang/Jasa Yang Masih Harus Diserahkan Cr (219211) Pendapatan Diterima Dimuka Cr (219212) Pendapatan Bukan Pajak Lainnya Diterima Dimuka d) Pendapatan Hibah (hanya ada di Bendahara Umum Negara)
4) Teliti apakah realisasi belanja sudah menampilkan realisasi yang wajar dan lakukan analisis penyebab rendahnya realisasi belanja. 5) Teliti apakah terdapat fungsi, subfungsi dan program yang tidak terdapat dalam DIPA Satker, Eselon-1 atau Kementerian yang bersangkutan. 6) Untuk penyiapan penyusunan CaLK, lakukan telaah terhadap realisasi belanja modal dan belanja lainnya yang menjadi BMN. (dari LRA dan CRBMN). 7) Pastikan ketepatan penggunaan kode BAS. 1. Telaah Neraca
• Bisa ada di semua K/L, dalam bentuk hibah uang, barang, dan jasa
Dalam melakukan telaah Neraca, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
• Dikaitkan dengan Belanja Hibah
Bandingkan Neraca Tahunan pada sisi tahun lalu, contoh :
• Dilaporkan di Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan diungkapkan dalam CaLK b. Telaah Belanja Dalam melakukan telaah Pos-pos Belanja, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1) Apakah masih ada kode fungsi, sub fungsi dan program yang belum terisi atau salah. 2) Lakukan identifikasi kode fungsi, sub fungsi dan program dan uraiannya. 3) Apakah
18
melebihi anggaran, yang ditandai dengan adanya nilai minus atau angka dalam kurung (kecuali untuk belanja pegawai).
realisasi
belanja
tidak
- Neraca tahun 20X0 (Tahun Anggaran Yang Lalu/TAYL) harus sama dengan kolom tahun 20X0 pada Neraca komparatif tahun 20X1 (Tahun Anggaran Berjalan/ TAB) dan nilai yang tersaji merupakan nilai 20X0 (TAYL) Audited - Ketidaksamaan dapat disebabkan data yang digunakan berbeda dengan data Neraca 20X0 (TAYL) Audited. Bandingkan Neraca Semester I pada sisi tahun lalu
R
ubrik Pengembangan Profesi
Bandingkan Neraca Semester II pada Semester I sebelumnya
bendahara pengeluaran disebabkan oleh:
Sedangkan untuk mengetahui validitas penyajian Neraca, diperlukan pengujian terhadap pos-pos neraca dengan teknik analisa sebagai berikut:
(a) Ketidaksamaan saldo awal Kas di bendahara pengeluaran.
a. Kas di Bendahara Pengeluaran
(c)
1) Pada akhir tahun saldo Kas di Bendahara Pengeluaran seharusnya nihil. 2) Pastikan bahwa saldo kas telah sama dengan pembukuan bendahara (terutama pada akhir tahun). 3) Jika tidak sama, teliti Buku Besar dengan dokumen sumber. 4) Penggunaan Mata (Akun) yang tepat TAB
815111
TAYL
815114
Anggaran
5) Ketidaksamaan saldo Kas di Bendahara Pengeluaran pada neraca dengan pembukuan
dapat
(b) Terdapat SPM/SP2D UP/TUP yang belum direkam. Terdapat SPM GU Nihil yang belum direkam.
(d) SSBP/Pot.SPM berupa pengembalian Uang Persediaan belum direkam. 6) Buat catatan mengenai penyetoran saldo kas pada akhir tahun berupa tanggal penyetorannya, nomor dokumen (NTB/P dan NTPN), untuk: (a) Penyetoran saldo kas tahun anggaran yang lalu. (b) Penyetoran saldo kas tahun berjalan yang disetorkan pada tahun berikutnya. Transaksi yang mempengaruhi saldo Kas di Bendahara Pengeluaran adalah seperti dalam tabel berikut:
Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran di Neraca harus sama dengan Uang Muka dari KPPN
BAS 825111 825112 825113 815111 815112 815113 815114
Uraian BAS Pengeluaran Uang Persediaan Dana Rupiah Pengeluaran Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri Pengeluaran Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana) Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Rupiah Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana) Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Tahun Anggaran Yang Lalu
Dr
Cr
19
R
ubrik Pengembangan Profesi
b. Kas Lainnya dan Setara Kas di Bendahara Pengeluaran 1) Untuk membukukan saldo kas yang ada di Bendahara Pengeluaran yang bukan berasal dari UP/TUP, seperti honor pegawai yang belum dibayarkan, jasa giro pada Bendahara Pengeluaran yang belum disetorkan ke Kas Negara. 2) Direkam melalui jurnal Neraca dalam aplikasi SAKPA dengan akun: Dr. 111821 Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran Cr. 212411 Pendapatan yang Ditangguhkan Cr. 211291 Utang Kepada Pihak Ketiga Lainnya c. Kas di Bendahara Penerimaan Untuk satuan kerja yang mempunyai tugas fungsional pemungut Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), bila pada tanggal Neraca masih terdapat PNBP yang belum disetor ke kas negara oleh Bendahara Penerima, maka nilai yang belum disetor tersebut sajikan dalam neraca pada akun Kas di Bendahara Penerima. Adapun telaah yang perlu dilakukan antara lain: 1) Teliti Laporan Bendahara Penerimaan, bandingkan realisasi penerimaan dengan realisasi penyetoran. 2) Pada akhir tahun rekening Bendahara Penerimaan seharusnya sudah nihil. 3) Buat catatan mengenai penyetoran saldo kas pada akhir tahun, yaitu: (a) Penyetoran saldo tahun anggaran yang lalu. (b) Penyetoran saldo tahun berjalan yang disetorkan pada tahun berikutnya berupa kode akun pendapatan dan tanggal penyetorannya serta nomor dokumen (NTB/P dan NTPN).
Transaksi yang mempengaruhi saldo Kas di Bendahara Penerimaan adalah seperti dalam tabel berikut: Saldo Kas di Bendahara Penerimaan di Neraca harus sama dengan Saldo Pendapatan yang Ditangguhkan
d. Pendapatan diterima dimuka Pendapatan diterima dimuka merupakan penerimaan pendapatan tetapi Satker belum memberikan pelayanan Dr (312211) Barang/Jasa Yang Masih Harus Diserahkan Cr (219211) Pendapatan Diterima Dimuka Cr (219212) Pendapatan Bukan Pajak Lainnya Diterima Dimuka e. Persediaan Pada satuan kerja, saldo persediaan yang disajikan dalam Neraca semesteran dan tahunan berasal dari Catatan Persediaan Pengelola Barang. Barang persediaan yang harus dicatat oleh pengelola barang dan disajikan dalam Neraca termasuk
20
Saldo Persediaan di Neraca harus sama dengan saldo Cadangan Persediaan
R
ubrik Pengembangan Profesi
diantaranya ATK untuk Diklat/Pertemuan yang diselenggarakan Satker. Transaksi yang mempengaruhi saldo persediaan adalah seperti dalam tabel berikut: Saldo Persediaan di Neraca harus sama dengan saldo Cadangan Persediaan
Adapun telaah yang perlu dilakukan antara lain: 1) Bandingkan neraca SAK dengan Neraca BMN, Apakah saldo persediaan telah sama 2) Seharusnya terdapat nilai persediaan pada neraca, baik pada laporan semester maupun akhir tahun 3) Nilai Persediaan yang tersaji dalam Neraca merupakan hasil Opname Fisik Barang Persediaan per semester yang dibukukan melalui aplikasi dan tidak melalui Jurnal Neraca (Jurnal Penyesuaian) f. Piutang Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayarkan kepada pihak tertentu dan/atau hak pihak tertentu yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Transaksi yang mempengaruhi saldo Akun Piutang adalah seperti dalam tabel berikut: Akun Piutang merupakan lawan dari Akun Cadangan Piutang
Adapun penyajian Saldo Piutang dalam Neraca antara lain: 1) Piutang PNBP berdasarkan pungutan pendapatan negara yang didukung adanya Surat Penagihan (PNBP hasil jasa pelayanan); 2) Piutang PNBP berdasarkan perikatan (sewa) didukung naskah perjanjian; 3) Piutang PNBP karena TP-TGR harus didukung dengan bukti a) SKTM untuk TP/TGR yang penyelesaiannya dilakukan secara damai; b) Surat Ketetapan yang diterbitkan oleh Instansi berwenang untuk TP-TGR yang penyelesaiannya dilakukan melalui jalur pengadilan g. Penyisihan Piutang Yang Tak Tertagih Penyisihan Piutang Tak tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. Penyisihan piutang tak tertagih diterapkan terhadap piutang jangka pendek dan piutang jangka panjang. Tata cara penetapan kualitas piutang dan besarnya tarif penyisihan piutang tak tertagih dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/PMK.06/2010 yang mengatur mengenai Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor: PER-82/PB/2011 tentang Pedoman Akuntansi
21
R
ubrik Pengembangan Profesi
Penyisihan Piutang Tak Tertagih pada Kementerian/Lembaga. Penggolongan Kualitas Piutang penerimaan negara bukan pajak dilakukan dengan ketentuan: 1) kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan; 2) kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan; 3) kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan 4) kualitas macet apabila: a) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau b) Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Selain itu Kementerian Negara/ Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus. 1) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit sebesar 5‰ (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar. 2) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus ditetapkan sebesar: a) 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang
22
lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; b) 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan c) 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. 3) Agunan atau barang sitaan yang mempunyai nilai di atas Piutangnya diperhitungkan sama dengan sisa Piutang. Adapun telaah yang perlu dilakukan antara lain:
1) Apakah UAKPA telah melakukan pencatatan atas penyisihan piutang tak tertagih di dalam sistem akuntansi yang dibuat setiap semester dan tahunan dengan menggunakan formulir jurnal aset sesuai dengan Format yang diatur dalam Lampiran II Perdirjen Perbendaharaan Nomor: PER-82/ PB2011
2) Apakah
UAKPA telah mengungkapkan informasi yang lebih rinci tentang penyisihan piutang tak tertagih di dalam Catatan atas Laporan Keuangan
3) Apakah
UAKPA telah menyampaikan informasi tentang penyisihan piutang tak tertagih melalui laporan keuangan ke UAPPA-W atau UAPPA-E1 setiap semester dan tahunan.
R
ubrik Pengembangan Profesi
h. Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi merupakan reklasifikasi tuntutan ganti rugi kedalam aset lancar disebabkan adanya TP/TGR jangka panjang yang jatuh tempo tahun berikutnya. Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah rupiah Tuntutan Ganti Rugi yang akan diterima dalam waktu satu tahun. Transaksi yang mempengaruhi saldo Kas di Bendahara Penerimaan adalah seperti dalam tabel berikut:
Akun Bagian Lancar TP/TGR merupakan lawan dari Akun Cadangan Piutang Akun Bagian Lancar TP/TGR merupakan lawan dari Akun Cadangan i. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Piutang (TPA)
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran merupakan reklasifikasi tagihan penjualan angsuran jangka panjang ke dalam piutang jangka pendek. Seluruh tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo dalam kurun waktu satu tahun atau kurang diakui sebagai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian lancar Tagihan penjualan angsuran dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah tagihan penjualan angsuran yang harus diterima dalam waktu satu tahun. Transaksi yang mempengaruhi Akun Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Akun Bagian Lancar Tagihan adalah seperti dalam tabel berikut:Penjualan Angsuran merupakan lawan dari Akun Cadangan Piutang dan diinvestasikan dalam aset lainnya Akun Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran merupakan lawan dari Akun Cadangan Piutang dan diinvestasikan dalam aset lainnya j. Aset Tetap Untuk melakukan validasi saldo Aset Tetap di Neraca, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Bandingkan jumlah aset dalam Laporan Barang Milik Negara Intrakomptabel dengan jumlah Aset Tetap dalam Neraca. 2) Bandingkan pertambahan Aset Tetap dalam Neraca dengan realisasi belanja modal dalam Laporan Realisasi Anggaran. 3) Periksa apakah dalam neraca satuan kerja masih terdapat akun-akun: Tanah, Gedung dan bangunan, Peralatan dan Mesin, irigasi dan jaringan serta Aset Tetap Lainnya sebelum disesuaikan. Akun-akun tersebut dapat disebabkan: a) Petugas SAKPA belum melakukan proses penerimaan ADK (Arsip Data Komputer) dari Aplikasi SABMN b) Petugas SAKPA telah melakukan proses penerimaan ADK dari aplikasi SABMN tetapi terdapat aset yang belum direkam/melakukan penginputan No.SP2D, tgl SP2D, Klasifikasi belanja (akun) c) Nilai SPM pada aplikasi SIMAK BMN tidak sama dengan SAK d) Belum selesainya pengadaan aset tersebut (Konstruksi dalam Pengerjaan)
23
R
ubrik Pengembangan Profesi
Transaksi yang mempengaruhi Saldo Aset Tetap adalah seperti dalam tabel berikut: Saldo Aset Tetap di Neraca harus sama dengan saldo Diinvestasikan Saldo Aset Tetap di Neraca harus sama dengan saldo Diinvestasikan dalam Aset Tetap dalam Aset Tetap Saldo Aset Tetap di Neraca harus sama dengan saldo Diinvestasikan k. Tagihan Penjualan Angsuran dalam Aset Tetap Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah.
Tagihan Penjualan Angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjulan angsuran. Transaksi yang mempengaruhi saldo Akun Tagihan Penjualan Angsuran adalah seperti dalam tabel berikut: Akun Tagihan Penjualan Angsuran merupakan lawan dari Akun Akun Tagihan Penjualan Angsuran merupakan lawan dari Akun diinvestasikan dalam Aset Lainnya dalam merupakan Aset Lainnya Akun Tagihandiinvestasikan Penjualan Angsuran lawan dari Akun diinvestasikan dalam Aset Lainnya l. Tuntutan Ganti Rugi Tuntutan Ganti Rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. Tuntutan Ganti Rugi dinilai sebesar nilai nominal yang tertuang dalam Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) atau surat ketetapan yang diterbitkan oelh Instansi berwenang untuk TP/TGR yang penyelesaiannya melalui jalur pengawasan.Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan ganti rugi adalah Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan bukti setor ke Kas Negara. Transaksi yang mempengaruhi saldo Akun Tuntutan Ganti Rugi adalah seperti dalam Tuntutan Ganti Rugi merupakan lawan dari Akun Diinvestasikan tabelAkun berikut: Akun Tuntutan Ganti Rugi merupakan lawan dari Akun Diinvestasikan dalam Aset Lainnya dalam Aset Lainnya Akun Tuntutan Ganti Rugi merupakan lawan dari Akun Diinvestasikan dalam Aset Lainnya m. Utang Kepada Pihak Ketiga Utang pihak ketiga adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang diterima Kementerian Negara/Lembaga, namun sampai dengan pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga selaku penyedia barang/jasa. Termasuk dalam hal ini adalah kewajiban kepada pegawai dan barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya. Transaksi yang mempengaruhi saldo Akun Utang Kepada Pihak Ketiga adalah seperti dalam tabel berikut: Akun Utang Kepada Pihak Ketiga merupakan lawan dari Akun Dana yang harus disediakan untuk pembayaran hutang jangka pendek
24
R
ubrik Pengembangan Profesi
Utang kepada pihak Ketiga dicatat sebesar nilai barang/jasa yang diterima tetapi belum dilakukan pembayaran, dengan jurnal:
Dr. Diinvestasikan dalam aset tetap
Dr (311611) DYHDU Jangka Pendek
Cr. Akumulasi Penyusutan
Cr (212111) Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar
Besarnya penyusutan untuk setiap semester atau per tahun akan diperlakukan dengan:
3. DANA GAJI DAN INSENTIF PTT
Tetap
a. Pembayaran gaji dan insentif PTT dibayar setelah yang bersangkutan bekerja (pada bulan berikutnya);
Aset tetap perlu disusutkan karena aset tetap dengan berlalunya waktu akan mengalami penurunan kapasitas dalam memberikan jasa.
b. Untuk Gaji dan insentif Bulan Desember 2012 dicairkan Bulan Desember 2012 dan pembayarannya pada Januari 2013 dan seterusnya;
n. Penyusutan Pemerintah
atas
Aset
Aset tetap yang disusutkan antara lain: 1) Gedung dan Bangunan
Perlakuan akuntansinya dengan jurnal: Dr (111821) Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran
2) Peralatan dan Mesin 3) Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan 4) Aset tetap lainnya berupa aset tetap renovasi dan alat musik modern Aset tetap yang direklasifikasikan sebagai aset lainnya dalam neraca berupa aset kemitraan dengan fihak ketiga dan aset idle disusutkan sebagaimana layaknya aset tetap
Cr (212191) Utang Kepada Pihak Ketiga Lainnya c. Dalam hal terdapat gaji dan insentif tahun 2012 dan seterusnya yang belum dibayar per 31 Desember, perlakuan akuntansinya dengan jurnal: Dr (311611) Dana Yang Harus Dibayar Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
tidak
Cr (212111) Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar
a. Aset tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah diusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan penghapusannya
4. SETORAN PNBP YANG DILAKUKAN OLEH SATKER & PIHAK KETIGA
Adapun aset tetap disusutkan adalah :
yang
b. Aset tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan penghapusannya
a. Jasa Giro dan Pengembalian Dana Jamkesmas Tahun Lalu (TAYL) harus dicatat dan disajikan dalam LK Satker Penyalur – Setditjen BUK b. Pengembalian Gaji PTT (TAYL) disetorkan dengan menggunakan SSBP dengan Kode Satker Biro Umum (465930)
25
R
ubrik Pengembangan Profesi
5. SATKER VERTIKAL PEMUNGUT PNBP & PENGGUNAAN AKUN PNBP a. Satker Vertikal pemungut dan pengguna PNBP agar mencantumkan Estimasi Pendapatan dalam DIPA; b. Pendapatan BLU hasil pemanfaatan dana seperti bunga/jasa giro atas dana PNBP BLU dicatat sebagai “Pendapatan Badan Layanan Umum Lainnya” pada akun “424911 Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU” c. Estimasi dan realisasi PNBP Satker Non BLU menggunakan Akun :”423 Pendapatan PNBP Lainnya” d. Estimasi dan realisasi PNBP Satker BLU menggunakan Akun “424 Pendapatan” 6. HIBAH LANGSUNG BERUPA UANG/ BARANG/JASA/SURAT BERHARGA DARI PIHAK KETIGA a. Hibah langsung dalam bentuk uang dalam menu disajikan sebagai pembelian b. Hibah Barang di SAKPA dalam menu SIMAK BMN c. Pengesahan hibah langsung (uang/ barang/jasa) mengacu Perdirjen Perbendaharan 81/2011; d. Apabila terdapat sisa dana hibah berupa tunai/kas dan saldo rekening (bank) dilaporkan dalam neraca Satker, dengan jurnal: Dr (111822) Kas Lainnya Kementerian Negara dari Hibah
di
Cr (311911) Ekuitas Dana Lancar Lainnya dari Hibah Langsung e. Dana hibah yang telah diterima berupa tunai/kas atau di rekening bendahara namun belum diajukan registrasi,
26
agar dilaporkan dalam neraca Satker, dengan jurnal : Dr (111821) Kas Lainnya Bendahara Pengeluaran Cr (219611) Ditangguhkan
Pendapatan
di
Yang
f. Hibah Barang/Jasa yang diterima sampai 12 Desember 2012 belum ada BAST, maka penandatangan BAST ditunda sampai tahun 2013. Barang/ Jasa tersebut tidak dilaporkan dalam Neraca, namun diungkapkan dalam CaLK; g. Satker BLU yang menerima hibah uang/barang agar diperlakukan sebagai Pendapatan BLU (4242xx Pendapatan BLU) 7. PENGHAPUSAN KDP a. Jika terdapat KDP non fisik (dokumen perencanaan dll) maka Satker mengusulkan penghapusan KDP kepada Pengelola Barang; b. Satker dapat menghapuskan KDP setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang (sesuai dengan kebijakan Akuntansi Kemenkes) c. Jurnal penghapusan KDP: Dr (321211) Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Cr (136111) Pengerjaan
Konstruksi
Dalam
Kesimpulan : 1. Penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian Laporan Keuangan suatu Satuan Kerja bertujuan memberi keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dalam
R
ubrik Pengembangan Profesi
upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga menghasilkan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga yang berkualitas.
67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga
2. Telaah laporan keuangan satuan kerja juga dapat digunakan untuk menguji kesesuaian pos-pos Neraca dan LRA yang memiliki keterkaitan satu sama lain, yang disajikan dalam laporan keuangan satu periode, misalnya: korelasi antara penambahan Belanja Modal di LRA dengan penambahan saldo Aset Tetap di Neraca.
8. Perdirjen Perbendaharaan Nomor: PER82/PB/2011 tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih pada Kementerian/Lembaga
REFERENSI : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 perubahan atas Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Jakarta:Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, 2010 dan Lampirannya
9. Peraturan Direktur jenderal Perbendaharaan Nomor: PER-85/ PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang PNBP pada Satker Kementerian/ Lembaga 10. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor: 01, tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat, Jakarta: Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, 2005 11. Modul Diklat PPAKP tahun 2008, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Departemen Keuangan RI
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91 tahun 2007, tentang Bagan Akun Standar, Jakarta: Direktorat Jenderal Perbendaharan, 2007
12. Bahan Presentasi Kepala Biro Keuangan dan BMN pada Pertemuan Konsolidasi Inspektorat Jenderal Kemenkes, 9 Januari 2013
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/ PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian/Lembaga Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak tertagih
13. Pedoman Akuntansi Penyusunan Laporan Keuangan Kemenkes RI, Tahun 2012
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 230/PMK.05/2011, tentang Sistem Akuntansi Hibah 5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 238/PMK.05/2011, tentang Pedoman Umum Standar Akuntansi Pemerintah, 23 Desember 2011 dan Lampirannya 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 1/ PMK.06/2013 tentang Penyusutan Aset Tetap Pemerintah Pusat 7. Peraturan Direktur Perbendaharaan Nomor:
jenderal PER-
27
R
ubrik Pengembangan Profesi
REVIU RKA KL TAHUN 2014 TUGAS BARU BAGI INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Oleh: Sunaedi Pradja, Merki Rundengan, Lia Leita Kania Amalia
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK Nomor 94/PMK/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L. Pelaksanaan penelaahan/reviu RKAK/L tersebut dilakukan dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan dan kepatuhan dalam penerapan kaidahkaidah penganggaran. Pada lokakarya Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga tanggal 22 Pebruari 2012, Wakil Presiden RI telah menginstruksikan kepada Inspektorat Jenderal untuk berperan sejak awal, yaitu tahap perencanaan penganggaran. Terkait dengan hal tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri PAN RB RI
28
Nomor 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Pengawasan dalam rangka Penghematan Penggunaan Belanja Barang dan Belanja Pegawai di Lingkungan Aparatur Negara, antara lain menyatakan bahwa Pimpinan Instansi memberi tugas kepada Inspektorat Jenderal untuk melakukan peningkatan pengawasan dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga. Inspektorat Jenderal Kemenkes selaku APIP bagi Kemenkes dan Biro Perencanaan telah melakukan Kegiatan Penelitian/Penelaahan dan Reviu RKA KL pada tanggal 22 -24 Juli 2013 di Hotel Merlyn Jakarta. Yang melatar belakangi beberapa pertimbangan yang menjadi dasar perubahan terkait petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L yaitu menyempurnakan pedoman penerapan penganggaran berbasis kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dalam rangka meningkatkan
R
ubrik Pengembangan Profesi
kualitas perencanaan dan penganggaran, menyempurnakan ketentuan terkait tata cara penyusunan dan penelaahan RKA-K/L dengan mengacu pada pemisahan tugas dan peran antara Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO), Kementerian sebagai Chief Planning Officer (CPO) dan Menteri / Pimpinan Lembaga sebagai Chief Operational Officer (COO) dan menyediakan payung hukum terkait keterlibatan unit Aparat Pengawasan Intern Kementerian/Lembaga (API K/L) dalam meneliti RKA-K/L sebagai quality assurance serta meningkatkan kualitas RKA-K/L dan DIPA. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam penyusunan RKA-K/L harus disusun dengan memperhatikan petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L serta berdasarkan Pagu Anggaran K/L yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, standar biaya dan kebijakan Pemerintah. Untuk melihat hasil guna dan daya guna kegiatan ini dan mendapatkan informasi dari pelaksana kegiatan pertama kali
Reviu RKA KL di lingkungan Kementerian Kesehatan ini baik dari Auditor maupun perwakilan Satker dilakukan evaluasi dengan menjalankan kuesioner tentunya bertujuan agar pelaksanaan kegiatan akan lebih baik. Hasil pelaksanaan Reviu RKAKL dan harapan kedepan dapat dijelaskan sebagai berikut: Evaluasi dari pihak Auditor. Auditor yang memberikan informasi dan mengisi kuesioner sebanyak 16 Auditor. Adapun hasil yang didapatkan dari evaluasi tersebut adalah seperti tersebut berikut: Dari 16 orang Auditor menyatakan kalau Reviu RKAKL sudah dapat mendeteksi ketidaksesuaian anggaran dengan tuposi atau kemungkinan kecurangan, fraud dan jenisnya dan 4 auditor belum yakin dengan hal tersebut.
29
R
ubrik Pengembangan Profesi utama dalam pelaksanaan Reviu RKAKL − Peningkatan kompetensi SDM tim Reviu RKAKL − Kelengkapan menu Reviu RKAKL Evaluasi dari pihak Satker.
Menyangkut kewenangan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan apakah sudah memadai dalam melaksanakan reviu RKAKL sebagian besar responden yaitu 9 orang menyatakan belum memadai sementara 7 orang menyatakan sudah memadai. Dalam pelaksanaan Reviu RKAKL tahun 2013 ini sebagian besar Responden mengharapakan adanya perbaikan dalam waktu pelaksanaan yaitu agar bisa diberikan waktu yang lebih lama. Sementara auditor lainnya mengharapkan perlunya pembenahan pelaksanaan reviu RKAKL dalam beberapa hal: − Membuat kejelasan tugas Itjen dalam pelaksanaan reviu RKAKL termasuk substansi reviu dan pedoman Reviu RKAKL dengan formulasi lebih jelas. − Mendapatkan kejelasan keseluruhan anggaran dari Eselon 1 dan Satker. − Adanya sumber data yang memadai dari Satker − Ada koordinasi yang jelas dengan unit
30
Evaluasi Satker dalam pelaksanaan Reviu RKAKL didapatkan dengan mengisi kuesioner terhadap 15 orang dari RSU dan Dinas Kesehatan dengan komposisi 4 orang Direktur RS, 1 Kepala Dinas dan 3 Kepala Bidang dan 2 Kepala Sub Bidang dan 5 orang staf. Terhadap evaluasi pelakanaan RKAKL dengan kuesiner didapatkan hal sebagai berikut: Dari 15 responden 7 orang diantaranya menyatakaan kegiatan reviu RKAKL bermanfaat bagi organisasi. Manfaat utama yang dirasakan adalah adanya perencanaan satker yang lebih baik. Untuk pertanyaan apakah kegiatan reviu menghambat atau memperlancar proses, responden dari satker menyatakan tidak menghambat (8 orang), namun 4 orang menyatakan menghambat dan 3 orang tidak tahu. Selanjutnya perwakilan satker mengharapkan pelaksanaan kegiatan reviu RKAKLdi waktu yang akan mendatang agar: − pelaksanaan Reviu RKAKL tetap dilaksanakan dan dilaksanakan setelah PAGU diterima − kegiatan Reviu RKAKL agar lebih jelas dan lebih terarah
R
ubrik Pengembangan Profesi
− jika memungkinkan Reviu RKAKL didelegasikan ke Dinas kesehatan masing-masing propinsi − sebaiknya ada pedoman Reviu RKAKL yang disampaikan lebih awal − Panitia Reviu RKAKL agar menginformasikan pelaksanaan lebih awal serta data-data yang harus dibawa Satker. − Waktu pembahasaan Reviu RKAKL agar lebih panjang Perwakilan satker daerah yang mengisi kuesioner juga mengungkapkan beberapa hal lain menyangkut pelaksanaan Reviu RKAKL yaitu: − Reviu RKAKL diharapkan menjawab kebutuhan satker
bisa
− Auditor bisa mendukung apa yang diusulkan oleh Satker − Reviu RKAKL agar lebih terinci dan praktis dan kebijakan sama − Adanya kesepahaman antara BUK dan Itjen Kemkes dalam pelaksanaan Reviu RKAKL − Kemenkes agar mengeluarkan standar yang akan menjadi pedoman bagi satker di daerah dalam menyusun E-planning. Reviu RKA KL ini, adalah tugas baru dan dari hasil evaluasi on the spot yang sederhana ini mudah-mudahan merupakan langkah kecil menuju perubahan besar bagi kemajuan kita semua di lingkungan Kementerian Kesehatan
− Diharapkan pelaksanaan Reviu RKAKL melalui perencanaan lebih matang
31
R
ubrik Pelita Hati
MEKANISME KEBIASAAN DALAM ‘PEMBENTUKAN’ NASIB Oleh: A. S. Rizal
S
emua yang terjadi dalam kehidupan ini takkan lepas dari sebuah peraturan yang membingkainya. Berputarnya bumi dan planet-planet mengelilingi matahari, tumbuhnya benih yang ditanam, turunnya hujan, jatuhnya benda karena gravitasi, dan lain sebagainya takkan pernah lepas dari bingkai “peraturan” yang telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa. Tak seorang pun mampu mengubah tatanan itu. Semuanya berjalan secara otomatis sesuai dengan titah yang diterimanya. Keseimbangan alam yang Allah ciptakan membentuk sebuah harmoni yang sangat indah dipandang. Ada lebah dan bunga, laki-laki dan perempuan, siang dan malam, hidup dan mati, tua dan muda, senior dan junior, semuanya membentuk sebuah tatanan yang cukup apik dalam menghiasi dunia maya pada ini. Begitu pula nasib. Jika dilihat lebih dalam tentang makna dibalik sebuah nasib, kita akan mendapati bahwa sebenarnya keberadaan nasib bukanlah terjadi tanpa sebab begitu saja. Artinya segala apa yang kita dapat apakah itu berupa kemiskinan, kekayaan, keberuntungan maupun ketidakberuntungan, sebenarnya tidaklah terjadi begitu saja tanpa sebab. Allah Maha Cerdas yang tak mungkin melakukan sesuatu atas dalih kecerobohan. Dia akan selalu memberi sesuatu sesuai dengan kadar kepantasan orang tersebut untuk diberi.
32
Tak satupun orang hebat yang mendadak hebat. Sebelum mereka hebat, tentu ada sebuah proses yang membentuknya. Pepatah mengatakan “pertama-tama kita membentuk sebuah kebiasaan, lalu kebiasaan itu membentuk kita”. Itulah proses dari pembentukan pribadi manusia. Perbuatan apapun yang kita biasakan akan membentuk karakter kita, kepribadian kita, bahkan nasib kita. Tindakan hebat yang berulang, akan melahirkan kebiasaan yang hebat hingga akhirnya mengakar
R
ubrik Pelita Hati
kuat menjadi karakter dan kepribadian yang hebat pula. Begitu pula sebaliknya. Kebiasaan buruk akan membentuk karakter buruk dan nasib yang buruk pula. Oleh karenanya kita harus secara sadar memutuskan pilihan tindakan apa yang ingin dibiasakan. Dan pastikan, kebiasaan itu benar-benar meningkatkan kualitas pribadi kita sehingga nasib kita pun akan meningkat pada kualitas yang baik. Itulah mengapa, ketika penulis bertemu dengan orang-orang hebat, pertanyaan yang selalu penulis lontarkan adalah kebiasaan apakah yang mereka lakukan sehari-hari. Jawaban yang penulis terima ternyata banyak kesamaan, diantaranya secara umum mereka mempuyai sifat jujur, tampil ceria, bersemangat, ramah pada orang lain, suka membaca buku, selalu bersyukur, ikhlas, sabar, dan tidak merokok. Maka wajarlah jika mereka bernasib baik, karena memang kebiasaan yang mereka lakukan mengarah kepada kebaikan. Hal penting yang penulis catat dari kebiasaan beberapa pembicara, para penulis ataupun motivator yang penulis kenal adalah kebiasaan “tidak merokok”. Sebagai contoh Ippo Santosa (penulis 7 Keajaiban Rezeki) yang menyatakan dalam suatu sessi pelatihan MoST (Motivator School and Training): ”Jika anda ingin menjadi seorang pembicara publik, sebaiknya tidak merokok. Saya tidak berbicara makruh atau apa, tetapi sebagai pembicara, hendaknya kita hanya melakukan yang baik untuk diteladani. Selain itu, saya bangun lebih awal, kemudian shalat tahajjud, karena saya meyakini dalam Al-Quran, barangsiapa yang selalu shalat malam, maka Allah beratkan bicaranya. Ketikaberbicara, banyak orang tertarik mendengarnya dan langsung bias masuk ke dalam hati”.
Contoh lainnya adalah Prasetya M. Brata (trainerdanahli NLP-Neurosemanthic) yang menyatakan hal senada kepada trainer: “Jika Anda perokok, segeralah berhenti dari sekarang, karena perbuatan itu menunjukkan bahwa Anda belum mampu mengendalikan pikiran Anda. Seorang perokok lebih senang mendahulukan nafsunya daripada pikirannya. Sudah jelas, rokok itu merusak diriny asendiri, tap imasih dilakukan. Jika dilarang, yang dilakukan kebanyakan orang adalah pembenaran atas perbuatandirinya.Sebagai pembicara, taksepatutnya Anda melakukannya”. Merokok atau pun tidak merokok adalah sebuah pilihan. Secara pribadi, penulis memilih tidak merokok karena bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Penulis bisa merasakan betapa tidak menyenangkan duduk di samping perokok, karena perokok sangat egois karena tidak mau peduli dengan orang lain di sekitarnya. Yang dipikirkan hanyalah kesenangan dirinya sendiri, meskipun perokok sangat tahu jika perokok pasif justru lebih terancam kesehatannya dari pada perokok aktif, namun tetap saja dilakukan. Menurut hemat penulis, akan lebih baik jika seorang perokok juga menghormati orang lain dengan tidak merokok di depan perokok pasif. Seyogyanya perokok bias menempatkan diri kappan dan dimana dia harus merokok. Mungkin agak berat bahkan sangat sulit, tapi itulah tolok ukur seseorang yang mampu mengendalikan nafsu dengan pikirannya. Salam super semangat. *) Trainer NasionalAccelerated Learning“La RaibaHanifida” alamat email:
[email protected]
33
D
inamika
P
engawasan
Siapa yang tidak kenal dengan almarhum dr. Mun’im Idris, seorang dokter ahli forensik yang banyak terkait dengan kasuskasus pembunuhan besar di Indonesia. Sedikit banyaknya, beliaulah yang mengenalkan secara luas istilah forensik kepada masyarakat Indonesia melalui tayangan media massa. Meskipun beliau bukanlah satu-satunya ahli forensik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia, namun beliaulah yang mungkin paling dikenal oleh masyarakat. Sehingga tidak heran apabila masyarakat umum akan langsung mengkaitkan kata forensik dengan aktifitas kedokteran yang terkait dengan bedah mayat. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri, karena memang istilah forensik ini pertama kali digunakan dalam dunia kedokteran. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata forensik diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pada masalahmasalah hukum atau ilmu bedah yang berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan. Namun istilah forensik saat ini bukan lagi menjadi monopoli dunia kedokteran, namun sudah diberikan makna lain sesuai latar belakang keilmuan yang mengkajinya. Selain dalam dunia kedokteran istilah forensik juga digunakan dalam keilmuan atau profesi lainnya, seperti istilah Laboratorium Forensik yang biasanya berkaitan dengan pemeriksaan penggunaan narkoba atau identifikasi DNA ( Deoxyribonucleic Acid ) untuk menentukan ayah dari seorang bayi, misalnya terkait permasalahan pembagian warisan Istilah forensik juga digunakan dalam dunia ilmu akuntansi atau akunting. Istilah forensik dalam dunia akuntansi atau akunting tentunya tidak lagi berbicara masalah mayat atau bedah mayat seperti pengertian forensik dalam dunia kedokteran . Meskipun dua hal yang berbeda antara kedokteran forensik dengan audit forensik namun istilah forensik dalam dua istilah tersebut memiliki satu dimensi yang sama, yaitu sesuatu yang terkait dalam permasalahan hukum atau peradilan.
34
D
inamika
P
engawasan
Pengertian Audit Forensik
Serapan kata forensik dalam bidang ilmu akuntansi atau auditing memunculkan istilah baru yaitu kata Auditing Forensik atau Akuntansi Forensik.Dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, T.M. Tuanakotta memberikan arti kata akuntansi secara luas termasuk didalamnya adalah auditing. Dalam bukunya tersebut Akuntansi Forensik diartikan sebagai “penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat”. Sehingga istilah akuntansi forensik sering juga diartikan sebagai auditing forensik. Sedangkan dalam halaman Wikipedia Indonesia, Akuntansi forensik diartikan sebagai praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi. “Forensik” disini diartikan sebagai “sesuatu yang cocok untuk digunakan dalam pengadilan hukum”, Akuntan forensik, juga disebut sebagai auditor forensik atau auditor investigasi, seringkali akhirnya harus memberikan bukti dan keterangan ahli pada persidangan.Apabila kita memberikan makna dari kata yang menyusunnya, istilah Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Secara sederhana kata audit dapat diartikan sebagai tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria, sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum/ pengadilan. Dengan demikian, audit forensik dapat diartikan sebagai suatu tindakan menganalisis dan membandingkan antara fakta atau kondisi
di lapangan dengan kriteria atau peraturan yang berlaku, untuk memperoleh bukti audit yang bisa diterima dan digunakan sebagai bukti hukum di muka pengadilan. Audit Forensik merupakan pendalaman dari Audit Investigasi, dimana Audit Forensik merupakan gabungan dari keahlian di bidang akuntansi, audit dan hukum. Audit forensik menekankan bagaimana seorang auditor d alam mengumpulkan dan memperoleh bukti suatu kejadian yang akan digunakan sebagai bukti di proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Guna memperoleh hasil audit forensik yang bisa digunakan dalam proses hukum maka seorang auditor forensik harus memahami hukum atau peraturanperundang-undangan yang berlaku dimana audit forensik itu dilakukan
Tugas Auditor Forensik Salah satu tugas Auditor Forensik setelah menyelesaikan proses audit forensiknya adalah memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) . Bahkan sebelum tahap pengadilan, auditor forensik dituntut kompeten dalam memberikan keterangan yang diminta oleh pihak penuntut baik jaksa maupun polisi. Bahkan auditor forensik sering diminta oleh pihak jaksa atau kepolisian dalam mendukung pengungkapan suatu kasus yang membutuhkan keahlian auditing forensik. Pengungkapan kasus-kasus kejahatan kerah putih seperti pencucian uang atau tindak pidana korupsi sangat membutuhkan keahlian auditor forensik khususnya dibutuhkan untuk menghitung nilai kerugian uang negara. Tugas auditor forensik bukan saja untuk memberikan
35
D
inamika
P
engawasan
pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), namun juga dalam bidang hukum di luar pengadilan (non-litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak. Auditor forensik dituntut terus meningkatkan kompetensinya dengan mengembangkan berbagai teknik audit seiring semakin canggihnya pola-pola kecurangan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan kerah putih.
Auditor Forensik di Indonesia Sebagai sebuah keilmuan, auditing forensik bisa dipelajari oleh semua orang yang menaruh minat terhadap ilmu tersebut. Banyak pelatihan yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh beberapa lembaga pelatihan dalam memberikan pengertian dan pemahaman, apa dan bagaimana auditing forensik tersebut. Namun tidak semua orang atau auditor yang belajar auditing forensik bisa mengaku sebagai auditor forensik. Untuk bisa disebut sebagai auditor forensik dan berhak menggunakan CFrA dibelakang namanya, seseorang harus terlebih dahulu lulus dalam ujian kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF) yang didirikan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Sedangkan untuk dapat mengikuti ujian kompetensi, peserta terlebih dahulu harus sudah pernah mengikuti pelatihan audit forensik. LSPAF yang diresmikan sejak 15 Juli 2011 inilah yang kemudian memberikan sertifikasi kepada para auditor yang telah dinyatakan lulus dalam uji kompe tensi. Sertifikasi yang
36
diberikan oleh LSPAF merupakan sertifikasi yang telah diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sedangkan standar kompetensi yang diujikan merupakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Audit Forensik yang telah disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.46/Men/II/2009. SKKNI Audit Forensik terdiri dari 4 sub bidang kompetensi, 27 unit kompetensi, 94 elemen kompetensi dan 332 kriteria unjuk kerja. Setiap unit kompetensi ini diujikan baik secara tertulis dalam satu modul untuk setiap unit kompetensi dan praktik. Empat sub bidang kompetensi meliputi :
tersebut
1. Sub bidang Pencegahan dan Pendeteksian Fraud, dengan 6 unit kompetensi. 2. Sub bidang Pelaksanaan Audit Forensik, dengan 6 unit kompetensi. 3. Sub bidang Pemberian Pernyataan Secara Keahlian, dengan 3 unit kompetensi. 4. Sub bidang Perhitungan Kerugian Keuangan dan Penelusuran Aset, dengan 12 unit kompetensi.
D
inamika
P
engawasan
Organisasi Profesi Auditor Foreksik Indonesia Sebagai sebuah profesi tentu membutuhkan organisasi profesi sebagai wadah pelaku profesi tersebut berkumpul dan memperjuangkan visi dan misinya. Wadah tempat berkumpulnya profesi auditor forensik Indonesia disebut dengan Asosiasi Auditor Forensik Indonesia yang disingkat dangan istilah AAFI.
canggihnya praktik kecurangan yang dilakukan oleh oknum pelaku kejahatan, maka sudah s epantasnya dibuatkan satu program secara sungguh-sungguh agar auditor di Inspketorat J enderal Kementerian Kesehatan lebih banyak lagi bisa meraih gelar CFrA dan diakui sebagai auditor forensik yang kualified. Semoga ......
Asosiasi ini dirumuskan melalui musyawarah nasional tanggal 11 – 12 April 2013 di Aula Gandhi, Gedung BPKP Pusat, Jl. Pramuka No. 33 Jakarta sekaligus menyusun dan menetapkan AD/ ART, Kode Etik dan Standar Profesi. Saat ini AAFI dipimpin oleh Gatot Darmasto yang dipilih melalui Munas tersebut.
Penutup Kompetensi audit forensik sangat dibutuhkan dalam mendukung tugas dan fungsi auditor Inspketorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Dengan demikian digalakannya gerakan bebas korupsi dan komitmen untuk melakukan tatakelola pemerintahan yang baik dan bersih di lingkungan Kementerian Kesehatan, maka untuk memastikan bahwa tujuan tersebut bisa tercapai, tidak ada pilihan lain, selain meningkatkan kemampuan dan kompetensi para auditor Inspketorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Salah satu pengembangkan dan peningkatan kompetensi auditor sejalan dengan semakin
Referensi : 1. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, edisi 2, karya T.M. Tuanakotta; 2. Materi Pelatihan Audit Forensik, BPKP, tahun 2007; 3. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Audit Forensik; 4. h t t p : / / a u d i t o r- f o r e n s i k - i n d o n e s i a blogspot.com; 5. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi_ forensik; 6. h t t p : / / e l i s h h a u m a h u . b l o g s p o t . com/2013/05/makalah audit-forensik.
37
D
inamika
P
engawasan
Pola Pengembangan Satuan Pemeriksa Internal (SPI) Badan Layanan Umum Rumah Sakit Vertikal Di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI Oleh : Drg. Lia Leita Kania Amalia, MM.Ak.Publik Sektor Badan Layanan Umum (BLU) Berdasarkan PP Nomor: 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan dari BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Badan layanan umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). PP tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang
38
spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam. Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, sebagai salah satu jenis BLU yang merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Secara umum asas badan layanan umum adalah pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya. Asas BLU yang lainnya adalah: I. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk, II.
BLU tidak mencari laba,
III.
Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
IV.
Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
D
inamika
P
engawasan
Persyaratan BLU yaitu 1. Persyaratan substantif BLU, fungsi dasar pelayanan public. Memperoleh imbalan atas seluruh/sebagian layanan berupa barang/jasa yang diberikan kepada masyarakat (fungsi cost sharing). Harus berorientasi pada layanan publik/masyarakat. Oleh karenanya, BLU tidak mengutamakan mencari keuntungan. 2. Persyaratan keuangan/administratif diatur oleh Menteri Keuangan/ Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. Persyaratan administratif termasuk keuangan di bawah ini digunakan oleh Kementerian Keuangan untuk menentukan suatu unit pemerintah dapat diberikan status Kandidat BLU atau BLU.
Suatu unit dapat langsung atau secara bertahap memperoleh status BLU tergantung kesiapan dan kemampuan memenuhi persyaratan BLU. 3. Persyaratan teknis BLU diatur oleh Kementerian/Lembaga teknis/ satker perangkat daerah yang bersangkutan. Upaya pendirian sebuah BLU memperhatikan kriteria teknis yang ditentukan oleh masingmasing kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain meliputi aspek jenis dan mutu layanan produk, aspek kinerja keuangan, dan aspek manfaat pelayanan bagi masyarakat. Pilar utama dalam pelaksanaan PPK-BLU adalah mempromosikan (1) peningkatan
39
D
inamika
P
engawasan
kinerja pelayanan publik; (2) fleksibilitas pengelolaan keuangan; dan (3) tata kelola yang baik (good governance). Karakteristik BLU terdiri dari: 1. Berkedudukan sebagai instansi pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan); 2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik; 3. Tidak bertujuan mencari keuntungan; 4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi 5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk; 6. Pendapatan sumbangan langsung;
operasional dan dapat digunakan
7. Pegawai dapat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non-PNS. PPK-BLU memberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dipegang ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. BLU wajib mengkalkulasi harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam
40
kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan. Pelaporan Keuangan Dan Pertanggungjawabannya Badan Layanan Umum di Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan. Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan. Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberi landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dalam segala aktivitasnya. RS Vertikal BLU sebagai organisasi nirlaba milik pemerintah pusat sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia dan Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah(KSAP) untuk anggaran yang berasal dari APBN. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit
D
inamika
P
engawasan
kepada menteri keuangan/ menteri kesehatan/ kepala Satker sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/ kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/ peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kontinuitas dan pengembangan layanan; 2. Daya beli masyarakat; 3. Asas keadilan dan kepatutan; dan 4. Kompetisi yang sehat. Pembiayaan Rumah Sakit Vertikal BLU Kemenkes Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan belanja modal.
Biaya operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan biaya pemeliharaan aktiva tetap. Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian tanah dan pembangunan gedung, yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat pembuatan RBA, BLU mengajukan rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk mendapat persetujuan. Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam Rencana Kerja dan Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA BLU dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA Kementerian/ Lembaga. Pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian/Lembaga.
41
D
inamika
P
engawasan
Surplus Anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya, kecuali atas perintah KDH, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Daerah, dengan mempertimbangakan posisi Likuiditas BLU. Defisit Anggaran BLU dapat diajukan pembiayaan dalam tahun anggaran berikutnya kepada PPKD. PPKD dapat mengajukan anggaran untuk menutupi difisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBD tahun anggaran berikutnya Laporan keuangan BLU disampaikan kepada kementerian/ lembaga. RKA dan Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA dan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/Lembaga. Laporan keuangan BLU dilampirkan pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga Laporan keuangan BLU digabungkan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/ lembaga sesuai SAP. KELEMBAGAAN SATUAN PENGAWAS INTERNAL (SPI) Latar Belakang Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi memiliki tujuan yang harus dicapai, dalam hal ini adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu terhadap para pelanggan baik internal maupun eksternal. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mensyaratkan bahwa Rumah Sakit harus memiliki standar pelayanan yang harus dicapai
dalam setiap aspek kegiatannya. Untuk mencapai standar ini Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Pengelolaan Rumah Sakit, saat ini menjadi cukup kompleks sebagaimana sebuah organisasi penyedia jasa, terlebih pada Rumah Sakit BLU yang harus memiliki standar manajemen pelayanan, standar profesi pelaksana pelayanan, dan juga ada 2 standar akuntansi yang harus dipatuhi, hal ini menyebabkan mudah terjadi penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi pada pemberian layanan, bukan tidak mungkin bisa beresiko kematian pasien dan berlanjut pada tuntutan hukum. Begitu juga bila yang terjadi adalah penyimpangan terhadap keuangan dan aset, bisa menjadi tindak korupsi. Apapun bentuk penyimpangannya, potensial untuk menimbulkan kerugian terhadap Rumah Sakit. oleh karena itu, Undang – undang mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraannya, Rumah Sakit harus memiliki tim audit. Audit yang dimaksud bisa berupa audit kinerja dan audit medik. Audit medik dilakukan oleh Komite Medik dan audit kinerja dilakukan oleh tenaga pengawas baik internal maupun eksternal salah satunya dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) Rumah Sakit. Aspek hukum pembentukan Dasar hukum pembentukan Satuan Pengawasan Intern Rumah Sakit Vertikal BLU Kementerian Kesehatan (selanjutnya disebut: SPI), terdiri dari: 1. PP No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 2. Peraturan
42
Pemerintah
Republik
D
inamika
P
engawasan
Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/ XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di lingkungan Departemen Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Pasal 18 tentang Satuan Pengawas Intern, yaitu: 1) Satuan Pengawas Intern adalah Satuan Kerja Fungsional yang bertugas melaksanakan intern rumah sakit. 2) Satuan Pengawas Intern berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan sakit. 3) Satuan Pengawas Intern dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
4. PMK No 07/PMK.02/2006 Persyaratan Administratif dalam rangka Pengusulan dan Penetapan Satker Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pola PK BLU Kedudukan Kedudukan kelembagaan SPI Rumah Sakit Vertikal BLU adalah sebagai berikut: 1) SPI Rumah Sakit Vertikal BLU berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama Rumah Sakit Vertikal BLU dan berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Republik Indonesia; untuk setiap hasil kegiatan dan Laporan SPI RS Vertikal BLU, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Kegiatan pada Rumah Sakitnya. 2) Dalam melaksanakan tugas
43
D
inamika
P
engawasan
sehari-hari, SPI Rumah Sakit Vertikal BLU dapat dikoordinasikan oleh Ketua SPI Rumah Sakit Vertikal BLU. 3) Kedudukan dan status pegawai SPI merupakan pegawai RS Vertikal BLU dapat berupa PNS atau non PNS, diatur mengikuti peraturan kepegawaian yang ada. 4) Untuk PNS yang telah diangkat ke jabatan fungsional auditor secara administrasi kepegawaian akan dibina oleh Bagian Kepegawaian dan Umum Sesditjen BUK, dan secara kepegawaian jabatan fungsionalnya dibina oleh institusi Pembina Jabatan Fungsional Auditor yaitu BPKP. 5) Sebagai salah satu dari rumpun APIP yang ada di lingkungan Kemenkes RI, SPI secara teknis pekerjaan dapat berkordinasi dengan Itjen Kemenkes RI dan institusi APIP lainnya. Struktur Organisasi SPI pada Rumah Sakit Vertikal BLU Setelah instansi pemerintah ditetapkan pengesahannya oleh BLU, BLU harus menetapkan seluruh organ-organ BLU sesuai kewenangannya.
Dewan Pengawas Adalah salah satu organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU. Ketua Dewan Pengawas BLU Ketua Dewan Pengawas BLU merupakan salah seorang dari komposisi yang duduk dalam Dewan Pengawas BLU. Ketua Dewan Pengawas dipilih dan ditetapkan oleh anggota Dewan Pengawas BLU melalui Rapat Dewan Pengawas BLU.
44
D
inamika
P
engawasan
Kedudukan Dewan Pengawas dalam Struktur BLU Dewan pengawas BLU, secara struktur organisasi BLU, berkedudukan setara dengan pimpinan BLU. Hubungan Dewan Pengawas BLU dan Pimpinan BLU bukan hubungan bersifat line atau staf, tapi hubungan bersifat koordinatif, yaitu baik Dewan Pengawas maupun pimpinan BLU memadukan dan mengintegrasikan berbagai kegiatan, dengan tujuan yang berbeda. Satuan Pengawas Internal SPI Rumah Sakit Vertikal BLU mempunyai tugas: 1) Menyiapkan Audit Charter sebagai dasar pelaksanaan tugas pokok pengawasan terhadap pelaksanaan tugas fungsi di lingkungan unit kerja Rumah Sakit Vertikal BLU; 2) Melakukan pengembangan organisasi SPI dan unit kerja di lingkungan Rumah Sakit Vertikal BLU;
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). Tim SPI minimal terdiri dari lima orang (termasuk ketua dan sekretaris) dan dapat dibantu oleh 5 (lima) orang auditor internal atau sesuai kebutuhan organisasi dilihat beban kerja Rumah Sakit bersangkutan. Fungsi Dalam melaksanakan tugas fungsinya, SPI Rumah Sakit Vertikal BLU dapat menyelenggarakan fungsi pemantauan dan evaluasi (monev) dan pemeriksaan (auditing), dengan rincian sebagai berikut: 1) Penyusunan program pengawasan; 2) Pengawasan kebijakan dan program; 3) Pengawasan pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang milik Negara; 4) Pemantauan dan pengkoordinasian tindak lanjut hasil pemeriksaan; 5) Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan; 6) Pelaksanaan review laporan keuangan;
Struktur Organisasi
7) Pelaksanaan review RKAKL
Organisasi SPI RS BLU dapat memiliki struktur organisasi terdiri dari: 1) Ketua,
8) Pemberian saran dan rekomendasi;
2) Sekretaris, dan
Dalam melaksanakan tugas pengembangan organisasi SPI dan unit kerja, SPI Rumah Sakit Vertikal BLU menyelenggarakan fungsi fungsinya sebagai berikut: 1) Penyusunan program pengembangan kapasitas organisasi;
3) 3 (tiga) orang ketua bidang.
a. Ketua Bidang Pengawasan Pengelolaan Keuangan, dan Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN).
b. Ketua Bidang Pengawasan Pelayanan dan Perawatan,
c. Ketua Bidang Pengawasan
9) Penyusunan laporan hasil pemeriksaan
2) Penyusunan program bimbingan teknis; 3) Penyusunan program pendampingan pengawas eksternal (BPK, BPKP, dan Itjen Kemenkes, KAP).
45
D
inamika
P
engawasan
Kewenangan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, SPI Rumah Sakit Vertikal BLU mempunyai wewenang sebagai berikut: 1) Melakukan audit/pemeriksaan di lingkungan unit kerja Rumah Sakit Vertikal BLU sesuai dengan bentuk atau jenis audit/pemeriksaan yang berlaku dan diterapkan di lingkungan APIP; 2) Melakukan monitoring/evaluasi terhadap pelaksanaan dan perkembangan program atau kegiatan serta penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan di lingkungan unit kerja Rumah Sakit Vertikal BLU; 3) Melakukan fasilitasi dan bimbingan terhadap berbagai program/kegiatan di lingkungan unit kerja Rumah Sakit Vertikal BLU; 4) Meminta dan memperoleh data/informasi dari pemimpin unit kerja dan atau pejabat lain di lingkungan unit kerja yang bersangkutan, yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan audit/pemeriksaan, monitoring/evaluasi, fasilitasi/bimbingan dan kegiatan SPI Rumah Sakit Vertikal BLU lainnya; 5) Meminta/memperoleh dan member klarifikasi atas suatu masalah di lingkungan unit kerja yang bersangkutan; 6) Memberikan rekomendasi atau saran dalam rangka memperbaiki kelemahan dan kekurangan serta mengurangi kemungkinan terjadinya hambatan dan penyimpangan dalam pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran; 7) Membuat telaahan/kajian terhadap kebijakan pimpinan unit kerja dan menyampaikan hasilnya kepada Direktur Utama RS BLU, Dewan Pengawas, dan
46
Direktur Jenderal BUK dan pemimpin unit kerja lain yang bersangkutan. Kewajiban Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, SPI Rumah Sakit Vertikal BLU mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1) Membuat laporan atas kegiatan pengawasan/pemeriksaan, monitoring/ evaluasi, fasilitasi/bimbingan dan lain-lain kegiatan kepengawasan dan menyampaikannya kepada Direktur Utama RS Vertikal BLU, Direktur Jenderal BUK dengan tembusan kepada pemimpin unit kerja serta pejabat terkait lainnya; (Inspektorat Jenderal Kemenkes) 2) Melakukan koordinasi dengan pemimpin unit kerja dan pejabat terkait lainnya, baik di lingkungan unit kerja atas setiap kegiatan kepengawasan yang dilakukan; 3) Membuat laporan berkala yang berlaku di lingkungan Rumah Sakit Vertikal BLU dan disampaikan kepada Direktur Utama RS Vertikal BLU dan Direktur Jenderal BUK dengan tembusan kepada pemimpin unit kerja serta pejabat terkait lainnya; 4) Meminta petunjuk atau arahan kepada Direktur Utama RS Vertikal BLU, Dewan Pengawas dan Direktur Jenderal BUK dan atau pemimpin unit kerja dalam menangani hal-hal, masalah atau kegiatan yang mengandung resiko dan atau masalah yang kompleks; 5) Melaksanakan dan mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan baik mengenai kepengawasan maupun mengenai aspek kedinasan lainnya.
D
inamika
P
engawasan
Referensi: 1. Undang-Undang No 20 Tahun 1997 tentang PNBP 2. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3. Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. Undang-Undang No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 5. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
10. PMK No 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat 11. PMK No 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja 12. PMK No 192/PMK.05/2009 tentang Perencanaan Kas 13. PMK No 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah
1. PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
14. PDJB No Per-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/ Lembaga/Kantor/Satuan Kerja
2. PP No 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
15. PP No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
7. PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/ Menkes/Per/Xi/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
6. Undang – Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
8. PMK No 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN 9. PMK No 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1672/ MENKES/PER/XII/2005
47
L
48
iputan
L
iputan
49
L
iputan
Kejujuran adalah kebijakan paling baik.” (Benjamin Franklin) “Hati yang jujur menghasilkan perilaku yang jujur pula.” (Brigham Young) “Jika kau berkata jujur, kau tidak perlu mengingat hal apapun.” (Mark Twain) “Jujurlah pada diri sendiri; hal tersebut akan membukakan pintu apapun.” (Vernon Howard)
50
S ehat & Bahagia Dengan meningkatnya permasalahan gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia, maka perlu adanya antisipasi dengan melakukan upaya promotif, preventif serta memberikan pelayanan kesehatan indera pendengaran yang optimal sebagai upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap masyarakat. Untuk itu diperlukan kerjasama dan kesamaan visi dari berbagai pihak yaitu dokter, perawat, tenaga kesehatan (asisten audiologi, audiometris), terapiswicara, pendidik, teknisi, serta masyarakat,demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, Ph.D pada Peringatan Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran (HKTP) tahun 2013. Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT).Salah satu strategi dalam Renstranas PGPKT adalah penguatan advokasi, komunikasi dan sosialisasi dengan semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Upaya sosialisasi ini dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan t elinga dan pendengaran. Upaya advokasi dilaksanakan untuk mendapatkan dukungan dari semua sektor dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat. Telinga sehat berawal dari
telinga yang bersih dan pendengaran baik adalah pendengaran yang sehat dan berawal dari telinga sehat. Jadi telinga yang bersih akan menyebabkan telinga sehat dan pendengaran sehat. Pendengaran yang sehat akan meningkatkan kualitas hidup untuk mencapai kebahagiaan. Oleh sebab itu mari kita jaga kesehatan pendengaran kita dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menghindari pendengaran dari kebisingan, serta melakukan pemeriksaan/ deteksi dini adanya gangguan pendengaran. “Himbauan untuk gerakan pemeriksaan pendengaran ini sudah di sebarluaskan ke semua propinsi di Indonesia melalui Dinas Kesehatan di Provinsi, Kabupaten/ Kota, Rumah Sakit dan Puskesmas, untuk melakukan pemeriksaan pendengaran masyarakat. Kita semua berharap melalui gerakan ini akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara kebersihan dan kesehatan telinga untuk mencapai pendengaran sehat menuju hidup bahagia”
51
S ehat & Bahagia
52
S ehat & Bahagia 4. Penyelenggaraan pengembangan 5. Penapisan kesehatan
penelitian
teknologi
dan bidang
Pelayanan Indera Pendengaran di Puskesmas 1. Promotif : penyuluhan pendidikan kesehatan pendengaran kepada masyarakat dan konseling 2. Preventif : skrinning sederhana ; Occipational; Immunization dan Antenatal Care 1. Membentuk Tim koordinasi penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.
3. Kuratif : pengobatan dasar
2. Menggalang kemitraan dalam penaggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
Kendala dalam Pengembangan Program Kesehatan Indera Pendengaran
3. Pelatihan program kesehatan tenaga kesehatan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dan masyarakat 4. Mengupayakan pendanaan melalui anggaran APBD. Pelayanan Kesehatan Indera di Rumah Sakit Fungsi Rumah Sakit 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan tingkat kedua dan ketiga 3. Penyelenggaraan pelatihan
pendidikan
4. Rehabilitatif : rujukan
1. Program Kesehatan Indera Pendengaran belum menjadi prioritas, kurangnya perhatian dari LP,LS,LSM, Pemda dan masyarakat. 2. Sumber Daya Manuasia yang terbatas seperti Spesialis THT,dokter/perawat terlatih, audiologist belum terdistribusi merata. 3. Terbatasnya ketersediaan alat, di Puskesmas belum semua dilengkapi sarana pemeriksaan deteksi dini 4. Dana yang disediakan untuk program ini belum merupakan program prioritas.
dan
53
S ehat & Bahagia Pendekatan yang diperlukan 1. Perlunya data terkini tentang masalah kesehatan indera pendengaran 2. Perlu peningkatan kapasitas petugas puskesmas 3. Pemenuhan kebutuhan Sumber Daya (dana,sarana dan SDM) untuk mendukung kegiatan PGPKT. 4. Meningkatkan advokasi untuk dukungan dana dari pmerintah pusat, daerah dan NGO. 5. Meningkatkan kerjasama dengan organisasi profesi pemerhati-KL 6. Membentuk dan mengaktifkan komite Nasional PGPKT sebagai wadah koordinasi dengan LP/LS dan tokoh masyarakat dalam peningkatan upaya PGPKT 7. Meningkatkan awareness stakeholder dan masyarakat melalui seminar seminar dan kegiatan baksos pada event event terkait kesehatan telinga.
Gangguan pendengaran dan ketulian perlu mendapat perhatian yang serius disebabkan prevalensinya yang cukup tnggi dan dampak yang ditimbulkannya cukup luas dan berat. Gangguan pendengaran mengganggu perkembangan kognitif, psikologi, gangguan komunikasi, perkembangan bahasa dan prestasi serta kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Gangguan pendengaran dapat menurunkan konsentrasi seseorang, sebagai seorang auditor yang harus mempunyai konsentrasi tinggi terhadap pekerjaan apalagi saat melakukan pemeriksaan dan dalam menghadapi auditi dengan terganggunya pendengaran dapat menghambat proses komunikasi dengan auditi, sehingga dapat terjadi salah pengertian antara auditor dan audit akibat dari proses komunikasi yang tidak sampai/tidak nyambung.
“Berkata jujur dalam satu menit bisa menghilangkan beban seribu tahun; dan berkata dusta selamanya akan mengemban beban seribu abad.” (Anonim)
“Jujurlah kalian selalu, karena sesungguhnya kejujuran itu mengantarkanmu pada kebaikan; dan kebaikan itu sesungguhnya mengantarkanmu menuju surga. Sedang dusta hanya akan mengantarkanmu pada keburukan dan dosa; dan sesungguhnya dosa itu mengantarkanmu menuju neraka.” HR. Bukhori & Muslim (Nabi Muhammad SAW)
54
L
iputan
SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN) PERPRES NO. 72 TAHUN 2012 tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen, komponen, bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapi tujuan maka belum memenuhi kriteria sebagai anggota suatu sistem.
B
ertempat di Hotel Manhattan Jakarta, pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2012 dilakukan Sosialisasi dan Diskusi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang diikuti oleh para pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of work). Berdasarkan pengertian ini dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection, yaitu saling keterkaitan antar komponen dalam pola
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996). Apa Saja Elemen-Elemen Sistem Kesehatan? Berdasarkan pengertian bahwa System is interconnected parts or elements in certain pattern of work, maka di sistem kesehatan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem
55
L
iputan
yang berupa aktor-aktor pelaku; dan (2) interconnection berupa fungsi dalam sistem yang saling terkait dan dimiliki oleh elemen-elemen sistem. Secara universal fungsi di dalam Sistem Kesehatan berdasarkan berbagai referensi dapat dibagi menjadi: 1. Regulator dan/atau stewardship 2. Pelayanan Kesehatan 3. Pembiayaan Kesehatan 4. Pengembangan Sumber Daya Jadi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah suatu pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu saling, terkait dan mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Pada kesempatan itu terdapat 4 (empat) materi diskusi yang dibawakan oleh para narasumber yakni: 1. Perkembangan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Prospeknya di Masa
Depan disampaikan oleh Bapak Dr. dr.R.Hapsara Habib Rachmat, DPH. 2. Masukan untuk Penyusunan RPJM 2015-1019 Bidang Kesehatan oleh Ibu Nina Sardjunani, yang merupakan Deputi Menteri PPN Bidang SDM dan Kebudayaan 3. Sistim Kesehatan Nasional (SKN) sebagai Pengelolaan Pembangunan Kesehatan oleh Prof.dr.Budi Sampurna,SH,DFM,Sp.F(K),Sp.Kp., Staf Ahli Menteri (SAM) Menteri Kesehatan Bidang Mediko Legal . 4. Tantangan Pembangunan Kesehatan Global dan Regional Dalam Mendukung SKN 2012 disampaikan oleh dr.Broto Wasisto, DTM & H, MPH. Dalam sambutannya Dr. Supriantoro, Sp, MARS Sekretaris Jenderal Kemenkes RI mengharapkan agar Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ini betul-betul menjadi payung atau koridor untuk semua program kegiatan, dan bukan hanya sebagai legalitas formal. Mengingat Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ini sudah dirumuskan dengan melibatkan berbagai pihak maka diharapkan implementasinya akan lebih baik dari masa lalu. Tujuan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah untuk pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
56
L
iputan
tingginya adalah menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Terdapat keistimewaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 ini karena ditetapkan oleh Perpres No. 72 tahun 2012 tentang SKN, dimana beberapa SKN
sebelumnya tahun 1982, 2004 dan 2009 ditetapkan hanya berdasarkan Kepmenkes. Di samping itu juga terdapat hal yang baru pada sub sistem penelitian dan pengembangan kesehatan yang bertujuan untuk terselenggaranya kegiatan penelitian, pemgembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan.Sub sistem Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tersebut terdiri dari : Upaya kesehatan; litbang; pembiayaan kesehatan, SDM; farmasi, alkes makanan; manajemen, informasi, regulasi; dan pemberdayaan masyarakat. (Tim Inforwas: Irwansyah, R. Sjaefudin, Dedi dan Andri), Referensi: http://www. kebijakankesehatanindonesia.net/
57
G
aleri Foto
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun 2012 dengan Opini WTP DPP
Jajaran Pimpinan Kemenkes dan Anggota BPK sesaat sebelum penyerahan Opini Lap.Keuangan Tahun 2012
Bapak Irjen dengan Bapak Inspektur IV memberikan pengarahan pada kegiatan LAKIP di Cipayung
Ibu Sesitjen yang selalu beramah tamah dengan satker dalam kegiatan Lakip dan Sakip di Cipayung
Jajaran Inspektur Itjen dan peserta Rakerwas menyimak dengan seksama pembukaan Rakerwas
Pembukaan Rakerwas Itjen Oleh Inspektur Jenderal Kemenkes RI
58
G
aleri Foto
Paparan Bapak Wayan Inspektur Investigasi tentang rencana kerja Inspektorat Investigasi Kemenkes
Paparan Reviu RKAKL oleh Narasumber dari Kementerian Keuangan
Pesan Bu Menkes bagi para pemudik, agar menjaga kesehatannya.
Pelepasan Bis Mudik Pertama oleh Ibu Menkes
Saka Bakti Husada,Ibu Sesitjen menerima ucapan selamat dari Ibu Menkes
Pidato Ibu Menkes Pada Penetapan Pengurus Saka Bakti Husada Kementerian Kesehatan
59
60