2
Ketidak percayaan masyarakat kepada suatu perusahaan. Misalnya, kasus manipulasi akuntansi yang melibatkan sejumlah perusahaan besar di Indonesia seperti Kimia Farma dan Bank Lippo yang dahulunya mempunyai kualitas audit yang tinggi menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat keuangan (Purwanti dan Siti, 2010). Oleh karena itu, dalam pembuatan suatu judgment, seorang auditor harus mengumpulkan berbagai bukti relevan dalam waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut (Praditaningrum, 2012). Cara pandang auditor dalam menanggapi informasi berhubungan dengan tanggung jawab dan risiko audit yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan
dengan
judgment
yang
dibuatnya.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi persepsi auditor dalam menanggapi dan mengevaluasi informasi ini antara lain meliputi faktor pengetahuan, perilaku auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi, serta kompleksitas tugas dalam melakukan pemeriksaan Banyak faktor yang mempengaruhi audit judgment, diantaranya faktor gender, tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, dan lain sebagainya. Gender diduga menjadi salah satu faktor level individu yang turut mempengaruhi audit judgment seiring dengan terjadinya perubahan pada kompleksitas tugas dan pengaruh tingkat kepatuhan terhadap etika. Gender sebagai faktor individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam berbagai kompleksitas tugas (Zulaikha, 2006).
3
Menurut Ruegger dan King dalam Praditaningrum (2012), seorang wanita pada umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi daripada pria. Menurut Gilligan (1982) dalam Jamilah dkk (2007) menyatakan pengaruh gender terhadap perbedaan persepsi etika terjadi pada saat proses pengambilan keputusan. Hasil penelitian dalam bidang psikologis kognitif dan pemasaran juga menyebutkan bahwa wanita diduga lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan pria (Jamilah dkk, 2007). Selain gender, faktor yang mempengaruhi audit judgment adalah tekanan ketaatan. Tidak sedikit, seorang auditor dalam bekerja mendapat tekanan, baik dari atasan maupun entitas yang diperiksanya. Seseorang yang mendapat tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang mempunyai perilaku mandiri menjadi seseorang yang mempunyai perilaku agen (Milgram, 1974 dalam Jamilah dkk, 2007). Hal ini sesuai dengan teori ketaatan yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya. Kondisi ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas merupakan bentuk dari legitimate power. Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram (1974), dalam teorinya dikatakan bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku autonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan,
4
dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Tekanan ketaatan juga dapat memberikan pengaruh buruk seperti hilangnya profesionalisme, kepercayaan publik dan kredibilitas sosial (Praditaningrum, 2012). Seorang auditor mempunyai tugas yang kompleks, berbeda-beda dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Menurut Abdolmohammadi dan Wright (1987) dalam Praditaningrum (2012), kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, sulit untuk dipahami dan ambigu. Dengan adanya kompleksitas tugas yang tinggi dapat merusak judgment yang dibuat oleh auditor. Oleh karena itu, pengujian terhadap kompleksitas tugas dalam audit penting untuk dilakukan karena kecenderungan tugas audit adalah tugas yang kompleks. Bonner (1994) dalam Jamilah dkk (2007) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor. Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas tugas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit. Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian mengenai audit judgment. Jamilah dkk (2007) membuktikan bahwa gender dan
5
kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, sedangkan tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit
judgment.
Penelitian
Wijayatri
(2010)
membuktikan
bahwa
kompleksitas tugas, tekanan ketaatan dan keahlian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap audit judgment. Penelitian Praditaningrum (2012) menunjukkan bahwa gender, pengalaman audit, keahlian audit, tekanan ketaatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap judgment yang diambil oleh auditor, sedangkan kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap judgment yang diambil oleh auditor. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Hartanto (2001) yang membuktikan bahwa gender tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment, sedangkan tekanan ketaatan berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Penelitian Zulaikha (2006) juga menunjukkan hasil yang berbeda yaitu gender dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment, sedangkan pengalaman berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Penerimaan perilaku disfungsional merupakan suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau sistem pengendalian (Donelly et al., 2003). Alasan penambahan variabel ini adalah seorang auditor dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan standar audit yang telah ditetapkan, namun kenyataan di lapangan auditor melakukan penyimpangan terhadap standar audit dan kode etik yang dipicu oleh adanya tekanan dari atasan atau faktor lain. Penyimpangan yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan
6
sebagai sebuah perilaku disfungsional dalam audit. Semakin tinggi penerimaan perilaku disfungsional maka audit judgment yang dihasilkan akan semakin tidak etis (Donelly et al., 2003). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Jamilah dkk (2007) perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada sampel dan variabel, pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel penerimaan perilaku disfungsional sebagai variabel independen, kemudian sampel penelitian terdahulu yaitu KAP Jawa Timur sedangkan penelitian ini mengunakan sampel KAP Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berbeda-beda maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali dengan judul “Analisis Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas dan Penerimaan perilaku Disfungsional terhadap Audit Judgment”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah gender berpengaruh terhadap audit judgment? 2. Apakah tekanan ketaatan berpengaruh negatif terhadap audit judgment? 3. Apakah kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap audit judgment? 4. Apakah penerimaan perilaku disfungsional berpengaruh negatif terhadap audit judgment?
7
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh gender terhadap audit judgment. 2. Untuk menganalisis pengaruh tekanan ketaatan negatif terhadap audit judgment. 3. Untuk menganalisis pengaruh kompleksitas tugas negatif terhadap audit judgment. 4. Untuk menganalisis pengaruh penerimaan perilaku disfungsional negatif terhadap audit judgment.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang audit terutama faktor-faktor yang mempengaruhi judgment yang diambil oleh auditor. 2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi auditor tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan audit judgment.
memberikan tambahan gambaran tentang dinamika yang terjadi di dalam Kantor Akuntan Publik khususnya auditor dalam membuat audit judgment.
8
memberikan kontribusi untuk Kantor Akuntan Publik agar menjadi lebih baik lagi dalam mengambil audit judgment yang tidak bertentangan dengan standar profesional.