JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
AUDIT KOMUNIKASI UNTUK MENGUKUR KEBERHASILAN PENCITRAAN ORGANISASI DI MATA PUBLIK Restiawan Permana Mahasiswa Magister Komunikasi Institut Pertanian Bogor Staf Pengajar Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika Abstract So that the organization can find out if the communication activities are effectively executed successfully or achieve goals and objectives, the organization must conduct audits of communication. Communication with the audit, all communication barriers (noise) can be detected and resolved. Communication audit is a through and in depth study about the implementation of communication systems that the organization has a goal to increase the effectiveness of the organization. When the communication audit was conducted in continuously, then the organization can easily introspect themselves. If all this can be measured, not the organization will probably not be more up to run again in every activity, especially which accordance with the achievement of organizational goal, which is establish a positive image. Keywords: Audit of Communication, corporate image I.
PENDAHULUAN Organisasi atau perusahaan melakukan berbagai aktivitas berdasarkan atas komitmen dan tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai oleh organisasi tersebut. Aktivitas yang dilakukan suatu organisasi mengikuti suatu pola tertentu. Artinya, ada urutan-urutan kegiatan yang sistematis dan relatif terus berulang-ulang. Aktivitas yang dilakukan secara insidental berada dalam koridor suatu organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah kegiatan komunikasi, baik komunikasi internal maupun eksternal. Proses komunikasi bagaimanapun yang berlangsung dapat diperiksa, dievaluasi dan diukur secara cermat dan sistematik sebagaimana halnya dengan catatan-catatan keuangan. Untuk dapat mengetahui apakah kegiatan komunikasi yang sudah dijalankan efektif atau berhasil mencapai tujuan dan sasaran organisasi, yang salah satunya adalah upaya organisasi untuk memperoleh citra positif dari publik, yaitu dengan melakukan audit komunikasi. Dengan melakukan audit komunikasi, segala hambatan komunikasi (noise) dapat terdeteksi dan terselesaikan. Komunikasi adalah bagian integral dalam audit. Mulai dari perencanaan, penugasan, pelaksanaan, pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk menghasilkan yang terbaik. Audit komunikasi adalah kajian mendalam dan menyeluruh tentang
pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian yang mempunyai tujuan meningkatakan efektivitas organisasi. Kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksanaan dari sistem komunikasi ataupun program komunikasi khusus dapat diukur sehingga kualitas dan kinerja eksekutif, pejabat dan staf komunikasi dapat diketahui dan bila diperlukan dapat diperbaiki secara sistematik. Namun, sampai saat ini masih banyak manajemen organisasi belum menyadari akan arti penting audit komunikasi tersebut. Manajemen juga belum memahami apa dan bagaimana hubungannya dengan pencitraan organisasi di mata publik. Andai saja audit komunikasi ini dilakukan secara terus-menerus, maka organisasi dapat dengan mudah menginterospeksi dirinya sendiri. Kalau semua ini dapat terukur, bukan tidak mungkin organisasi akan menjadi lebih maksimal lagi dalam menjalankan setiap aktivitasnya, terutama yang sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi untuk memperoleh citra positif. Keinginan sebuah organisasi untuk mempunyai citra yang baik pada publik, sasaran berawal dari pengertian yang tepat mengenai citra sebagai stimulus adanya pengelolaan upaya yang perlu dilaksanakan. Ketepatan pengertian citra agar organisasi dapat menetapkan upaya dalam mewujudkannya pada obyek dan mendorong prioritas pelaksanaan. Menurut Philip Kotler, “Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan
1
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek” (Kottler, 1997). Sedangkan definisi citra yaitu “Kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan” (Kasali 2003). Citra perusahaan/organisasi adalah citra organisasi secara keseluruhan yang terbentuk karena sejarah organisasi, keberhasilan mengelola finansial (manajerial), keberhasilan kualitas produksi, keberhasilan dalam hal hubungan industrial, tanggung jawab sosial dan penelitian, serta keberhasilan dalam komunikasi. Dalam hal ini, Public Relations (humas) merupakan bagian dari komunikasi tersebut yang dibutuhkan oleh suatu organisasi perusahaan. Humas timbul karena adanya tututan kebutuhan. Dalam suatu organisasi atau perusahaan humas mempunyai tujuan untuk memberikan kepuasan terhadap semua pihak yang berkepentingan. Oleh sebab itu humas merupakan sesuatu yang penting pada waktu sekarang ini dan dibutuhkan oleh suatu organisasi atau perusahaan agar menarik simpati dan dapat menguntungkan organisasi atau perusahaan tersebut jadi dikenal publik. Karena humas adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau suatu organisasi/badan. Jadi humas itu merupakan suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian goodwill, kepercayaan, penghargaan dari dan pada publik suatu badan khususnya masyarakat umumnya sebagai upaya membangun image/citra perusahaan agar lebih bagus baik itu di dalam maupun di luar. Citra merupakan salah satu asset terpenting dari perusahaan atau organisasi. Citra yang baik adalah perangkat yang kuat II. TINJAUAN PUSTAKA Ketika mendengar kata audit, yang pertama kali terpikirkan adalah pemeriksaan yang berkaitan dengan keuangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun, kata audit berarti pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (pabrik, bank, dan sebagainya) dan pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajaran laporan yang dihasilkannya (Andre Hardjana, 2000:5-6). Begitu pula dengan definisi audit yang diberikan American Accounting Association, audit merupakan proses sistemik dalam
bukan hanya untuk menarik konsumen untuk memilih produk atau jasa perusahaan, melainkan juga memperbaiki dan kepuasan publik terhadap perusahaan. Citra yang baik dapat mendukung aktivitas dari suatu organisasi. Citra organisasi/lembaga mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen logikal dan komponen emosional. Komponen logikal berhubungan dengan karakterisitik-karakteristik yang dapat dirasakan, yang dapat dengan mudah diukur sedangkan komponen emosional diasosiasikan dengan dimensi psikologis yang ditunjukkan oleh perasaan dan sikap terhadap organisasi. Kedua komponen tersebut secara stimultan mempengaruhi pemikiran seseorang untuk menilai citra suatu organisasi. Citra perusahaan merupakan akumulasi dari nilainilai kepercayaan yang diberikan oleh seseorang yang mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk opini publik yang lebih abstrak. Untuk membentuk citra tersebut, maka perlu adanya audit komunikasi humas untuk mewujudkan citra positif yang akan memberi manfaat penting dalam mempengaruhi masyarakat dunia usaha yang akan menanamkan modalnya. Mengingat humas merupakan alat manajemen modern yang secara struktural merupakan bagian integral dari suatu kelembagaan atau organisasi, maka fungsi humas harus melekat pada manajemen perusahaan. Sukses tidaknya visi, misi dari organisasi sangat tergantung pada penyelenggara komunikasi dua arah antara organisasi yang diwakili dengan publik. Untuk itu berikut ini beberapa penjelasan yang berkaitan dengan audit komunikasi yang perlu diketahui untuk kepentingan kelangsungan hidup dan kesehatan organisasi. a. Definisi Audit Komunikasi perolehan dan penilaian secara objektif atas bukti-bukti berkenaan dengan pernyataan tentang tindakan-tindakan dan peristiwaperistiwa ekonomi yang menentukan tingkat kecocokan antara pernyataan tersebut dengan kriteria-kriteria baku, serta pengkomunikasian hasil-hasilnya kepada pihak pengguna yang berkepentingan (Hardjana, 2000). Namun berdasarkan definisi baku tersebut di atas, terdapat beberapa hal penting, yakni: Pertama, audit adalah proses yang sistemik, artinya pemeriksaan dan pengujian
2
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
data oleh auditor dilakukan secara terencana, teratur dan metodologis. Kedua, audit adalah perolehan dan penilaian secara objektif atas bukti-bukti, artinya audit merupakan suatu penelitian atau pemeriksaan empiris yang independen. Ketiga, audit adalah penentuan tingkat kecocokkan antara pernyataan dengan kriteria-kriteria yang mapan, artinya audit merupakan wujud dari penentuan atau penilaian profesional dengan kriteria yang sudah baku Keempat, audit dilengkapi dengan pengkomunikasian hasil-hasilnya kepada semua pihak pengguna yang berkepentingan yang berarti bahwa hasil evaluasi tersebut terbuka bagi pihak-pihak yang seharusnya mengetahuinya (Hardjana, 2000). Berdasarkan hal-hal di ataslah audit dikembangkan ke berbagai bidang, seperti audit pemasaran, manajemen, organisasi, dan juga termasuk pada bidang komunikasi. Jadi konsep audit tidak hanya digunakan untuk bidang keuangan. Hal ini bisa dilihat dari Webster’s New world Dictionary, yang mengartikan audit salah satunya sebagai “pengujian dan evaluasi seksama atas sebuah persoalan sehingga komunikasi sebagai suatu persoalan organisasi juga dapat diaudit” (Hardjana, 2000). Audit komunikasi yang diperkenalkan oleh George Odiorne berkaitan dengan pemeriksaan, evaluasi dan pengukuran secara cermat dan sistematik. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan atau program komunikasi yang dilakukan oleh staf maupun eksekutif dalam suatu perusahaan atau organisasi dapat diukur, diperiksa dan dievaluasi sehingga efektifitas dan maupun efisiensi kegiatan komunikasi yang sudah dilakukan dapat diketahui untuk kemudian hari ditingkatkan. Sedangkan Gerald Goldhaber, seorang tokoh kunci dalam komite ICA (International Communication Association), seperti yang dikutip oleh Andre Hardjana (Hardjana, 2000) menjelaskan audit komunikasi sebagai “pemeriksaan diagnosis yang dapat memberikan informasi dini untuk mencegah kehancuran kesehatan organisasi yang lebih besar”. Namun, konsep audit komunikasi tidak serta merta menjadi populer. Hingga akhir dekade 1960-an, audit komunikasi tidak populer dalam artian tidak banyak para ahli yang menggunakannya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar praktisi atau manajemen menganggap bahwa komunikasi itu sifatnya
abstrak dan relatif (bisa diubah-ubah). Audit komunikasi menurut Gibson dan Hodgetts dalam Organizational Communication: A Managerial Perspective (Hardjana, 2000) adalah ”suatu analisis yang lengkap atas sistem-sistem komunikasi internal dan eksternal dari suatu organisasi”. Begitu pula definisi yang diberikan oleh Kopec, seperti yang dikutip Cutlip, Center dan Broom (Putra, 1998) yang menyatakan audit komunikasi ”sebagai sebuah analisis lengkap tentang komunikasi organisasi baik internal maupun eksternal yang dirancang untuk memahami kebutuhan, kebijakan, praktek dan kemampuan komunikasi, dan untuk menemukan data sehingga manajemen puncak dapat membuat keputusan yang ekonomis dan berdasarkan informasi lengkap tentang tujuan kedepan komunikasi organisasi”. Sedangkan Anthony Booth, mendefinisikan audit komunikasi sebagai ”proses pembuatan analisis atas komunikasikomunikasi di dalam organisasi oleh konsultan internal atau eksternal dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi organisasi”. Dengan pembatasan ruang lingkup pada komunikasi internal saja dan efisiensi, yang umumnya memiliki arti jangka pendek, menunjukkan kalau audit komunikasi sebaiknya dianggap sesuatu yang mudah untuk ditangani dan perlu dilakukan berulang-ulang secara teratur (Hardjana, 2000). Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa audit merupakan proses pengujian atau evaluasi suatu persoalan secara sistemik, terencana, teratur dan metodologis, objektif bedasarkan bukti, menggunakan kriteria baku yang sudah ditetapkan sebelumnya dan audit dilengkapi dengan pengkomunikasian hasil-hasilnya kepada semua pihak yang berkepentingan. 1.
Tujuan Audit Komunikasi Berikut ini adalah beberapa tujuan dilakukannya audit komunikasi adalah: a. Untuk mengetahui apakah programprogram komunikasi berjalan dengan baik. b. Untuk membuat diagnosis tentang masalah-masalah yang terjadi ataupun yang potensial dapat terjadi; dan peluang-peluang apa yang terbuang percuma. c. Untuk memeriksa hubungan antara
3
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
d. e. f.
komunikasi dengan tindakan-tindakan operasional lainnya-baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat unit lokal. Untuk menyusun anggaran belanja untuk kegiatan-kegiatan komunikasi. Untuk menerapkan patok banding (benchmarking). Untuk mengukur kemajuan atau 2.
Audit komunikasi yang lengkap dan mendalam menggunakan lebih dari satu teknik dan metode. Hal ini terkait dengan rekomendasi yang dihasilkan yang harus dapat mengatasi masalah dan memperbaiki sistem yang ada. Masalah-masalah dalam sistem komunikasi organisasi disebabkan oleh beberapa faktor dan mempunyai pengaruh baik internal maupun eksternal sehingga membutuhkan analisis dan interpretasi multidimensional. International Communication Association telah membakukan standar pengukuran untuk audit komunikasi yang dikenal sebagai sistem lima alat pengukuran yang oleh Goldhaber dirumuskan menjadi teknik dan metode: a. Survey dengan kuesioner, survey dalam ICA Audit terdiri dari 122 butir pertanyaan, termasuk 12 butir tentang cirri-ciri demografik, 34 butir tentang kebutuhan organisasi. b. Wawancara tatap muka, tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk memeriksa, menguji atau melengkapi data yang diperoleh melalui alat ukur lain. Terdiri dari wawancara penjajakan untuk mengumpulkan informasi penting dalam rangka pengenalan masalah dan wawancara pendalama yang disbut juga wawancara tindak lanjut untuk membantu tafsiran atas temuan yang diperoleh melalui alat audit lain. c. Teknik analisis jaringan, untuk memetakan kegiatan-kegiatan komunikasi yang melibatkan responden dalam organisasi ataupun unit kerjanya baik secara formal maupun non formal. Responden secara khusus diminta menunjukan sejauhmana dan dengan intensitas bagaimana ia terlibat dalam komunikasi dengan rekan-rekan unit atau
d.
e.
perkembangan dengan menggunakan patok banding yang sudah ditetapkan. g. Untuk mengembangkan atau melakukan restrukturisasi fungsifungsi komunikasi dalam organisasi. h. Untuk membangun landasan dan latar belakang guna pengembangan kebijakan dan perencanaan komunikasi baru. Metode Pengukuran dan Teknik dalam Audit Komunikasi departemennya didalam jam kerjanya baik pada jaringan formal maupun non formal. Pengalaman komunikasi dikenal dengan teknik peristiwa kritis. Responden diminta menguraikan peristiwa-peristiwa komunikasi yang dianggap sebagai contoh yang khas baik peristiwa sukses maupun kegagalan. Dari cerita tersebut dapat ditarik kesimpulan seperangkat contoh khas tentang komunikasi dalam suatu organisasi sehingga dapat dijelaskan mengapa komunikasi di suatu unit berhasil atau gagal. (profil dasar kesuksesan atau kegagalan komunikasi dalam berbagai unit kerja organisasi. Catatan harian komunikasi, hanya cocok digunakan pada organisasi dengan struktur yang kompleks dan jelas. Setiap responden diminta membuat catatan dalam buku harian selama satu minggu tentang semua kegiatan komunikasi yang dilakukan (antar pribadi, via telpon, rapat, pesan tertulis yang diterima dan dikirim) dalam bentuk formulir.
Standar pengukuran di atas tidak kaku, artinya para ahli atau konsultan tetap memiliki kebebasan untuk memilih dan menetukan teknik dan metode mana saja yang dianggap sesuai dengan masalah, situasi organisasi dan tujuan audit yang hendak dicapai karena setiap organisasi pun berbeda baik jenis, ragam maupun ukurannya (Hardjana, 2000) Berdasarkan sumber lain, metode yang dapat digunakan dalam audit komunikasi, meliputi readership survey, misalnya untuk mengetahui seberapa banyak pembaca, peserta program, pemahaman terhadap suatu publikasi khusus atau pesan-pesan tertentu, content analysis, untuk mengkoding dan mengklasifikasikan secara sistematis pesan
4
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
pesan khusus dalam aspek tema-tema yang ada maupun atribut-atribut lain yang melekat dalam pesan sperti pesan yang favorable maupun sebaliknya, readability studies, untuk menilai tingkat keterbacaan sebuah artikel atau isi media cetak, communication climate survey, untuk mengukur sikap atau persepsi publik terhadap tingkat keterbukaan dan ketersediaan saluran komunikasi dan network analysis, untuk mengamati frekuensi dan pentingnya jaringan interaksi, dimana polapola jaringan komunikasi dibandingkan dengan struktur organisasi formal untuk melihat kesenjangan antara yang diharapkan manajemen dengan kenyataan dalam praktek (Putra, 1998). Adapun teknik pengumpulan data dan analisis data yang bisa digunakan dalam audit komunikasi, yakni: a. Teknik observasi, merupakan kegiatan mengamati dan mencatat perilaku yang dapat dilakukan atas perilaku orang lain, sebagai pengamat terlatih (trained observer) dan perilakunya sendiri yang disebut sebagai studi tugas (duty study). b. Teknik wawancara, meliputi dua teknik berbeda yakni teknik wawancara dengan kuesioner yang merupakan alat pengumpulan data secara tertulis dimana berbagai bentuk pertanyaan seperti pertanyaan terbuka, tertutup, pilihan, skala likert, skala semantik diferensial, pilihan ganda dan pertanyaan kesesuaian pilihanyang dapat digabungkan dan digunakan dalam suatu kuesioner sesuai dengan jenis dan tujuan audit yang telah diuji coba (pretest) sebelumnya dan wawancara tatap muka. c. Teknik analisis isi, untuk membuat analsis dari isi pesan-pesan yang ada dalam dokumen. Teknik ini melibatkan pemilihan komunikasi–komunikasi tertulis atau dokumen yang hendak dipelajari, membuat kategori pengukuran berdasarkan sampling atau keseluruhan dokumen, frekuensi pemunculan kategori, menggunakan uji statistic dan menarik kesimpulan. Teknik ini digunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk mengukur tingkat kemudahan pemahaman dari dokumen-dokumen organisasi, analisis tema pada suatu terbitan, analisis pesan melalui saluran komunikasi formal, dan sebagainya. Dalam audit komunikasi,
teknik ini memberikan manfaat untuk tiga kegiatan, yakni membuat paparan apa, bagaimana dan kepada siapa suatu komunikasi dinyatakan; membuat inferensi tentang anteseden mengenai sebab musabab mengapa suatu komunikasi dinyatakan; dan membuat inferensi tentang apa dampak dari komunikasi yang dinyatakan tersebut. 3.
Komunikasi Organisasi dan Model Evaluasi Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Meskipun kita mengakui nilai keberadaan teoretisi, praktisi, dan pengkritik, dalam suatu buku pengantar semua kebutuhan tidak dapat dibahas secara merata (Pace dan Faules, 2005). Organisasi merupakan suatu kerangka karya (frame of work) dari suatu proses manajemen yang menunjukkan adanya pembagian tugas, kewajiban dan peran yang jelas bagi para personelnya. Artinya ada tiga klasifikasi yang terkandung di dalam suatu organisasi: pertama, ada yang memimpin (leadership); kedua, ada beberapa orang yang harus dipimpin dalam suatu manajemen organisasi untuk mencapai tujuan tertentu; dan ketiga, bagaimana bentuk pelaksanaan komunikasinya (communication action) dan upaya membina hubungan baik (good relationship) dalam organisasi tersebut dengan pihak publiknya (Ruslan, 1998). Dalam lingkup organisasi, tujuan utama komunikasi adalah memperbaiki organisasi, yang ditafsirkan sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan manajemen. Komunikasi organisasi terjadi setiap saat. Dan dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarchies antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Model evaluasi komunikasi keorganisasian (organizational communication evaluation) merupakan pemeriksaan dan penilaian atas praktek dan kegiatan-kegiatan komunikasi pada suatu situasi tertentu. Meskipun tujuan model ini tidak dinyatakan secara eksplisit dan tegas, menurut Howard Greenbaum et al. (Hardjana, 2000) informasi
5
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
yang diperoleh dan disimpulkan dari model evaluasi komunikasi dapat mempunyai banyak faedah untuk melakukan berbagai tindakan demi perbaikan sistem komunikasi. Misalnya perbincangan tentang suatu masalah yang berlangsung dalam rapat, sidang, diskusi, maupun obrolan-obrolan dalam aktivitas di perusahaan atau organisasi sering kali berkembang menjadi semakin rumit. Ketika itulah, walaupun amat sangat jarang, dirasakan pentingnya mengetahui apa yang menjadi akar atau duduk perkara dari masalah melalui audit komunikasi. Sayangnya ketika ada seseorang yang menyatakan sesuatu sebagai akar masalah, yang lain pun mengemukakan sesuatu yang berbeda sebagai akar masalah. Masing-masing mengklaim pernyataannya sebagai akar masalah, tetapi tidak disertai penjelasan yang gamblang, eksplisit, sistematik, dan mudah diperagakan; dengan kata lain tidak metodis. Akibatnya, perbincangan lisan maupun tertulis menjadi bertele-tele dan tidak berakhir dengan solusi (yang mendasar); menghamburkan pikiran, waktu dan ruang, dan biaya; serta tetap membingungkan banyak orang yang awam. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu metode sekurang-kurangnya sesuatu yang lebih metodis dan dapat diperagakan untuk membantu proses evaluasi kebijakan dengan teknik-teknik komunikasi. Urutan atau proses kerja perusahaan dalam melakukan audit komunikasi: a. Mengumpulkan fakta dan data (fact finding) Perusahaan mengumpulkan seluruh informasi yang dapat mendukung proses audit komunikasi. Informasi tersebut Citra (image) adalah gambaran yang terbentuk di benak seseorang atau masyarakat mengenai suatu produk, merek, atau organisasi. Keinginan sebuah organisasi untuk mempunyai citra yang baik pada publik sasaran berawal dari pengertian yang tepat mengenai citra sebagai stimulus adanya pengelolaan upaya yang perlu dilaksanakan. Ketepatan pengertian citra agar organisasi dapat menetapkan upaya dalam mewujudkannya pada obyek dan mendorong prioritas pelaksanaan. Menurut Philip Kotler, “Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek” (Kottler, 1997). Sedangkan Rhenald Kasali mendefinisikan citra sebagai “Kesan
dapat berupa dokumen atau bentuk-bentuk kegiatan organisasi. b. Merumuskan masalah (organizing) Menemukan pokok permasalahan yang ditemukan, serta menentukan langkahlangkah apa yang akan digunakan untuk menjawab setiap permasalahanpermasalahan tersebut. c. Melakukan aksi dan komunikasi (action) Merealisasikan seluruh rencana kerja perusahaan terkait permasalahan di atas. d. Evaluasi Selanjutnya dilakukan evaluasi sebagai langkah akhir untuk membandingkan apakah hasil yang dicapai sesuai dengan standar ukuran yang telah digariskan atau tujuan perusahaan. Memanfaatkan kembali umpan balik sebagai suatu masukan untuk perencanaan strategi baru. Untuk mengukur keberhasilan strategi, diperlukan suatu sistem informasi yang efektif agar diperoleh data dan informasi yang akurat. Di samping itu, hendaknya juga terdapat suatu sistem pelaporan yang lengkap, cepat, dan akurat, agar manajemen puncak dapat segera beraksi terhadap penyimpangan penyimpangan yang signifikan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Selanjutnya manajemen mengevaluasi penyimpangan yang merugikan, sehingga dapat segera diambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Tindakan yang harus diambil tidak hanya sekedar melakukan koreksi, akan tetapi juga mencegah agar jangan sampai terjadi lagi penyimpangan tersebut. 4.
Citra dan Cara Membangun Citra
yang timubul karena pemahaman akan suatu kenyataan” (Kasali, 2003). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, citra menunjukkan kesan suatu obyek terhadap obyek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya. Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada obyek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan obyek terhadap sumber informasi memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi. Sumber informasi dapat berasal dari perusahaan secara langsung dan atau pihak-pihak lain secara
6
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
tidak langsung. Citra perusahaan menunjukkan kesan obyek terhadap perusahaan yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber informasi terpercaya. Menurut Rhenald Kasali (Kasali, 2003), “Citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang di dalamnya terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain”. Citra dalam konteks penilaian dari pihak luar luar terhadap organisasi bisa saja dilandasi berdasarkan pengalaman atau keterbatasan informasi dan pengertian tentang suatu organisasi. Citra seperti ini tergantung pada sejauh mana atau seberapa banyak orang mengetahui keberadaan organisasi tersebut. Dalam citra ini, pokok persoalannya bukan pada favorable atau unfavorable suatu organisasi dalam penilaian pihak luar, tetapi pada kesan yang benar terhadap organisasi. Citra perusahaan adalah citra perusahaan secara keseluruhan yang terbentuk karena sejarah organisasi, keberhasilan mengelola finansial, kualitas produksi, keberhasilan melakukan ekspor, memiliki reputasi yang baik dalam hal hubungan industrial, tanggung jawab sosial dan penelitian. Adapun pencitraan dan membangun citra merupakan pembentukan citra perusahaan/organisasi (corporate image) dalam masyarakat yang dapat dievaluasi melalui reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan merupakan gambaran reaksi emosional, baik positif maupun negatif, kuat atau lemah, dari pelanggan, penyandang dana, pekerja dan masyarakat terhadap suatu perusahaan. Management commitement mejadi modal utama untuk membangun citra perusahaan. Atmosfer dan perilaku sosial masyarakat Indonesia yang cenderung paternalistis menjadikan modal utama ini sangat dibutuhkan. Data empiris menunjukkan bahwa dinamika citra perusahaan sangat sentitif terhadap dinamika perusahaan, dinamika SDM perusahaan dan dinamika masyarakat. Rencana membangun citra perlu difasilitasi dengan mekanisme pengukuran sejauh mana keberhasilan dan feedback untuk rencana improvement-nya. Untuk itu setiap tahapan pembangunan citra perusahaan
diidentifikasi dan ditetapkan apa ukuran keberhasilannya. Citra produk akan meningkat apabila produk bermutu tinggi dan terus-menerus mengalami perbaikan. Mutu produk dibangun dengan cara melakukan continuous improvement di segala aspek. Peningkatan kualitas perlu dibarengi dengan promosi memperkenalkan keunggulan produk tersebut. Di sinilah peran komunikasi dibutuhkan untuk menjalankan praktek promosi dan pemasaran produk-produk tersebut. Pada masa sekarang dengan ramainya persaingan bisa saja terjadi produk yang sebenarnya bagus namun tidak sukses di pasar karena tidak dikenal oleh publik, gara-gara publik telah dibanjiri oleh informasi produk yang bertubi-tubi dari para pesaing. Beberapa perusahaan menggunakan prinsip Balance Score Card (BSC) untuk mengukur kinerja bisnisnya. Metode ini mengukur kinerja perusahaan dari empat perspektif yaitu customer perspective (perspektif pelanggan), internal business perspective (perspektif proses bisnis internal), finance perspective (perspektif keuangan) dan learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertum-buhan). Selain BSC banyak juga perusahaan yang mempergunakan kriteria MBNQA (Malcolm Baldrige National Quality Awards). MBNQA memotret perusahaan pada tujuh kategori yaitu: kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pelanggan dan pasar, pengukuran dan manajemen pengetahuan, fokus SDM, proses bisnis dan hasil-hasil bisnis. Salah satu contohnya adalah Pertamina yang mengadopsi kriteria MBNQA menjadi kriteria ekselen PQA (Pertamina Quality Award). Yang lebih penting dari pengukuran ini ialah tindak lanjut improvement- nya. Citra SDM meliputi profesionalisme, attitude dan moral. Walaupun pekerja suatu perusahaan sangat profesional namun kalau moral dan attitude-nya tidak bagus akan mencoreng citra perusahaan. Sebaliknya jika pekerjanya memiliki attitude dan moral yang baik namun tidak profesional di bidang pekerjaannya maka kinerja bisnis menjadi buruk. Keprofesionalan dapat diukur dengan melakukan asessment terhadap kompetensi pekerja, hasil asessment dibandingkan dengan standard kompetensi. Deviasi antara
7
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
kompetensi pekerja dibandingkan dengan standar kompetensi adalah menjadi bahan bagi perusahaan untuk melakukan up grading kompetensi pekerja, antara lain berupa pendidikan, pelatihan, on the job training dan sebagainya. Citra perusahaan, setelah dibangun perlu dipelihara, disesuaikan dengan jaman 5. Audit Komunikasi Kehumasan Secara konseptual audit komunikasi kehumasan adalah istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah Bahasa Inggris public relations audit, yang pada dasarnya berarti sebuah tinjauan dan studi tentang kebutuhan-kebutuhan komunikasi kehumasan dan praktek komunikasi yang sekarang sedang berlangsung (Hardjana, 2000). Efektivitas pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian tidak hanya terkait dengan proses komunikasi. Dalam pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian, efektivitas komunikasi setidaknya berkaitan dengan beberapa faktor penting yang layak dijadikan pokok peninjauan dalam audit komunikasi kehumasan. Keempat faktor tersebut (Hardjana, 2000) adalah: a. Budaya komunikasi manajemen (management’s communicativeness) Sebagai konsep komunikasi, “keterbukaan manajemen” manunjuk pada perilaku komunikasi dari kalangan manajemen sebagai ungkapan kerelaan dan ketulusan untuk mendengarkan orang lain, terutama bawahannya dalam manajemen tersebut. b. Pengorganisasian komunikasi (organization for communication) Pengorganisasian komunikasi perlu diperhatikan karena setiap organisasi memiliki kebijakan, peraturan, prosedur, peralatan mekanik-elektronik, dan sumber daya manusia untuk menangani komunikasi, agar komunikasi dapat berfungsi dengan baik. c. Komunikasi-komunikasinya sendiri (communications themselves) Secara sederhana komunikasi-komunikasi Dengan melakukan audit komunikasi, segala hambatan komunikasi dan gangguan yang menyebabkan macetnya aliran informasi dan peluang yang terlewat dapat diketahui sehingga diperoleh cara yang dapat meningkatkan dampak yang dikehendaki
dan dinamika yang berkembang, dijaga dari rongrongan internal maupun serangan dari luar, baik dari pesaing ataupun pihak-pihak yang tidak senang. Tidak kalah pentingnya adalah senantiasa mengkomunikasikan hal-hal positif yang yang ada pada perusahaan kepada publik.
Biasanya, pihak yang sangat berperan untuk melakukan pencitraan organisasi adalah humas organisasi itu sendiri. Audit komunikasi dapat memberikan manfaat pada program humas, misalnya audit melakukan analisis atas tujuan-tujuan organisasi dan menghubungkan tujuan-tujuan tersebut dengan segala macam kegiatan komunikasi yang berlangsung. 6. Pokok-Pokok Tinjauan dalam organisasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi objektif dan komunikasi subjektif. Komunikasi objektif berkaitan dengan fakta-fakta yang menjadi perhatian segenap staf-karyawan dan dapat diperiksa kebenaran akurasinya (accuracy), seperti tentang gaji, pendapatan, kerjanya pabrik, kecelakaan, pemogokan, dan pergantian personel. Sedangkan komunikasi subjektif yang barangkali juga lebih penting, berkaitan dengan berbagai ide-pemikiran, peraturan, tanggapan terhadap kritikan, perencanaan, penjelasan tentang kebijakan dan tindakan-tindakan tertentu. d. Umpan balik (feedback) Umpan balik menjadi penting diperhatikan sebagai petunjuk tentang bagaimana komunikasi yang dilaksanakan oleh manajemen diterima oleh masyarakat luas di luar organisasi. Penerimaanpenerimaan yang merupakan tanggapan masyarakat luas tersebut dapat ditemukan dalam kliping-kliping Koran, transkrip radio-TV, atau bahkan tiadanya laporan dalam bentuk apa pun. 7.
Peran Audit Komunikasi Pencitraan Organisasi
dalam
sehingga organisasi atau perusahaan dapat mempertahankan hidup bahkan kesuksesannya di tengah persaingan global yang makin keras. Audit komunikasi ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu jenis penelitian dalam tahap fact finding kegiatan atau manajemen
8
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
kehumasan. Sebagai bentuk evaluasi (penilaian), bukan tidak mungkin hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk kegiatan organisasi selanjutnya. Di sinilah terdapat hubungan yang erat antara audit komunikasi dengan pencitraan organisasi, yang mana audit komunikasi tersebut dilakukan untuk mencapai sikap good will dari seluruh publik organisasi. Audit komunikasi ini dilakukan untuk melihat sejauh mana organisasi mampu men-treatment komunikasinya kepada publik-publiknya. Suatu kondisi yang sangat kontras apabila citra yang tumbuh di mata public merupakan sebuah bentuk penilaian atas pengalamannya sendiri terhadap organisasi. Misalnya, dalam komunikasi internal kepada seluruh publik internal (pemegang saham, pimpinan, karyawan, dan keluarga karyawan), organisasi menjalin hubungan yang baik dengan melakukan kegiatan komunikasi yang baik pula (dalam menghasilkan keputusan yang sesuai dengan harapan bersama), serta bagaimana organisasi menjalin hubungan yang baik dengan publik eksternalnya (konsumen, bank, pemerintah, pesaing, komunitas, dan sebagainya) dalam menghasilkan suatu kesepakatan demi keuntungan bersama. Treatment komunikasi yang diharapkan dengan publik-publik organisasi antara lain yaitu: a. Publik Internal 1) Pemegang Saham Memahami karakter pemilik beserta keluarganya, dan bersamaan degan itu menanamkan pemahaman kepadanya tentang ruang lingkup pekerjaan organisasi. Mengendalikan pemilik perusahaan adalah pekerjaan yang sangat sulit, umumnya pemiliklah yang selalu dikejar-kejar oleh beirta (opini publik). Namun, dalam keadaan tertentu pemilik juga bisa salah mengucapkan sesuatu, dan kesalahannya itu bisa berakibat fatal. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan audit komunikasi agar kesalahan di atas tidak membawa dampak atau pengaruh yang besar bagi organisasi. 2) Manajer atau Pimpinan Biasanya manajer perusahaan/organisasi berada di bawah kendali pemilik. Hanya dengan kapasitas yang memadailah
8.
b.
Treatment Komunikasi yang Dengan Publik Organisasi
Baik
seorang manajer dapat tampil secara otonom dalam mengelola organisasi. Manajer-manajer profesional membutuhkan mitra yang mempunyai kapasitas yang manajerial (mampu berkomunikasi dengan baik) dan wawasan intelektual yang baik (well informed). Kredibilitas manajer tergantung bagaimana dia mengelola organisasi dengan baik dalam memimpin seluruh karyawannya. Konsep komunikasi organisasi merupakan suatu pendekatan yang efektif bila melihat bagaimana kegiatan komunikasi dilakukan. 3) Karyawan Karyawan adalah orang-orang di dalam perusahaan yang tidak memegang jabatan struktural, melainkan hanya sekumpulan orang biasa di bawah komando supervisi (supervisor). Karyawan atau pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi teknis, alih-alih koneksi politis, koneksi keluarga, atau koneksi lainnya. 4) Keluarga Karyawan Sedikit sekali organisasi yang menyadari bahwa keluarga karyawan menaruh minat yang besar terhadap organisasi tampat anggota keluarganya bekerja. Untuk menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga karyawan, maka organisasi harus dapat menimbulkan pemahaman para anggota keluarga tentang keadaan pekerjaan anggota keluarganya sehingga mereka semua dapat menyesuaikan perilakunya, dan yang tidak diharapkan adalah adanya kecurigaan dan perilaku negatif lainnya. Publik Eksternal 1) Konsumen Dalam konsep Marketing Public Relations, hubungan dengan publik (konsumen) dilakukan melalui yang terdiri atas perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
9
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
yang merangsang pembelian dan kepuasan konsumen melalui komunikasi yang dapat dipercaya dan menarik minat, khususnya dari organisasi yang memenuhi kebutuhan, keinginan, kehendak, dan perhatian konsumen. 2) Bank Bank adalah lembaga komersial yang tidak hanya mengandalkan bunga yang diterima, melainkan juga jaminan atas pengambilan pinjaman pokok debitur. Bank yang memberi pinjaman besar kepada sebuah organisasi atau perusahaan umumnya akan memasang antenna yang tinggi untuk mendengarkan perilaku perusahaan beserta segala kemungkinannya, dan bank juga akan terus memantau kredibilitas organisasi tersebut. 3) Pemerintah Peran pemerintah dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan modal, melindungi para karyawan, melindungi sumber alam, mengatur hukum, mengatur dan merangsang minat investasi modal asing, dan sebagainya. Menjaga komunikasi yang baik dengan pejabat pemerintah salah satunya dengan cara melakukan lobi dan untuk mempercpat dan mempermudah suatu Pada intinya, konsep audit komunikasi merupakan suatu proses pemeriksaan diagnosis yang dapat memberikan informasi dini untuk mencegah kehancuran dari kesehatan organisasi. Pemeriksaan diagnosis tersebut berupa kajian mendalam serta menyeluruh tentang sistem komunikasi keorganisasian yang terdiri dari dua bagian yang saling berkaitan, yakni komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Karena itu, di samping audit komunikasi internal organisasi, audit Public Relations juga menyangkut audit corporate image, yaitu mengetahui persepsi masyarakat terhadap kinerja dan personaliti organisasi atau perusahaan, maka di sinilah citra dari publik itu terbentuk. Audit Komunikasi adalah suatu bentuk evaluasi menyeluruh terhadap proses komunikasi suatu lembaga atau perorangan.
perizinan. Oleh sebab itu, maka organisasi harus terus memantau secara berkala kebijakan pemerintah (baik yang membatasi maupun yang member peluang tertentu). 4) Pesaing Suatu sistem ekonomi yang sehat selalu memperkenankan timbulnya persaingan. Dengan adanya persaingan, timbul dorongan untuk memperbaiki kualitas produk, pelayanan, harga, dan sebagainya. Komunikasi dilakukan untuk meyakinkan para pimpinan organisasi bahwa dalam batas-batas tertentu perusahaan dapat memanfaatkan pesaingnya. 5) Komunitas Mendidik komunitas agar mereka dapat berhubungan timbal balik, termasuk di dalamnya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sebagai sumber tenaga kerja di perusahaan merupakan salah satu tujuan dilakukannya jalinan komunikasi antara komunitas dengan organisasi. Menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan terhadap organisasi merupakan salah satu tujuan dilakukannya pencitraan organisasi.
III. KESIMPULAN Audit Komunikasi biasanya dilakukan untuk mengukur efektivitas suatu kegiatan atau program komunikasi. Dalam sebuah organisasi (sebagai bagian dari fungsi public relations) audit komunikasi diperlukan untuk: 1) Menilai kualitas informasi yang dikomunikasikan oleh dan/atau kepada sumber-sumber informasi. 2) Mengukur kualitas hubungan-hubungan komunikasi. 3) Mengenali jaringan-jaringan yang aktifoperasional untuk desas-desus, pesanpesan sosial dan pesan-pesan kedinasan. 4) Mengenali sumber-sumber kemacetan arus informasi dan para penyaring informasi dengan memperbandingkan peran-peran komunikasi dalam praktik. 5) Mengenali kategori-kategori dan contoh tentang pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa komunikasi yang
10
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
tergolong positif ataupun tergolong negatif. 6) Menggambarkan pola-pola komunikasi jangka waktu, dan kualitas interaksi. 7) Memberikan rekomendasi-rekomendasi tentang perubahan ataupun perbaikan yang perlu dilakukan berkaitan dengan sikap, perilaku, praktik-praktik kebiasaan, dan keterampilan yang didasarkan atas hasil analisis audit komunikasi.
yang terjadi pada tingkatan pribadi, kelompok, dan organisasi dalam kaitannya dengan topik, sumber, saluran, frekuensi,
DAFTAR PUSTAKA Goldhaber, Gerald M. 1993. Organizational Communication, 6th Edition, USA: MC. Graw Hill. Hardjana, Andre. 2000. Audit Komunikasi: Teori dan Praktek.,Jakarta: PT. Grasindo. Kasali, Rhenald. 2003. Manajemen Public Relations, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Kotler, Philip. 2000. Marketing Management, The Millenium Edition: Prentice Hall, Inc Ngurah Putra, I Gusti. 1998. Manajemen Hubungan Masyarakat, Yogyakarta: Univ. Atmajaya Pace, R. Wayne dan Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
11
JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010
12