Dflll .'Cfllldmilyfl Y01101I-),011011 di )llIlIIi IIlclifadi YClIa dmtlalllillclifadi lillla, dilnlll)la1tknH kcyadnllya llljllh lallt lagl sCllldah kcrlllgllya, 1Ilcaya [ldnk akmr habts-habtsilya
dililliskmt kalililat Allah. SClllllll5ltllllya Allah Maha pcrkasa [agt Malta Byaksmta (ag. L1I1111fl11 :27)
l,-,IIUll.mL
hikmah (ilmu) itu laksana binatang liar bagi orang mukmin,
11
ia menemukannya maIm i,l. berhak memilikinya
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
'1(arya 1{eci{ Ini 1{upersem6ali/?sln Vntu/i... CBapa/i... dan :Mamali 'Yang S e{alu CBerdo'a Vntu/i... 7V6erliasifan (j'enu{is
EFIKASI DUA MACAM FORMULA TERMITISIDA LENTREK 400 EC TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes cllrl'ignathlls HOLMGREN
Oleh:
RISMA DEWI HIDAYAH E 31.0898
JURUSAN TEKNOLOG! HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTAN1AN BOGOR 1999
RINGKASAN
Risma Dewi HidayahlE.310898. Efikasi Dua Macam Formula TCI'mitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coptotermes cllrJlignatlllls Holmgren. Di bawah bimbingan Prof. Dr. II'. Rndy C. Tarumingkeng, MF dan Dr. II'. H. Dodi Nandika, MS.
Pemanfaatan kayu di Indonesia pada masa-masa mendatang akan semakin meningkat seiring dengan laju pembangunan dan kemajuan teknologi. Terbukti dengan berkembangnya industri perkayuan secara pesat yang membutuhkan bahan baku. Disamping itu dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maIm permintaan kayu pun semakin meningkat. Kebutuhan ini terutama untuk menunjang pembailgllllan perumahan dan bangunan gedung yang sebagian menggunakan kayu sebagai bahan baku. Sementara itu Indonesia mempunyai sumber daya hutan seluas 143 juta ha dengan jenis pohon yang beraneka ragam (± 4000 jenis kayu), tetapi sebagian besar (80 - 85%) tergolong kelas mvet rendah (kelas awet III, IV, dan V). Di pihak lain, Indonesia yang terletak di wilayah tropika merupakan tempat hid up yang cocok bagi berbagai jenis serangga perusak kayu.
Salah satu golongan serangga
perusak kayu yang banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah.
Di Indonesia
sampai saat ini terdapat tidak kUfang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng, 1971). Dari sekian banyak jenis rayap ternyata yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah (subterranean termite). f
berharga
yang
mengandung
Rayap dapat mengakibatkan kayu atau barang
selulosa
mengalami
kerusakan
dan
tidak Jarang
mengakibatkan gedung rusak. Oleh karena itu pencegahan kerusakan kayu dari serangan rayap terutama rayap tanah merupakan masalah yang strategis. Salah satu upaya untuk menambah daya tahan kayu terhadap serangan rayap adalah melalui pengawetan kayu. Dalam kaitan ini salah satu bahan pengawet yang telah terdaftar di Indonesia sejak tahun 1987 adalah Lentrek 400 EC. Pada tahun 1998 telah dikembangkan Lentrek 400 EC dengan formula baru, Namun demikian belum diketahui tingkat keampuhannya. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui keampuhan dua rnacam formula Lentrek 400 EC sebagai termitiside. untuk mencegah serangan rayap tanah
(Cop/o/ermes curvignathus Holmgren). Contoh uji dibuat dari kayu Tusam (P. merkussii)
dengan ukuran 2,5 x 2,0 x 0,5 em dalam keadaan kering udara.
Dari masing-masing
formula Lentrek 400 EC dibuat larutan dengan tingkat konsentrasi 0,625 %, 1,25 %, 1,875 %, 2,5 %, 3,125 % dan 3,75 %.
Setiap eontoh uji dilabur dengan larutan
termitisida Lentrek 400 EC sesuai dengan konsentrasi yang telah diberikan dengan dosis 250 mllm 2 1uas permukaan. Setiap eontoh uji diaplikasi dengan satu tingkat konsentrasi. Sebagai kontrol dipersiapkan pula eontoh uji yang diaplikasi dengan pelarut saja. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol dengan eara meletakkannya berdiri pada da5ar botol, ke dalam masing-masing botol tersebut dimasukkan 2'JO gram pasir lembab diln 200 ekor rayap yang sehat (aktif) terdiri atas 90% rayap pekerja.
Kemudian botol tersebut
disimpan di kamar gelap selama empat minggu. Respon yang diukur adalah mortalitas rayap dan derajat proteksi contoh
UJI
dengan skala nilai sebagai berikut: utuhltidak terserang (s: 5%) nilai 100, terserang ringan (6-15%) nilai 90, terserang sedang (16-50%) nilai -10, terserang hebat (51-90%) nilai 40, dan terserang hebat sekali (>90%) nilai O. Untuk menilai pengaruh konsentrasi bahan pengawet Lentrek 400 EC terhadap mortalitas rayap dilakukan sidik ragam (Analysis of Variance) dan uji beda rata-rata (t-Dunnet test) sedangkan derajat proteksinya dianalisis secm'a statistik nonparametrik (uji Kruskal Wallis). Tingkat perbedaan dinyatakan dalam taraf 5% dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah CoptofermeS clIl"vignafhlfs pada eontoh uji kontrol adalah 21,2 % sedangkan pada eontoh uji yang
mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula lama minimal 99,6 % sementara itu l:ntuk contoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula. baru adalah 99,3 %. Hal ini berarti bahwa pemberian bahan pengawet Lentrek 400 EC untuk kedua jenis formula mengakibatkan kematian rayap C. clIrvignathus yang cukup tinggi.
Sebaliknya pada
contoh uji kontrol tingkat mortalitas yang terjadi cukup rendah yang berarti pada tingkat ini daya tahan rayap tanah C. clirvignafhlfs cukup tinggi. Adanya kematian rayap pada contoh uji kontrol diduga karena faktOl lingkungan baru yang kurang sesuai dengan kehidupan rayap. Sementara itu rata-rata derajat proteksi contoh uji yang diawetkan dengan Lentrek 400 EC formula lama dan formula baru pada semua konsentrasi yang diuji adalah 100 sedangkan contoh uji kontrol hanya 46.
Dengan perkataan lain contoh uji yang
diawetkan tidak mendapat serangall rayap C. curvignathus (utuh) sedangkan contoh uji kontrol mendapat serangan sedang sampai hebat. Hal ini berarti semua konsentrasi bahan pengawet Lentrek 400 EC (formula lama dan formula baru) yang diuji mampu me;lingkatkan keawetan contoh uji dari serangan rayap tanah. Nilai efikasi bahan pengawet kayu Lentrek 400 EC untuk formula lama maupun formula baru berupa konsentrasi terendah yang menyebabkan mortalitas rayap tertinggi dengan tingkat kerusakan kayu umpan yang paling ringan adalah 1,25 % dengan rata-rata mortalitas 100 % dan nilai derajat proteksi 100.
Dari penelitian ini disarankan perIu
dilakukan pengujian tentang masa proteksi termitisida Lentrek 400 EC dilapangan dan pengujian tingkat ketercucian.
EFIKASI IilUA MACAM FORMULA TERMITISIDA LENTREK 400 EC TERHADAP RAYAP TANAH Coptoterilles clln>ignatizlls HOLMGREN
Oleh:
RISMA DEWI HIDAYAH E 31.0&98
S01'psi Se6agai Safafi Satu Syarat Vntul(memperofefi gefar smjana ParIa Pal(uftas 1(efiutanan, Institut Peltanian (]Jogot
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTASKEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1999
J udul Penelitian
Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coptolermes curvignathus HOLMGREN
Nama Mahasiswa
Risma Dewi Hidayah
NomorPokok
E 31.0898
Menyetujui :
Ketua Komisi Pembimbing
Anggota Komisi Pembimbing
(Prof Of. If. Rudy C. Tarumingkeng, MF) Tanggal : 18 - ~ - \':\~':\
(Of. If. H. Dodi Nandika, MS) Tanggal: \8, - ;;< - \q q
Mengetahui : Teknologi Hasil Hutan ~~I!t;~i~:~~!lllula:)1f!n
Institut Pertanian Bogor
d<
Tanggallulus: IS' - ;;(, -
\"'l~')
RIWA YAT IIIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmaiaya, Jawa Barat pada tanggal 18 November 1975, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara dari Ayah Drs. Wahyu Juandi dan Ibunda Ihah Solihah. Pendidikan dasar dimulai tahun 1982 di SD Negeri Banjarsari, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus tahun 1988, Pada tahun yang sarna penulis masuk SMP Negeri Panumbangan dan lulus pada tahun 1991.
Kemudian
melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri Panumbangan dan lulus tahun 1994. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994 me1alui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pada tahun 1995 penulis diterima di Fakultas KehutanarY , Jurusan Teknologi Rasil Rutan dengan program studi Pengolahan Rasil Rutan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dalam bidang proteksi dan peningkatan mutu dengan judul Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coptotermes cllrl'ignatlllls Holmgren, dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, MF dan Dr. Ir. H. Dodi Nandika, MS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
membenkan
Rahmat
dan
Hidayahnya-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penyusunan tugas akhir (skripsi) dengan judul Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coplolermes clIl'vigllalhlls Holmgren.
PCllulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan lcepada : 1. Bapak dan Mamah yang sen anti as a berdoa untuk keberhasilan penulis atas
dorongan dan kasih sayangnya. 2. Prof Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, MF dan Dr. Ir. H. Dodi Nandika, MS selaku dosen pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan kebaikan beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Ir M. Chamim Mashar, MM selaku closen penguji dari jurusan Manajemen Hutan dan Ir. Tutut Sunarminto selaku dosen penguji dari jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. 4. A' Enjang S.pd yang selalu memberi motivasi dan dorongan kepada penulis selama ini dan keluarga. 5. A' Teteng Muhammad Taufik dan Adikku Sinta Susilawati atas Suppo11nya serta Dede atas do'anya. 6. Mang Agus S.pd, Beh Eros S.pd dan keluarga di Banjarsari atas do'a dan bantuannya serta Osellia Esa Muslimawati yang Lucu. 7. Mba'ku tersayang Ir. Dewi Asnita, terima kasih atas segal a bantuan, saran, nasehat dan pengertiannya selama ini. 8. Sahabat Terbaikku : Sefrina S.hut, Dedeh S.hut, dan Eva Rahmifa atas kritik, saran dan kebersamaannya selama ini serta Effendi atas segala bantuannya.
9. Teman-teman seperJuangan
Igun S.hut, Wanti S.hut, Ari S.hut atas segala
bantuannya. 10. A' Tatang atas kebaikannya mengantar penulis pertama kali studi di sini dan Ma' Uwo di Cibanteng atas kekeluargaannya. 1 1. Mba' Diba. Ibu Nani, Mba' Nana, Pa Yudi dan Pa Rudy atas pengarahannya selal11a penulis penelitian serta Mba' Retno dan Mas Addin at as segala informasi da,l bukunya. 12. Pak Anhari selaku laboran dan Laboratorium Hama dan Penyakit Hasil Hutan P AU dan Pak Endun atas bantuan dan kerja samanya. 13. Teman-teman PKL PT. Diamond Raya Timber: Untari S.hut, Dini dan Yayat, Mamat S.hut, Enno, Harry dan Iful atas kekompakannya. 14. Warga Aulia : Wiwi S.hut (terima kasih atas bantuannya), Donna, Vera, Anna, Ibad, Erti, Eva, Aji, Nunung dan Ola atas kebersamaan dan kekeluargaannya selal11a penulis tinggal dan Agustin. 15. Reka.n-rekan di THH'31 : Rina, Rahma, Vanny, Isti, Irma S.hut, Arrita S.hut, Amal, Fitri, Fina, Wawa, Sari, Ewo, Ocek, Ruwed, Heru S.hut, Gege, Teguh, Wisnu, Oli, Husef, Marwan, Irwan, Freddy S.hut , David dan lainnya. 16. Sel11ua Pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dad sempurna, oleh karena itu kritik dan.saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
untuk l11enyel11purnakan
skripsi ini. Alehirnya penulis berharap semoga skrip>i ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang mel11butuhkannya.
Bogor, Februari 1999
Penulis
ii
DAFTARISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... . DAFTAR lSI ..................................................................................................
111
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
VI
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
VlI
1.
PENDAHULUAN ................................................................................... . A. Latar Belakang ................................................................................... .
n.
B Tujuan ............................................................................................. .
3
TlNJAUAN PUSTAKA ......................................................................... ..
4
A. Rayap .................................................................................................. .
4
1. Biologi dan Ekologi Rayap ............................................................. ..
4
2. Rayap Tanah dan Penyerangannya .................................................. ..
7
3. Rayap Tanah Coptotermes clIl'Vignati1l1s HOLMGREN .................. ..
8
B. Pengendalian Serangan Rayap ........................................................... ..
9
1. Pengawetan Kayu .......................................................................... ..
9
2. Perlakuan Tallah .............................................................................. . 10 C. Senyawa Chlorpyrifos .......................................................................... . II Ill. BAliAN DAN METODE ...................................................................... .
15 15 15 15
, B.Metode Penelitian ..................................................................................
15
I. Pembuatan Contoh Uji ......................................................................
15
2. Pembuatan Larutan Bahan Pengawet ................................................
15
3. Pengawetan Contoh Uji ................................................................. .'..
15
4. ProsesPengumpanan .......................................................................
16
5. Pengumpulan Data ..............................................................
17
6. Rancangan Percobaan ......................................................................
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
19
A. MOlialitas Rayap ..................................................................................
19
B. Derajat Proteksi ...................................................................................
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA LAMP IRAN
IV
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
I. Derajat Proteksi
17
2. Rata-rata mortalitas Rayap Tanah C. curvignathus Holmgren pada Setiap Contoh Uji ....................................................... ..........................
19
J. Rata-rata Derajat Proteksi Rayap Tanah C. cllrvignathus Holmgren
pdda Setiap Contoh Uji .......................... ...... ................................................
v
22
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Struktur Kimia Chlorpyrifos
11
2. Botol Pengumpanan Contoh Uji Pada Rayap C. curvignathus ......................
16
3. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Lentrek 400 EC dan Mortalitas Rayap C. curvignathus ...................................................
21
4. Histogram Hubungan Antam Konsentrasi Lentrek 400 EC dan Derajat Proteksi Contoh Uji ..................................................................
23
5. Kasta pekerja Rayap Tanah C. cl!rvignathus Holmgren ................................
24
6. Kasta Prajurit Rayap Tanah C. c1fl'vignathlls Holmgren ................................
24
7. Contoh Uji Kontrol Setelah 28 Hari Pengumpanan Terhadap Rayap Tanah C. clIl'vignathlls ................................................... ..
25
8. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama Setelah 28 Hari PengumpananTerhadap Rayap Tanah C.clIrvignathlis .................................. 26 9. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Baru Setelah 28 Hari Pengul11pananTerhadap Rayap Tanah C. clirvignathus ................................. 27
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
Halaman
1. MOltalitas Rayap Tanah C. curvignalhlls Pada Setiap Contoh Uji
32
2. Mortalitas Rayap Tanah C. c1Irvignalhlls Setelah DitarAnsfofll1asikan Dengan arcsin ~% ... ,............................. ,............ ,.................................. ,......
33
3. Analisis Keragaman Mortalitas Rayap Tanah C. curvignalhlls ............
34
4. Uji Beda Rata-rata (I Dunnett lest) Mortalitas Rayap C. curvignalhus Pdda Perlakuan Lentrek 400 Ee Formula Lama .......................................
35
5. Uji Beda Rata-rata (t Dunnetllesl) MortaEtas Rayap C. curvignathu.l' Pada Perlakuan Lentrek 400 Ee Formula Bani .... " ................. " ..... ,.....
36
6. Nilai Deraj.lt Proteksi Serangan Rayap C. cllrvignathll.l' Peda Setiap Contoh Uji ............. ".... ,...... ,..............................................
37
7. Hasil Uji I
38
vii
I. PENDAHULUAN
A. LataI' Belakang Pemanfaatan kayu di Indonesia pada masa-masa mendatang akan semakin tenlS meningkat seiring dengan laju pembangunan nasional dan kemajuan teknologi.
Terbukti dengan berkembangnya industri perkayuan secara pesat
yang l11enlbutuhkan ban yak baban baku.
Di sal11ping itu dengan semakin
bertambabnya jUl11lah penduduk l11aka permintaan kayu pun scmakin meningkat. Kebutuhan ini terutama untuk menunjang pembangunan peru mahan dan bangunan gedung yang sebagian menggunakan kayu sebagai bahan bangunan. Dalal11 dua puluh terakhir ini kebutuhan akan bangunan (perumahan) teras a l11eningkat dengan cepat.
Menyadari akan hal itu maim sejak awal Pelita Ill,
pemerintah telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah peru mahan dan menempatkannya sebagai salah satu program nasional. Hal ini terbukti dengan terus dilaksanakannya pembangunan rumah-rumah sederhana secara besar-besaran di berbagai kota di Indonesia (Nandika,1983). Salah satu komponen yang penting dalam pembangunan perumahan adalah kayu, oleh karen a itu peningkatan pembangunan peru mahan juga mendorong pemakaian kayu yang makin besar, sehingga diperkirakan pada Pelita VI akan dibutuhkan 3
kayu 807.752,14 m (Jamali, 1996). Sementara itu Indonesia mempunyai sumber daya hutan seluas 143 juta Ha dengan jenis pohon yang beraneka ragam (± 4000 jenis kayu), tetapi sebagian besar (80-85%) tergolong ke dalam kelas awet rendah (kelas awet III, IV, V). Di samping itu selama
peri ode
1981-1990,
kerusakan hutan
alam
di
Indonesia sekitar 1,3 juta Ha per tahun atau 1,21% per tahun (Barbier, et all, 1994 dalam Kartodihardjo, 1998). Seiring dengan ilu target produksi kayu bulat lndonesia dari HPH menurun dari
37 juta m3 per tahun pada awal Pel ita V
menjadi 22 jut a m3 per tahun mulai awal Pelita VI (DEPHUT, 1995 dalam KaItodihardjo, 1998). Dengan demikian pemanfaatan kayu harus diatur secara
2
bijaksana dan seefisien mungkin agar kemungkinan suplai bah an baku dan pel11anfaatannya terus dapat dikembangkan. Di pihak lain, Indonesia yang terletak di wilayah tropika mempakan tel11pat hidup yang sangat cocok bagi berbagai jenis serangga perusak kayu. Salah satu golongan serangga perusak kayu yang banyak menimbulkan kerusakan adalah rayap. Di Indonesia sampai saat ini terdapat tidak kurang dari 200 jenis rayap (Tarul11ingkeng, 1971). Dari sekian banyak jenis rayap, ternyata yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah (subterranean termite). Rayap dapat mengakibatkan kayu atau barang berharga yang l11engandung selulosa l11engalal11i kerusakan dan tidak jarang mengakibatkan gedung rusak. Oleb karena itu pencegahan kerusakan kayu dari serangan rayap terutama rayap tanah, l1lerupakan masalah yang sangat strategis.
Salah satu upaya untuk
menal1lbah daya tahan kayu terhadap serangan rayap adalah melalui pengawetan kayu. Melalui usaha ini diharapkan umUf pakai pakai kayu bertambah dan secara ekonomis menguntungkan terutama dalam pemanfaatan jenis kayu yang keawetannya rendah. Salah satu bahan pengawet yang terc!aftar di Indonesia adalah Lentrek 400 EC (Chlorpyrifos 400 gr/lt) yang terl1lasuk kedalam golongan fosfat organik
(Orgol/o
pho~photes)
dengan nama kimia O,0-Diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-
pyridyl) phosphorothioate. Senyawa fosfc.t organik bersifat anti CHE (Choline
Esterase),
enZlm
yang
berperan
dalam
penerusan
rangsangan
syaraf.
Chlorpyrifos telah digunakan sebagai insektisida dengan spektrum yang luas. Di banyak negara Chlorpyrifos telah digunakan secara luas untuk memberantas rayap kayu kering dan rayap tanah, antara lain di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia dan Filipina. Lentrek 400 EC berbentuk pekatan teremulsi (emulsifiobel concentrates) yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyal1lpurannya agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air (Tarumingkeng, 1992). Formula Lentrek 400 EC dipasa,kan sejak tahun 1987 dan telah dikenal luas oleh l11asyarakat, sel11entara itu !Jada tahun 1998 telah dikel11ban·gkan
3
Lentrek 400 EC dengan formulasi baru. Namun demikian formula baru tersebut belum diketahui tingkat keampuhannya. Sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, dirasakan perlu melakukan penelitian untuk mengetahui keampuhan dua macam formula tennitisida Lentrek 400 EC sebagai termitisida untuk mencegah serangan rayap tanah (Coptolermes curvignathus Holmgren).
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keampuhan (efikasi) dua macam formula termitisida Lentrek 400 EC sebagai pencegah serangan rayap tanah
(Coplotermes cUl'vignathus Holmgren) pada kayu gergajian. Hasil
penelitian
diharapkan dapat menjadi masukan bagi rengembang dan pengguna termitisida tersebut di masa datang.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rayap
1. Biologi dan Ekologi Rayap Rayap adalah serangga ywg ukuran badannya sangat kecil sampm sedang,
hidup
dalam
berkembang sempurna.
kelompok-kelompok sosial
dengan kasta yang
Dalam sebuah koloni terdapat serangga yang
bersayap, tidak bersayap dan ada juga yang bersayap pendek.
Sayapnya
berjumlah dua pasang yang menempel pada bagian thoraks dan berbentuk selaput, dengan pertulangan sederhanu dan retikulata.
Bentuk dan ukuran
sayap depan sama dengan sayap belakang dan sebab itu ordonya dinamabn Isoptera (iso=sama, ptera=sayap) (Borror dan De Long, 1951). Awal pembentukan suatu koloni dimulai pada masa bersialang
(Swarming), dimana keadaan kelembaban dan suhu lingkungan sangat sesuai untuk keluarnya kasta pembiak bersayap (laron) dari sarang yang berumur dua tahun atau lebih dalam jumlah yang besar dan pembiak (laron) ini akan meninggalkan koloninya t",rhang dalam jarak yang tidak begitu jauh, kawin dan melepaskan sayapnya. Beberapa individu akan bertahan hidup dan mulai membentuk koloni baru (Tarumingkeng, 1971). Dalam setiap koloni terdapat 3 kasta yang menurut fungsinya masingmasing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (primer dan skunder). Dalam penggolongan ini bentuk (morfologi) dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Tambunan dan Nandika, 1982). Menurut Tarumingkeng (I 971), adanya perbedaan bentuk tubuh dan fungsi pada rayap membuat dalam suatu koloni terdapat beberapa kasta yaitu : a. Kasta pekel'ja
Kasta pekerja merupakan anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk seperti nimfa dan berwarna keputih-putihan, dengan kepala hipognath (sumbu kepala tegak lurus sumbu badan) tanpa mata fasel. Mandibelnya relatif keeil bila dibandingkan dengan kasta prajurit,
5
digunakan untuk menggigit kayu dan bahan-bahan makanan lainnya. Tugas pekelja adalah memberi makan anggota-anggota koloni lainnya, merawat telur serta membuat dan merawat sarang.
Mereka mengatur
efektivitas koloni dengan jalan membunuh dan mamakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. b. Kasta reproduktif Kasta reproduktif primer merupakan imago-imago bersayap yang menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Imago-imago bersayap ini terbang meninggalkan sarang dalam jumlah besar, biasanya pad a musil11 hujan dan pada waktu sore atau malam hari. Masa penerbangan ini merupakan l11asa· perkawinan, dimana sepasang imago jantan dan betina bertel11u dan segera menanggalkan sayapnya kemudian mencari tempat yang sesuai didalam tanah atau kayu. Setelah kopulasi ratu menghasilkan telur. Pada beberapa jenis Famili Rhinotermitidae dan Termitidae, abdomen imago betina dapat menjadi gemuk dan mencapai panjang sampai 8 cm.
Seekor ratu dapat
hidllP antma 6-20 tahun bahkan sampai berpulllh-pulllh tahlln. Pekerjaan semasa hidupnya hanya menghasilkan telur, sedal1gkan makannya dilayani oleh para pekerja. Pada kasta reproduktif suplementer sayapnya telah mengalami degenerasi sehinggga hanya berupa tonjolan sayap saja atau tidak bersayap sarna sekali.
Kasta ini muncul apabila reproduktif primer atau koloni
membutuhkan penambahan reproduktif skllnder (Neoten).
Neoten juga
akan terbentuk jika sebagian koloni terpisah (terisolasi) dari sarang utamanya, sehingga suatu koloni baru akan terbentuk. terbentuk beberapa kali
Kasta ini dapat
dalam jumlah yang besar sesuai dengan
perkembangan koloni. c. {(asta prajurit Kasta prajurit dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang kuat.
Anggota-anggota kasta ini mempunyai rahang
(mandibel) atau rostum yang besar dan kuat.
Karena mandibelnya
6
demikian besar maka tidak dapat digunakan untuk menggigit makanannya sendiri, sehingga harus dilayani oleh kasta pekerja.
Berdasarkan bentuk
dari kasta prajuritnya, rayap dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe nasuti.
Pada tipe mandibulate prajurit-prajurit
mempunyai rahang (mandibel) yang kua! dan besar tanpa rostum, sedangkan tipe nasuti mempunyai rostum yang panjang tapi mandibelnya kecil. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni, terhadap gangguan dari luar. Rayap
dalam
hidupnya
mempunyal
beberapa
sifat
yang
khas
(Tambunan dan Nandika, 1982) yaitu : (a) Sifat trofalaksis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul dan saling menjilal serto mengadakan peliukaran bahan makanan. (b) sifat kriptobiotik, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku untuk rayap yang bersayap (laron) yang selama periode pendek mereka memerlukan cahaya. (c) Sifat nel{rofagi, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya. (d) sifat kanibalistik, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit. Menurut Nandika (1983), pada prinsipnya makanan utama rayap adalah selulosa. Oleh karena itu kayu dan jaringan tanaman lainnya yang merupakan "gudang selulosa" merupakan sasaran serangga rayap. Bahkan lebih daripada itu, dengan ukuran populasinya yang sangat besa[ disertai daya jelajah yang tinggi maka rayap mampu menjangkau dan merusak beraneka ragam bahkan yang menjadi kepentingan manusia seperti kertas, karton, kain, plastik dan lain-lain.
Sasarannyapun kadang-kadang terletak jauh dari sarangnya.
Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa bangunan atau peru mahan yang bertingkat sekalipun seringkali rusak akibat serangan rayap.
Tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa rayap mempunyai dampak ebnomis yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Salah satunya memperpendek umur pakai (service life) bangunan.
7
Menurut Supriana (1983), ada dua kelompok rayap yang lazim menyerang kayu dan menimbulkan kerugian besar. Kelompok pertama adalah rayap kayu kering dan kedua adalah rayap tanah. Kedua kelompok tersebut memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda- beda bagi perkembangan dan pertumbuhannya. 2. Rayap Tanah dan Penyerangannya Harris (1971), mengatakan bahwa kerusakan terbesar seeara ekonomis pacla pe.1ggunaan kayu sebagai bahan bangunan adalah akibat serangan rayap. Dari sekian banyak jenis rayap ternyata yang paling banyak menimbulkan masalah adalah golongan rayap subteran. Rayap subteran adalah golongan rayap yang bersarang di dalam tanah dan telah membangun liang-liang kembara yang menghubungkan sarang dengan benda yang c1iserangnya.
Golongan rayap ini selalu membutuhkan
kelembaban yang tinggi dalam kehiclupannya (Nandika,1983). Hunt dan Garrat (I 967), menyebutkan bahwa rayap subteran adalah rayap yang sarangnya terletak di dalam tanah, atau apabila ia berada diatas permukaan tanah maka ia selalu mempunyai hubungan dengan tanah lembab untuk memperoleh kelembaban demi kelangsungan hidupnya. Seeara aeak rayap akan menyerang baik kayu lapuk maupun kayu sehat, tapi bila rayap diharuskan memilih anlar kayu lapuk dan kayu sehat maka rayap akan eenderung memilih kayu yang lapuk. Rayap lebih menyukai kayu yang lapuk oleh jamur karena mereka tertarik oleh berbagai senyawaan yang terdapat pada kayu lapuk dan di dalam miselium, bahkan bau dari jamur dapat menstimulin rayap
untuk makan
dan
membuat
liang-liang
kembara
(beeker,1976 dalam Nandika, 1983). Menurut Hunt dan Garrat (1967), adanya rayap tanah dalam suatu bangunan mungkin tidak diketahui sarnpai bagian-bagian kayu yang parah serangannya mulai memperlihatkan kerusakan.
Sebaliknya ada landa-landa
leltentu, seperti terdapat saluran dari tanah pada pondasi-pondasi bata, batu
"
8
dan beton/pip a pemanas dan semacamnya, serta munculnya seranggaserangga bersayap secara musiman yang seringkali tidak menunjukkan adanya serangan sebelum serangga tersebut menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Adanya rongga di dalam tiang-tiang dan kayu besar lainnya yang terserang berat dapat diketahui dari menurunnya resonansi kayu bila dipukul. Ciri-ciri tertentu dari saluran rayap tanah ini berupa bintik -bintik lonjong dan kotor, yang dapat dibuat pada dinding-dinding saluran dengan cara mengendapkan telesan dari kotoran cair dan frass yang aneh yang ditambalkan oleh rayap itu untuk menutup rongga-rongga dan jalan-jalan yang tidak terpakai lagi. Serangan rayap subteran pada bangunan dan perumahan dapat teljadi melalui berbagai cara antara lain: (a) hubungan langsung antara tanah dan kayu,misalnya pada tiang-tiang tanah, liang tilpon, dan lain-lain, (b) melalLIi retakan-retakan atau rongga-rongga dalam tembok dan ( c) dengan membllat liang-liang kembara diatas permukaan kayu, beton, pipa, dan sebagainya (Anderson, 1960 dalam Nandika, 1983). 3. Rayap tanah Coptote/'/I1es clll'l'ignat/zus HOLMGREN
Coptolermes cllrvignalhus Holmgren termasllk rayap sllbteran yang paling luas serangannya di Indonesia.
Menurut Tarumingkeng (1971),
Coptotermes cllrvignal/ws merupakaI; genus yang terbesar dari famili Rhinotermitidae.
Cop/olermes banY2.k terdapat didatanm rendah yang
bercurah hujan tinggi.
Rayap ini memerlukan air dalam jumlah besar dan
kelembaban nisbi yang tinggi, oleh karena itu serangannya banyak terjadi pada bulan agustus-oktober. Menurut Kalshoven (1963), dalam Natawiria (1971), rayap Coptotermes adalah satu-satunya genus dari ~ub family Coptotermitidae yang tersebar didaerah tropik dan banyak juga di daerah oriental dan australia. Genus ini didaerah tropik banyak terdapat di dataran rendah yang bercurah hujan tinggi dan teratur.
Hal ini menunjukkan bahwa rayap jenis ini memerlukan air
dalam jumlah besar dan kelembaban yang tinggi.
9
Coptotermes curvignathus Holmgren, ban yak ditemukan di hutan primer sumatera dan malyasia terutama didaerah dataran rendah dan didaerah yang mendapatkan curah hujan yang tinggi.
Sarang-sarang rayap tersebut
dapat ditemukan pada batang-batang kayu mati diatas atau dibawah tanah pada ked ala man 30-40 cm dengan tinggi saluran (Tllnnels) 6 mm sampai 90 nu11.
Pada saat dilakukannya perombakan dan pengolahan hutan, pohon
kapuk dan karet yang masih merupakan pohon yang paling banyak diserang oleh rayap.
Kerusakan juga terdapat pada pohon-pohon kopi (Malyasia),
kelapa sawit, kelapa dan tanaman buah lainnya serta ketela kayu.
Rayap
membuat lapisan lumpur pada kulit kayu dengan ketinggian 2-3 meter (Kalshoven, 1981). B. Pengendalian Serangan Rayap 1. Pcngawetall Kayu
Pengawetan kayu adalah proses pemasukan bahan pengawet kedalam kayu yang bertujuan ulltllk melindungi kayu atau memperpanjang umur pakai kayu sehingga dapat mellgurangi frekuensi pergantian kayu pada bangunan konstruksi permanen atau semi per:nanen (Hunt dan Garrat, 1967). Menurut Tobing (1977), pellgawetan kayu adalah proses perlakuan kil11ia atau fisik terhadap kayu yang ditujukan untuk l11emperbesar l11asa pakai (service life) kayu. Manfaat pengawetan kayu adalah jenis kayu yang kurang awet, yang tadinya tidak atau kurang dipakai dapat digunakan dengan baik, hal ini berarti l11el11anfaatakan sumberdaya alam secara efesien, mel11perpanjang umur pakai kayu, yang berarti penghematan. Kayu yang diawetkan dapat menggantikan jenis kayu yang bernilai ekspor dan dengan adanya industri pengawetan kayu l11el11ungkinkan bertal11bahnya kesel11patan kerja, sehingga dapat mel11bantu memecahkan masalah pengangguran (supriana dan Martawidjaya, 1976). Menurut Tobing (1977) Secara garis besar metode pengawetan dibagi atas 4 golongan yaitu : (I) l11etode pengawetan tanpa tekanan yang meliputi pelaburanJpenyemprotan,
ptncelupan,
rendaman,
rendaman
dingin
dan
[0
rendaman panas dingin, (2) metode pengawetan dengan tekanan, yang l11eliputi full-cell process dan empty-cell process, (3) metode difusi, dan (4) Sap replacement method. 2. Perlakuan Tanall
Perlakuan Tanah
adalah proses peracunan tanah disekitar pondasi
bangunan gedung dengan mellggunakan termitisida untuk melindungi bangunan tersebut dari serangan rayap tanah. Dengan cara ini akan terbenluk suatu rintangan kimiawi (chemical barrier) disekililing pondasi bangunan yang menghalangi naiknya rayap kedalam bangunan (Nandika, Kasno, dan Husaeni, 1987). Menurut Hadioetomo (1983) ada beberapa macam cara yang dapat dipakai untuk mengendalikan rayap tanah. Cara-cara tersebut dapal dibagi dalal11 dua kategori besar yang kemudian dapat diperinci lagi sebagai berikut : I. Pengendalian secara kimiawi a. Peracunan pada kayu (wood treatment) b. Peracunan tanah (soil treatment) c. Peracunan pondasi (jmmdationtreatment) 2. Pengendalian secara non-kimiawi a. Perubahan l11ekanik (mechanical alteration) b. Sanitasi dan praktek pel11bangunan yang baik Menurut Surjokusul11o (1995) perlakuan tanah (soil treatment) adalah upaya l11el11asukan pestisida anti rayap (terl11itisida) dalal11 tanah dibawah dan disekeliling bangunan agar bangunan tersebut terhindar dari serangan rayap tanah. Menurut sifat aplikasinya, ada dua teknik perlakuan tanah yang dapal diterapkan, yaitu (I) perlakuan dilaksanakan l11el~elanglsewaktu bangunan didirikan (pre constrlfction treatment), dan (2) perJakuan pasca konstruksi
(post construction treatment) bila perlakuan dilaksanakan pada bangunan yang sudah didirikan.
II
C. Senyawa Chlorpyrifos
Lentrek 400 EC merup"kan jenis bahan pengawet yang tergolong dalam fosfat organik (Organa phosphates). Lentrek 400 EC mengandung bahan aktif Chlorpyrifos
dengan nama
kimia
0.0-diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl)
Phosphorothioate atau C9HllN03 PS dengan berat molekul 350,6.
Rumus
strukturnya adalah sebagai berikut :
CI
CI
s
II CI
N
°
p
/ O C 2H S
~OC2H5
Gambar 1. Struktur Kimia Chlorpyrifos
Chlorpyrifos, O,O-diethyl 0-(3,5 ,6-trichloro-2-pyridn yl) phospho rothioate, Illcrupakan inscktisida dengan spcktrum yang luas yang digunakan diclunia untuk mengontrol berbagai hama serangga (Racke, 1993 dalam Fears, 1994).
Di
A1l1erika Serikat, chlorpyrifos digunakan pada hasil perkebunan seperti jagung, buah-buahan, kacang-kacangan, bawang, gandu1l1 dan kacang tanah. Insektisicla ini juga digunalean untuk 1l1engontrol hama pada ru1l1put, pohon hi as, semak
belulear dan untuk mengontrol di dala1l1 ruangan
dari kutu, kecoa dan se1l1ut
(Fears, 1994). Chlorpyrifos merupakan ter1l1itisida uta1l1a yang digunakan pada perlakuan tanah untl,1e melindungi kayu konstrulesi (lehusus pad a rumah) dari serangan rayap tanah. Di da1am pengawetan leayu, chlorpyrifos telah tercatat di Agency perlinclungan lingleungan Amerilea Serileat untule melindungi leayu segar dan logs dari serangan serangga perusale kayu seperti rayap, semut, kumbang ambrosia, bubuk kayu kering, serangga penggerek rumah tua dan serangga penggerek kayu lainnya. Chlorpyrifos dapat diaplikasikan dengan cara penyemprotan, pelaburan,
12
percndaman, atall perlakllan kkanan dengan menggllnakan minyak sebagai dasar pelarutnya pada konsentrasi sampai 1.0%.
atall air
Chlorpyrifos sangat
baglls digllnakan di dalam aplikasi perlindllngan kayll karen a spektrllm efikasinya luas, stabil, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap subtrat organik dan aktivitas daya tolaknya tinggi (Fears, 1994). pengawetan kayu dengan menggunakan Chlorpyrifos di Amerika Serikat saat ini dipakai sebagai tambahan insektisida untuk antibluestain dan pengerjaan kayu. Chlorpyrifos juga diformulasikan dalam IPBC untuk perlakllan tekanan pada produk kayu di Hawaii (Laks, 1994). Lentrek 400 EC berbentuk pekatan teremulsi (emulsifiable concentrate), berwarna kecoklat-coklatan sampai coklat dengan bau khas. Termasllk golongan bahan pengawet Iarut air, schingga jenis ini baik untuk penggunaan di dalam ruangan yang terlindllng oleh
atap.
berhubungan dengan sinar matahari.
Bahan aktifnya
mudah terllrai apabila
Kandungan bahan aktif setiap liter EC
biasal,ya 240-960 gram bahan teknik. Semula daya racun organofosfat sangal tinggi, tetapi di dalam pengembangannya daya racun tersebllt telah dibatasi sehingga penggunaannya semakin meluas. Bahan pengawet lentrek EC bekerja sebagai racun perut, racun kontak dan kadang-kadang racun pernafasan (Anonymous, 1987). Di luar negeri, bahan pengawet tersebut dikenaI dengan nama Dursban 480 EC atau Dursban TC.
Pada tahun 1960 ketika United State Forest Service
memulai evaluasi terhadap potensi insektisida Dursban, ternyata bahwa insektisida ini mempunyai spektrum yang sangat luas untuk mengendalikan rayap. Pada tahun 1981, Dursban TC terdaftar di Amerika sebagai termitisida untuk melindungi bangunan dari serangan rayap
tan~.h.
US Forest Service juga
mencoba dengan emuIsi 1% pada tanah dan menunjukkan bahwa bahan kimia tersebllt dapat bertahan selama 16 tahun untuk mengendalikan rayap tanah secara efektif. Sedangkan di Australia, pada tahun 1974 C.S.I.R.O. mulai mengevaluasi bahan kimia ini dan mengungkapkan bahwa evektivitas bahan kimia tersebut dalam tanah adalah 8 tahun.
13·
Efektivitas Dursban 480 EC dalam mengendalikan rayap tanah selama beberapa tahun dimungkinkan karena bahan aktif Dursban 480 EC yaitu Chlorpyrifos tidak dipakai di Iingkungan terbuka yang berhubungan dengan sinar ultraviolet dan temperatur tinggi yang dapat merusaknya. Karena itulah Dursban lebih efektif dibandingkan insektisida lain yang hanya efektif untuk beberapa lTIlnggu.
Dursban merupakan racun yang dapat masuk melalui perut dan dinding badan dan memiliki ketahanan residual yang agak lama dalam tanah tetapi pada daun ia tak tahan lama.
LDso oral akut pada tikus 97 - 276 mglkg
(Tarumingkeng, 1992). Chlorpyrifos merupakan subtansi standar yang digunakan pada beberapa wilayah untuk mengontrol hama kutu busuk Blisslls inslIlaris pada halaman rumput, tetapi beberapa bibit kuman dari ham a ini telah mengakibatkan resistensi yang serius untuk
menghadapi Chlorpyrifos.
Sebagai contoh, Reinbert dan
POItier (1983) mempelajari 13 bibit kuman Blissus insularis dan menemukan tujuh bibit kuman yang telah membangun nisbah keracunan yang melebihi dari 3.3 x 103 (Has sal, 1987). Lebih lanjut Hassal (1987), menyatakan bahwa Chlorpyrifos juga digunakan untuk membasmi organisme-organisme tanah. Persistensi ini telah diselidiki oleh Getzin (1985) dengan referensi khusus untuk mengontrol kebun kubis maggaot (Delia radicium) pada tanah liat berlumpur. bahwa half-life berjarak 3-50 hari.
Disini ditemukan
Chlorpyrifos pada formulasi granular
memiliki half-life yang lebih lama dari suatu kuantitas yang sama dalam bentuk fonnulasi semprotan (spray), dimana perbandingan ini dibuat untuk Chlorpyrifos tergabung atau untuk penggunaan pada permukaan. Apabila digunakan untuk suatu tanah, Chlorpyrifos menjadi benar-benar terikat dengan tanah liat atau bahan-bahan organik, berikatan r.ekali dengan partikel tanah sehingga tidak mudah lepas dHri tanah (Anonymous, 1987). Chlorpyrifos mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (1,2 xlO"4g/100g H20) tetapi mudah larut dalam pelarut organik seperti: aseton, bensin, karbon
14
disulfat, karbon tetraklorid, kloroform, dietil eter, etanol, metanol, metilen klorid, I, I, I-trikloroetan, dan xylen (Anonymous, 1987). Mudah
menguapnya
chlorpyrifos
dari
berbagai
permukaan
telah
dikonduksi oleh p 36 dan C 14 yang <:da pada campuran. Chlorpyrifos ditahan pada . permukaan kertas, kayu dan permukaan yang dicat tetapi lebih cepat hilang pada permukaan logam dan kaca. Ia akan ditahan lebih lama bila diaplikasikan dalam pengemulsi dari pada diaplikasikan dalam aceton (Anonymous, 1987). Sifat-sifat Lentrek 400 EC yaitu, tidak tahan dalam lingkungan terbuka, tidak membangunkan dalam rantai makanan, tidak berakumulasi di dalam tanah, dapat
dinonaktifkan
bila
terjadi
kontaminasi
atau
penyalahgunaan,
pembongkaran atau kedapatan mudah dimonitor dengan uji darah, mudah terdegradasi sinar ultraviolet dan suhu tinggi (Anonymous, 1987). Rudd (1964) mengatakan bahwa fosfat organik adalah racun yang bekerja sebagai penghambat enzim kolinesterase dnlam darah, berakumulasi dalam darah sehingga mengakibatkan terputusnya sistem syaraf Tarumingkeng (1988) mengatakan bahwa semua senyawa organofosfat bersifat anti CHE (Choline Esterase), enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf
Peracunan dapat tefjadi karen a gangguan dalam fungsi
susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau pulih kembali.
Umur
residu dari organofosfat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan tidak terjadi karena faktor-faktor Iingkungan mudah mengura.ikan senyawa orgonofosfat menjadi komponen yang tidak bcracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamar.an sangat perlu diperhatikan.
Karena
bahaya yang ditimbulkannya pada lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida yang digunakan saat ini adalah golongan organofosfat
III. BAHAN DAN METODE
,A. Bahan dan Mctodc
1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah kayu tusam (Pinus Merkusii) berukuran 2,5 x 2 x 0,5 Gm, termitisida Lentrek 400 EC formula lama dan formula baru dengan konsentrasi yang dipakai adalah 0%, 0,625%, 1,25%, 1,875%,
2,5%,
3,125%
dan
3,75%,
dan
rayap
tanah
Coptotermes
cllrvignathus. 2. Alat-alat Penelitian Peralatan yang digunakan adalah gergaji, caliper, mistar, timbangan, jampot, termometer, gelas piala, pengaduk kaca, dan kuas. B. Metodc Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit
Hasil
I-Iutan, Pusat Antar Universitas - Ilmn Hayat IPB, Bogor selama 3 (tiga) bulan.
1. Pembuatan contoh uji Contoh uji dibuat dari kaY'J Tusam (Pinus merkusii) dengar; ukuran 2,5 x 2 x 0,5 em sebanyak 65 buah oalam keadaan kering udara. 2. Pcmbuatan larutan bahan peHgawct Dari masing-masing formula Lentrek 400 EC dibuat lanltan contoh uji menjadi tujuh tingkat konsentrasi yaitu 0%, 0,625%, 1,25%, 1,875%, 2,5%, 3,125% dan 3,75%.
Setiap tingkat konsentrasi dianggap sebagai
perlakuan yang masing-masipg mendapat lima kali ulangan. Konsentarsi
°
mIllt digunakan sebagai kontrol terhadap konsentrasi lainnya. 3. Pcngawetall contoh uji Contoh uji yang kering udara dilabur dengan larutan ballan pengawet 2
Lentrek 400 EC dengan dosis 250 mllm luas permukaan. Setiap contoh
16
uji diaplikasi dengan satu tingkat konsentrasi dari satu macam formula Lentrek 400 EC. Contoh uji yang telah diawetkan selanjutnya diangin-anginkan pada suhu kamar selama kira-kira 15 hari sampai menjadi kering udara kembali. 4. Proses pengumpanan
Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam jampot dengan cara meletakkannya berdiri pada dasar jampot dan disandarkan sedemikian rllpa sehingga salah satu bidang terlebar jampot.
~ontoh
uji tersebut menyentllh dinding
Kemudian ke dalam jampot itu dimasukkan pasir lembab
sebanyak 200 gram yang mempunyai kadar air 7% dibawah kapasitas menahan air (water holding capacity). Selanjutnya ke dalam setiap jampot dimasllkkan rayap 200 ekor rayap yang sehat (aktif) dan terdiri dari 90% rayap pekerja (Gambar 2). Jampot yang sudah berisi rayap disimpan di kamar gelap selama empat minggu. Setiap minggu aktivitas rayap dalam jampot diamati dan dicatat. Jika !
Gambar 2. Botol Pengumpanan Contoh Uji Pada Rayap C. cllrvignC/thll.l'
17
5. Pengumpulan data
Pada akhir pengujian ditetapkan data-data sebagai berikut : (a) Persentase mortalias rayap pada masing-masing media pengujian dengan rumus sebagai berikut : Mij Kij =
x 100% 200
Dimana: Kij = Mortalitas rayap tanah pada contoh uji ke-j dan konsentrasi ke-i Mij = Iumlah rayap ta;}ah pada contoh uji ke-j dan konsentrasi ke-i (b)
Derajat proteksi setiap contoh uji ditentukan dengan cara penentuan nilai (scoring) dengan skala se1:Jagai berikut : Tabel I. Derajat Pmteksi
(seran,gan < 5 %) ..................................... . Terserang ringan (serangan 6 - 15 %) ....................
90
Terserang sedang (serangan 16 - 50 %) ..................
70
Terserang hebat (serangan 51 - 90 %) ...................
40
Terserang heoat sekali (>90 %) ...........................
0
Bekas gigitan tipis pada permukaan kayu (S1I1/ace nibbles) tidak dianggap sebagai serangan nyata, sedangkan pengujian dianggap berhasil jika rata-rata mortal it as rayap pada contoh uji kontrol tidak melebihi 25 % dengan rata-rata derajat proteksi 70 atau kurang.
18
6. Rancangan Percobaan
Pengaruh konsentrasi dari dua macam formula termitisida Lentrek 400 EC terhadap mortalitas rayap tanah dianalisis
melalui rancangan
faktorial 2 x 7. Sebagai faktor A yaitu dua tingkat jenis formula Lentrek 400 EC (lama dan baru), sedangkan faktor B yaitu tujuh tingkat perlakuan konsentrasi (0%, 0,625%, 1,25%, 1,875%, 2,5%, 3,125%, 3,75%). Setiap perlakuan mendapat lima
kali ulangan. Respon yang diukur adalah
mortalitas rayap dari setiap formula pada setiap perlakuan konsentrasi setelah ditransformasikan terhadap arcsin
.y %.
Untuk menilai pengaruh konsentrasi bahan pengawet Lentrek 400 EC kayu terhadap mortalitas rayap, dilakukan sidik ragam (Ana0!sis of
Variance) clan uji Beda Rata (t Dunnet Test).
Sedangkan derajat
proteksinya dianalisis secara statistik non parametrik (Uji Kruskal-Wallis). Tingkat perbedaan c1inyatakan dalam taraf 5% dan 1%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Mortlllit1l5 RllYllP Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah CUjJ/o/erl1les clIrvignathlls pada contoh uji kontrol adalah 21.2%, sedangkan pada
contoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula lama minimal 99.6%. Sementara itu rata-rata mortalitas rayap C. clIrvignathus pada
contoh uji yang
mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula baru minimal 99.3% (TabeI3).
Tabel 2. Rata-rata Mortalitas Rayr.p Tanah C. curvignathlls Holmgren pada Setiap Contoh Uji Setelah 28 Hari Pengumpanan. Mortalitas Rayap (0;'.) Konscntl'llsi (,X.) Forl11ulasi Lama
FOl'llllllasi Barn
a (kontrol)
21,2
21,2
0,625
99,6
99,3
1,25
100
100
1,875
100
100
2,5
100
100
3,125
100
100
3,75
100
100
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian bahan pengawet lentrek 400 EC untuk kedua jenis formula mengakibatkan kematian rayap C. curvignathlls yang tinggi.
Pada contoh uji kontrol tingkat l110rtalitas yang terjadi cukup rendah yang
berarti pada tingkat ini daya tahan rayap tanah C curvignathus tinggi. Adanya kematian rayap pada contoh uji kontrol diduga karella faktor lingkungan baru yang kurang sesuai dengan kehidupan rayap.
20
Supriana (1983) menjelaskan tentang perilaku makan rayap yang berbeda di alam dan di Iaboratorium. Di alam rayap bebas memilih sendiri lingkungan yang paling sesuai untuk hidupnya, dalam hal ini rayap mempunyai banyak pilihan . Sebaliknya di laboratorium lingkungan tersebut telah dibua.t manusia, dalam hal seperti ini rayap dihadapkan kepada keadaan tunggal atau terpaksa. Dalam keadaan terpaksa rayap akan memakan bahan yang diberikan. Pada awalnya rayap C. cllrvignathus melakukan penyeSUaIan terhadap lingkungan yang baru yaitu contoh uji, baik contoh uji kontrol maupun yang diberi bahan pengawet.
Setelah itu rayal) mulai mencoba memakan makanan yang ada.
Rayap yang tidak dapat menyesuaikan dengan dengan kondisi lingkungan pengujian umumnya mati beberapa saat kemudian, sedangkan rayap yang lebih tahan akan melakukan puasa. Lambat laun rayap yang melakukan puasa akan bertambah lemah bahkan mati. Kemudian myap yang lemah dan mati ini akan mulai diserang oleh rayap lain yang lebih kuat sebagai upaya untuk mempertahankan diri terhadap kelaparan. Cara mempertahankan diri serupa ini merupakan sifat khas rayap yang dijelaskan oleh Tarumingkeng (1971) bahwa dalam keadaan kekurangan makanan rayap mempunyai sifat kanibalistik dan nekrofagi. Hasil perhitungan sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai F hitung faktor jenis bahan pengawet lebih kecil dari nilai F tabel, hal ini berarti bahwa mortalitas yang dihasilkan dari pfmggunaan keduajenis bahan pengawet (Lentrek 400 EC formula lama dan Lentrek 400 EC fcrmula baru) tidak berbeda salu sarna lain. Adapun histogram mortalitas rayap tanah C. cZlrvignathtus kedua jenis bahan pengawet tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pad a diagram tersebut terlihat bahwa pemberian kedua jenis bahan pengawet menghasilkan angka mortalitas rayap tanah C.
clIrvig17ath1ls yang meningkat bila dibandmgkan dengan kontrol. Namun pada setiap tingkat konsentrasi yang sarna dari kedua jenis bahan pengawet tersebut tidak menunjukkan suatu perbedaan. Hal ini berarti bahwa kedua jenis bahan pengawet mempunyai toksisitas yang sama tinggi terhadap rayap tanah C. curvignathlls. Dilihat dari mortal it as rayap tanah C. clirvignathus ini, bahan pengawet Lentrek 400 EC termasuk bahan pengawet yang sangat beracun. Pada konsentrasi
21
rendah bahan pengawet tersebut sudah mampu membunuh rayap. Namun demikian kematian rayap ini belum dapat menjamin seluruhnya akibat bahan pengawet, terlihat yang diawetkan dengan Lentrek 400 EC formula lama maupun
pada contoh uji
formula baru pada
konsentra~i
0,625% masih terdapat rayap yang hidup, dimana
l110rtaJitas belul11 mencapai 100%, kemungkinan lain karena kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan kehidupan rayap. Dalam hal ini kor..disi lingkungan yang baru sangat berpengaruh terhadap aktivitas rayap untuk makan. Masing-masing individu l11emerlukan waktu yang berbeda untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan barn. Hal tersebut merupakan salah satu kelemahan dari pengujian secara laboratoriul11. Faktor lainnya adalah salah satu sifat khas rayap yaitu terjadinya kanibalisl11e diantara individu.
100 90· ~
~
~
~
"
:;:
"t: 0
:;::
80 70·
GO· 50· 40 30 20· 10·
O· 0
0.625 1.25
1.875
2.5
3.125 3.75
KonsclI trasi (%) l1li Lelltrek lmna 0 Lentrek bam
Gambar 3. Hubungan Histogram Ar.tara KOllsentrasi Lentrek 400 EC dan Mortalitas Rayap C. clIrvignathlls. Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh konsentrasi dari kedua jenis bahan pengawet terhadap l110rtalitas rayap tanah C. GlIrvignathus terhadap contoh uji kontrol dilakukan uji beda rata-rata dunnelt (t Dunnet test) dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lall1piran 5.
22
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata (t Dunnet test) dapat dibuktikan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada semua contoh uji yang diawetkan dengan lentrek
400 EC (formula lama dan formula baru) konsentrasi
0,625%, 1,25%, 1,875%, 2,5%, 3,125% dan 3,75% berbeda sangat nyata dengan ratarata contoh uji kontrol pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa pemberian bahan pengawet Lentrek 400 Ee formula lama maupun formula baru tdah dapat mencegah serangan rayap tanah C. curvignathus.
Sementara itu mortalitas
yang terjadi pada perlakuan konsentrasi 1.,25%, 1,875%,2,5%, 3,125% dan 3,75% lebih tinggi dari pada perlakuan konsentrasi 0,625 %.
Namun demikian analisa
derajat serangan rayap harus dilakukan untuk l11endukung analisa l110rtalitas tersebllt dalam pengal11bilan kesil11pulan.
B. Derajat Protei{si
Kel11ampllan Bahan pengawat
Lentr~k
400 EC dalam mencegah serangan
rayap tanah C. curvignatus dinyatakan dalilm derajat proteksi. Semakin tinggi nilai derajat proteksi, semakin baik kel11ampuan bahan pengawet tersebut mencegah
serangan rayap. Tabel 3.
Rata-rata Derajat Proteksi Rayap Tanah C. curvignalhus Holmgren pad'a Setiap Contoh Uji Setelah 28 Hari Pengumpanan. Derajat Proteksi
Konsentrasi (°/cl)
Formuiasi Lama
Fonnuiasi Baru
o (kontrol)
46
46
0,625
100
100
1,25
100
100
1,875
100
100
2,5
100
100
3,125
100
100
3,75
100
100
23
Hasil penelitian menunjukkan bal:wa rata-rata derajat proteksi contoh uji yang diawetkan dengan Lentrek 400 EC formula lama dan Lentrek 400 EC formula baru pada semua konsentrasi yang diuji adalah 100 sedangkan contoh uji kontrol hanya 46 CrabeI4), Dengan perkataan lain contoh uji yang diawetkan tidak mendapat serangan rayap C. clIl'vignathlis (utuh) sedangkan contoh uji kontrol mendapat serangan sedang sampai hebat. Secara rinci derajat protekoi setiap contoh uji terhadap C. clIl'vignathlis disajikan pada Lampiran 6,
-
-
-F
:-
6.
o
\lli
.~ \'ii 6, • 0,625 1.25 1.875 2,5 3,125 3,75
,'/,t '" ~
lim
Konsentl'asi ('V.~
.____
~I=rn=L=e=n=t=re=k=l=m=n=a==D==L=en=t=re=k=ru=~=u~1___
J
GambaI' 4, Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Lentrek 400 EC dan Derajat Proteksi Contoh Uji, Dilihat dari nilai rata-rata tingkat serangan rayap tanah C. clIl'vignathlis dapat dikatakan bahwa kedua jenis formula lentrek 400 EC merupakan bahan pengawet yang sangat beracun.
Lentrek 400 EC termasuk golongan fosfat organik
(Ol'gal7opho~phates) yang bekelja sebagai racun perut, racun kontak dan kadang-
kadang sebagai racun pernafasan (Anonimous, 1986), Namun dikatakan oleh Rudd (1964) bahwa pada dasarnya golongan organa fosfat racunnya bekerja sebagai pellghambat enzim kolinesterase dalam darah dan berakumulasi dalam jaril1gan saraf sehingga sarafterhambat dan mematikan,
24
Gambar 5. Kasta pekerja Rayap Tanah C. clIrvignathlls (perbesaran 10 kali)
Gambar 6. Kasta Prajurit Rayap Tanah C. clirvignathus (perbesaran 10 kali)
25
Perbandingan secara visual intensitas serangan rayap Tanah C. curvignalhlls pacla contoh uji kontrol dan contoh uji yang diberi bahan pengawet Lentrek 400 EC dapat dilihat pada Gambar 7, 8 ,dan 9.
Gambar 7.
Contoh Vji Kontrol Setelah 28 Hari Pengumpanan TerhacIap Rayap Tanah C. curvignathus.
Hasil analisis statistik non - parametrik (uji Kruskal Wallis) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai H hitung untuk uji rata-rata perlakuan Lentrek 400 EC formula lama terhadap Lentrek 400 EC formula baru adalah O. Hal ini berarti bahwa tingkat serangan rayap C. cllrvignathlls pada contoh uji dari kecIua jenis bahan pengawet tersebut tidak menunjukkan suatu perbedaan.
Artinya bahwa pemberian
bahan pengawet Lentrek 400 EC formula lama maupun Lentrek 400 EC formula baru kedalam kayu Tusam memberikan keampuhan yang sam a untuk menahan serangan rayap taneth C. curvignathus.
Hal ini bisa disebabkan karena kedua jenis formula
tersebut mengandung bahan aktif Chlorpyrifos (organophosphates) merupakan bahan yang sangat beracun. Sebagaimana cIikatakan Tarumingkeng (1971) bahwa organo fosfat merupakan racun akut yang cIapat menyebakan kematian dalam waktu beberapa saat setelah masuk l:edalam tubuh, namun sifatnya sangat mudah yang
26
sangat mudah dirombak oleh suhu tinggi, pencucian oleh air hujan menyebabkan racun ini memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan. Uji Kruskal Wallis selanjutnya mengungkapkan bahwa contoh
UJI
yang
diawetkan baik dengna Lentrek 400 EC formula lama maupun formula baru mempunyai derajat proteksi yang berbeda sangat nyata dengan contoh uji pada tingkat kepercayaan 95% (Lampi ran 7). Dengan perkataan lain semua konsentrasi bahan pengawet lentrek 400 EC (formula lama dan formula baru) yang diuji mampu meningkatkan keawetan contoh uji.
Gambar 8. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama Setelah 28 Hari Pengumpanan Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus Sedangkan dari hasil analisis selanjutnya didapatkan bahwa besarnya tingkat serangan rayap C. curvignathus antara ccntoh uji dengan perlakuan konsentrasi tidak menunjukan suatu perbedaan yang nyata. Artinya bahwa dengan pemberian bahan pengawet konsentrasi terendah pun pada contoh uji (konsentrasi 0.625%) telah dapat meningkatkan ketahanan kayu Tusam terhadap serangan rayap.
27
Dari hasil pengujian semua perlakuan konsentrasi dari kedua jenis Lentrek 400 EC (formula lama dan Formula barn) mempunyai rata-rata derajat proteksi 100 (Tabel 4) sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi Lentrek 400 EC pada kedua jenis formula sebesar 0.625% telah mernpakan konsentrasi yang cukup am an untuk dapat memberikan perlindungan (proteksi) terhadap kayu dari serangan rayap tanah C. clIJ'vignalhlls.
Gambar 9.
Contoh Uji Dengan Perlakuan Ler,trek 400 EC formula Barn Setelah 28 Hari Pengumpanan Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus
V. KESIMPULAN
A. Kesimplilan I. MOltalitas rayap C. curvignathus yang terjadi akibat perlakllan masing-masing
Lentrek 400 EC baik formula
lam~.
maupun formula baru tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. 2. Efikasi bahan pengawet Lentrek 400 EC formula lama maupun formula bam berupa konsentrasi terendah yang meLyebabkan mortalitas rayap tertinggi dengan tmgkat kemsakan kayn umpan paling ringan adalah 1,25% dengan rata-rata ll10rtalitas 100% dan nilai derajat pl")teksi 100. 3. Tidak ada perbedaan keampuhan Lentrek 400 EC formula lama dan formula barLl terhadap rayap tanah C. clirvignathus.
B. Saran I. Penelitian ini menunjukkan gejala keampuhan yang cukup kuat pada selang konsentrasi 0,625 % dan i ,25%. Karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan pada selang itu untuk menentukan konsentrasi yang lebih rendah dari 1,25% tetapi memiliki keampuhan yang memadai. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mas a proteksi bahan pengawet Lentrek 400 EC (formula lama dan formula bam) sehingga dapat diketahui lamanya pemakaian dilapangan. 3.
Perlu dilakukan pengujian tingkat ketercucian (leachibility) bahan pengawet lentrek 400 Ee.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1987. Dursban Insecticides Technical Information. Product Department. Midi and Michigen.
Agricultural
1987. Your Tecnical Guide to Dursban 480 Termitidae and Insecticide. Dow Chemical US.A. Borror, D. J. and De Long. 1954. An Introduction to The Study ofInsect. Hold, Rinewart and Winston. New York. Dizon, RL. 1983. Rayap dan Pemberantasannya. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Keljasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta. Fears, R.D. 1994. Chlorpyrifos as a Wood Treatment Termiticide. Proceeding Of The Internasional Research Group on Wood Preservation. In Press. Hadioetomo, Y. 1983. Pengendalian Rayap Tamh pada Bangunan dengan Soil Treatment. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta. Harris, W. V. 1971. Termites Their Recognition and Control. Green and Co Ltd. London 1986 pp.
2nd. Longmans,
Hassal, KA. 1987. The Biochemistry and Uses of Pesticides. 2nd Edition. Hickin, N. E. 1971. Termites: A World Problem. Hutchinson and Co Ltd.
The Rentokil Library Series.
Hunt, G.M. and G"A. Garrat. 1967. Wood Preservation. Third Edition. Grawhill Book Company In. New York London Toronto.
MC
Jamali. 1996. Peramalan Permintaan Bahan Pengawet Kayu dalam Pembangunan Peru mahan Massal Sederhanan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Kalshoven, I. G. E. 1963. Coptotermes clirvignathlis Causing in Death of Trees in Indonesia and Malaya. Dalam Natawiria, 1974. Timbulnya Serangan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren pad~ Tanaman Kehutanan di Indonesia. Kehutanan Indonesia 7 : 268 - 274.
30
Kartodihardjo, H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengusahaan Butan Alam Produksi Melalui Kebijaksanaan Penataan Institusi. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Laks, P.E. 1994. The Wood Preservative Perfomance of Biocide Mixtures Containing Chlorpyrifos. The International Research Group on Wood Preservation. In Press. Nandika, D. 1983. Rayap dan Ancamannya pada Bangunan. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta . . dan E. A. Busaeni.1990. Ilmu Bal11a Butan. Pusat Antar Universitas. Institul Pe11anian Bogor. . Kasno, dan E. A. Busaeni. 1987. Perlindungan bangunan gedung dari Serangan Rayap. Jakm1a.
--,----
Nugroho, E. 1990. Pengaruh Bahan Pengawet Lentrek 400 EC Terhadap Sifat-sifat Kayu Lapis. Skripsi Jurusan Teknologi Basil Bulan. Fakultas Kehulanan IPB. Bogor. Supriana, N. 1983. Perilaku Rayap Perusak Kayu. Proceeding Diskusi Pencegahan clan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasal11a Direktorat Tala Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta . dan A. Martawidjaya. 1976. Risalah Pengawetan Kayu. Penelitian Basil Butan, Bogor. Bal 1-15 Sura1l110, F. G. 1976. Ilmu Perlinclungan Butan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Lel11baga
Bagian Perlindungan Butan.
Surjokusul110, S. 1987. Sistel11 Proteksi Bangunan Terhadap Serangan Rayap. Makalah Diskusi Ancaman Serangan Rayap Pada Gedung dan Perumahan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. -_-;::-_ _ _ . 1995. Pengendalian Rayap dan Jamur. Makalah pada Lokakarya Pengawasan dan Kebersihan. Jakarta. Tambunan, B. dan D. Nandika. 1982. Detereorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Studi Bioteknologi IPB. Bogor. Tarumingkeng, R. C. i971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 133. Bogor.
31
. 1988. Pestisida dan Penggunaannya. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
. 1992. Insektisida: Sifat, Mekanisrne Kerja dan Darnpak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. Tobing, T. L. 1977. Pengawetan Kayu. Lernbaga Kerja Sarna Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Yasin, D. 1990. Pengujian Efikasi Beberapa Jenis Bahan Finishing Dicampur Termitisida Lentrek 400 Ee Terhadap Rayap Kayu Kering. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
LAMPlRAN
32
Lampiran 1, Mortalitas Rayap Tanah C curvignathus Pada Setiap Contoh Uji,
Lenlrek 400 EC
Fonnula Lama
Formula BanI
Ulangan
Konsentrasi (%) 0,00
0,625
1,25
1,875
2,5
3,125
3,75
1
25,0
100
100
100
100
100
100
2
32,5
100
100
100
100
100
100
3
14,0
100
100
100
100
100
100
4
18,5
98
100
100
100
100
100
5
16,0
100
lGO
100
100
100
100
1
25,0
100
100
100
100
100
100
2
32,5
100
100
100
100
100
100
3
14,0
99
100
100
100
100
100
4
18,5
97,5
lOa
100
100
100
iOO
5
16,0
100
100
100
100
100
100
o
Lampiran 2. Mortalitas Rayap Tanah C. cllrvigllal/lIIs Setelah ditansformasikan dengan arcsin Lcntrck 4()() EC
UIangan
I
.J%.
Konscntrasi (%)
0,00
0,625
1,25
1,875
2,50
3,125
3,75
I
30
90
90
90
90
90
90
2
34,76
90
90
90
90
90
90
3
21,97
90
90
90
90
90
90
4
25,48
81,87
90
90
90
90
90
5
23,58
90
90
90
90
90
90
Subtotal
135,79
441,87
450
450
450
450
450
2827,66
Rata-rata
27,158
88,374
90
90
90
90
90
80,7903
1
30
90
90
90
90
90
90
2
34,76
90
90
90
90
90
90
3
21,97
84,26
90
90
90
90
90
4
25,48
80,90
90
90
90
90
90
5
23,58
90
90
90
90
90
90
Subtotal
135,79
435,16
450
450
450
450
450
2820,95
Rata-rata
27,158
87,032
90
90
90
90
90
80,5986
Total
271,158
877,03
900
900
900
900
900
5648,61
27,1158
, 87,703
90
'10
90
90
Formula Lama
Formula Barn
Rata-rata - - -...
..
--
_.
,
Rata-rata
80,6944
90
..
------
....,
v>
34
Lampiran 3. Analisis Keragaman Mortalitas Rayap Tanah C. clIl"vignalhlls.
~mber
Derajat
Jumlah
Kuadn-lt
Kuadrat Tengah
F Hilung
A
Bebas 1
0,6432
0,6432
0,1055"'
F Tabel 1% 5% 7,126 4,016
B
6
33482,3755
5580,396
915,419""
2,268
AB
6
3,8593
0.6432
0,1055"'
Sisa
56
341,3909
6,096
Total
69
33828,2689
Keragaman
III
, , Ucldk nytltd
**
sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95%
3,154
35
Lampiran 4.
Uji Beda Rata-rata (t Dunnett test) Mortalitas Rayap C. clIrvignalh 1{s Pada Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama.
Uji Beda Rata-Rata (t dunnell test)
o=
t (dunnett) Syi - yi
o 5% = 2,71
o
x -Y(2 x 6,096)/5
= 4,2317
1% = 3,296 x -Y(2 x 6,096)/5 = 5,1467 Data Sclisih Rnt!l-Rata
R,lt
Sclisih
Kesimpulan :
Kontrol
0,625
1,25
1,875
2,5
3,125
3,75
27,158
88,374
90
90
90
90
90
61,216**
62,842**
62,842**
62,842**
62,842**
62,842**
Terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tingka1. Icepercayaan 95% antara rata-rata kontrol dengan rata-rata mortalitas rayap pada contoh uji yang diberi Lentrek 400 EC formula lama konser.trasi 0,625, 1,25, 1,875, 2,5,3,125 dan 3,75%.
36
Lampiran 5.
Uji Beda Rata-rata (t Dunnett test) Mortalitas Rayap C. cllrvignarhlls Pada Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Baru.
Uji Beda Rata-Rata (t dunnett test) D
= t (dunnett) Syi - yi
D 5%
= 2,71
x -V(2 x 6,096)/5
= 4,2317
D 1% = 3,296 x -V(2 x 6,096)/5 = 5,1467 Data Selisih Rata-R£1ta
Rata-ntn Sclisih
Konlrol
0,625
1,25
1,875
2,5
3,125
3,75
27,158
87,032
90
90
90
90
90
59,874**
62,842**
62,842**
62,842**
62,842**
62,842**
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% antara rata-rata kontrol dengan rata-rata mortalitas rayap pada contoh uji yang diberi Lentrek 400 EC formula barn konsentrasl 0,625%, 1,25%,1,875%, 2,5%, 3,125%, dan 3,75%.
37
Lall1piran 6.
Nilai Derajat Proteksi Serangan Rayap C. curvignathlls Pada Setiap Contoh Uji.
Lentrek 400 Ee
Ulangan
0,00
0,625
1,25
) ,875
2,5
3,125
3,75
I
40
100
100
100
100
!OO
100
2
40
100
100
100
100
100
100
3
40
100
100
100
!OO
100
100
4
70
100
100
100
100
100
j()O
5
40
100
100
100
100
100
1110
1
40
100
100
100
100
100
H)O
2
40
100
100
100
100
100
lOll
3
40
lOa
100
100
lOll
lOO
100
4
711
100
100
100
100
Ilill
iliO
5
40
!Of)
100
100
1110
100
100
,
I Formula Lama
I
Formula Bam
L
Konsentrasi (%)
I
II !
33
Lampiran 7 . Hasil Uji Kruskal Wallis Pada Derajat Proteksi Contoh Uji.
A. Uji rata··rata perlakuan Lentrek 400 EC formula lama terhadap Lentrek 400 EC formula barn. 12
H
= -------------n (n + 1)
Ri2 -------- - 3 (n + I) 111
12 3 (70+ I) 30
70(70 + I)
0
=
# Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel, 5% = 3,841; 1% = 6,635)
B. Uji rata-rata perlakuan kontrol terhadap Lentrek 400 EC formula lama 0.625% (sama untuk 1.25, 1,875,2.5,3.125, dan 3.75%). 12 H
= -------------10(10+1)
=
3(10+1)
5
6,8
# Berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel, 5% = 3,841; 1% = 6,635)
C. Uji rata-rata perlakuan Lentrek 400 EC formula lama 0,625% terhadap Lentrek 400 EC formula lama 1,25% (sarna untuk 1,875,2,5, 3,125 dan 3,75%) 12 H = -------------10(10 + I)
=
0
3 (10+ 1) 5
39
Jiran 7. Lanjutan
Jji rata-rata perlakuan kontrol terhadap Lentrek 400 EC formula baru 0,625% :sama untuk 1,25,1,875, 2,5, 3,125, dan 3,75%). 12 H
3(10+1)
= --------------
10(10 + 1)
=
5
6,8
# Berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95%
~.
(Tabel, 5% = 3,841; 1'% = 6,635)
Uji rata-rata perlakuan Lentrek 400 EC formula baru 0,625% terhadap Lcntrek 400 EC formula baru 1,25% (sama untuk 1,875,2,5, 3,125 dan 3,75%)
H - ------------10(10 + 1)
3(10+1)
5
= 0 # Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%
(Tabel, 5%
= 3,841;
1% = 6,635)