Al-Buhuts ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 Halaman 198-205 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
ASURANSI SYARIAH “HALAL ATAU HARAM” Eka Zahra Solikahan Univesitas Ichsan Gorontalo ekazahra.solikahan@ gmail.com Abstract Shariah insurance is based on islamic shariah and is helping. But in practice sharia insurance still happens debate among all these clerics. Some clergy proscribe and some others permitted. Specifically in the AlQuran and hadis not found the law that regulates insurance. But in general there are several verses that explains the importance of a preparation or planning to give life better in the future will come. Keywords: Shariah insurance, proscribe and permitted LATAR BELAKANG Penerapan ekonomi syariah saat ini, menuntut terjadinya reformasi diberbagai bidang keuangan baik itu pada lembaga keuangan bank yang berbasis syariah dan lembaga keuangan non bank yang menerapkan sistem sayariah, salah satunya adalah asuransi syariah. Asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah. Konsep al-Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. “Aqilah”, merupakan budaya yang terjadi pada suku Arab kuno. Jika seseorang anggota suku membunuh seseorang anggota suku lain, maka ada keharusan keluarga yang membunuh untuk memberikan sejumlah uang kepada keluarga korban. Praktik ini, jika dikaitkan dengan konteks kekinian mempunyai kemiripan dengan praktik asuransi jiwa, adanya dana santunan kepada keluarga korban. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami, karena asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: Q. S. Hud: 6 Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
198
Eka Zahra Solikahan
Q. S. An-Naml: 64 “……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” Q. S. Al-Hijr: 20 “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” Ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya. Melibatkan diri dalam asuransi, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Empat alasan yang menyatakan asuransi syariah hukumnya haram, pertama salah satu dalil yang dijadikan dasar kebolehan asuransi syariah yaitu hadits asy’ariyin tidak tepat, alasannya dalam hadits tersebut bahaya terjadi terlebih dahulu baru terjadi proses ta’awun (tolong menolong), sedang pada asuransi syariah, ta’awun dilakukan terlebih lebih dahulu padahal bahayanya belum terjadi. Kedua, akad tabarru dalam asuransi syariah tidak sesuai dengan pengertian hibah, karena hibah adalah memberikan kepemilikan tanpa kompensasi, sedangkan dalam asuransi syariah peserta mengharap mendapatkan kompensasi, karena menurutnya menarik kembali hibah hukumnya haram. Ketiga, asuransi syariah tidak sesuai dengan akad pertanggungan (dhaman) dalam fikih, alasannya pada asuransi syariah hanya ada dua pihak bukan tiga pihak sebagaimana dalam akad dhaman, dua pihak tersebut yaitu penanggung(peserta asuransi) dan pihak yang mendapat tanggungan (peserta asuransi juga), jadi dalam asuransi syariah tidak terdapat pihak ketiga yaitu pihak tertanggung. Keempat, asuransi syariah terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multiakad), yaitu penggabungan akad hibah, akad ijarah dan akad mudharabah, padahal menurutnya multiakad telah dilarang dalam syariah. (Hosen dan Muayyad: 2013). Tulisan ini, bertujuan mengakaji lebih lanjut halal atau haramkah asuransi syariah dengan menggunakan analisi isi (content analysis). Secara umum, analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi di balik data yang disajikan di media atau teks. Analisis isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks. “isi” dalam hal ini dapat
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
199
Asuransi Syariah “Halal Atau Haram”
berupa kata, arti (makna), gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat dikomunikasikan (Neuman, dalam Martono: 2011). PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH Asuransi syariah disebut dengan istilah tadhamun, takaful dan at-ta’min. Kata tadhamun, takaful dan at-ta’min. atau asuransi syariah diartikan dengan “saling menanggung atau tanggung jawab sosial”. (Muslich, 2010: 551). Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001. Usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Berdasarkan definisi diatas dapat diambil intisari bahwa usaha saling melindungi dan tolong – menolong di antara para peserta asuransi merupakan unsur yang sangat penting dalam asuransi syariah. Apabila salah seorang anggota tertimpa musibah maka semua anggota yang lainnya membantu dengan merelakan premi yang dibayarkan oleh mereka untuk diberikan kepada anggota yang tertimpa musibah. PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH Adapun prinsip-prinsip asuransi syariah (Kristianto: 2009)adalah sebagai berikut: a. Prinsip berserah diri dan ikhtiar Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu Maka allah mengampuni siapa saja yang di kehendakinya dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah: 284) “Kepuyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya dan dia mahakuasa atas segala sesuatu” (Al-Maidah:130). b. Prinsip tolong-menolong. “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan danjaganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelangaran danbertakwalah kamu kepada allah sesunguhnya allah amat beratsiksanya” (Al-Maidah: 2). c. Prinsip saling bertanggung jawab Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang orang beriman antara yang satu dengan yang lain seprti satu tubuh (jasad). Apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka berpengaruh kepada seluruh tubuh. ( HR Bukhori Muslim). “Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orangorang yang berada dibawah tanggung jawabmu”(HR Bukhori Muslim). d. Prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan
200 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Eka Zahra Solikahan
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Beberapa hadist mengenai perkara ini: “Siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajadnya” (HR Bukhori Muslim, dan Abu Daud) “Allah senantiasa menolong hambanya selagi hamba itu menolong saudaranya” (HR Ahmad dan Abu Daud) Prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan wanita sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain mereka menyuruh berbuat kebaikan, dan melrang berbuat kejahatan, Mereke mendirikan shalat dan zakat serta taat kepada Allah dan Rosul-Nya Mereka itu akan diberi Rahmad oleh Allah Maha kuasa lagi Mahabijaksana. (At-Taubah:71). Prinsip itikad bai Dalam kontrak asuransi untuk pelaksanaan polis pihak-pihak yang terlibat harus memiliki niat baik oleh karena itu tidak adanya pengungkapan fakta penting, keterlibatan tindakan penipuan kesalahpahaman atau pernyataan salah adalah semua elemen yang menyebabkan tidak berlakunya polis asuransi. Prinsip kepentingan terasuransikan Yang dimaksud dengan kepentingan terasuransikan adalah pihak yang ingin mengasuransikan suatu objek pertangungan seperti rumah tinggal, stok barang dagangan atau lainya harus mempunyai kepentingan atas objek tersebut. Kepentingan tersebut harus diakui secara hukum. Jika kepentingan itu tidak ada, maka harus di kategikan kegiatan perjudian diharamkan dalam Islam. Prinsip penyebab dominan Jika terjadi peristiwa yang menimbulkan ganti rugi dari pihak tertanggung, kerugian bisa dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin atau tidak dikecualikan polis. Prinsip penyebab terdekat (proximate cause) mensyaratkan bahwa suatu penyebab merupakan suatu rantai yang tidak terputus dengan peristiwa yang menimbulkan kerugian. Prinsip ganti rugi Fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa. Prinsip subrogasi Jika tertanggung mengalami musibah, semisal gedungnya terbakar kemungkinan bahwa ada pihak ketiga yang menurut hokum tertanggung gugat untuk membayar ganti rugi kepadanya. Jika tertnggung telah mendapat ganti rugi asuransi dari penanggung ia tidak boleh menkmati ganti rugi dari pihak ketiga yang bersalah tersebut. Prinsip kontribusi
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
201
Asuransi Syariah “Halal Atau Haram”
Al-Musahamah ‘kontribusi’ adalah suatu betuk kerjasama mutual di mana tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan peserta tersebut berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut berdasar besarnya saham (premi) yang ia miliki atau (bayarkan). PEMBAHASAN PENELITIAN Menurut (Muslich, 2010: 547) Pendapat ulama mengenai asuransi syariah terbagi atas: 1. Kelompok yang mengharamkan Ulama pertama yang membicarakan asuransi adalah Muhammad Amin bin Umar yang terkenal dengan sebutan Ibnu Abidin, seorang ulama Hanafia. Dalam kitab Hasyiyah Ibnu Abidin yang mengangkat kasus asuransi keselamatan barang dengan kapal laut, di mana para pedagang menyewa kapal dari seorang kafir harbi. Selain membayar sejumlah uang untuk seorang harbi yang berada di negeri asal penyewa kapal yang disebut “sukarah” atau premi asuransi, dengan ketentuan apabila barang – barang yang diangkut itu musnah karena kebakaran, atau bajak laut, atau kapalnya tenggelam maka penerima uang premi menjadi penanggung, sebagai imbalan dari uang yang diambil dari para pedagang itu. Menurut Ibnu Abidin dalam kasus seperti ini para pedagang tidak diperbolehkan mengambil uang pengganti atas barang – barangnya yang musnah. Pendapat yang sama dikemukakan oleh beberapa ulama lain seperti: Syaikh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir, Syaikh Muhammad Al Ghazali, ulama tokoh haraki dari mesir, Syaikh Muhammad Yusuf Al Qardhawi, Ulama, Dai dan guru besar Universitas Qatar, Syaikh Abu Zahrah, Guru Besar Universitas Kairo Mesir, Muhammad Muslehuddin, Guru Besar Hukum Islam Universitas London, Wahbah Zuhaili, Guru Besar Universitas Damaskus dan K.H. Ali Yafie dari Indonesia. Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa pada hakikatnya akad asuransi termasuk dalam akad gharar, yaitu suatu akad yang tidak jelas ada tindaknya sesuatu yang diakadkan. Muhammad Muslehuddin mengatakan bahwa perjanjian asuransi modern ditentang oleh ulama atau cendekiawan Islam dengan alasan: a. Asuransi adalah perjanjian pertaruhan b. Asuransi merupakan perjudian semata – mata c. Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti d. Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan Iradat Allah e. Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak akan mengetahui berapa kali pembayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai mati
202 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Eka Zahra Solikahan
f.
Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa, apabila tertanggung mati, ia akan mendapat bayaran yang lebih dari jumlah uang yang telah dibayarnya. Ini adalah riba (faedah atau bunga) g. Bahwa semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam 2. Kelompok yang membolehkan Syaikh Abdurrahman Isa, Guru Besar Universitas Al-Azhar, menyatakan bahwa asuransi merupakan bentuk muamalah gaya baru yang belum dijumpai pada masa Imam – imam mazhab dan para sahabat Nabi. Para ulama menetapkan bahwa kepentingan umum yang selaras dengan hukum syara patut diamalkan. Oleh karena asuransi menyangkut kepentingan umum maka hukumnya mubah menurut syara bahkan dianjurkan. Disamping itu menurut Syaikh Abdurrahman Isa, dalam perjanjian asuransi kedua belah pihak, yaitu penanggung dan tertanggung saling mengikat dalam perbuatan ini atas dasar saling meridhai. Pendapat yang sama dikemuakan oleh ulama – ulama lain, seperti Muhammad Yusuf Musa, Syaikh Abdul Wahab Khallaf, Muhammad AlBahi, wakil rektor Universitas Al-Azhar, mesir, Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, penasehat Pengadilan Tinggi Mesir Syaikh Muhammad Dasuki, Muhammad Najjatullah Siddiq, Syaikh Muhammad Al-Madani, Ulama AlAzhar dan Mushthafa Ahmad Az-Zarqa, Guru Besar Universitas Syria, Muhammad Al-Bahi. Wakil rektor Universitas Al-Azhar, antara lain mengatakan bahwa asuransi diperbolehkan karena: a. Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong-menolong b. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan bertujuan mengembangkan harta benda c. Asuransi tidak mengandung unsur riba d. Asuransi tidak mengandung tipu daya e. Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah f. Asuransi adalah suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah. g. Asuransi memperluas lapangan kerja baru. Menurut Hadi Al Wadi’i ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu: 1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah: a. Asuransi sama dengan judi
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
203
Asuransi Syariah “Halal Atau Haram”
b. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti. c. Asuransi mengandung unsur riba/renten. d. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi. e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai. g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah. 2. Asuransi konvensional diperbolehkan Pendapat kedua ini, dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha alHaditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan: a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi. b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. c. Saling menguntungkan kedua belah pihak. d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan. e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah). g. Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen. 3. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Selain itu, Menurut Zuhdi (1996: 134) ada empat pandangan ulama tentang hukum asuransi. Pertama, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi termasuk segala macam bentuk dan operasionalnya hukumnya haram. Kedua, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam Islam. Ketiga, kelompok ulama yang berpendapat diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat sosial sedangkan asuransi yang bersifat komersial dilarang dalam Islam dan keempat, kelompok ulama yang
204 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Eka Zahra Solikahan
berpendapat bahwa asuransi hukumnya termasuk syubhat, karena tidak ada dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan asuransi. Secara khusus dalam Alquran dan hadis tidak ditemukan ketentuan yang mengatur tentang hukum asuransi, namun secara umum ada beberapa ayat yang menjelaskan pentingnya sebuah persiapan atau planning agar memberikan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, yaitu firman Allah surat Yusuf yang artinya, “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan“. (Qs. Yusuf: 41-49). Dan surah al-Hasyr: 18, “Hai orang – orang yang beriman bertakwalah Kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah , sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan“. KESIMPULAN Masalah asuransi masih merupakan masalah khilafiah atau diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama mengharamkan dan sebagian lagi menghalkan. Sehingga asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih dipertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam, sehingga terhindar dari praktek asuransi yang diharamkan. DAFTAR PUSTAKA Djoko Kristianto, Implikasi Akuntansi Syariah Dan Asuransi SyariahDalam Lembaga Keuangan Syariah. JurnalAkuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vol. 7, No. 1, April 2009 Hadi Al Wadi’i Syaikh Muqbil. Hukum Asuransi Menurut Islam. Artikel https://jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-islam/ Hamsa Amrizal.Asuransi Dalam Perspektif Islam. JurnalVolume I. No. 2, Juni September 2009 Hosen Nadratuzzaman Muhamad dan Muayyad Misbahudin Deden, Mendudukkan status hukum asuransisyariah dalam tinjauan fuqaha kontemporer. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 219-232 http://aanzainul-belajar.blogspot.com/2012/09/asuransi-syariah-tinjauansejarah-dan_18.html Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. RajaGrafindo Persada. Jakarta Masjfuk Zuhdi.1996.Masail Fiqhiyah. Gunung Agung.Jakarta Muslich Wardi Ahmad. 2010. Fiqh Muamalat. Sinar Grafika Offset. Jakarta
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
205