327 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Olga L. Paruntu
ASUPAN GIZI DENGAN PENGENDALIAN DIABETES PADA DIABETISI TIPE II RAWAT JALAN DI BLU PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO Olga Lieke Paruntu Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado ABSTRACT Diabetes is non communicable diseases that will increase in number and becomes the cause of a number of pain and death. Diabetes is becoming a fairly serious illness and gets attention because diabetes can cause complications that invade the entire body. An increasing number of diabetics is largely influenced by the lifestyle of the community. Diabetes also provide big economic burden influence for her treatment. The purpose of the short term management of DM is the loss of a variety of complaints/symptoms of diabetes so that sufferers can enjoy a healthy and comfortable life. These goals can be achieved with good metabolic control remains as reflected by its normal levels of glucose and lipid profile. The purpose of this research is to know the nutritional intake of the relationship with the controlling type II diabetes in outpatient diabetisi at BLU hospital Prof. Dr. r. d. Kandou Manado. The method used in this research include observational analytic with cross sectional design, implemented in July 2012. Samples are obtained in accidental sampling of 31 people. Data analysis using SPSS 10.0 with Correlation test. Menukjukkanu uptake of research results of energy, fat and carbs associated with control of blood glucose levels, but the intake of protein is not related to the control of blood glucose levels. There is a relationship between intake of protein, carbohydrates and total cholesterol levels of control. There is no relationship between the intake of nutrients with the levels of LDL, HDL, and triglyceride levels. Keywords: nutritional Intake, control type II DM, outpatient
PENDAHULUAN Diabetes adalah penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian. Diabetes menjadi penyakit yang cukup serius dan mendapat perhatian karena diabetes dapat menyebabkan komplikasi yang menyerang seluruh tubuh (Yumizone, 2008). Peningkatan jumlah penderita diabetes sebagian besar dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat. Diabetes juga memberikan pengaruh beban ekonomi yang besar untuk pengobatannya Tandra, 2007). Tujuan pengelolaan DM jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan senantiasa mengontrol metabolik yang baik seperti dicerminkan oleh normalnya kadar glukosa dan lemak darah (Syahbudin, 2002).
Menurut ADA (American Diabetes Assosiation, 2005), diabetes melitus adalah suatu kelompok kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Tjokroprawiro (1991), Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolisme glukosa, sehingga terjadi hiperglikemia dengan gejala yang karakteristis meliputi spectrum gangguan klinik anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Diabetes Melitus adalah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin relatif atau absolut. Di sini terjadi kelainan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan kurang efektifnya glukosa. DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak dijumpai Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia world health organitation (WHO) pada tahun 2000 menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus (DM) di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan
328 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di kawasan ASEAN didapatkan jumlah penderita DM tipe 2 pada tahun 1995 diperkirakan 8,5 juta orang dan meningkat menjadi 12,3 juta pada tahun 2000 serta 19,4 juta pada tahun 2010 (PERKENI, 1998) Di Asia tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2008). Diabetes Mellitus (DM) saat ini menjadi penyakit yang mulai melanda penduduk di negara-negara berkembang seperti Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena Diabetes Melitus (Reta, 2008). Prevalensi Diabetes Mellitus secara menyeluruh sekitar 6% dari populasi Diabetes Mellitus, 90% diantaranya Diabetes Mellitus Tipe II. Jumlah penderita DM secara global terus meningkat setiap tahunnya. Penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta orang dan menduduki peringkat ke 4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kalinya pada tahun 2030, yaitu menjadi 21,3 juta orang (Subroto, 2006). Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap DM. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur (WHO, 2006). Indonesia merupakan urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India, Cina, Uni soviet, Jepang, Brazil (Rahmadilayani, 2008). Dari berbagai penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonseia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain: Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Kota Manado secara geografis dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di Manado tinggi karena di Filipina juga tinggi yaitu sebesar 8,4 % - 12 %. Melihat tendensi kenaikan kekerapan DM secara global yang tadi
Olga L. Paruntu
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan suatu kemakmuran suatu populasi serta pola dari konsumsi makanan yang serba instant. Maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan Diabetes di Indonesia akan meningkat dengan drastis (FKUI, 2006). Prevalensi diabetes di Indonesia adalah 5,7% namun hanya 1,5% saja yang terdiagnosa. Sulawesi utara adalah provinsi dengan jumlah penderita terbesar di Indonesia, terutama kota Manado (Depkes,2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Poli Endokrin BLU RSUP Prof. Dr R.D Kandou Manado, terjadi peningkatan antara tahun 2010 dan 2011, dimana pada tahun 2010 pasien DM dirawat jalan terdapat 136 pasien, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 263 pasien baru selama 1 tahun, dimana terdapat (80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun dan (19,21 %) yang berusia < 40 tahun. Pemantauan status metabolik merupakan hal yang penting dalam pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut cukup memadai untuk menilai kepatuhan diet dan manfaat pengobatan untuk mencapai kadar glukosa darah dalam batas normal, serta terhindar dari berbagai komplikasi. Bagi penderita DM yang terkendali dengan perencanaan makan saja, pemantauan status metabolik berupa perasaan sehat secara subjektif, kadar glukosa darah, kadar lemak darah, dan perubahan berat badan pada saat konsultasi gizi sudah cukup menggambarkan kepatuhan dietnya Sukardji, (2002). Kepatuhan diet juga dapat dinilai dari jumlah asupan zat gizi dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi penderita sehari-hari (Soewondo, 2002). Kadar glukosa darah terkontrol tidak hanya tergantung pada hilangnya gejala diabetes tetapi harus dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah tersebut dapat dilakukan di laboratorium, di klinik saat konsultasi atau dapat dilakukan sendiri oleh pengidap di rumah. Kendali glisemik yang baik berpengaruh terhadap menurunnya komplikasi diabetes. Hasil diabetes control and complication trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian diabetes yang baik
329 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dapat mengurangi komplikasi kronik diabetes antara 20-30%. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan di laboratorium dengan metode oksidasi glukosa atau oksidasi otolutoidin memberikan hal yang lebih akurat, oleh karena itu untuk menentukan diagnosis diabetes disarankan pemeriksaan kadar glukosa darah di laboratorium. Sehubungan dengan cara pengambilan sampel darah, perlu diperhatikan bahwa kadar glukosa plasma atau serum 10 – 15% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah biasa (whole blood) dan 10 – 20 % lebih tinggi dari kadar glukosa darah kapiler. Jika dibanding dengan pemeriksaan glukosa urin, pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena pemeriksaannya bersifat langsung. Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat mendeteksi keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia sedangkan pemeriksaan kadar glukosa urin hanya dapat mendeteksi keadaan hiperglikemia (Soewondo, 1999). Bertolak dari beberapa permasalahan yang dijumpai pada penderita DM tipe II sebagaimana diuraikan dalam latar belakang, maka masalah yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah asupan gizi dengan pengendalian diabetes pada diabetisi tipe II rawat jalan di BLU rumah sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Tujuan penelitian yaitu mengetahui Hubungan Asupan Gizi dengan Pengendalian Diabetes pada diabetisi tipe II rawat jalan di BLU Prof.Dr.R.D.Kandou Manado. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Pengembangan BLU. RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou adalah menjadi Rumah Sakit dengan pola pengembangan Keuangan Badan Layanan Umum pada tahun 2007, juga akan di bangunnya gedung instalasi gawat darurat bertaraf internsional serta gedung cardiac center yang representative. BLU. RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado ini adalah rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan pelayanan kesehatan propinsi Sulawesi Utara dan kawasan timur Indonesia bagian utara. BLU. RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado merupakan Rumah Sakit Umum
Olga L. Paruntu
kelas B dan merupakan Rumah Sakit pendidikan yang digunakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, Politeknik Kesehatan Depkes Manado juga lembaga pendidikan lain dibidang Kesehatan sebagai lahan praktek dan penelitian.
2. Karakteristik Subjek Karakteristik sampel pada penelitian ini yakni jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah responden 16 orang (51,6%), perempuan 15 orang (48,4%) dan tingkat pendidikan terbanyak adalah Perguruan Tinggi 18 orang (58,1%), serta pekerjaan responden terbanyak bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) 11 orang (35,5%), lebih rinci terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Ketegori
N
%
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
16 15
51,6 48,4
Pendidikan - SD - SMP - SMA - Perguruan Tinggi
1 3 9 18
3,3 9,7 29,0 58,1
11 3 7 10
35,5 9,7 22,6 32,2
Pekerjaan - PNS - Swasta - IRT - lainnya
Tabel 4. Rata-rata berat badan dan tinggi badan sampel Ketegori Berat Badan Tinggi Badan
Mean 65,12 158,48
SD 10,21 9,77
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat badan dari 31 responden yaitu 65,12 kg dengan standar deviasi 10,21, serta rata-rata tinggi badan dari 31 responden yaitu 158,48 cm dengan standar deviasi 9,77.
330 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
3. Karakteristik Variabel Penelitian Tabel 5. Rata –rata asupan zat gizi, kadar gula darah puasa dan kadar profil lipid Ketegori Asupan Energi Asupan Protein Asupan Lemak Asupan Karbohidrat Kadar Gula Darah Puasa Kadar Kolesterol Total Kadar LDL Kadar HDL Kadar Trigliserida
Mean 2168,14 73,79 51,48 357,37 136,64 241,12 149,22 49,38 187,64
SD 235,64 6,63 10,67 32,33 29,95 56,41 46,18 3,86 58,34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat gizi yaitu : asupan energi 31 responden yaitu 2168,14 kal dengan standar deviasi 235,64 kal, asupan protein yaitu 73,79 g (6,63), asupan lemak 51,48 g (10,67), dan rata-rata asupan karbohidrat yaitu 357,37 g (32,33). Hasil penelitian juga menunjukan rata-rata kadar gula darah puasa dari 31 responden yakni 136,64 mg/dl (29,95). Hasil penelitian juga menunjukkan kadar profil lipid yakni : kadar kolesterol total rata-rata 241,12 mg/dl (56,41), kadar LDL 149,22 mg/dl (46,18), kadar HDL rata-rata 49,38 mg/dl (3,86), dan kadar trigliserida rata-rata 187,64 mg/dl ( 58,34).
Olga L. Paruntu
Tabel 6. Hubungan asupan zat gizi dengan pengendali kadar gula darah puasa Ketegori Asupan Energi Kadar Gula Darah Puasa Asupan Protein Kadar Gula Darah Puasa Asupan Lemak Kadar Gula Darah Puasa Asupan Karbohidrat Kadar Gula Darah Puasa
Mean 2168,1 4 136,64 73,79 136,64
SD 235,6 4 29,95 6,63 29,95
51,48 136,64
10,67 29,95
357,37 136,64
32,33 29,95
P 0,03 2 0,84 2 0,02 3 0,00 3
4.2.
Hubungan asupan zat gizi dengan pengendalian total kolesterol Hasil penelitian asupan zat gizi dengan pengendalian kadar Kolesterol total di ketahui tidak terdapat hubungan antara asupan energi, asupan lemak dengan kadar kolesterol total dimana P= 1,141, P=0,500 (p>0,05). Hasil penelitian diketahui juga terdapat hubungan antara asupan protein, karbohidrat dengan kolesterol total dimana P= 0,012, P=0,029 (p<0,005), lihat tabel 7. Tabel 7. Hubungan asupan zat gizi dengan total kolesterol
4. Uji Bivariat Variabel Penelitian 4.1.
Hubungan asupan zat gizi dengan pengendalian kadar gula darah puasa
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan pengendalian kadar gula darah puasa di ketahui terdapat hubungan signifikan antara asupan energi dengan kadar gula darah puasa dimana P= 0,032 (p<0,05). Hasil penelitian pula menunjukkan terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula darah puasa P= 0,023 (p<0,005), dan hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa P=0,003 (p<0,05), namun sebaliknya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula darah puasa P=0,842 (p>0,05), lihat tabel 6.
Ketegori Asupan Energi Kadar Kolesterol Total Asupan Protein Kadar Total kolesterol Asupan Lemak Kadar total kolesterol
Mean 2168,14 241,12 73,79 241,12 51,48 241,12
SD 235,64 56,41 6,63 56,41 10,67 56,41
Asupan Karbohidrat Kadar total kolesterol
357,37 241,12
32,33 56,41
4.3.
P 0,141 0,012 0,500 0,029
Hubungan asupan zat gizi dengan pengendalian LDL
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan pengendalian kadar LDL di ketahui tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar LDL dimana P= 0,382 (p>0,05). Hasil penelitian diketahui juga tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar LDL dimana P= 0,750 (p>0,005), dan tidak terdapat hubungan antara asupan lemak
331 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dengan kadar LDL P=0,646 (p>0,05), juga tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan LDL P=0,325 (p>0,05), lihat tabel 8. Tabel 8. Hubungan asupan zat gizi dengan LDL Ketegori Asupan Energi Kadar LDL Asupan Protein Kadar LDL
Mean 2168,14 149,22 73,79 149,22
SD 235,64 46,18 6,63 46,18
Asupan Lemak Kadar LDL Asupan Karbohidrat Kadar LDL
51,48 149,22 357,37 149,22
10,67 46,18 32,33 46,18
Olga L. Paruntu
antara asupan lemak dengan kadar trigliserida P=0,901 (p>0,05), juga tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar trigliserida P=0,971 (p>0,05), lihat tabel 10. Tabel 10. Hubungan asupan zat gizi dengan Trigliserida
P 0,382 0,750 0,643 0,325
Hubungan asupan zat gizi dengan pengendalian HDL Hasil penelitian asupan zat gizi dengan pengendalian kadar HDL di ketahui tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar HDL dimana P= 0,636 (p>0,05). Hasil penelitian diketahui juga tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar HDL dimana P= 0,341 (p>0,005), dan tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar HDL P=0,598 (p>0,05), juga tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan HDL P=0,836 (p>0,05), lihat tabel 9.
Ketegori Asupan Energi Kadar trigliserida Asupan Protein Kadar trigliserida Asupan Lemak Kadar trigliserida Asupan Karbohidrat Kadar trigliserida
Mean 2168,14 187,64 73,79 187,64 51,48 187,64 357,37 187,64
SD 235,64 58,34 6,63 58,34 10,67 58,34 32,33 58,34
P 0,797 0,766 0,901 0,971
4.4.
Tabel 9. Hubungan asupan zat gizi dengan HDL Ketegori Asupan Energi Kadar HDL Asupan Protein Kadar HDL Asupan Lemak Kadar HDL Asupan Karbohidrat Kadar HDL
5.
Mean 2168,14 49,38 73,79 49,38 51,48 49,38 357,37 49,38
SD 235,64 9,86 6,63 9,86 10,67 9,86 32,33 9,86
P 0,636 0,341 0,598 0,836
Hubungan asupan zat gizi dengan pengendalian trigliserida Hasil penelitian asupan zat gizi dengan pengendalian kadar trigliserida di ketahui tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar trigliserida dimana P= 0,797 (p>0,05). Hasil penelitian diketahui juga tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar trigliserida dimana P= 0,766 (p>0,005), dan tidak terdapat hubungan
1. Hubungan asupan energi dengan pengendalian kadar glukosa darah puasa Penelitian ini diketahui bahwa rata-rata kadar gula darah puasa yaitu 136,64 mg/dl, tingkat asupan energi berlebihan memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna asupan energi dengan pengendalian kadar glukosa darah pada pengidap diabetes melitus. Energi dalam tubuh manusia dihasilkan melalui proses metabolisme beberapa zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak yang bersumber dari bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Dalam proses perubahannya menjadi energi zat-zat makanan tersebut harus dipecah menjadi bahan dasar seperti glukosa serta masuk terlebih dahulu ke dalam sel melalui proses metabolisme (Syahbudin, 2002). Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar (Syahbudin, 2002). Glukosa merupakan bahan dasar energi dan proses masuknya glukosa ke dalam sel membutuhkan hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Pada
332 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
pengidap penyakit diabetes melitus tipe 2 memiliki jumlah insulin normal atau berlebih, namun reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel lebih sedikit (Asdie, 2000) Tidak terkendalinya kadar glukosa darah pada pengidap yang memiliki asupan energi yang melebihi kebutuhan dapat disebabkan oleh rendahnya reseptor hormon insulin di permukaan sel yang berfungsi untuk membantu glukosa untuk masuk dalam sel sehingga glukosa yang dibentuk dari sumber energi tidak mampu menuju sel-sel dari organ yang membutuhkan, seperti yang dikemukakan oleh: Suyono (1999), Meski ciricirinya tidak selalu tampak pada pengidap DM tipe 2, namun diyakini bahwa kelainan metabolik ini berkaitan dengan faktor genetik dan gejala klinik yang paling utama adalah intoleransi glukosa. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak terkendalinya kadar glukosa darah pada pengidap DM tipe 2 disebabkan oleh tingginya produksi glukosa yang berasal dari asupan energi yang melebihi kebutuhan sehingga tidak mampu diserap dan diedarkan ke dalam sel-sel yang membutuhkan karena rendahnya reseptor insulin, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa pengidap DM tipe 2 dengan asupan energi melebihi kebutuhan memiliki risiko 31 kali lebih besar untuk mengalami kadar glukosa darah tidak terkendali dibandingkan dengan pengidap yang asupan energinya sesuai kebutuhan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salman (2003) yang menjelaskan bahwa pada pengidap diabetes melitus dengan berat badan gemuk yang mengalami penurunan asupan energi ratarata perhari diikuti dengan penurunan kadar glukosa darah, demikian juga pada pengidap yang memiliki berat badan normal dengan intake energi yang mendekati normal diikuti dengan terkendalinya kadar glukosa darah. 2. Hubungan asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa darah Protein merupakan sumber asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk proses pertumbuhan serta sumber energi bersama karbohidrat dan lemak. Protein terdiri dari 2 jenis yaitu protein hewani dan protein nabati,
Olga L. Paruntu
pada masyarakat Indonesia sumber utama protein berasal dari jenis nabati yang bersumber pada beberapa kacang-kacangan karena mudah didapat dan harganya relatif murah. Hasil penelitian pada pengidap diabetes melitus tipe 2 diketahui bahwa ratarata konsumsi protein 73,79 g, hasil uji korelasi tidak menunjukkan hubungan yang bermakna tingkat asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa darah. Tidak adanya hubungan yang bermakna tingkat asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa darah dikarenakan fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak. Protein akan digunakan sebagai sumber energi apabila ketersediaan energi dari sumber lain yaitu karbohidrat dan lemak tidak mencukupi melalui proses glikoneogenesis. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Almatsier (2003) dan Djojosoebagio (1996) bahwa pencernaan protein menghasilkan asam amino dan sebagian besar asam amino digunakan untuk pembangunan protein tubuh. Bila tidak tersedia cukup karbohidrat dan lemak untuk kebutuhan energi maka sebagian dari asam amino dipecah melalui jalur yang sama dengan glukosa untuk menghasilkan energi. Meskipun analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata namun secara deskriptif ada kecenderungan pengidap DM tipe 2 yang mengkonsumsi protein melebihi kebutuhan memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali, hal ini disebabkan karena asupan protein yang berlebihan mengakibatkan degradasi asam amino berlebihan dan akan menjadi precursor glukosa dan asetil-CoA yang akan digunakan sebagai sumber energi (Linder, 1985). Hal tersebut juga dikemukakan oleh: Asdie (2000) bahwa pada pengidap diabetes yang tidak terkendali protein tubuh akan dipecah menjadi asam amino yang akan digunakan sebagai substrat untuk proses glikoneogenesis sehingga kadar glukosa darah pengidap diabetes semakin meningkat. Almatsier (2003), protein dalam jumlah yang berlebihan akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh yang juga akan menjadi substrat untuk proses glikoneogenesis.
333 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Pada penelitian ini diketahui pada pengidap yang memiliki asupan protein sesuai dengan kebutuhan sebagian besar memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali yaitu sebanyak 11,5%, hal tersebut dikarenakan walaupun asupan protein baik namun asupan energi lebih dari kebutuhan yang bersumber dari karbohidrat dan lemak. 3. Hubungan asupan lemak dengan pengendalian kadar glukosa darah Fungsi utama lemak adalah sebagai sumber energi dan mempunyai nilai kalori yang paling tinggi dibandingkan dengan zat gizi lain yaitu mengandung 9 kilo kalori setiap 1 gram lemak. Pada penelitian ini diketahui asupan lemak pada pengidap sebagian besar melebihi kebutuhan yaitu 69,2% yang terdapat pada pengidap dengan kadar glukosa darah terkendali sebanyak 19,2% dan tidak terkendali 50,0%, hal tersebut dikarenakan pengolahan makanan pada sebagian besar pengidap menggunakan minyak yaitu dengan cara menggoreng, terutama pengolahan jenis snack yang dikonsumsi, seperti bakwan dan pisang goreng. Dalam penelitian ini diperoleh gambaran bahwa tingkat asupan lemak pengidap DM tipe 2 dengan kadar glukosa darah tidak terkendali sebagian besar yaitu 50% melebihi kebutuhan, dan uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan yang bermakna tingkat asupan lemak dengan pengendalian kadar glukosa darah. Dalam proses metabolisme lemak yang sebagian besar sebagai trigliserida harus dipecah menjadi gliserol dan asam lemak sebelum diabsorbsi melalui proses emulsifikasi, hasil pencernaan lemak dalam bentuk lipida diabsorbsi kedalam membran mucosa usus halus dengan cara difusi pasif. Kelebihan asupan lemak akan menimbulkan suplai lemak berlebihan dalam hati sehingga melalui proses lipogenesis dan dengan bantuan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) lemak dapat disimpan di jaringan adipose sedangkan gliserol dapat diubah mejadi glukosa melalui proses glikoneogenesis (Almatsier, 2003) Adanya kelainan patologis pada pengidap DM tipe 2 berupa rendahnya reseptor insulin telah menimbulkan rendahnya kadar glukosa dalam sel-sel tubuh, hal ini mendorong terjadinya proses glikoneogenesis untuk memobilisasi cadangan lemak tubuh
Olga L. Paruntu
agar menghasilkan glukosa yang dibutuhkan sel-sel tersebut, proses ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa asupan lemak yang melebihi kebutuhan pada pengidap DM tipe 2 telah menyebabkan tidak terkendalinya kadar glukosa darah, sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengidap DM tipe 2 yang asupan lemaknya melebihi kebutuhan memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk tidak mampu mengendalikan kadar glukosa darah dibandingkan pengidap DM tipe 2 yang asupan lemak sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heilbronn, et al. (2002) yang membuktikan bahwa pemberian diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pengidap DM tipe 2 yang memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali. 4. Hubungan asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah Karbohidrat merupakan sumber utama energi dan memiliki persentase yang cukup besar dalam susunan menu sehari-hari serta mudah dijangkau karena harga yang relatif murah. Dalam proses metabolisme tubuh semua jenis karbohidrat, baik disakarida dan monosakarida seperti fruktosa dan galaktosa diabsorbsi melalui sel epitel usus halus dan diangkut oleh sistem sirkulasi darah melalui vena porta dibawa ke hati selanjutnya diubah menjadi glukosa dan masuk dalam aliran darah (Almatsier, 2003). Hasil penelitian membuktikan bahwa pengidap DM tipe 2 yang memiliki asupan karbohidrat melebihi kebutuhan cenderung tidak mampu melakukan pengendalian kadar glukosa darah dibandingkan dengan pengidap yang asupan karbohidratnya sesuai kebutuhan, dan hasil analisis kai kuadrat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna jumlah asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah. Tidak terkendalinya kadar glukosa darah pada pengidap DM tipe 2 yang asupan karbohidratnya melebihi kebutuhan disebabkan karena tingginya pembentukan glukosa yang bersumber dari karbohidrat dan rendahnya reseptor insulin, seperti yang diungkapkan oleh Edgren (2004), bahwa pada pengidap DM tipe 2, jumlah insulin bisa
334 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
normal atau lebih, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel yang kurang. Almatsier (2003), menyebutkan bahwa mekanisme penurunan glukosa darah oleh insulin melalui peningkatan laju penggunaan glukosa melalui oksidasi glikogenesis yaitu proses pembentukan glikogen dari glukosa. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pengidap DM tipe 2 yang memiliki kekurangan resptor insulin menyebabkan rendahnya jumlah glukosa yang masuk kedalam sel dan rendahnya laju oksidasi glikogenesis untuk merubah glukosa menjadi glikogen yang akan disimpan di hati dan otot sebagai cadangan energi. Tingginya asupan karbohidrat dan rendahnya resptor insulin menyebabkan glukosa yang dihasilkan dari metabolisme karbohidrat yang dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi kebutuhan semakin meningkat di pembuluh darah dan tidak dapat dikendalikan dalam batas-batas normal Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengidap DM tipe 2 yang asupan karbohidrat melebihi kebutuhan memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah dibandingkan dengan pengidap yang asupan karbohidratnya sesuai kebutuhan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Waspadji et al. (2003), membuktikan bahwa setiap bahan makanan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kenaikan kadar glukosa darah, karena sifat bahan makanan itu sendiri maupun cara memasak atau menyajikannya. Pada penelitian ini didapatkan pada pengidap DM tipe 2 yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari kebutuhan sebagian besar memiliki kadar glukosa darah terkendali yaitu 27,0%, hal tersebut dikarenakan pengidap memiliki status gizi lebih sehingga memiliki simpanan glukosa yang banyak terutama berupa simpanan lemak tubuh sehingga walaupun asupan karbohidrat kurang masih bisa mengendalikan kadar glukosa darah karena terjadinya pemecahan lemak tubuh yang akan diikuti dengan penurunan berat badan. Dalam hal ini walaupun asupan karbohidrat kurang dari kebutuhan namun tidak sampai kurang dari kebutuhan basal. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Heilbronn et al. (2002) bahwa penurunan
Olga L. Paruntu
berat badan pada pengidap DM tipe 2 dengan obesitas dapat mengontrol kadar glukosa darah dan metabolisme lipoprotein. Selain dari itu beberapa diantaranya walaupun memiliki asupan karbohidrat kurang namun asupan lemak lebih dari kebutuhan sehingga glukosa darah tetap terkendali dengan diubahnya lemak menjadi glukosa.
5. Hubungan asupan zat gizi dengan kolesterol total Ada beberapa cara menanggulangi masalah gizi lebih. Cara penanggulangan gizi lebih dapat dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan antara masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan pertambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup/sterss. Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol (Almatsier, 2001). Oleh sebab itu, perlu dilakukan modifikasi diet dalam penanggulangan gizi lebih. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar lipid darah. Salah satunya adalah asupan energi. Menurut Waspadji (2004), asupan energi tergolong lebih memiliki resiko menderita hiperlipidemia 4,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai asupan energi tergolong baik, sedangkan asupan protein tergolong lebih memiliki peluang yang sama untuk menderita hiperlipidemia dengan orang yang mengkonsumsi protein tergolong baik. Dengan demikian energi yang berasal dari karbohidrat dan protein harus diperhatikan dalam menjaga kadar kolesterol total. 6. Hubungan asupan zat gizi dengan LDL Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh, namun harus dikonsumsi sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah dan demam (Almatsier, 2001). Penyerapan hasil pencernaan memerlukan energi termasuk beberapa sistem pengangkut untuk asam amino netral, basa dan asam amino lainnya untuk
335 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dipeptida. Dengan masuknya ke dalam darah untuk didistribusi, asam amino masuk ke dalam hati sebagai asama amino berlebihan menjadi prekursor glukosa yang digunakan sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk glikogen dan trigliserida. Sumber protein berasal dari hewani dan nabati. Protein hewani cenderung hiperkolesterolemik sedangkan protein nabati cenderung hipokolesterolemik. Pada penelitian dengan menggunakan kelinci dan ayam, kasein dengan atau tanpa kolesterol lebih aterogenik dari pada protein kedelai, dan konsumsi kasein menurunkan ekskresi sterol-sterol dan asam empedu dan turn over kolesterol plasma (Linder, 1992). Salah satu bahan makanan yang termasuk protein nabati adalah kedelai. Studi epidemiologi telah membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi makanan dari kedelai mempunyai resiko yang lebih kecil terhadap penyakit aterosklerosis. Protein kedelai dapat menyebabkan penurunan yang nyata dalam kolesterol total, kolesterol-LDL dan trigliserida serta meningkatkan kolesterol-HDL (Koswara, 2006). Demikian pula hasil penelitian Eriana (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara konsumsi protein kedelai dan hasil olahannya dengan kadar kolesterol total yang berarti semakin besar konsumsi protein kedelai maka semakin rendah kadar kolesterol total. Dengan demikian, sebaiknya sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi adalah protein nabati yaitu protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penelitian Jenkins (2001) juga menunjukkan bahwa asupan protein tinggi mengakibatkan penurunan kadar trigliserida darah. Dan McVeigh et al., (2006) menunjukkan bahwa pemberian protein yang berasal dari kacang kedelai dapat menurunkan kolesterol dibandingkan dengan pemberian protein yang berasal dari susu sapi.
Olga L. Paruntu
adalah lemak total, lemak jenuh dan energi total. Kandungan kolesterol dalam makanan dapat meningkatkan kolesterol darah, tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan lemak jenuh. Jenis lemak yang perlu dikurangi adalah lemak jenuh (Almatsier, 2001). Demikian pula Jellinger et al., (2000) mengatakan bahwa untuk menurunkan kadar lemak darah maka dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dalam diet dan akan lebih baik bila disertai dengan peningkatan asupan serat yang berasal dari gandum, sayur-sayuran dan buah-buahan. Menurut Widdman (1992), lemak yang berasal dari makanan, akan dibawa ke hati dalam bentuk kilomikron. Kilomikron seharusnya tidak ada lagi dalam peredaran darah pada saat beberapa jam setelah makan. Makanan yang mengandung kalori tinggi (khususnya yang mengandung banyak lemak dan karbohidrat) akan meningkatkan trigliserida serum khususnya jenis Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Sementara itu, makanan yang banyak mengandung kolesterol dan mengandung lemak jenuh (saturated fatty acid) akan meningkatkan Low Density Lipoprotein (LDL). Konsumsi makanan yang mengandung lemak (kolesterol dan trigliserida) memicu pelepasan asam empedu dari kantung empedu (yang diproduksi hati) mernuju usus. Asam empedu dibutuhkan untuk membentuk ”micelles” atau droplet lemak yang teremulasi. Mengingat sebagian besar tubuh manusia mengandung air, maka kolesterol dan nutrisi lemak lainnya harus dalam bentuk terelmusi (perlu emulsifier) supaya mudah diabsorpsi oleh usus. Di dalam usus, “mixed micelles” (kolesterol, trigliserida, asam empedu, protein) ada yang diserap dan ada yang dibuang. “Mixed Micelles” yang diserap (chylomicrons) akan diekresi di hati menjadi VLDL (Very Low Density Lipoprotein). VLDL mengandung sebagian besar lemak, kolesterol dan sejumlah kecil protein. VLDL ini dikenal sebagai kolesterol jahat yang kemudian masuk ke aliran darah (Anonim, 2005).
7. Hubungan asupan zat gizi dengan HDL Konsumsi lemak yang berlebih akan menimbulkan dampak yang tidak baik 8. Hubungan asupan zat gizi dengan Trigliserida terhadap kesehatan. Peningkatan kadar kolesterol berpengaruh tidak baik pada Karbohidrat yang dikonsumsi harus jantung dan pembuluh darah. sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang Makanan adalah faktor yang terlalu tinggi karbohidrat sederhana berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah, berasosiasi dengan hiperlipidemia tetapi dalam hal ini Low Density Lipoprotein (LDL), karbohidrat kompleks seperti zat tepung
336 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
kurang aterogeni dibandingkan dengan bentuk karbohidrat lainnya (mono dan disakarida). Kuo dan Baised melaporkan bahwa penggantian tepung dengan gula pada pasien hiperlipidemia dapat meningkatkan trigliserida serum, kolesterol dan fosfolipid (Waspadji et al.,2003). Apabila karbohidrat berlebih maka glukosa yang dihasilkan juga akan berlebih. Menurut Linder (1992) kelebihan glukosa akan dikonversi menjadi asam-asam lemak dan trigliserida terutama oleh hati dan jaringan lemak. Trigliserida yang terbentuk dalam hati dibebaskan ke dalam plasma sebagai Very Low Density Lipoprotein (VLDL) yang akan diambil oleh jaringan untuk disimpan sebagai lemak. Salah satu bentuk karbohidrat adalah polisakarida. Menurut data epidemiologik, konsumsi serat makanan (khususnya yang berasal dari polisakarida nonpati yang larut air seperti gum dan pektin) mempunyai pengaruh untuk menurunkan profil lipid darah. Penurunan ini terutama terlihat pada fraksi LDL yang disertai dengan penurunan kandungan kolesterol dalam hati dan jaringan lain (Almatsier, 2001). Penelitian lainnya seperti yang dilakukan oleh Merchant et al., (2007) membuktikan bahwa konsumsi karbohidrat yang tinggi berhubungan dengan kadar triasilgliserol dalam darah dan beberapa jenis bahan makanan yang berbahan dasar gula seperti soft drink, jus dan makanan kecil berhubungan dengan tingginya kadar HDL dalam darah. Demikian pula penelitian Yunsheng M. Et al., (2006) menunjukkan bahwa asupan karbohidrat berhubungan dengan profil lipid, dimana semakin tinggi asupan karbohidrat maka kadar lipid dalam darah juga semakin meningkat. Kadar trigliserida plasma banyak dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat makanan dan kegemukan (Almatsier, 2001).
KESIMPULAN 1. Asupan energi, lemak dan karbohidrat berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah, namun asupan protein tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah. 2. Ada hubungan antara asupan protein, karbohidrat dengan pengendalian kadar
Olga L. Paruntu
kolesterol total. Tidak terdapat hubungan antara asupan zat gizi dengan kadar LDL, HDL, maupun kadar trigliserida. SARAN 1.
Penelitian ini hanya mengukur pengendalian kadar glukosa darah melalui pengukuran kadar glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial (pp) sehingga nilainya sangat variatif dari waktu ke waktu, dengan demikian kami menyarankan untuk melakukan penelitian dengan masalah yang sama dengan melakukan pengukuran Hb A1c sehingga pengukuran kadar glukosa darah lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Alamtsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2. American Diabetes Association. (2005), Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Diabetes Care 2005; 28: S37-S42 3. Asdie, A.H. (2000), Patogenesis dan terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. Edisi 1, Cetakan 1, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 4. Gibson, R.S. (1990), Principle of Nutrition Assasment, New York : Oxford University Press 5. Karyadi, E. (2002). Kiat Mengatasi Penyakit Diabetes, Hiperkolesterolemia, Stroke. Cetakan pertama, PT. Intisari Mediatama, Jakarta 6. Linder, Maria C. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolism, Terjemahan Parakkasi, A. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI Press 7. Merchant A.T., Anand S.S, Kelemen L.E. Vuksan V., Jacobs R.,Davis B., Teo K., Yusuf S., untuk The SHARE dan SHARE-AP Investigators. 2007. Carbohydrate Intake and HDL in a Multiethnic Population. Am J Clin Nutr 85 : 225-30. Download: www.ajcn.org tanggal 4 Mei 2008 8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2002). Konsensus
337 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 2002 9. Shahab, A. (2004). Dasar-dasar Genetik Diabetes Melitus Tipe 2, Protal Informasi Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, Seri : Endokrinologi – Metabolisme 10. Soegondo, S. Sukardji, K. (2002), Sukrosa dan Diabetes Melitus, Cetakan 2, Pusat Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta 11. Sukardji, K. (1999). Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. Cetakan 1, Pusat Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto MangunkusumoFKUI, Jakarta 12. Suminarti, W. Purba, M. Handayani, N.D. Wiyono, P. (2002). Perubahan Berat Badan dan Kadar Gula Darah pada Kelompok Senam Diabetes Persadia Cabang RS DR Sardjito Yogyakarta, Prosiding Kongres Nasional Persagi,Jakarta 13. Suyono, S. (1999). Kecenderungan Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes Melitus. Cetakan 1, Pusat Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta 14. Syahbudin, S. (2002) Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2, Pusat Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto MangunkusumoFKUI, Jakarta 15. Tjokroprawiro, A. (2006). Diabetes Melitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-dasar Terapi, Edisi 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 16. Waspadji, S. Suyono, S. Sukardji, K. Moenarko, M. (2003). Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 17. Waspadji, Sarwono. 2003. Pengkajian Status Gizi, Studi Epidemiologi. Jakarta:FK - UI 18. Winarti, H. Purba, M. Wiyono, P. (2002). Pola Makan Diabetes Melitus Rawat Jalan di RS Dr.Sardjito Yogyakarta, Prosiding Kongres Nasional Persagi,Jakarta
Olga L. Paruntu