ASUPAN AIR DAN STATUS HIDRASI PADA WANITA DEWASA MUDA SAAT PUASA RAMADAN
NISA MAWADATURROHMAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Asupan Air dan Status Hidrasi pada Wanita Dewasa Muda Saat Puasa Ramadan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016
Nisa Mawadaturrohmah NIM I14110049
ABSTRAK NISA MAWADATURROHMAH. Asupan air dan Status Hidrasi pada Wanita Dewasa Muda saat Puasa Ramadan. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan YAYUK FARIDA BALIWATI. Tujuan dari penelitian adalah menganalisis asupan air dan status hidrasi pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa. Penelitian dirancang menggunakan desain cross sectional. Jumlah subjek dalam penelitian sebanyak 50 wanita dewasa muda (20-29 tahun). Penelitian menggunakan data primer dengan cara wawancara dan uji urinalisa laboratorium. Status hidrasi ditetapkan berdasarkan berat jenis urin (dehidrasi ≥1.020 g/mL). Pengumpulan data konsumsi serta gejala dehidrasi dilakukan selama tiga hari dan status hidrasi selama dua hari pada pertengahan Ramadan. Hasil penelitian menunjukan total asupan air pada subjek sebesar 2042.90±452.61 mL/hari dengan tingkat asupan air 91% berdasarkan kebutuhan air metode NRC. Subjek lebih menyukai air putih untuk dikonsumsi sebesar 1209.72±395.78 mL/hari. Subjek yang mengalami dehidrasi sebanyak 48% di siang hari (12.00-13.00 WIB) dan meningkat menjadi 84% di sore hari (16.00-17.00 WIB). Gejala dehidrasi yang dirasakan subjek secara dominan terjadi berupa bibir kering di sore hari (82%). Hasil uji korelasi menunjukan asupan air dan status hidrasi berhubungan negatif signifikan (r= 0.334, p<0.05). Kata kunci: asupan air, dehidrasi, dewasa, puasa Ramadan, status hidrasi
ABSTRACT NISA MAWADATURROHMAH. Water Intake and Hydration Status in Young Adult Women during Fasting-Ramadan. Supervised by HARDINSYAH and YAYUK FARIDA BALIWATI. The objective of this study was to analyze water intake and hydration status in young adult women who were fasting in Ramadan. This study was designed in a cross sectional study. Subjects were 50 young adult women (20-29 years old). This study used primary data obtained by interviewing subjects and analysing the urine in a laboratorial test. The hydration status was determine by urine specific gravity (dehydration ≥1.020 g/mL). The food and beverage intake and dehydration symptoms were collected within three days and the data of hydration status were recorded within two days of the middle of Ramadan. The results showed that the mean of subjects total water intake was as high as 2042.90±452.61 mL/day and water adequacy level based on water needs calculated by NRC formula was as high as 91%. All of the subjects prefer plain water to other beverages consume with the average intake was as high as 1209.72±395.78 mL/day. As many as 48% of subjects were categorized as dehydration at noon (12.00-01.00 pm) and the rate was increased to 84% at afternoon (04.00-05.00 pm). Most of subjects experienced dry-lips during FastingRamadan at noon (82%). This study also concluded that there was a negative correlation between water intake and hydration status (r= -0.334, p<0.05). Keywords: adult, dehydration, fasting-ramadan, hydration status, water intake
ASUPAN AIR DAN STATUS HIDRASI PADA WANITA DEWASA MUDA SAAT PUASA RAMADAN
NISA MAWADATURROHMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Asupan Air dan Status Hidrasi pada Wanita Dewasa Muda saat Puasa Ramadan” dapat diselesaikan. Skripsi ini diususun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Hardinsyah, MS dan Dr Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Dr Ir Budi Setiawan, MS selaku dosen penguji yang telah memberi masukan yang membangun pada seminar dan sidang penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr drh M Rizal Martua Damanik, MRep Sc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasinya selama ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga khususnya Ina Islamiati (Ibu), Alm.Iksanudin (Bapak), dan Dinda Kamilah (Adik) atas dukungan, motivasi, dan doa yang tak hentinya di setiap perjalanan hidup penulis. Terima kasih kepada responden atas kesediaannya berkontribusi dalam penelitian. Terima kasih kepada teman seperjuangan atas bantuan dan semangatnya yaitu Katon Pardipto A., Dian Prawitasari, Hanifah Al Khairiyah, Fitriya Yuli Astanti, Putri Indriani, Karizma Rindu I., Yasmin Nafisah, dan Rahmahdini. Selain itu terima kasih kepada Mineral 48, Tim Sekret Lantai 3 (Ka Teguh, Ka Irul, Angga, Ka Nazhif, Ka Zakia, dan Ka Septian), keluarga BEM FEMA Kabinet Mozaik Toska, Himagizi 2011-2012, IPB Mengajar, BEM TPB Kabinet Madani, WASILAS, IMB, serta lingkaran kecil atas kebersamaan, dukungan, dan bantuannya. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, atas segala doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Nisa Mawadaturrohmah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
3
Kerangka Pemikiran
3
METODE
5
Desain, Tempat, dan Waktu
5
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Prosedur Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Karakteristik Sosial Ekonomi
12
Asupan Air
13
Tingkat Asupan Air
16
Status Hidrasi
17
Hubungan Asupan Air dan Status Hidrasi
20
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengambilan data 2 Jenis variabel, kategori, dan kriteria variabel penelitian 3 Karakteristik sosial ekonomi 4 Total asupan air selama tiga hari saat puasa berdasarkan sumbernya 5 Asupan air dari minuman berdasarkan waktu makan/minum 6 Asupan air dari minuman berdasarkan kelompok minuman 7 Kebutuhan air subjek menurut rumus NRC dan BSA 8 Asupan air dari makanan dan minuman selama tiga hari saat puasa 9 Status hidrasi siang dan sore saat Puasa 10 Asupan air dari makanan/minuman berdasarkan kategori status hidrasi 11 Gejala dehidrasi selama 3 hari saat puasa
6 8 12 13 14 15 16 17 18 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran asupan air dan status hidrasi pada wanita dewasa muda saat puasa Ramadan
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji Spearman antara pendapatan dengan alokasi uang minum 2 Uji Pearson antara kebutuhan air metode NRC dan metode BSA 3 Uji t antara kebutuhan air metode NRC dan metode BSA 4 Uji beda antara asupan air berdasarkan sumbernya menurut hari 5 Uji beda antara asupan air berdasarkan waktu makan/minum 6 Uji beda antara asupan air dari makanan/minuman menurut hari 7 Uji beda Mann-Whitney antara nilai berat jenis urin siang dan sore 8 Uji beda Mann-Whitney antara total asupan air menurut status hidrasi 9 Uji beda asupan air berdasarkan jenis kelompok minuman 10 Uji korelasi antara tingkat asupan air dengan status hidrasi 11 Uji Pearson antara asupan air dengan status hidrasi (berat jenis urin) 12 Urin subjek saat siang dan sore hari puasa Ramadan 13 Urin subjek yang tergolong euhidrasi saat siang hari puasa Ramadan 14 Urin subjek yang tergolong dehidrasi saat siang hari puasa Ramadan 15 Urin subjek yang tergolong euhidrasi saat sore hari puasa Ramadan 16 Urin subjek yang tergolong dehidrasi saat sore hari puasa Ramadan
25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan zat gizi yang penting bagi kehidupan manusia. Air berperan dalam berbagai proses tubuh manusia, seperti metabolisme, pengangkutan sirkulasi, pengendalian suhu tubuh, kontraksi otot, transmisi impuls saraf pengaturan keseimbangan elektrolit, dan proses pembuangan zat tak berguna tubuh (Santoso et al. 2012). Manusia memperoleh air berasal dari tiga sumber yaitu minuman, makanan, dan air metabolik. Air yang dibutuhkan oleh tubuh paling panyak berasal dari luar tubuh. Tubuh dapat kehilangan air dalam kondisi normal sehingga kehilangan air ini perlu digantikan. Kondisi jumlah air yang hilang sama dengan jumlah air yang dipenuhi kembali, dinamakan keseimbangan air (Nelms 2010). Kondisi keseimbangan ini dijaga untuk mengoptimalkan kondisi dan fungsi tubuh. Adakalanya keseimbangan air ini tidak dapat dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan air memasuki tubuh atau pengeluaran air yang terlalu besar. Selain itu faktor sakit mempengaruhi keseimbangan air di dalam tubuh misalnya kerusakan ginjal yang mengakibatkan proses fisiologis terganggu. Salah satu sebab air tidak bisa masuk ke dalam tubuh manusia karena faktor sistem kepercayaan atau religi. Sanjur (1982) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan dan minum dari segi multidimensi adalah religi atau sistem kepercayaan (food belief). Faktor religi atau sistem kepercayaan dapat menjadi faktor utama dalam pemilihan pangan seseorang karena mengikuti norma yang berlaku di dalam lingkungan sekitar (Contento 2011). Menurut Trepanowski dan Bloomer (2010), puasa Ramadan dalam agama Islam mengharuskan penganutnya untuk membatasi konsumsi seluruh jenis makanan dan minuman selama rata-rata 12 jam dalam periode 28-30 hari. Pemenuhan keseimbangan air terutama pada waktu larangan konsumsi makanan dan minuman saat puasa Ramadan menjadi tidak mudah. Hal ini disebabkan air dapat terus keluar dari tubuh setiap saat melalui keringat, pernapasan, feses dan urin. Tubuh tidak mampu memenuhi kekurangan air secara langsung saat puasa. Pengeluaran air dari tubuh yang lebih besar daripada kebutuhannya disebut kurang air atau dehidrasi. Proporsi air tubuh wanita lebih rendah dibanding pria (Ritz et al. 2008). Pada keadaan normal sebesar 60% berat badan laki-laki dewasa mengandung air, sedangkan pada wanita dewasa rata-rata 50% (Nelms 2010). Kondisi kekurangan air tubuh atau dehidrasi akan menimbulkan efek negatif dalam pengambilan keputusan dan kemampuan kognitif sehingga dapat meningkatkan kecelakaan kerja (Gopinathan et al. 1988). Dehidrasi dapat menimbulkan beberapa gejala, seperti rasa haus, kulit kering, detak jantung meningkat, tekanan darah rendah, dan lemah (Rolfes et al. 2009). Penelitian Armstrong dan Lieberman (2010), pria dan wanita dewasa sehat yang mengalami dehidrasi masing-masing 1.5% dan 1.3% dari berat badan dapat mengalami gangguan kognitif dan mood, bahkan pada wanita mengalami kelelahan dan sakit kepala sehingga kesulitan mengerjakan pekerjaan.
2 Dehidrasi merupakan salah satu bagian dari status hidrasi. Status hidrasi merupakan indikator penilaian kecukupan air dalam tubuh. Santoso et al. (2012) merekomendasikan penilaian kecukupan air di tingkat laboratorium menggunakan berat jenis urin (urine specific gravity) sebagai indikator status hidrasi. Menurut penelitian Bossingham et al. (2005), wanita muda berusia 23-46 tahun memiliki berat jenis urin (urine specific gravity) yang lebih tinggi dibanding wanita yang lebih tua berusia 63-81 tahun (p<0.001). Semakin tinggi nilai berat jenis urin, maka akan semakin rentan terkena dehidrasi. Pada kondisi biasa di dua ekologi yang berbeda, penelitian The Indonesian Hydration Regional Study (THIRST) mengungkapkan bahwa 44.5% subjek penelitian dewasa (25-55 tahun) mengalami dehidrasi ringan (Gustam 2012). Pada saat puasa, kejadian bibir kering yang mengindikasikan dehidrasi ringan terjadi pada dewasa sebanyak 27.5% di dataran tinggi dan 39.1% di dataran rendah (Santoso et al. 2012). Penyebab utama bibir kering dalam penelitian tersebut adalah jumlah air yang diminum belum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. European Food Safety Authority (2010) menyatakan total asupan air wanita lebih rendah dibanding pria. Tingkat asupan air wanita dewasa (20-55 tahun) di Indonesia cenderung rendah sebesar 65% menggunakan data Riskesdas 2010 (Fermanda 2011). Estimasi kebutuhan air tubuh biasanya dinyatakan berdasarkan asupan energi (NRC), luas permukaan tubuh (BSA), atau berat badan. Data ilmiah terkait penetapan kebutuhan air tubuh tidak banyak tersedia (Sawka et al. 2005). Begitu pula di Indonesia, belum banyak kajian ilmiah kebutuhan air minum. Asupan air pada wanita dewasa muda (20-29 tahun) perlu mendapat perhatian yang serius karena usia tersebut paling produktif dibanding usia lainnya dalam siklus hidup. Keseimbangan air harus tetap terjaga dalam setiap kondisi termasuk saat puasa. Bila kebutuhan air tidak terpenuhi saat puasa, maka berpotensi mengalami dehidrasi sehingga produktifitas kerja menurun. Puasa secara harfiah berarti menahan diri dari hawa nafsu serta makanan dan minum dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Semakin sore hari menjelang berbuka puasa, kebutuhan tubuh terhadap air semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui asupan air, tingkat asupan air dan status hidrasi siang dan sore hari pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa.
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan asupan air dan status hidrasi pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa. Mengacu pada tujuan umum tersebut maka dijabarkan tujuan khusus yang meliputi : 1. menganalisis asupan air selama tiga hari pertengahan puasa pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa. 2. menganalisis tingkat asupan air pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa. 3. menganalisis gejala dehidrasi selama tiga hari serta status hidrasi siang dan sore hari puasa pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa. 4. menganalisis hubungan antara asupan air dengan status hidrasi pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa.
3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait status hidrasi di kalangan wanita dewasa muda saat menjalani puasa Ramadan. Selain itu juga memberikan rekomendasi kepada masyarakat khususnya wanita dewasa muda dalam mengonsumsi air yang cukup saat puasa. Minum air yang cukup dilakukan agar terhindar dari kondisi dehidrasi sehingga tubuh tetap sehat serta dapat menjalankan aktifitas dan ibadah dengan optimal saat berpuasa.
Kerangka Pemikiran Sanjur (1982) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan dan minum dari segi multidimensi adalah religi atau sistem kepercayaan (food belief). Selama bulan puasa, kesempatan konsumsi makanan dan minuman dibatasi beberapa waktu yaitu pada sahur, buka puasa dan malam (setelah solat tarawih) hari selama 28-30 hari. Sementara pemenuhan kebutuhan zat gizi harus terjaga terutama kebutuhan terhadap air. Kebutuhan air dari tiap individu berbeda tergantung aktifitas fisik yang dilakukan. Metode perhitungan untuk mengestimasi kebutuhan air subjek dapat menggunakan rumus dari The National Research Council (NRC) dan luas permukaan tubuh atau Body Surface Area (BSA). Pemenuhan kebutuhan air dapat dilakukan melalui asupan air. Tubuh memperoleh air dari asupan yang berasal dari air minum, air berasal dari makanan, dan air hasil oksidasi zat makanan (Hardinsyah et al. 2009) sedangkan pengeluaran air dilakukan melalui pernapasan, kulit, ginjal (urin), serta saluran pencernaan (Santoso et al. 2012). Asupan air dipengaruhi oleh karakterisitik sosial ekonomi subjek berupa tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan serta alokasi uang untuk minum. Selain itu wilayah ekologi, suhu tubuh, dan aktifitas fisik mempengaruhi kebutuhan dan pengeluaran air. Semakin tinggi suhu atau semakin rendah kelembaban akan meningkatkan kehilangan air. Suhu tubuh yang tinggi setelah melakukan aktifitas fisik, merangsang pusat rasa haus sehingga keinginan untuk minum tinggi. Suhu tubuh tinggi meningkatkan penguapan kulit melalui keringat. Pada suhu tubuh rendah meningkatkan pengeluaran air melalui urin (Santoso et al. 2012). Asupan air dan kebutuhan air saat bulan Ramadan dapat menentukan tingkat asupan air bagi orang yang menjalankan puasa. Tingkat asupan air dan pengeluaran air dapat membentuk keseimbangan air dalam tubuh. Keseimbangan air perlu dijaga saat bulan Ramadan, apabila terjadi kekurangan air akan berdampak negatif bagi tubuh. Keseimbangan air juga dipengaruhi oleh elektrolit dan hormon antidiuretik (ADH). Elektrolit berupa natrium dan kalium berhubungan dengan sel dalam tubuh yang mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan intrasel. Selain itu hormon ADH berperan dalam mekanisme pengaturan keseimbangan air dan natrium dalam ginjal (Santoso et al. 2012). Keseimbangan air akan berdampak baik pada proses fisiologi tubuh. Sebaliknya ketidakseimbangan air akan berdampak negatif bagi tubuh. Kondisi keseimbangan air dalam tubuh dapat tercermin dalam status hidrasi pada waktu tertentu, salah satunya saat puasa Ramadan. Puasa berarti menahan hawa nafsu
4 serta tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Semakin sore hari, kebutuhan tubuh terhadap air bagi semakin tinggi sehingga kondisi ketidakseimbangan air cenderung dapat terjadi. Status hidrasi adalah suatu keadaan menilai kecukupan air tubuh seseorang yang diukur dengan berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan di tingkat klinis yaitu pengukuran berat jenis urin (urine specific gravity) (Santoso et al. 2012). Pengukuran status hidrasi saat puasa Ramadan dapat dilakukan saat siang dan sore hari karena semakin sore hari, kebutuhan air meningkat. Apabila asupan air tidak mencukupi kebutuhan air yang diperlukan atau pengeluaran air yang berlebih tanpa diimbangi asupan air yang cukup, maka akan menimbulkan kekurangan air yang disebut dehidrasi. Sebaliknya bila asupan air tercukupi akan menciptakan keseimbangan air dalam tubuh disebut euhidrasi (terhidrasi baik). Semakin tinggi nilai berat jenis urin, maka cenderung berisiko dehidrasi. Status hidrasi juga menimbulkan manifestasi status hidrasi. Manifestasi status hidrasi berupa gejala dehidrasi yang dirasakan seseorang apabila kekurangan air dalam tubuh. Gejala dehidrasi berupa rasa haus, pusing, lemas, urin berwarna pekat, volume urin sedikit, dan buang air kecil lebih jarang (Thompson et al. 2008). Berikut kerangka pemikiran penelitian asupan air dan status hidrasi pada wanita dewasa muda saat puasa Ramadan. Wilayah Ekologi
Pendidikan
Suhu Badan
Pekerjaan Pendapatan
Alokasi Uang Minum
Buka
Sahur
Malam
Aktifitas Fisik
Hari & Waktu NRC
Asupan Air
Pengeluaran Air
Kebutuhan Air BSA
Tingkat Asupan Air
Keseimbangan Air
Keterangan : : variabel yang diteliti
Status Hidrasi Ramadan (Berat Jenis Urin)
: variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti
Manifestasi Status Hidrasi
: hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran asupan air dan status hidrasi pada wanita dewasa muda saat puasa Ramadan
5
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu suatu percobaan lapang dengan melakukan pengambilan data paparan dan outcome pada sekali waktu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015-Juli 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Antropometri dan Toilet Wanita lantai 3, Departemen Gizi Masyarakat serta Laboratorium Klinis Prodia Bogor. Pemilihan tempat ini dikarenakan sarana dan prasarana yang memadai serta lokasi yang mudah diakses oleh subjek.
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Penelitian ini menggunakan populasi target yaitu wanita dewasa muda sedangkan populasi terjangkau adalah wanita dewasa muda civitas akademika Institut Pertanian Bogor. Penarikan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi sampel adalah wanita, usia 20-29 tahun, menjalani puasa, berbadan ideal dengan IMT normal yaitu 18-23 kg/m2 (Caterson et al. 2000), bersedia untuk menjadi sampel, berpartisipasi penuh dalam penelitian dengan mengisi pernyataan informed consent, dan berbadan sehat. Kriteria eksklusi sampel adalah sedang mengalami menstruasi serta menderita suatu penyakit seperti diare, ginjal, dan diabetes. Penetapan jumlah sampel minimum dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan proporsi dehidrasi pada dewasa di daerah dataran tinggi sebesar 15.4% (Hardinsyah et al. 2009) sebagai berikut : n ≥ zα2 x p (1 – p)/d2 Keterangan : n = jumlah sampel minimum Zα = nilai z skor pada 1-α/2 dengan tingkat kepercayaan 95% (1.96) p = prevalensi dehidrasi di daerah dataran tinggi yaitu 0.154 atau 15.4% (Hardinsyah et al. 2009) d = perkiraan akurasi (10%)
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah minimum sampel yaitu 50 orang. Mengacu pada beberapa kriteria yang telah ditetapkan maka diperoleh 58 orang. Sebanyak 8 orang subjek mengalami drop out karena mengalami menstruasi dan tidak bersedia mengikuti penelitian secara penuh, sehingga jumlah subjek di akhir penelitian sebanyak 50 orang saat pertengahan bulan Ramadan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan hasil uji urinalisa laboratorium. Data primer meliputi karakteristik subjek, gejala dehidrasi, status hidrasi, serta konsumsi makanan dan
6 minuman. Karakteristik subjek meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, aktifitas olahraga, pendapatan per bulan, dan alokasi minum per bulan. Data gejala dehidrasi meliputi tanda dan gejala dehidrasi yang dirasakan selama tiga hari setiap pukul 16.00-17.00 WIB. Data status hidrasi diperoleh melalui uji urinalisa laboratoium. Data status hidrasi yang digunakan yaitu nilai berat jenis urin (BJU) selama dua hari setiap siang (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB) saat puasa. Data mengenai konsumsi makanan dan minuman diperoleh dengan cara menggunakan menggunakan food recall 3 x 24 jam. Food recall 3 x 24 jam melalui wawancara oleh enumerator. Food recall konsumsi pangan dilakukan selama 3 hari pada bulan puasa yang masing-masing terbagi ke dalam tiga waktu makan yaitu saat berbuka, makan malam (sehabis solat tarawih), dan sahur.
Variabel Karakteristik subjek Konsumsi makanan dan minuman Status hidrasi
Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data Indikator Cara Pengumpulan Data Tingkat pendidikan, jenis Kuesioner pekerjaan, pendapatan per bulan, dan pengeluaran untuk minum Jenis dan jumlah makanan dan Recall 3 x 24 jam minuman yang dikonsumsi a. Gejala dehidrasi selama puasa 3 hari b. Berat Jenis Urin (BJU)
Kuesioner selama 3 hari penelitian diisi pada pukul 16.00-17.00 WIB Pengambilan sampel urin selama dua hari setiap siang (pukul 12.00-13.00 WIB) dan sore hari (pukul 16.00-17.00 WIB)
Prosedur Pengumpulan Data Syarat inklusi subjek dalam penelitian ini yaitu usia 20-29 tahun, IMT (Indeks Massa Tubuh) 18-23 kg/m2, dan berbadan sehat (status kesehatan) dilakukan melalui tahap awal dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri. Pengumpulan data berat badan dilakukan dengan penimbangan langsung menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data keduanya digunakan untuk penilaian IMT. Data lainnnya seperti karakteristik subjek dikumpulkan melalui kuesioner. Data status kesehatan dikumpulkan melalui kuesioner dengan beberapa pertanyaan terkait penyakit dan penilaian subjektif terhadap kondisi tubuh subjek itu sendiri. Bila telah memenuhi syarat inklusi, subjek dihubungi kembali untuk diberi penjelasan terkait prosedur penelitian oleh peneliti. Subjek terpilih yang setuju dengan penjelasan prosedur penelitian, langsung mengisi informed consent sebagai syarat inklusi penelitian.
7 Selanjutnya dilakukan pengumpulan data konsumsi pangan, gejala dehidrasi, dan status hidrasi. Pengumpulan data konsumsi makanan dan minuman dilakukan melalui proses wawancara subjek secara langsung. Data konsumsi makanan dan minuman subjek dikumpulkan dengan menggunakan metode food recall 3 x 24 jam selama tiga hari saat pertengahan puasa oleh enumerator. Subjek membawa gelas yang biasa digunakan untuk minum. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi volume air yang diminum subjek di rumah/kost. Enumerator juga menggunakan food model sebagai alat bantu dalam mengestimasi berat makanan yang dikonsumsi oleh subjek. Selain itu pengumpulan data gejala dehidrasi melalui kuesioner pada sore hari pukul 16.00-17.00 WIB selama tiga hari pada pertengahan puasa. Kuesioner berisi sepuluh tanda/gejala dehidrasi yaitu haus, pusing, lelah, kulit kering, bibir kering, denyut jantung meningkat, dan demam (Thompson et al. 2008). Subjek menandai satu atau lebih gejala dehidrasi yang dirasakan saat sore hari. Data status hidrasi dikumpulkan melalui sampel urin. Pengambilan sampel urin dilakukan selama dua hari masing-masing saat siang hari (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Pengambilan sampel urin pada waktu tersebut berdasarkan asumsi peneliti ketika berpuasa kebutuhan air terus meningkat dari siang hingga sore hari sehingga perlu diketahui status hidrasi masing-masing waktu. Sampel urin diambil menggunakan botol kaca bening bertutup. Urin yang dijadikan sampel merupakan urin pertengahan (mid-term) dengan batas minimal volume 25-30 mL. Setelah itu botol kaca ditutup rapat agar urin tidak tumpah dan tidak menguap. Peneliti memberikan kode pada botol kaca urin dengan format yaitu nomor subjek, nama subjek, dan waktu pengambilan urin. Botol urin diletakan pada cool box disertai dengan blue ice (es batu) sehingga sampel urin terjaga pada suhu dingin. Penyimpanan sampel urin di dalam cool box memiliki batas maksimal dua jam dari waktu pengumpulan hingga uji urinalisis laboratorium. Sampel urin yang telah terkumpul didistribusikan menggunakan kendaraan bermotor ke Laboratorium Klinis Prodia dengan durasi 30-45 menit. Sampel urin diverifikasi oleh laboran terkait volume minimal dan sampel yang lolos segera dianalisis. Sampel dianalisis menggunakan alat COBAS U411. Hasil data uji urinalisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berat jenis urin (urine specific gravity) sebagai data status hidrasi masing-masing subjek.
Pengolahan dan Analisis Data Data primer diolah secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS 16.0 for Windows. Pengolahan data secara deskriptif meliputi data karakteristik subjek (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan per bulan, dan alokasi uang minum), gejala dehidrasi, status hidrasi, serta konsumsi makanan dan minuman. Selain itu pengolahan data menggunakan analisa inferensia. Analisa inferensia meliputi uji normalitas Shapiro-Wilk, uji beda dan uji korelasi. Uji beda Kruskal-Wallis digunakan untuk variabel numerik lebih dari 2 kelompok dengan sebaran data tidak normal sedangkan uji beda Mann-Whitney untuk variabel numerik 2 kelompok dengan sebaran data tidak normal. Uji beda Kruskal-Wallis untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan asupan air
8 berdasarkan sumbernya selama tiga hari puasa, asupan air dari makanan minuman selama tiga hari puasa, asupan air berdasarkan waktu makan/ minum selama tiga hari puasa, dan asupan air berdasarkan jenis kelompok minuman. Uji beda MannWhitney untuk menganalisis ada tidaknya perbedaaan nilai berat jenis urin siang dan sore serta asupan air berdasarkan kategori status hidrasi. Selain itu digunakan uji Chi Square untuk variabel kategorik tidak berpasangan. Uji Chi Square untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan antara gejala dehidrasi saat sore hari selama tiga hari pertengahan Ramadan. Uji korelasi yang digunakan adalah Pearson dengan data terdistribusi normal untuk menguji hubungan antara variabel asupan cairan terhadap status hidrasi, hubungan kebutuhan air metode NRC dan metode BSA, serta hubungan tingkat asupan air dengan berat jenis urin. Pada data sebaran tidak normal digunakan uji korelasi Spearman untuk menguji hubungan antara pendapatan dengan alokasi uang minum. Jenis variabel yang diteliti serta pengategoriannya disajikan dalam Tabel 2.
No. 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Tabel 2 Jenis variabel, kategori, dan kriteria variabel penelitian Jenis Variabel Kategori Pendidikan 1. Tidak sekolah- SD/sederajat 2. SMP/sederajat-SMA/sederajat 3. Perguruan Tinggi Jenis pekerjaan 1. Mahasiswa 2. Karyawan 3. Guru Pendapatan per kapita 1.
Rp291 475 Alokasi uang minum 1. < Rp163 000 (Interval) 2. Rp163 000-Rp326 000 3. > Rp326 000 Tingkat kecukupan air 1. Defisit berat: < 70% (Depkes 2003) 2. Defisit sedang: 70 – 79% 3. Defisit ringan: 80 – 89% 4. Normal: 90 – 119% 5. Kelebihan: ≥ 120% Status hidrasi 1. BJU <1.020 (Casa et al. 2000) 2. BJU ≥1.020
Kebutuhan air dihitung dengan rekomendasi dari The National Research Council (NRC) dan luas permukaan tubuh atau Body Surface Area (BSA). Perhitungan kebutuhan air berdasarkan NRC diacu dalam Sawka et al. (2005) yaitu 1 mL/kkal untuk dewasa sedangakan berdasarkan BSA dihitung dari modifikasi rumus Mosteller (1987). Berikut merupakan perhitungan kebutuhan air berdasarkan luas permukaan tubuh/ Body Surface Area (BSA) bagi orang dewasa yaitu :
9 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚) 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
BSA (m2) = √
36
Kebutuhan Air (m) = 1500 mL/ m2 x Luas permukaan tubuh Kebutuhan energi dihitung berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan energi dari Institute of Medicine (IOM) tahun 2002 dalam Mahan dan Escott-Stump (2008) yang didasarkan pada Oxford Equation. Kebutuhan energi individu pada penelitian ini diperoleh dengan menghitung kebutuhan energi sesuai berat badan dan tinggi badan aktual berdasarkan Total Energy Expenditure (TEE) yang dikoreksi dengan PAL dan Thermic Effect of Food (TEF). TEF adalah peningkatan pengeluaran energi yang berhubungan dengan asupan air pangan. Besarnya nilai TEF dihitung dari total pengeluaran energi yaitu sebesar 10% dari TEE (Mahan & Escott-Stump 2008). Berikut ini merupakan rumus persamaan perhitungan kebutuhan energi dari Institute of Medicine (IOM) tahun 2002. EER = TEE EER = 354 - (6.91 x U) + PAL x (9.36 x BB + 726 x TB) Kebutuhan energi (kkal) = EER + 10% TEE Keterangan: EER : estimasi kebutuhan energi (kkal) TEE : total pengeluaran energi (kkal) PAL : koefisien aktivitas fisik (1.12) U : umur (tahun), BB : berat badan aktual (kg), TB : tinggi badan (m) Asupan air diinterpretasikan melalui food recall 3 x 24 jam. Food recall 3 x 24 jam merupakan data konsumsi pangan yang meliputi asupan air yang berasal dari minuman, makanan, dan metabolik. Data asupan air dikelompokan menjadi empat kategori berdasarkan sumbernya, yaitu minuman air putih, minuman lainnya (berwarna dan berasa), air dalam makanan, dan air metabolik. Air dari minuman selain air putih dihitung dengan koreksi berat padatan zat gizi yang dikandungnya. Contoh perhitungan air dalam minuman, misalnya untuk segelas minuman kemasan yaitu sari buah jeruk dengan volume 360 mL yang mengandung 37 gram gula (karbohidrat) maka jumlah airnya adalah 360 mL – 37 gram = 323 mL dengan asumsi berat jenis minuman = 1 gr/mL. Asupan air yang berasal dari makanan dikonversikan ke dalam kandungan air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Konversi ini dihitung dengan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut. KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan : KGij = kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
10 Tidak semua air yang dikonsumsi berasal dari makanan atau minuman namun sebagian asupan air tubuh dapat diperoleh dari hasil metabolisme zat gizi pangan yang dikonsumsi (air metabolik). Muchtadi et al. (1993) menyebutkan bahwa jumlah air yang dihasilkan dari metabolisme pemecahan lemak, protein dan karbohidrat per 100 gram adalah 107 mL, 41 mL, dan 55 mL, sehingga dapat diformulasikan ke dalam rumus perhitungan per gram zat gizi, sebagai berikut: Volume air metabolik (mL) = (1,07 x gram lemak)+ (0,41 x gram protein) + (0,55 x gram karbohidrat) Adapun rumus untuk menghitung total asupan air sebagai berikut: Total asupan air (mL) = A+B+C+D Keterangan: A : Volume minuman air putih B : Volume minuman lainnya (bewarna dan berasa) C : Volume air dalam makanan D : Volume air hasil metabolik Tingkat asupan air merupakan asupan air dibagi dengan kebutuhan air sehingga dapat dilakukan penilaian tingkat asupan air terhadap kebutuhan. Rumus yang digunakan adalah: Tingkat Asupan Air =
Asupan Air x 100 % Kebutuhan Air
Tingkat Asupan Air dikategorikan mengacu pada cut off point tingkat kecukupan energi Depkes (2003) yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%) dan cukup (90-119%) serta kelebihan (>120%). Tingkat asupan air pada penelitian ini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tingkat asupan air defisit (<90%) dan tingkat asupan cukup atau lebih (>90%). Status hidrasi seseorang dapat ditentukan melalui berat jenis urin. Berat jenis urin (BJU) diasumsikan sama dengan menimbang volume urin selama 24 jam. Berat jenis urin memiliki pengertian yaitu kepadatan (massa per volume) dari sampel urin yang diukur dengan menggunakan alat COBAS U411 dengan metode reflectance photometry. Metode berat jenis urin merupakan metode yang dapat menilai status hidrasi karena sensitif terhadap perubahan status hidrasi akut dan kronik. Pada penelitian ini status hidrasi melalui pengukuran berat jenis urin dikategorikan menjadi euhidrasi dengan BJU <1.020 g/mL dan dehidrasi dengan BJU ≥1.020 g/mL (Casa et al. 2000). Dehidrasi yang dimaksud dalam penelitian ini merangkap tiga kategori dehidrasi yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat (Casa et al. 2000).
11 Definisi Operasional Alokasi uang minum adalah jumlah uang yang diperuntukan memperoleh minuman (air putih dan minuman lain) tiap bulan dari pendapatan subjek. Asupan air adalah jumlah air yang masuk ke dalam tubuh seseorang yang berasal dari air putih, minuman selain air putih, air dari makanan dan air metabolik dihitung melalui food recall 3 x 24 jam pada pertengahan puasa. Dehidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan cairan tubuh yang mengarah pada kekurangan air pada subjek yang ditandai dengan nilai berat jenis urin (BJU) >1.020 g/mL saat siang dan sore selama tiga hari pertengahan puasa Ramadan. Dewasa Muda adalah subjek wanita dewasa berusia 20-29 tahun yang memenuhi syarat inklusi dalam penelitian. Food Recall 3 x 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan pengumpulan data konsumsi makanan dan minuman dengan tujuan mengetahui asupan air dari makanan dan minuman serta gambaran tingkat kecukupan asupan air tiap subjek selama tiga hari pertengahan bulan Puasa. Gejala Dehidrasi adalah tanda yang dirasakan subjek apabila kekurangan air saat sore selama tiga hari pada pertengahan puasa berupa haus, pusing, lemas/lelah, kulit kering, bibir kering, jantung berdebar, tubuh terasa panas, urin berwarna kuning coklat/ coklat, volume urin relatif sedikit, dan buar air kecil lebih jarang. Kebutuhan Air adalah total jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh dalam sehari yang dinyatakan dalam satuan mililiter (mL) dengan menggunakan dua metode yaitu metode dari The National Research Council (NRC) dan luas permukaan tubuh atau Body Surface Area (BSA). Keseimbangan Air adalah kondisi subjek di mana volume asupan air sama dengan keluaran air di dalam tubuh yang dapat diukur dengan status hidrasi menggunakan metode berat jenis urin (BJU). Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki subjek dari hasil bekerja atau uang saku tiap bulan yang digunakan untuk biaya kebutuhan sehari-sehari. Puasa Ramadan adalah ibadah yang dilakukan oleh penganut agama islam dengan menahan hawa nafsu serta tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Status Hidrasi adalah suatu kondisi yang menggambarkan jumlah air dalam tubuh seseorang yang dapat diketahui dengan cara pemeriksaan berat jenis urin, di mana pengambilan urin dilakukan saat siang (12.00-13.00 WIB) dan sore (16.00-17.00 WIB) selama dua hari pada pertengahan Puasa Ramadan. Subjek adalah wanita dewasa muda dengan kriteria inklusi berusia 20-29 tahun, menjalani puasa, berbadan ideal (IMT normal yaitu 18-23 kg/m2), bersedia untuk menjadi sampel, berpartisipasi penuh dalam penelitian dengan mengisi pernyataan informed consent, dan berbadan sehat.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang dianalisis meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan per bulan, dan alokasi uang minum. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 wanita yang berpuasa. Rata-rata usia subjek adalah 22±1.44 tahun. Menurut Sutardjo (2011) dalam Almatsier (2011), rentang usia subjek dalam penelitian ini tergolong ke dalam dewasa muda (20-29 tahun). Karakteristik sosial ekonomi dari hasil penelitian disajikan dalam Tabel 3. Tingkat pendidikan terakhir subjek secara keseluruhan, yaitu SMA/Sederajat (Tabel 3). Berdasarkan Rifai dan Gulat (2003), tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku, baik dalam hal produksi hingga konsumsi pangan seseorang. Hampir sebagian subjek masih belum bekerja dengan status mahasiswa aktif di Institut Pertanian Bogor (Tabel 3). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang cenderung memiliki pola pikir dan pengaturan konsumsi pangan yang lebih baik. Tabel 3 Karakteristik sosial ekonomi Karakteristik sosial ekonomi Tingkat Pendidikan, n (%) Tidak Sekolah- SD/ sederajat SMP/ sederajat- SMA/ sederajat Perguruan Tinggi Total Pekerjaan, n (%) Mahasiswa Karyawan Guru Total Pendapatan, Rp/kapita/bulan, n(%) Rp291 475 Total Alokasi untuk Minum, n(%) <163 000 163 000-326 000 >326 000 Total
Nilai 0 (0.0) 36 (72.0) 14 (28.0) 50 (100.0) 47 (94.0) 1 (2.0) 2 (4.0) 50 (100.0) 0 (0.0) 50 (100.0) 50 (100.0) 39 (78.0) 10 (20.0) 1 (2.0) 50 (100.0)
Rata-rata pendapatan/kapita/bulan subjek sebesar Rp864 000±396 160 (minimal Rp500 000 - maksimal Rp3 000 000). Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat seluruh subjek tergolong ke dalam tidak miskin (BPS 2014). Alokasi uang minum menentukan daya beli subjek terhadap air minum baik air putih maupun minuman lainnya tiap bulan. Alokasi untuk minum diperoleh dari pendapatan/kapita/bulan dengan rata-rata yaitu sebesar Rp125 920±84 899
13 (minimal Rp10 000-maksimal Rp500 000). Persentase rata-rata alokasi air minum per bulan sebesar 14.57% dari rata-rata pendapatan per kapita per bulan. Hasil korelasi menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah pendapatan subjek dengan alokasi uang minum (p<0.05). Semakin tinggi pendapatan subjek maka semakin tinggi pula alokasi uang minum. Berg dalam Sanjur (1982) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan meningkatkan pula alokasi uang untuk pangan (makanan dan minuman). Berbeda dengan Drewnowski dan Hann (1999), jumlah uang yang dimiliki tidak selalu berpengaruh terhadap jumlah dan jenis makanan/minuman yang dikonsumsi seseorang. Pendapatan sebagai determinan utama dalam kualitas konsumsi pangan seseorang (Sanjur 1982). Subjek yang memiliki pendapatan tinggi cenderung bisa mengakses lebih banyak minuman baik air putih atau minuman lain dibanding dengan subjek yang pendapatannya terbatas.
Asupan Air Subjek memiliki kepatuhan yang baik untuk menjalankan sahur sebelum berpuasa (96.67%). Total asupan air diperoleh dari air putih, air minuman lainnya, air dari makanan dan air metabolik. Sesuai dengan Manz dan Wentz (2005) yang menyatakan bahwa asupan air merupakan total asupan yang diperoleh dari makanan dan minuman serta air metabolik. Tabel 4 Total asupan air selama tiga hari saat puasa berdasarkan sumbernya Sumber Hari I Hari II Hari III Total mL (%) mL (%) mL (%) mL (%) a a a Air putih 1188.60±536.35 1278.20±483.18 1163.40±530.54 1209.72±395.78 (59.20) (58.32) (59.91) (59.43) Minuman 319.60±323.28 a 267.54±244.92 a 265.56±231.05 a 284.10±202.69 lainnya* (15.68) (12.54) (13.57) (13.90) a a a Air 357.76±193.85 407.31±309.12 352.01±177.83 373.26±135.14 makanan (17.55) (19.09) (17.98) (18.27) a a a Air 172.32±76.26 180.62±66.94 176.83±77.46 176.45±52.32 metabolik (8.45) (8.46) (9.02) (8.63) Total 2038.24±655.29 2133.50±606.43 1956.94±526.25 2042.90±452.61 (100.00) (100.00) (100.00) (100.00) mL (%) Ket : * minuman bewarna dan berasa (selain air putih). **Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
Tidak ada perbedaan yang nyata asupan air dari empat sumber yaitu air putih, minuman lainnya, air dari makanan, dan air metabolik (p>0.05). Peneliti berasumsi bahwa data asupan air selama tiga hari pada pertengahan bulan puasa telah menggambarkan asupan minum subjek selama Ramadan. Total asupan air pada wanita dewasa muda yang menjalankan puasa (Tabel 5) sejalan dengan pernyataan European Food Safety Authority (2010) yang menyebutkan bahwa
14 total asupan air pada wanita dewasa berkisar antara 1900-2400 mL/hari. Berbeda dengan penelitian Fermanda (2011) menggunakan data Riskesdas 2010 di mana asupan air pada wanita dewasa lebih rendah dibanding hasil penelitian ini yaitu sebesar 1532.60±554.50 mL. Fermanda (2011) menduga data yang digunakan underestimate karena ketidaksempurnaan saat pengumpulan data Riskesdas 2010 atau rendahnya asupan makan dan minum masyarakat Indonesia khususnya wanita dewasa. Total asupan air pada wanita dewasa muda selama puasa Ramadan (Tabel 5) terbagi ke dalam 59% asupan air putih, 14% asupan air dari minuman lainnya, 18% asupan air dari makanan dan 8% air metabolik. Bila dilihat kontribusi air putih dan minuman lain sebesar 73.10% sedangkan kontribusi air makanan dan air metabolik sebesar 26.90%. Hal ini sejalan dengan kajian asupan air pada populasi dewasa di Amerika Serikat dengan kontribusi air putih dan minuman lainnya sebesar 72% sedangkan air makanan dan metabolik sebesar 28% (Santoso et al. 2012). Penelitian Manz dan Wentz (2005) menyebutkan bahwa pada dewasa sekitar 80% total asupan air diperoleh dari minuman sementara 10-20% dari makanan. Astuty et al. dalam Kemenkes RI (2014) menjelaskan bahwa air yang dihasilkan melalui proses metabolisme di dalam tubuh jumlahnya sangat sedikit sekitar 10% dari kecukupan air. Asupan air dari minuman yaitu air putih dan minuman lainnya dianalisa berdasarkan waktu konsumsi saat Ramadan yaitu saat sahur, berbuka, dan malam (sehabis solat tarawih). Penelitian Armstrong et al. (2012b) dengan subjek wanita dewasa mengonsumsi air putih dan minuman lainnya sebesar 1300-1831 mL/ per hari. Rata-rata asupan air dari minuman berdasarkan waktu makan/minum saat puasa dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5 Asupan air dari minuman (air putih dan minuman lainnya) berdasarkan waktu makan/minum saat puasa Waktu Hari 1 Hari 2 Hari 3 Total mL (%) mL (%) mL (%) mL (%) a a a Sahur 549.50±291.42 598.80±263.50 610.28±307.18 585.86±218.06 mL (%) (36.00) (38.60) (42.60) (39.00) a a a Buka 530.66±246.11 555.40±309.36 579.76±313.72 555.16±188.04 Puasa (35.18) (35.80) (39.40) (37.00) mL (%) Malam 434.60±359.00a 396.56±327.99a 263.26±298.62b 364.50±248.90 mL (%) (28.82) (25.60) (18.00) (24.00) Total 1508.24±555.59 1554.50±457.36 1428.96±492.82 1497.06±394.11 mL(%) (100.00) (100.00) (100.00) (100.00) Ket : *Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada asupan air saat sahur dan berbuka (p>0.05). Berbeda dengan asupan air saat malam hari, terdapat perbedaan signifikan asupan air malam pada hari ketiga dibanding hari pertama dan kedua (p<0.05). Hal ini diduga karena pada hari ketiga, subjek cenderung banyak mengonsumsi air putih dan minuman lainnya saat sahur dan berbuka dibanding malam hari (Tabel 6). Riawanti (2009) menyatakan bahwa orang yang berpuasa
15 perlu mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan pembagian makan/minum 50% buka puasa, 10% saat malam setelah tarawih, dan 40% pada waktu sahur. Berbeda dengan hasil penelitian ini, kontribusi asupan air tertinggi pada waktu sahur (Tabel 6). Subjek merasa perlu mengonsumsi air yang cukup saat sahur agar terhindar dari rasa haus saat berpuasa. Menurut Hardinsyah (2011), secara fisiologis saat berpuasa Ramadan seseorang mengistirahatkan organ pencernaan selama jangka waktu tertentu. Sel dan jaringan tubuh juga memperoleh kesempatan untuk melakukan metabolisme toksin dan membuang zat tidak berguna dari tubuh. Toksin terbentuk dari ketidakseimbangan metabolisme yang terjadi karena jumlah sel-sel tua lebih banyak daripada jumlah sel-sel baru. Puasa akan mempercepat proses detoksifikasi sekaligus melancarkan proses regenerasi atau pembentukan sel-sel baru. Proses detoksifikasi lebih optimal karena metabolisme pengeluaran toksin berlangsung setiap saat dan tubuh dapat fokus untuk melakukan proses pembersihan dengan cara menetralkan dan mengeluarkan toksin. Makan sahur yang cukup diimbangi dengan minum yang cukup dapat membuat proses detoksifikasi selama berpuasa semakin efektif. Selain itu, asupan air dari minuman dianalisa berdasarkan kelompok minuman (Tabel 7). Kelompok minuman yang dominan dikonsumsi saat puasa adalah air putih dari total asupan air dari minuman per hari (Tabel 7). Tabel 6 Asupan air dari minuman (air putih dan minuman lainnya) berdasarkan kelompok minuman Kelompok Hari I Hari II Hari III Total Minuman mL (%) mL (%) mL (%) mL (%) a a a Air Putih 1188.60±536.35 1278.20±483.18 1163.40±530.54 1209.70±395.78 (78.81) (82.30) (81.42) (80.81) a a b Teh/ 107.78±235.81 37.78±96.35 20.68±84.38 55.24±94.12 Kopi (7.15) (2.50) (1.45) (3.69) a a a Susu dan 65.06±107.85 95.48±154.26 74.98±116.60 78.28±96.78 olahan (4.32) (6.20) (5.25) (5.23) Sirup 12.72±61.11a 16.36±52.63a 27.44±100.42a 18.78±40.07 (0.84) (1.06) (1.92) (1.30) Jus/Sari 30.36±82.27a 23.26±63.68a 36.18±81.04a 29.84±43.76 Buah (2.01) (1.50) (2.53) (1.99) Minuman 0.44±3.11a 0.00±0.00a 2.02±14.28a 0.80±4.75 Bersoda (0.03) (0.00) (0.14) (0.06) Aneka es 90.64±181.84a 75.26±169.41a 95.86±170.57a 87.14±144.21 (es buah/ (6.01) (4.90) (6.71) (5.90) campur/ kelapa) Minuman 12.52±55.70a 19.34±69.78a 8.30±41.44a 15.32±33.15 lainnya (0.83) (1.54) (0.59) (1.02) Total mL 1508.24±555.59 1554.50±457.36 1428.96±492.82 1497.06±394.11 (%) (100.00) (100.00) (100.00) (100.00) Ket : *Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
16 Penelitian Armstrong et al. (2012b) memaparkan bahwa air putih (45.3%-47.9% dari total asupan air) merupakan minuman dengan volume terbesar yang dikonsumsi pada 32 orang wanita muda. Penelitian THIRST di Indonesia menyebutkan juga sebesar 71.3% orang dewasa lebih menyukai air putih sebagai minuman utama setiap hari (Hardinsyah et al. 2009). Setelah air putih, diikuti minuman aneka es, susu dan olahannya, serta teh/kopi banyak dikonsumsi oleh subjek (Tabel 6). Perrier et al. (2013) juga menyebutkan air putih merupakan asupan air dengan kontribusi terbesar (61±27%) dan diikuti jenis minuman lainnya yaitu minuman hangat (14±19%) serta minuman manis (12±19%). Subjek dalam penelitian diduga menyukai air putih dengan alasan karena mudah didapat, tidak mahal, minuman yang menyehatkan dan lingkungan sosial mendorong untuk konsumsi air cukup serta air mengandung 0 kkal. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna total asupan air setiap jenis kelompok minuman (p<0.05) kecuali pada jenis minuman teh/kopi (p>0.05). Peneliti menduga subjek belum mematuhi syarat pengambilan urin yang ditetapkan pihak Laboratorium yaitu tidak minum teh/kopi. Pihak laboratorium beralasan bahwa konsumsi teh/kopi akan mempengaruhi warna urin. Peneliti berasumsi warna urin bukan variabel penelitian sehingga masih membolehkan subjek untuk mengonsumsi teh/kopi pada hari berikutnya. Hal ini menjadi kekurangan penelitian karena peneliti belum bisa mengontrol jenis minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi dalam protokol penelitian sehingga masih ada subjek yang mengonsumsi teh/kopi. Kondisi ini menyebabkan jumlah asupan air dari teh/kopi hari pertama lebih besar dibanding hari lainnya (Tabel 6). Tingkat Asupan Air Tingkat asupan air pada wanita dewasa muda dihitung berdasarkan asupan air per kebutuhan air. Perhitungan estimasi kebutuhan air menggunakan dua rumus yaitu rumus The National Research Council (NRC), perhitungan 1 mL/kkal untuk dewasa (Sawka et al. 2005) dan rumus luas permukaan tubuh (BSA) dihitung dengan modifikasi rumus Mosteller (1987). Hasil penelitian ini nilai estimasi kebutuhan air metode BSA lebih besar dari nilai estimasi kebutuhan air metode NRC (Tabel 7). Analisis statistik menunujukan terdapat korelasi positif dan perbedaan yang nyata kebutuhan air antara metode NRC dan metode BSA (r= 0.98, p<0.05). Besarnya kebutuhan air dipengaruhi oleh akifitas fisik, umur, berat badan, iklim/suhu (ekologi) serta asupan air yang akan berpengaruh terhadap jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi (Hardinsyah et al. 2009). Menurut DACH (2008) merekomendasikan total asupan air untuk orang dewasa sebesar 22003700 mL/hari. Berikut estimasi kebutuhan air menurut rumus NRC dan BSA. Tabel 7 Kebutuhan air subjek menurut rumus NRC dan BSA Metode Kebutuhan Air mean±SD (mL) The National Research Council (NRC) 2034.34 ± 94.77 Body Surface Area (BSA) 2191.80 ±134.51 Asupan air dari air putih dan minuman lainnya serta asupan air dari makanan dianalisis menjadi asupan air yang berasal dari makanan dan minuman.
17 Berdasarkan tabel 8, total asupan air dari makanan dan minuman pada wanita dewasa muda sebesar 1866.52±441.45 mL/hari. Asupan air yang berasal dari air putih, minuman lainnya, dan makanan selama tiga hari saat puasa tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05). Tingkat asupan air berdasarkan metode NRC pada wanita dewasa muda tergolong ke dalam cukup atau berlebih (Tabel 8). Berbeda dengan tingkat asupan air berdasarkan metode BSA pada wanita dewasa muda tergolong ke dalam kategori defisit (Tabel 8). Terdapat hubungan yang nyata berkorelasi negatif antara status hidrasi (berat jenis urin) dengan tingkat kecukupan air berdasarkan rumus NRC (r= 0.360; p=0.010). Selain itu, terdapat hubungan yang nyata berkorelasi negatif antara status hidrasi (berat jenis urin) dengan tingkat kecukupan air berdasarkan rumus BSA (r= -0.347; p=0.014). Hasil uji korelasi Pearson pada kedua tingkat asupan air terhadap status hidrasi menghasilkan hubungan negatif yang memiliki korelasi lemah. Berikut tingkat asupan air selama pertengahan puasa Ramadan. Tabel 8 Asupan air dari makanan dan minuman selama tiga hari saat puasa Sumber Air putih Minuman lainnya* Air makanan Total Tingkat Asupan (NRC) Tingkat Asupan (BSA)
Hari I mL (%) 1188.60±536.35a (63.70) 319.60±323.28a (17.13) 357.76±193.8a (19.17) 1865.96±627.89 a (100.00) 91.06±29.99
Hari II mL (%) 1278.20±483.18a (65.45) 267.54±244.92a (13.70) 407.31±309.12a (20.85) 1952.92±585.57 a (100.00) 95.50±28.38
Hari III mL (%) 1163.40±530.54a (65.33) 265.56±231.05a (14.90) 352.01±177.83a (19.77) 1780.86±519.86 a (100.00) 87.02±25.01
Total mL (%) 1209.72±395.78 (64.80) 284.10±202.69 (15.20) 373.26±135.14 (20.00) 1866.52±441.45 (100.00) 91.24±21.04
84.62±28.13
88.84±26.80
80.76±23.17
84.72±19.78
Ket : * minuman bewarna dan berasa (selain air putih). **Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian Nugraheni (2015), terdapat hubungan yang nyata antara status hidrasi (metode warna urin) dengan tingkat kecukupan air berdasarkan rumus NRC pada mahasiswa TPB IPB (r= 0.240; p=0.018). Hasil penelitian Gustam (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat asupan air dan status dehidrasi pada remaja (r= 0.084; p=0.038). Perhitungan kebutuhan air dalam penelitian tersebut menggunakan rumus NRC.
Status Hidrasi Status hidrasi dilakukan melalui penilaian berat jenis urin (Urine Spesific Gravity) dengan satuan g/mL di tingkat laboratorium. Santoso et al. (2012)
18 menyebutkan bahwa metode berat jenis urin merupakan salah satu dari lima metode yang sering digunakan dalam pengukuran status hidrasi pada dewasa. Status hidrasi diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu euhidrasi (terhidrasi baik) dan dehidrasi. Status hidrasi subjek diukur pada siang dan sore selama dua hari pada pertengahan puasa Tabel 9. Nilai rata-rata berat jenis urin selama puasa sebesar 1.02012±0.003 g/mL terbagi ke dalam nilai berat jenis urin siang dan sore masing-masing sebesar 1.018±0.003 g/mL serta 1.021±0.003 g/mL. Terdapat perbedaan signifikan nilai berat jenis urin berdasarkan waktu siang dan sore hari (p<0.05). Subjek pada siang hari dominan mengalami terhidrasi baik namun saat sore hari banyak yang mengalami dehidrasi (Tabel 9). Subjek yang terhidrasi saat siang hari terus meningkat hingga sore hari (Tabel 9). Selain itu Karli et al. (2007) dalam penelitiannya dengan subjek atlet dewasa muda menyebutkan terdapat pebedaan nyata nilai berat jenis urin sore hari saat Ramadan. Pada penelitian tersebut, nilai berat jenis urin lebih tinggi saat puasa dibandingkan setelah bulan Ramadan. Ramadan et al. (1999) melaporkan bahwa pada subjek sedenter selama Ramadan rentan terkena dehidrasi dilihat dari penurunan massa tubuh sebesar 1.3%. Tabel 9 Status hidrasi siang dan sore saat Puasa Kategori Status Hidrasi Siang Hari Sore Hari n (%) n (%) Euhidrasi 26 (52.0) 8 (16.0) Dehidrasi 24 (48.0) 42 (84.0) Total 50 (100.0) 50 (100.0) Asupan air dari luar tubuh berasal dari air makanan dan minuman. Status hidrasi subjek diketahui selama dua hari penelitian pada waktu siang dan sore hari. Perrier et al. (2012) menyebutkan kelompok yang tergolong sedikit minum memiliki nilai berat jenis urin lebih tinggi dibanding kelompok yang tergolong banyak minum. Berikut merupakan asupan air dari makanan dan minuman berdasarkan kategori status hidrasi pada subjek (Tabel 10). Tabel 10 Asupan air dari makanan/minuman berdasarkan kategori status hidrasi
Euhidrasi
Hari II Siang (mL) Sore (mL) 2163±526.03 2523±490.73
Hari III Siang (mL) Sore (mL) 2113±432.15 2297±496.63
Dehidrasi
1962±384.83
1991±467.53
Status Hidrasi
2001±429.76
2008±440.99
Total (mL) 2274±486.3a 1990±430.7b
Ket : **Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
Terdapat perbedaan signifikan antara asupan air subjek yang terhidrasi baik (euhidrasi) dengan subjek yang dehidrasi (p<0.05). Total asupan air pada subjek yang terhidrasi baik lebih tinggi dibanding total asupan air pada subjek yang mengalami dehidrasi (Tabel 10). Hasil penelitian ini sejalan dengan D-A-CH (2008) total asupan air yang rekomendasikan untuk orang dewasa berkisar 2200-
19 3700 mL/hari. Penelitian Armstrong et al. (2012b), menggunakan subjek wanita dewasa menyebutkan bahwa subjek yang terhidrasi baik (euhidrasi) memiliki total asupan air sebesar 2109-2506 mL/hari. Kebijakan dan program tentang anjuran minum air terus berkembang di Indonesia. Hasil tabel di atas menganalisis asupan air dari makanan, minuman,dan air metabolik berbeda dengan anjuran yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang konsumsi air minum yang cukup berasal dari air minuman saja. Kementrian Kesehatan RI (2014) dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), disarankan untuk megonsumsi air sebesar 2000 mL/hari atau 8 gelas per hari untuk menjaga kesehatan tubuh serta mengoptimalkan kemampuan fisik. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi direkomendasikan tentang kebutuhan minum bagi orang Indonesia yaitu 800 mL sampai 2800 mL per hari, tergantung pada umur, jenis kelamin, aktivitas, dan suhu lingkungan. Kementrian Kesehatan RI (2014) menyebutkan bahwa angka kecukupan air untuk wanita dewasa muda (19-29 tahun) sebesar 2300 mL/hari. Gejala Dehidrasi Menurut Hardinsyah (2011), tingkat dehidrasi terbagi menjadi tiga, yaitu kekurangan air tubuh 1-2% berat tubuh (dehidrasi ringan), kekurangan air tubuh 3-10% berat tubuh (dehidrasi sedang), dan kekurangan air tubuh lebih dari 10% berat tubuh (dehidrasi berat). Dehidrasi ringan hingga sedang berdampak buruk pada mood, konsentrasi, dan menurunkan stamina. Dehidrasi berat dapat berdampak fatal, mulai dari pingsan, gagal jantung dan berujung pada kematian. Gejala dehidrasi yang diketahui dalam penelitian ini yaitu haus, pusing, lelah, kulit kering, bibir kering, denyut jantung meningkat, dan demam (Thompson et al. 2008). Berikut merupakan total wanita dewasa muda yang menjalankan puasa dan merasakan gejala dehidrasi pada Tabel 11. Tabel 11 Gejala dehidrasi selama 3 hari saat puasa Hari I Hari II Hari III Gejala Dehidrasi n(%) n(%) n(%) Haus/ kerongkongan kering 36(72.0)a 32(64.0)a 35(70.0)a Sakit Kepala/ pusing 12(24.0)a 7(14.0)a 9(18.0) a Lemas/ lelah 30(60.0)a 19(38.0)b 19(38.0)b Kulit kering atau kemerahan 15(30.0)a 16(32.0)a 14(28.0)a Bibir & mulut kering 41(82.0)a 41(82.0)a 40(80.0)a Jantung berdebar 2(4.0)a 0(0.0)a 0(0.0)a Tubuh terasa panas 14(28.0)a 14(28.0)a 11(22.0)a Urin berwarna kuning coklat/ 29(58.0)a 34(68.0)a 31(62.0)a coklat Volume urin relatif sedikit 34(68.0)a 34(68.0)a 33(66.0)a Buang air kecil lebih jarang 36(72.0)a 34(68.0)a 36(72.0)a
Rata-rata n(%) 34 (68.0) 9 (18.0) 23 (46.0) 15 (30.0) 41 (82.0) 1 (2.0) 13 (26.0) 31 (62.0) 34 (68.0) 35 (70.0)
Ket : **Tanda a,b adalah hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut hari.
Tidak terdapat perbedan pada setiap gejala dehidrasi yang dirasakan subjek saat sore hari yang menjalankan puasa Ramadan (p<0.05) kecuali pada gejala
20 dehidrasi lemas/ lelah. Gejala dehidrasi lemas/ lelah pada hari pertama lebih besar dibanding hari lainnya (Tabel 11). Hal ini diduga karena sebagian subjek banyak yang kelelahan dengan aktifitas di kampus atau kesulitan mencari tempat penelitian pada hari pertama. Tempat penelitian berada di Lantai 3 Departemen Gizi Masyakat. Subjek penelitian lebih banyak merasakan bibir/ mulut kering saat berpuasa (Tabel 11). Hal ini sejalan dengan Santoso et al. (2012) bahwa subjek dewasa yang berpuasa dapat mengalami dehidrasi ringan ditandai dengan bibir kering sebanyak 27.5% di dataran tinggi dan 39.1% di dataran rendah. Penyebab utama bibir kering dalam penelitian tersebut adalah jumlah air yang diminum belum memenuhi kebutuhan air tubuh. Selain itu, gejala dehidrasi lain yang banyak dirasakan oleh subjek yaitu, frekuensi buang air kecil jarang, volume urin sedikit, haus, dan urin berwarna kuning coklat/ coklat (Tabel 11). Hardinsyah et al. (2009) menyebutkan bahwa gejala dehidrasi jarangnya berkemih diikuti volume urin yang sedikit. Rasa haus yang berlebihan saat berpuasa menjadi pertanda terjadinya dehidrasi (kekurangan air). Warna urin kuning coklat menunujukan urin yang pekat. Selain itu warna urin kuning coklat dapat pula disebabkan oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi (Hardinsyah et al. 2009). Menurut Armstrong et al. (2012a), menjaga status hidrasi yang baik dengan asupan air yang cukup sangat penting untuk menjaga mood dan mengurangi gejala dehidrasi pada saat istirahat atau latihan fisik yang sedang pada wanita.
Hubungan Asupan Air dan Status Hidrasi Berat jenis urin menggambarkan osmolaritas urin yang berhubungan dengan status hidrasi (Bates dan Schneider 2008). Hasil uji korelasi Pearson pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata berkorelasi negatif antara asupan air dengan status hidrasi berdasarkan berat jenis urin (r= 0.334; p=0.018). Apabila subjek mengonsumsi asupan air yang rendah, maka berat jenis urinnya tinggi yang dapat mengindikasikan terjadinya dehidrasi. Rendahnya asupan air berhubungan dengan kelelahan yang terjadi pada pekerja wanita bagian pengepakan di salah satu perusahaan industri Semarang (p<0.05) (Jamaludin et al. 2012). Perrier et al. (2013) menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara total asupan air terhadap pengukuran status hidrasi menggunakan parameter urin 24 jam (osmolalitas, berat jenis urin, warna dan volume) pada dewasa dengan kondisi yang normal (|r|≥0.60; p<0.001). Hasil korelasi penelitian ini sejalan dengan Andayani (2013), yang menyebutkan asupan air berhubungan dengan status hidrasi berdasarkan berat jenis urin pada pekerja laki-laki (r= -0.319; p=0.006). Pekerja laki-laki dalam penelitian tersebut bekerja pada lingkungan panas bersuhu median 31oC-32oC sehingga berisiko terkena dehidrasi. Bates dan Schneider (2008) juga melakukan penelitian pada subjek pekerja laki-laki dengan lingkungan bersuhu tinggi selama musim panas di Timur Tengah. Hasil dari penelitiannya menyebutkan terdapat hubungan signifikan berkorelasi negatif antara asupan air dan status hidrasi berdasarkan berat jenis urin (r= -0.519; p<0.05). Perbedaan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan subjek wanita sedenter dengan suhu yang tidak dikontrol.
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Total asupan air pada wanita dewasa muda saat puasa Ramadan yaitu 2042.90±452.61 mL/hari. Rata-rata asupan air berdasarkan sumbernya pada wanita dewasa muda saat puasa yaitu air putih 1209 mL/hari, air dari makanan 373 mL/hari, air dari minuman lainnya 284 mL/hari, dan air metabolik 176 mL/hari. Berdasarkan waktu makan/minum saat puasa, wanita dewasa muda banyak mengonsumsi air dari minuman saat sahur 585 mL/hari, lalu diikuti dengan buka puasa 555 mL/hari serta yang paling rendah saat malam hari 364 mL/hari. Air putih merupakan jenis minuman yang paling disukai wanita dewasa muda saat Ramadan dengan persen kontribusi sebesar 80.8% dari total asupan air minuman (air dan putih dan minuman lainnya). Tingkat asupan pada wanita dewasa muda sebesar 91% dari tingkat asupan air per hari tergolong ke dalam cukup atau berlebih saat puasa Ramadan berdasarkan kebutuhan air NRC sedangkan berdasarkan kebutuhan air BSA, tingkat asupan sebesar 84% tergolong ke dalam defisit. Nilai berat jenis urin pada wanita dewasa muda saat puasa sebesar 1.02012±0.003 g/mL terbagi ke dalam nilai berat jenis urin siang dan sore masing-masing sebesar 1.018±0.003 g/mL serta 1.021±0.003 g/mL. Terdapat perbedaan yang nyata antara nilai berat jenis urin antara siang dan sore hari. Wanita dewasa muda yang mengalami dehidrasi saat siang hari (48%) dan terus meningkat saat sore hari (84%). Gejala dehidrasi yang dirasakan wanita dewasa muda saat Puasa Ramadan yaitu bibir/mulut kering (82%), jarang berkemih (70%), volume urin sedikit (68%), haus (68%), dan warna urin kuning coklat/kuning (68%). Pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata berkorelasi negatif antara asupan air dan status hidrasi (r = -0.334; p=0.018).
Saran Kondisi dehidrasi dapat terjadi pada orang yang menjalankan puasa. Gejala bibir kering dan haus merupakan pertanda seseorang sedang mengalami dehidrasi ringan. Kondisi ini perlu dicegah dengan mengonsumsi asupan air yang cukup sekitar 8 gelas/hari (±2000 mL/hari) dibagi saat sahur, berbuka, dan waktu malam. Hal ini dilakukan agar mengurangi risiko dehidrasi pada orang yang menjalankan puasa. Edukasi gizi terkait pentingnya konsumsi air yang cukup perlu ditingkatkan pada masyarakat yang menjalankan puasa misalnya melalui media cetak, media elektonik, maupun media sosial. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada kelompok lain misalnya remaja, pria dewasa, dan lansia yang menjalankan puasa. Pengambilan data untuk analisis asupan air dapat menggunakan metode food recall 1 x 24 jam saat pertengahan bulan puasa, karena pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan nyata asupan air selama tiga hari saat pertengahan puasa (p>0.05). Pengambilan data status hidrasi dapat menggunakan indikator selain berat jenis urin, yaitu osmolalitas urin pada siang dan sore hari bagi orang yang menjalankan puasa.
22
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S, Susirah Soetardjo, Musijanti Soekantri. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama. Andayani K. 2013. Hubungan konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja industri laki-laki [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro. Armstrong LE, Liebermen HR. 2010. Hydration for health annual scientific meeting. [diunduh 2016 Jan 2005]. Tersedia pada: http://www.h4hinitiative.com/sites/default/files/science/files/summary_arms trong-ganio_en_0302v2.pdf. , Ganio MS, Casa DJ, Lee EC, McDermott BP, Klau JF, Jimenez L, Bellego LL, Chevillotte E, dan Lieberman HR. 2012. Mild dehydration affects mood in healthy young women. J Nutr. 142: 382388.doi:10.3945/jn.111.142000. , Johnson EC, Munoz CX, Swokla B, Bellego LL, Jimenez L, Casa DJ, Maresh CM. 2012. Hydration biomarkers and dietary fluid consumption of women. J Acad Nutr Diet.112:1056-1061.doi:10.1016/ j/ jand.2012.03.036. Bates GP and Schneider J. 2008. Hydration status and physiological workload of UAE construction workers: A prospective longitudinal observational study. J Occup Med Tox. 3(21): 1-10. doi:10.1186/1745-6673-3-21. Bossingham JM, Nadine SC, and Wayne WC. 2005. Water balance, hydration status and fat free mass hydration in younger and older adult. Am J Clin Nutr 81:1342-1350. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1), indeks keparahan kemiskinan (P2), menurut provinsi, September 2014. [diunduh pada 15 Desember 2015]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488. Casa DJ, Armstrong LE, Hilman, SK, Montain SJ, Reiff RV, Rich BSE, Roberts WO, Stone JA. 2000. National athletic trainers’ association position statement: fluid replacement for athletes. Journal of Athletic Training.2000;35(2):212-224. Caterson, Chunming C, Ikeda, Khalid AK, Kim YS. 2000. The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity and it’s Treatment. Australia (AU) : Health Communication Australia. [diunduh pada 15 Agustus 2015]. Tersedia pada http://www.wpro.who.int/nutrition/documents/docs/Redefiningobesity.pdf. Contento IR. 2011. Nutrition Education Linking Research, Theory, and Practice. Canada (US) : Jones and Bartlett Publishers International. [D-A-CH] Deutsche Gesellschaft für Ernährung-Österreichische Gesellschaft für Ernährung-Schweizerische Gesellschaft für ErnährungsforschungSchweizerische Vereinigung für Ernährung. 2008. Referenzwerte für die Nährstoffzufuhr. Umschau Braus Verlag: Frankfurt am Main. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta.
23 Drewnowski A, Hann C. 1999. Food Preferences and Reported Frequencies of Food Consumption as Predictors of Current Diet in Young Women. Am Journal Clin Nutr. 1999;70: 28 – 36. European Food Safety Authority (EFSA). 2010. Scientific opinion on dietary refrence values of water. EFSA Journal 8 (3):1459. Fermanda M. 2011. Analisis asupan air dan mutu gizi asupan pangan pada wanita dewasa di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gopinathan PM, Pichan G, Sharma VM. 1988. Role of dehydration in heat stressinduced variations in mental performance. Arch Environ Helath JanFeb;43(1) 15-7. Gustam. 2012. Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan dewasa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Asupan air Pangan. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. , Soenaryo ES, Briawan D, Damayanthi E, Dwiriani CM, Effendi YH, Dewi M, Aries M. 2009. Studi Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Wilayah Ekologi yang Berbeda. Bogor (ID): Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia (Persagi), Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB Bogor, Danone Aqua Indonesia. . 2011. Puasa Sambil Detoks Memurnikan Kembali Body, Mind & Soul. Jakarta (ID) : Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jamaludin J, Lestantyo D, Wahyuni I. 2012. Kelelahan pada pekerja bagian pengepakan di PT. X Semarang. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 11/No.1, April 2012. Karli U, Guvenc A, Aslan A, Hazir T, Acikada C. 2007. Influence of Ramadan fasting on anaerobic performance and recovery following short time high intensity exercise. Journal of Sports Science & Medicine 6: 490-497. [Kemenkes RI]. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi. . 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi. Mahan LK, Escott-Stump. 2008. Food, Nutrition, and Diet Therapy. Canada: Elsevier. Inc. Manz F, Wentz A. 2005. Hydration status in the United States and Germany. Nutr Rev. 63 (6):S55-S62.doi: 10.1301/nr.2005.jun.S55-S62. Mosteller RD. 1987. Simplified calculation of body surface area. N Engl J Med. 317 (17): 1098 (letter). Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. 2010. Nutrition Therapy & Pathophysiology second edition. California (US): Wadsworth, Cengage Learning. Nugraheni PC. 2015. Konsumsi pangan, status gizi, aktifitas fisik, status kesehatan, dan status hidrasi mahasiswa TPB IPB angkatan 2014 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Perrier E, Vergne S, Klein A, Poupin M, Rondeau P, Bellego LL, Armstrong LE, Lang F, Stookey J, Tack I. 2012. Hydration biomarkers in free-living adults
24 with different levels of habitual; fluid consumption. British Journal of Nutrition page 1-10.doi:10.1017/S0007114512003601. , Rondeau P, Poupin M, Bellego LL, Armstrong LE, Lang F, Stookey J, Tack I, Vergne S, Klein A. 2013. Relation between urinary hydration biomarkers and total fluid intake in healthy adults. European Journal of Clinical Nutrition (2013), 1-5.doi:10.1038/ejcn.2013.93. Ramadan J, Telahoun G, Al-Zaid, N.S, and Barac Nieto M. 1999. Responses to exercise fluid and energy balances during Ramadan in sedentary and active males. Nutrition 15 (10): 735-739. Riawanti L. 2009. Studi tentang konsumsi pangan, status gizi, dan aktifitas fisik saat puasa dan tidak puasa pada mahasiswa puti tingkat persiapan bersama Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rifai A, Gulat MEM. 2003. Identifikasi Tingkat Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Pelalawan [internet]. Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru (ID). SAGU, Maret 2003, Vol. 2 No. 3: 34-44 ISSN 1412-4424 [diunduh 2016 Jan 19]. Tersedia pada: http:// ejournal.unri.ac.id/ index.php/JSG/article/viewFile/695/688. Ritz P, Vol S, Berrut G, Tack I, Arnaud MJ, Tichet J. 2008. Influence of gender and body composition on hydration and body water spaces. Clin Nutr 27(5): 740-746. doi: 10.1016/j.clnu.2008.07.010. Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition. Ed ke-8. California (US): Wadsworth, Cengage Learning. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. London (US): Prentice-Hall, INC., Englewood Cliffs. Santoso BI, Hardinsyah, Parlindungan Siregar, dan Sundung O.Pardede. 2012. Air Bagi Kesehatan Edisi Kedua. Jakarta (ID) : Centra Communications. Sawka MN, Cheuvront SN, Carter R. 2005. Human water needs. Nutr Rev 63:S30-S39.doi: 10.1301/nr.2005.jun.S30-S39. Thompson JL, Manore MM, Vaughan LA. 2008. The Science of Nutrition. San Fransisco (US) : Pearson Benjamin Cumming. Trepanowski JF, Bloomer RJ. 2010. The impact of religious fasting on human health. Nutr. J. 9(57):2-5.
25
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Spearman antara pendapatan dengan alokasi uang minum Korelasi Alokasi Pendapatan Uang Minum Spearman's Pendapatan rho
Correlation Coefficient
1.000
.343*
.
.015
50
50
.343*
1.000
.015
.
50
50
Sig. (2-tailed) N Alokasi Uang Minum
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 2 Uji Pearson antara kebutuhan air metode NRC dan metode BSA Korelasi Kebutuhan Air Kebutuhan (NRC) Air (BSA) Kebutuhan Air (NRC)
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) Kebutuhan Air (BSA)
.982** .000
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
50 .982** .000 50
50 1 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 3 Uji t antara kebutuhan air metode NRC dan metode BSA Independent Samples Test t-test for Equality of Means
t Kebutuhan Air Equal NRC & BSA variances assumed
-6.767
Sig. (2tailed)
Df
Mean Std. Error Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
98
.000 -157.46000
23.27052 -203.63960 -111.28040
Equal variances not -6.767 88.034 assumed
.000 -157.46000
23.27052 -203.70502 -111.21498
26 Lampiran 4 Uji beda antara asupan air berdasarkan sumbernya menurut hari Test Statisticsa.b Asupan Asupan Asupan Air Air Putih Minuman Lain Makanan Air Metabolik Chi-Square Df Asymp. Sig.
2.190 2 .334
.490 2 .783
.867 2 .648
1.089 2 .580
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Hari
Lampiran 5 Uji beda antara asupan air berdasarkan waktu makan/minum Test Statisticsa.b Air Sahur Chi-Square Df Asymp. Sig.
Air Buka Puasa Air Makan Malam
1.068 2 .586
.350 2 .839
8.202 2 .017
Total Air 2.201 2 .333
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Hari
Lampiran 6 Uji beda antara asupan air dari makanan/minuman menurut hari Test Statisticsa.b Asupan Asupan Asupan Air Air Putih Minuman Lain Makanan Chi-Square Df Asymp. Sig.
2.190 2 .334
.490 2 .783
.867 2 .648
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Hari
Lampiran 7 Uji beda Mann-Whitney antara nilai berat jenis urin siang hari dan sore hari saat Puasa Ramadan Test Statisticsa Nilai BJU Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Waktu Siang/Sore
603.000 1878.000 -4.575 .000
27 Lampiran 8 Uji beda Mann-Whitney antara total asupan air menurut status hidrasi Test Statisticsa Total Asupan Air Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a.
496.500 1771.500 -5.236 .000
Grouping Variable: Status Hidrasi
Lampiran 9 Uji beda asupan air berdasarkan jenis kelompok minuman Test Statisticsa,b Air
Teh
Chi-Square 2.190 9.859 Df 2 2 Asymp. Sig. .334 .007 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Hari
Susu Sirup .517 2 .772
Jus Buah
.509 2 .775
Karbonasi
1.208 2 .547
2.000 2 .368
Lainlain
Es 2.012 2 .366
.226 2 .893
Lampiran 10 Uji korelasi antara tingkat asupan air dengan status hidrasi Korelasi Tingkat Asupan Total NRC
Nilai BJU Rata2 Nilai BJU Rata2
Pearson Correlation
-.360*
-.347*
.010
.014
50
50
50
-.360*
1
.994**
.010 50
50
.000 50
-.347*
.994**
1
.014 50
.000 50
50
1
Sig. (2-tailed) N Tingkat Asupan Total Pearson NRC Correlation Sig. (2-tailed) N Tg Asupan Air Total Pearson (BSA) Correlation Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tg Asupan Air Total (BSA)
28 Lampiran 11 Uji Pearson antara asupan air dengan status hidrasi (berat jenis urin) Korelasi Asupan Air Rata-rata Nilai BJU Asupan Air Rata-rata
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) Nilai BJU
-.334* .018
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
50 -.334* .018 50
50 1 50
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 12 Urin subjek saat siang dan sore hari puasa Ramadan ERT01
ERT02
HNR01
HNR02
DRA01
DRA02
NLL01
NLL02
Lampiran 13 Urin subjek yang tergolong euhidrasi saat siang hari puasa Ramadan
DRA01
ERT01
NKH01
29 Lampiran 14 Urin subjek yang tergolong dehidrasi saat siang hari puasa Ramadan AAP01
FYA01
NLL01
Lampiran 15 Urin subjek yang tergolong euhidrasi saat sore hari puasa Ramadan DPS02
AJL02
DSL02
Lampiran 16 Urin subjek yang tergolong dehidrasi saat sore hari puasa Ramadan ELS02
SKN02
AML02
30
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. putri pasangan Alm. Iksanudin. S.Pd dan Ibu Ina Islamiati S.Pd SD. Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 21 Juli 1993. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari TK Tirta Sari pada tahun 1997-1999 lalu sekolah dasar di SDN Sindang Sari pada tahun 19992005 selanjutnya di SMPN 5 Bogor pada tahun 2005-2008. Penulis melanjutkan di SMAN 2 Bogor pada tahun 2008-2011 dan penulis lulus seleksi SNMPTN Undangan hingga diterima sebagai mahasiswa Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan. penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis menjabat sebagai Staff Friendship BEM TPB IPB pada tahun 2011-2012. Anggota Ikatan Mahasiswa Bogor (IMB) 2011-2013. Staff Peduli Pangan dan Gizi Himagizi 2012-2013. IPB Mengajar 2012-2014 dan Bendahara I BEM FEMA IPB tahun 2013-2014. Penulis juga ikut serta dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh BEM TPB, Himagizi, BEM FEMA, dan IMB. Penulis tercatat sebagai penerima beasiswa Inspirasi Muda (2012), ANTAM terhitung dari 2012-2015 dan Karya Salemba Empat (KSE) terhitung dari 2014-2015. Penulis berhasil memperoleh dana hibah dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2013 di bidang kewirausahaan. Penulis juga pernah memperoleh juara I dalam Debat Konsumen Cerdas 2014 di IPB. Penulis merupakan Pengajar Inspiratif IPB Mengajar angkatan 2 bekerja sama dengan ANTAM di Desa Nanggung, Kabupaten Bogor tahun 2013. Cerita singkat pengalaman mengajarnya dimuat di buku berjudul “Jejak Inspirasi” terbitan IPB Press tahun 2015. Selain itu, penulis pernah berkompetisi di ajang PGN Innovation Camp Batch-1 bidang Social Enterpreneurship bulan Mei tahun 2015. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor berlangsung selama 2 bulan terhitung dari Juli-Agustus 2014. Penulis juga melaksanakan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur pada bulan September-Oktober 2014. Topik yang dikaji antara lain Manajemen Sumberdaya Produksi Makanan (MSPM) rumah sakit serta Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) untuk pasien anak dan pasien penyakit dalam. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi (2014-2015) serta mata kuliah Perencanaan Pangan dan Gizi (2015).