ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. S DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan
Disusun Oleh: Heni Wiji Utami A01301759
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. S DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan
Disusun Oleh: Heni Wiji Utami A01301759
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016
i
LE}IBAR PENGESAHAN PEMB週 WIBING
Laporan Ha顔
1弱 itt
KOlllprehensif deng袖 judul .`Asuhだm Kcperawttan
Pemenuhan Kcblltuhan Oksittenasi pada Ny.S di Ruang Teratai RSUD Dr. Socdirl■ an lく ebul■ en''
yang distlsun olcll:
Nanta ■lIM
Diploma
(Irmawan Andri Nugroho, S. Kep., Ns., M. Kep)
KEPERAWATAN PEPttNUIAN KEBUTUⅡ AN OKSIGENASI PADA N陛「.S DI RUANG TERATAI RUIMAⅡ SAKIF U到 [恥〔DAERAII
ASI「 IIAN
DIR.SOEDIRⅣ IAN KEBUル IEN
Yang di pcrsiapkan dan disusun olch
Heni Wtti Utami
A01301759
Telah dipertahankan di depan Dewan Pengu.li Pada tanggal 5 Agustus 2016
Sususnan Dewan Penguji
1.
つん
ダ
Ketua Program Studi Dlii Keperaw'atan STIKES Muhammadi-vah Gombong
, S.Kep., Ns., M.Sc)
、事 一
,
Mengetahui,
Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTI, Agustus 2016 Heni Wiji Utami1, Irmawan Andri Nugroho2 ABSTRAK ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. S DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Latar belakang : Pada kondisi efusi pleura terjadi ekspansi paru tidak maksimal, karena terdapat akumulasi cairan di cavum pleura. Akibatnya penderita efusi pleura mengalami sesak napas dan menyebabkan masalah ketidakefektifan pola napas. Tindakan untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu dengan terapi oksigen (oksigenasi) dan latihan pursed lips breathing. Tujuan : Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Ny. S dengan ketidakefektifan pola napas di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen. Asuhan keperawatan : Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 30 Mei 2016. Pasien mengeluh sesak napas, hasil pemeriksaan paru abnormal dan hasil rongten menunjukkan kesan efusi pleura dextra. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal (sindrom hiperventilasi). Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi yang dibuat yaitu mengkaji pola napas, memonitor tanda- tanda vital, memposisikan semifowler, melatih pursed lips breathing, memberikan terapi oksigen. Evaluasi keperawatan dilakukan di hari ketiga bahwa masalah ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal (sindrom hiperventilasi) belum teratasi. Analisis tindakan : Latihan pernapasan pursed lips breathing direkomendasikan untuk mengatasi ketidakefektifan pola napas khususnya efusi pleura. Kata kunci : asuhan keperawatan, efusi pleura, oksigenasi
iv
Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Nursing Care Report, August 2016 Heni Wiji Utami1, Irmawan Andri Nugroho2 ABSTRACT NURSING CARE OF FUILFILLING OXYGENATION NEED TO MRS.S IN TERATAI WARD, DR. SOEDIRMAN HOSPITAL OF KEBUMEN
Background : Pleural effusion occurs lung expansion was not optimal, because there is an accumulation of fluid in the pleural cavity. As a result, patients with pleural effusion complain shortness of breath and cause problems ineffectiveness of breathing pattern. Measures to overcome these conditions is oxygen therapy (oxygenation) and pursed lips breathing exercises. Objective : To provide an overview nursing care of fulfilling oxygenation need to Mrs. S with ineffectiveness of breathing pattern in Teratai Ward, Dr. Soedirman Hospital of Kebumen. Nursing care : Assesment has been held on Monday, May 30th, 2016. The patient complain shortness of breath, the result of lung examination was abnormal and x-rays showed pleural effusion dextra. The main nursing diagnosis was ineffectiveness of breathing patterns related to lung expansion was not optimal (hyperventilation syndrome) . The implementation is based on the intervention made that assess breathing patterns, monitor vital signs, reposition semifowler, train pursed lips breathing exercise, give oxygen therapy. The evaluation done on the third day that the ineffectiveness of breathing patterns related to lung expansion was not optimal (hyperventilation syndrome) has not been resolved. Analysis action : Pursed lips breathing breathing exercises recommended to overcome the ineffectiveness of breathing pattern especially pleural effusion. Keywords : nursing care, oxygenation, pleural effusion
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. S DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SOEDIRMAN
KEBUMEN”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif. 3. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong. 4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses ujian komprehensif. 5. Bapak Irmawan Andri Nugroho, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Ibu Arnika Dwi Asti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, kritikan dan insiprasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
vi
7. Klien Ny. S beserta keluarga yang sudah berkenan bekerjasama dengan penulis saat ujian komprehensif, sehingga penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah ini hingga selesai. 8. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di STIKes Muhammadiyah Gombong. 9. Keluarga besarku tercinta terutama Ibu, Bapak, kedua kakakku (Rakhmat dan Wawan) serta keponakanku Lita yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. 10. Teman- teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... ii HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................... iii ABSTRAK .......................................................................................................... iv ABSTRACT ........................................................................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................. 5 C. Manfaat ............................................................................................... 5 BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi ............................. 7 1. Definisi ........................................................................................ 7 2. Fisiologi Pernapasan .................................................................... 8 3. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen........................ 9 4. Perubahan Fungsi Pernapasan ..................................................... 11 B. Konsep Gangguan Oksigenasi : Ketidakefektifan Pola Napas pada Efusi Pleura .................................................................................................. 12 1. Definisi ........................................................................................ 12 2. Penatalaksanaan Ketidakefektifan Pola Napas pada Efusi Pleura ..................................................................................................... 13 C. Manajemen Latihan Pernapasan ......................................................... 15 1. Tujuan Latihan Napas Dalam ....................................................... 15 2. Prinsip Latihan Napas Dalam ....................................................... 15 3. Prosedur Latihan Napas Dalam .................................................... 15
viii
D. Latihan Pernapasan Pursed Lips Breathing sebagai Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas ........................................ 16 1. Definisi Pursed Lips Breathing .................................................... 16 2. Prosedur Pursed Lips Breathing ................................................... 17 3. Tujuan Pursed Lips Breathing ...................................................... 17 4. Penggunaan Pursed Lips Breathing sebagai Intervensi Ketidakefektifan Pola Napas ........................................................ 17 BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian .......................................................................................... 19 B. Analisa Data ....................................................................................... 23 C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ............................................... 24 BAB IV PEMBAHASAN A. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 39 B. Proses Keperawatan ............................................................................ 47 C. Analisis Tindakan Pursed Lips Breathing pada Penderita Efusi Pleura ............................................................................................................ 63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 66 B. Saran ................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... x LAMPIRAN ........................................................................................................ xii
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Prioritas utama dalam Hierarki Maslow adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk bertahan hidup. Salah satu kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan oksigenasi (Mubarak, 2007). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar bagi semua manusia. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), keberadaan komponen oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup semua sel- sel dalam tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi, karena apabila kekurangan oksigen dalam waktu yang lama akan terjadi kematian. Pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut sangat ditentukan oleh
sistem
pernapasan, sistem kardiovaskuler dan keadaan hematologi. Pernapasan merupakan proses pertukaran gas dalam paru. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh selsel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida yang dihasilkan oleh sel (Tamsuri, 2008). Pada orang yang sehat proses oksigenasi tidak terganggu. Akan tetapi, pada kondisi sakit tertentu proses pemenuhan oksigen dapat terganggu. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya gangguan dalam sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler ataupun keadaan hematologi (Mariyam, 2013). Salah satu penyakit sistem pernapasan adalah efusi pleura. Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan di rongga pleura, biasanya merupakan dampak sekunder dari penyakit lain (Brunner & Suddarth, 2013). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) kasus efusi pleura menduduki tingkat ke- 3 di dunia (Tobing dan Widirahardjo, 2013). Efusi pleura merupakan kelainan yang mengganggu sistem pernapasan dan suatu gejala 1
2
penyakit yang membahayakan jiwa penderita. Secara geografis, penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia (Lantu, dkk, 2016). Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 1,3 juta kasus efusi pleura per tahun dengan penyebab kasus efusi pleura oleh gagal
jantung kongestif,
malignansi,
dan
emboli
paru.
Sementara
prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di negara industri. Di Indonesia, tuberkulosis merupakan penyebab utama penyakit efusi pleura disusul oleh keganasan (Lantu, dkk, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011 terhadap 119 pasien dengan efusi pleura, efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh keganasan (42,8%) dan tuberkulosis (42%) (Simanjuntak, 2014). Data rekam medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012 didapatkan presentase efusi pleura antara laki-laki dan perempuan berbeda, yaitu sebesar 47,66% dan 52,34% dengan rerata usia 54- 87 tahun (Surjanto, dkk, 2014). Sedangkan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, prevalensi kejadian efusi pleura semakin bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan catatan rekam medik didapatkan 18 penderita efusi pleura, distribusi jumlah penderita perempuan 66,7% dan lakilaki sebanyak 33,3% (Tobing dan Widirahardjo, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai karakteistik Efusi Pleura yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011, Tobing dan Widirahardjo (2013) menemukan proporsi pasien terkena efusi pleura berdasarkan jenis kelamin perempuan sebanyak 47 orang (34,6%) dan pada laki- laki 89 orang (64,5%). Sementara kasus efusi pleura di RSUD Prof. Dr. Soedirman Kebumen meningkat cukup tinggi dari tahun 20142015. Menurut data rekam medik RSUD Dr. Soedirman Kebumen tahun 2014 didapatkan 42 penderita efus pleura, sedangkan tahun 2015 terdapat 118 penderita dengan penyakit efusi pleura yang dirawat di rumah sakit tersebut
3
Menurut Depkes RI (2006) menjelaskan bahwa salah satu penyebab tingginya angka kejadian efusi pleura yaitu keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor sosial- ekonomi, gaya hidup yang kurang sehat dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan WHO bahwa banyak penduduk yang beresiko tinggi penyakit paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura karena sekitar 20% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara akibat emisi kendaraan bermotor. Simanjutak (2014) mengatakan kebanyakan pasien dengan efusi pleura datang ke rumah sakit dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan demam. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Tobing dan Widirahardjo (2013) bahwa sebanyak
64,7% penderita efusi pleura mengalami sesak napas,
dimana sesak napas merupakan gejala yang sering disebabkan oleh penumpukan karbondioksida dalam paru- paru. Tamsuri (2008) mengatakan
salah satu diagnosa keperawatan pada
gangguan oksigenasi adalah ketidakefektifan pola napas. Kondisi ini merupakan kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang aktual atau potensial yang disebabkan oleh perubahan pola pernapasan. Menurut
Tarwoto
dan
Wartonah
(2006)
diagnosa
keperawatan
ketidakefektifan pola napas kemungkinan terjadi pada pasien dengan penyakit kanker, infeksi pada dada, penggunaan obat, keracunan alkohol, trauma dada, Myasthenia gravis, Guillian Barespiration ratee Syndrome. Sedangkan menurut Muttaqin (2014) diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola napas dapat terjadi pada pasien dengan diagnosa medis efusi pleura dan emfisema. Pada kondisi efusi pleura yang tidak ditangani akan mengancam jiwa penderita, karena di kavum pleura terdapat penumpukan/ akumulasi cairan. Penumupukan cairan tersebut dapat menyebabkan gangguan pada proses ventilasi, difusi dan transport oksigen ke jaringan. Pada gangguan proses ventilasi terjadi ekspansi paru yang tidak maksimal, akibatnya penderita efusi
4
pleura mengalami sesak napas dan menyebabkan ketidakefektifan pola napas (Simanjuntak, 2014). Intervensi keperawatan sangat diperlukan ketika merawat pasien dengan berbagai
jenis
penyakit
sistem pernapasan
dan berbagai
diagnosa
keperawatan, khususnya masalah oksigenasi. Pilihan intervensi keperawatan tersebut tentunya harus didasarkan pada gangguan oksigenasi, misalnya gangguan pada ventilasi, perfusi paru maupun difusi gas. Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah oksigenasi khsusnya pada masalah ketidakefektifan pola napas yaitu dengan memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Selain dengan pemberian terapi oksigen, pada pasien dengan ketidakefektifan pola napas juga perlu diajarkan latihan pernapasan. Salah satu teknik latihan pernapasan yaitu teknik pursed lips breathing. Pursed lips breathing merupakan latihan pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi lebih diperpanjang. Latihan pernapasan tersebut efektif diberikan pada pasien dengan ketidakefektifan pola napas yang dapat dilakukan pasien selama perawatan di rumah sakit maupun di rumah (Natalia, dkk, 2007). Muttaqin (2008) mengatakan terapi modalitas latihan pernapasan merupakan salah satu tugas perawat dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada masalah oksigenasi. Oleh karena itu, perawat harus mengetahui tentang prinsip latihan pernapasan, tujuan latihan pernapasan dan prosedur latihan pernapasan khususnya pursed lips breathing. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Ny. S di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen.
5
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini untuk: a. Memaparkan hasil pengkajian klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi b. Memaparkan hasil analisa data klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi c. Memaparkan prioritas masalah yang muncul pada dengan gangguan pemenuhan oksigenasi d. Memaparkan intervensi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi e. Memaparkan implementasi yang sudah dilakukan pada klien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi f. Memaparkan hasil evaluasi yang sudah dilakukan pada klien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi.
C. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Keilmuan Menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan konsep- konsep asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi. 2. Manfaat Aplikatif a. Manfaat untuk rumah sakit Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan kebutuhan oksigenasi di RSUD Prof. Dr. Soedirman Kebumen.
6
b. Manfaat bagi institusi pendidikan Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran berupa karya tulis ilmiah. c. Manfaat bagi pembaca Sebagai salah satu media belajar dalam menyusun suatu karya tulis ilmiah khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi. d. Manfaat bagi penulis Merupakan pengalaman berharga dari penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan khususnya asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, R. (2009). Prosedur Klinik keperawatan pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: C.V. Trans Info Media. Astuti, Laily Widya. (2014). Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan pada Pasien Dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. perpuswnu.wb.id Brunner dan Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology (3th ed.), Nike Budhi Subekti (2009) (alih Bahasa), Jakarta: Erlangga. Dochterman, Joanne McCloskey., et al. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Mosby Elsevier. Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Lantu, Melinda G., dkk. (2016). Gambaran Foto Toraks pada Efusi Pleura di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November 2014 – Oktober 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, No. 1. Mariyam. (2013). Aplikasi Teori Konservasi Levine pada Anak dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Perawatan Anak. Jurnal Keperawatan Anak, Volume 1, No. 2, 104-112. Moorhead, Su., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.United States of America: Mosby Elsevier. Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Natalia, Dewi., dkk. (2007). Efektifitas Pursed Lip Breathing dan Tiup Balon dalam Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma Bronchiale di RSUD Banyumas. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Volume 3, No. 1.
x
Nield, Margaret A., et al. (2007). Efficacy of Pursed-Lips Breathing a Breathing Pattern Retraining Strategy for Dyspnea Reduction. Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention, 27:237/244. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nurachmah, dkk. (2010). Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Pamungkas, Permadi Nur., dkk. (2015). Manajemen Terapi Oksigen oleh Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Stikes Kusuma Husada. Potter, P. A, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik. Vol 2. Jakarta: EGC. Roca, Oriol., et al. (2010). High-Flow Oxygen Therapy in Acute Respiratory Failure. Jurnal Respiratory Care, Volume 55, No. 4. Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. (2011). Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM), Yogyakarta: Nuha Medika. Simanjuntak, ES. (2014). Efusi Pleura Kanan yang Disebabkan oleh Carcinoma Mammae Dextra Metastase ke Paru. Medula, Volume 2, No. 1. Suparmi, Yulia. (2008). Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama. Surjanto, Eddy., dkk. (2014). Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respir Indo, Volume 34, No. 2. Tamsuri, Anas. (2008). Klien Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (3th ed.). Jakarta: EGC. Tobing, Elizabeth M S dan Widirahardjo. (2013). Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011. E- Jurnal FK USU, Volume 1, No. 2. Wahid, Iqbal Mubarak. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC. Vaugans, Bennita W. (2011). Keperawatan Dasar, Th. Arie Prabawati (2013) (alih Bahasa), Yogyakarta: Rapha Publishing.
xi
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA
UjianAkhir Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh: Heni Wiji Utami A01301759
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016
i
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan berlebih di dalam rongga pleura. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan penderitanya (Muttaqin, 2014). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Brunner&Suddarth, 2013). Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya akumulasi cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura (Tobing dan Widirahardjo, 2013). Efusi pleura merupakan kondisi dimana dalam rongga pleura terdapat cairan berlebih.
B. Etiologi Pembentukan cairan yang berlebihan karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, gagal jantung, gagal ginjal dan kanker. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi. a. Transudat : dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior dan tumor. b. Eksudat : disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen. 1
c. Efusi hemoragi : disebabkan adanya tumor, trauma, infark paru dan tuberculosis (Muttaqin, 2014).
C. Manifestasi Klinis Muttaqin (2014) mengatakan adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit atau nyeri di dada (pleuritis). Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Selain itu muncul tanda dan gejala demam, menggigil, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak, hasil rongten menggambarkan kesan efusi pleura. Pads pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
D. Patofisiologi Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap karena adanya tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung) dan tekanan negaif intrapleura akibat terjadi atelektasis paru (Muttaqin, 2014). Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi : 1) Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura 2) Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura. 3) Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.
2
4) Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapar menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura secara cepat. Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli sehingga terjadi infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosa paru merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bisa mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukulosa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkulosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Muttaqin, 2014).
3
E. Pathway TB paru
v Atelektasis Hipoalbuminemia Inflamasi Tekanan osmotik koloid menurun Tekanan negatif intrapleura Peningkatan permeabilitas kapiler
Gagal jantung kiri, gagal ginjal, gagal fungsi hati
Karsinoma mediastinum, karsinoma paru
Peningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh darah
Gagal jantung kiri, gagal ginjal, gagal fungsi hati
Ketidakseimbangan jumlah cairan dengan absorbsi yang bisa dilakukan pleura viseralis Akumulasi cairan di kavum pleura
1. Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak maksimal)
Ketidakefektifan pola napas
Sesak napas
Nyeri dada (pleuritis)
Koping inefektif
Kurang informasi
Efek hiperventilasi
Produksi asam lambung meningkat
Nyeri akut Defisiensi pengetahuan n
Gangguan pola tidur
Mual, muntah, nasu makan turun
Mual, muntah, nasu makan turun
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen dada : rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
4
2.
CT scan dada : CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada : USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. 4. Torakosentesis : penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). 5. Biopsi : jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. 6. Bronkoskopi
:
bronkoskopi
kadang
dilakukan
untuk
membantu
menemukan sumber cairan yang terkumpul (Muttaqin, 2014).
G. Penatalaksanaan Medis 1. Aspirasi cairan pleura Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. 2. WSD (Water Seal Drainage) Merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan paling efektif untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura, yakni dengan menggunakan selang yang dimasukkan ke dalam cavum pleura klien dan
5
kemudian dihubungkan dengan seperangkat botol, sehingga mendrainase cairan abnormal dari dalam cavum pleura keluar (Muttaqin, 2014). 3. Thorakosentesis Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah: 1) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura 2) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif dan gagal 3) Bila terjadi reakumulasi cairan Pengambilan pertama cairan efusi pleura tidak boleh lebih dari 1000 ml, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak (Muttaqin, 2014).
H. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal (sindrom hiperventilasi) 2. Nyeri akut berhubungan dengan faktor biologis 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan nyeri dada. 5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
6
I. Intervensi Keperawatan Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi Keperawatan (NIC)
Keperawatan Ketidakefektifan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
pola
selama ...x 24 jam diharapkan pola 1.
Kaji pola napas (irama napas,
berhubungan
napas klien efektif dengan kriteria hasil:
frekuensi
dengan
Respiratory status: ventilation (0403)
napas, suara napas tambahan)
napas
ekspansi
paru
tidak
Indikator
IR
ER
Respiratory monitoring (3350)
2.
napas,
kedalaman
Monitor frekuensi napas.
maksimal (sindrom
tidak ada sesak napas
Ventilation assistance (3390)
hiperventilasi)
Tidak ada sianosis
1.
Posisikan klien semifowler untuk
Tidak ada suara napas abnormal Mampu mengontrol pernapasan Pernapasan dalam rentang normal (16- 24 kali per menit Keterangan:
memaksimalkan
ventilasi 2.
Monitor tanda- tanda vital
3.
Ajarkan
cara
latihan
pernapasan
dengan
teknik
purshed lips breathing
1: keluhan ekstrim
4.
Berikan
terapi
oksigen
2: keluhan berat
menggunakan binasal kanul
3: keluhan sedang
sesuai
4: keluhan ringan
kolaborasi dengan dokter.
program
atas
5: tidak ada keluhan Nyeri
akut
berhubungan dengan biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan nyeri
faktor
Pain management (1400): 1.
Lakukan pengkajian nyeri
klien berkurang dengan kriteria hasil:
secara
Pain Level (2010)
observasi non verbal klien
Indikator
IR
ER
2.
komperhensif,
Monitor tanda - tanda vital klien
Skala nyeri berkurang Frekuensi nyeri berkurang
3.
Lakukan distraksi relaksasi
TD dalam rentang 110/70
4.
Edukasi ke keluarga dan
mmHg- 140/90 mmHg
klien
Nadi dalam rentang 60-
nyeri 5.
100 x/ menit
tentang
Berikan
managemen
terapi
analgetik
RR dalam rentang 16-24x/
(injeksi Ketorolac 30 mg)
menit
sesuai
Suhu
dalam
rentang
36,50C- 370C
7
program
atas
kolaborasi dengan dokter.
Pain Control (1605) Indikator Mampu
IR
ER
menggunakan
teknik non farmakologi Tidak ada gangguan tidur Keterangan: 1: keluhan ekstrim 2: keluhan berat 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan 5: tidak ada keluhan Ketidakseimbangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Nutritional management (1100):
nutrisi: kurang dari
selama ... x 24 jam diharapakan klien
1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan
mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
2. Monitor hidrasi (turgor kulit,
tubuh
berhubungan
klien dengan kriteria hasil:
dengan
Nutritional status (1004)
kurang
asupan makanan
Indikator
konjungtiva, rambut, kulit)
3. Kaji adanya mual muntah IR
ER
4. Motivasi klien untuk makan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada mual
5. Timbang berat badan setiap
Tidak ada muntah
6. Lakukan oral hiegiene
Berat badan turun
7. Edukasi klien dan keluarga
hari
Tidak lemes
tentang kebutuhan nutrisi
Nafsu makan bertambah
8. Berikan terapi obat sesuai
Keterangan:
terapi
1: keluhan ekstrim 2: keluhan berat 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan 5: tidak ada keluhan Gangguan
pola
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sleep Enhancement (1850)
tidur berhubungan
selama ... x 24 jam diharapkan gangguan
1.
dengan sesak napas
pola tidur klien teratasi dengan kriteria
dan nyeri dada
hasil:
Kaji
pola
tidur
(lamanya
tidur) 2.
Sleep (0004)
Motivasi
klien
untuk
mengatasi masalah tidur
Indikator
IR
Jumlah jam tidur dalam
8
ER
3.
Hindari suara bising dan keras
4.
Bantu
klien
untuk
batas normal
mengidentifikasi
Pola tidur, kualitas tidur
tidak bisa tidur.
penyebab
dalam batas normal Mampu mengidentifikasi hal- hal yang dapat meningkatkan tidur Keterangan: 1: keluhan ekstrim 2: keluhan berat 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan 5: tidak ada keluhan Defisiensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Teaching disease process (5602)
pengetahuan
selama ... x 24 jam diharapkan klien
1.
berhubungan
menunjukkan
dengan
proses penyakit dengan kriteria hasil
informasi
kurang
pengetahuan
tentang
Knowledege disease process (1803) Indikator familiar dengan nama penyakit mendeskripsikan proses penyakit mendeskripsikan penyebab penyakit mendeskripsikan tanda gejala penyakit mendeskripsikan tindakan untuk mengatasi penyakit Keterangan: 1: keluhan ekstrim 2: keluhan berat 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan 5: tidak ada keluhan
9
IR
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
2.
Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga.
ER
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McCloskey., et al. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Mosby Elsevier. Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Moorhead, Su., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.United States of America: Mosby Elsevier. Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Tobing, Elizabeth M S dan Widirahardjo. (2013). Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011. E- Jurnal FK USU, Volume 1, No. 2.
ii
ハ
:ヽ スビ AN
、こ …
^ノ
ヤ州 ヽ ハフ
い
tA'rt
wiJ\
Ao i1p
fLo0\
n\i\
r
1,1jg
\,r6"€nrr-v-"e*r-7q-r\)
C\ t Ulg-; [t\u,-L Atrrr..ppi" tlpq
6>vtad njg
⑩
uAN Pu,Tハ
τ }卜 ヽ 、 1ハ
F-lcit ra Pe.'.r r-ali Tar'rq 6a orl
L盗
-.-l-'ta-,r
│‐
\^+rli ( }ra".,l
9a.,r., , ba 0x1e-r Zo\b purBu 1 lz.jO \^.trB l=集 亀 も T ttuO P%キ _D.′ s oぃ き中 an itち ume、
鏡 ィ陽 “ “
ム ´ 匹 は②に墨 ぃ パ 多 I cle nti-l-c,S en
. I de.tt='tc,s t
K\ rpn
..\cr"no
\t_l・ S
4i tuhun
Unrur
D.
.Jsors Le[.,'r.-in a“
ひ
u
9
く ︶︱ ︱ し
亀
cr?n1 p(, d{o I g[c,na
│ 」a
%a.l'i c-trkon *erar-hrrr
ダリ
Pgkgfic4c1 ..'
k
{anqqDera laocnbo-a-, Kg-Lcurngo €+utsl P\@i.tra ate:
J.ba^
tarn.^+_
]
Dr."- nosr]( Frectts
I
Nl o . la{\.\
b
f
oLsa\+':t-ar Nl o"..o
h3 rrano
a ., "'.r
. 1 cz orab
T∩ .メリ
-i--@&hur l_d us_to晩
ke\c^rnifr
i
l(embc.trctn, Pru.t r \.
Alc^.-n-qt P=-).e.1 CLat^
fi -b.' rv\an -.!nq.^n l-\ie n I 2 . K-e.t , h-rr., q+Grrra K',.ien niznagluir, sQ--rq[ n^Oa{
K
eb.rmglt
9t-rcnml Lc\ign
Ke-s9hatan
h-
l/-twa-
a-
-,-,ry1crt-L
′ /1ち ′ 。/1多
しヽい財
Jr,-,rt
tt a
F*i w
au
a+ F-ese-hafrn
Qq/'amnot
l:[f-o__et"tata_J=e _Ir_?___&-sA ?foL -Dt, good;rtrlqn Ke burr^".en F crda 2! f,Agi )-OLte buucul la -29 N tff ct€-nqour l-eit-hcr., sesi2k h ",-i Mrnaq* , モ Oら 9L― 卜α ミ 」に Tttm淵 、勤 t 14t,じ o l― ε に供 p% Sは qに 1"│∩caO VV
l
Ψ
lcl‐
r"egrv7etu[ nnurtr( , vvtt-LntC;tl'. C,t.., nry'gn' dc.da BИ ■亘 _■ 2■ 立悛三 二[整 幽
,uに , れ 主_キ C″ ‐。
PttrJl■ 上壁 生 土上二 互Lと ∠mtnft_._lJ生 _■二
ir{le o t・
_s―
ulヽ
ge be-Lcih
.TTソ kけ en a「
_a co籠
Lan^n
lら の
,slcata
Ч a‐tt■ T'14イ /8ゞ
′ 5uhtt ζら ′し゛⊂ .'、 ‐ tら レ 蛯 IIcヘ
inle-L
e)?wy tuyapi O"z 3lj;rl. ,tutD ILL rttf'm ,
いムeレ 、 。 θ縫″ひぅに
∼“
4o4昭
lン 12●
ρレト.Keヽ
卸
)
,
I.e
201も /o">o Wl tb ctda l-,av- M Scrort d_(Vcti\ bada ho,* genin , 30 Naoi &olb Futzu I t*-36 W(
huo.
htie",
nnari h- vr
i t.urnsiln-
♭
e tuい
で calぇ
n
i rerr,--o,
rn,Jd1\ yf.nlu,r-t-aln
mbOh P'- Qrギ i cla.do konc,o tt-c[g.zln-r cle,nq a.r Pot-F tiiFi cl-c,,ro be-k €c>alc ^t.-trr."'-[.crna^ tz- fusr,rt- , (?- ' nQen- di te+e.".a-.h clutcluk- "Q . ntrQni <e-?2go.{i (Za c)ac\aVar1An, 9 -- SkCA\a true-" L T - nqeer hf(arra -lrfnbL{I. F.\ fe-n キQ oLen-€r rnenqdcrnaLran blc-sz. I kanglt 3lpm , TTV ktreo TD I LOIAo ry\nrtLa1 , t\rad-( [to x/rnornr] , W *Bx lrvgnq, 9crkur.. c(o rb'C たIけ set--d-qa Dca I ka.nlrer uara cr.&rc- Lq.ron Kt,.^ nnQncatqLcq- (A-raah ιtan
=c{
)に u Mttl_p“ ぬdFυ O L
d「 にs
「 ハ
->o l7 Kite n n?oc1 qcrfa L(c.r'r gebuoslaF- 9x Ac-n
i臓
l.e.a t<-hi\- Le rr,, V-
lZiwctrrc{-t-<-tf
en
;aA-V
l/'raee-kue.'Tcin l<--etu avaal nze-n aafa4an d.a.larn (o\rt6^"-o
ra p-I-.
l-c t i
+-'
err dan
↑ 4・
綿
図
し 嗜 (r17ヽ に ヽ 、
ぁ
、___ン ノ 声 由 │
下
の
/ ´
14墜 十e
O
' Pere-r.rLp\-ra.^ tα に
戸
.
'. - , -- tf^<6;tol trUrfnoh
" hubunata^
1_taぼ
/ A
--
hneni laaqa\
Ler
\-----r : r'n€n il,aorh\
= ktiOt
Potq
嗜
a- ?o\a. Kt
K\ter.
k-urcrr.a lo-bi}. dt,ta- la"t"lgn
^\
¨ 叫
ktio-n lpq-h-q'h' bcitrt.- kxna αk o\,ctgr
ctan- Lcttefi sei-\ha ry1x
L
0に
bι キ襲
3 \prr o
[a
, 8-F- 2-E x
rumrz[ rdL.i+
9
4vrrr-e-*.r,L , {urd
ト
qn
a冴
こ に の「
F>ir-asat
I tz-qnct I
6apa-t QQ-vt-c,qqna4z>\^ olr:rl*[ocrr+-
[r) uou
c.ryrm€-rnonLthi Febutqhan, ouutt,r-\-,, k' CCELATIЮ
,OVi+r-nctLcin Se-tcrka *e..ai*r pr-tc.arr.
fe41a&o1a
3
xsghra-i derac{cn PorF sedorcra rraF.',
Scr
bCqb4l 4q- rntt:qL 7-A qzqr /**
r$Lt"o f,renaapkq," g€)LLti Le--laur-nnlour Eeyze,lun'a eP-g.-rryi n-<]L.rn --flnclLrancr- Lne4ank t)a.v\r) V ― V К tle n ^Yη .し naQれ ЧいぃぅゞCし、 4 路 Lft=ド da k oq ttu`η ∝ "― t aQ‐ … “ M utntq l^. 2 tX qgi'henlo,l-<- d,; P--J- i 4r-clc,u< crdo cttq-cri r-rtctVart ctn
rylak a n 6-xsauLq.i l#a-P i ll3:rs{,c- ?-S-errl-cr4-*Mt.gQl9{/ lro.i ,.Krrrz,^ (fi€*ac,rt'c,tzarr Pz(b SerngrtTo\- lcernoterap; f-axg7t >-ot+. Y2 V qv{c. ( G t L<-q cL c.t-' tgra-L<-\,-l,'.- rne-nfr}. fu"rg, t .r b.rlc,,.n q a.na \raLU %)麟 ´
C
ヽ ゞ τlt∩ 資 負Qn
%to
K\fen
M enρ qlL tュ Q、
1く ll eハ
∂
hn-e-r.lo1qtqLaql.v S€-'sq-.l.rr" ヽコ ヒ に
ら 倉 κ
よ
raa p「
"ο
会 メ ′haバ
l,cego(rt i:-Xa.{v-t g- fkl Ie n bzLt-rrn ??k% ge\c:N-ylq 6frrc.wc.t oLi A k+nar-as Pctc 「en にヽ
meぃ
弩 c棒 レ_cn
l(\i-e-n rylen rate-\ra^ k \-'e-n plrqnolc:fq e
て oOえ
gq.W;r- Yr*v- 9QXft-o,r; don VNb tXlhar:
pの ta
L
こミ 二Qち し ` cgL_5‐
<e
lk lLを 堅± ]ビコ ニ r塾
ρ F「
g-S-
■⊆ し ctレ αヽ_n∝
\c.r,,r-c ScrLLf+ d.Li-'t'\ril-c-r dftr..rrt^
HJniη
型■ 3だ
EeLutq-.,r.r:-
\e.rror-s'
tt_嘔 tat
k\ie^ *q.r.gcrtqkq^ geb€tu.r SqLrit Po\c, itiF-rah-'t-^Ia ler-atr-"- , taurngc htlUnuqk d.crn \c-rrrr-a.*ic)ttr- f +-8{c^rn. Ktie-\ h^eorrlo-l-atLea.n?crrc.na fidur€r-mq.
彙彙 二 ― 武 罵 慌 驚 《 驚 甫I世宝 .(
- Pob
簑無 弊 ― いm
pa顔
鮨 叫卜a→ υ
0,q--pcnLccur-4.,
a-naqfr-\-co.rr SLbvLurf^ E61 ttl* Fqt<--rlc*n i-grr.+-rfu p Ag^qo. ", ∝ にぬ 件 もクスぃ 欠 ●じしa、 o菫 h却 。●●,キ」こ a多 レ η tt e船 ■ oい \LJ Etie.. n^enqq(lnaLqn ba1 u penc{ e L. , Cp-\c.rtc^ Porfrcrncr`lい d.c,n rr"en-4eUincr[
Q
tie,-,
M
o ゝЧhυ Tubuh K\ien rreo.gcrta\Lan 9e btlUf=Su ur r{ , 1rLc" LcexlilSi ne.::--b1er33 L{Os-!4c,45U.l-r-r',.l1r1 b rquy* dqm{t ot lo)tnu| irar'r.1a r\reyaq enuVcnr' V.aar r, p\'e-n hzr-q6qort
.?〇 、a
γtじ n←¨
-_-__1J-_.--.-.----?.v z[Vo pclnar Fe\to^u+ f...clr;K )rpaVai zlqht+ tsligl 3b t9'(:. ,
I^'
-Dlio
La Erronc.\
\-liqcrie_np
I 二__型 ・
│
│ 一
熱
_¨
=塞
ム
_■塾
獲 客 塑 等 生 ュ 塗 堕 生 畔
_ザ
並
松
井
I__
l百¬景茸蓮冨篇琶笙竜 J笠二 -
上
拠
壁
―た
ユー h′ en
I正三 I ⑬
\ten
f\a
-tv-rt-+c"
"-. dan be-+-hr"rnb* K\rq c) otLc+-t t
l-rr_Lfnrli
PaLo. |(o"n u nt'\,<-ott-'
E\ien lwpytgaCfiaVavl
(e\a
eLurn V,UL*
nUO rltan
hctnG Lqin rrner
n
iLec/S
CLer1aqcrn
, ha\aaSc- tiqncl araLtarc,(-2o.,^ Jq"raRl
悦′%じ
I uv-cutr .-t (Cr[-il-t ktrg.,-.. tZtc.L. t Ql,-sla-y
vし
と
ACh
Po
Q4薇
ua
ReU"r-a(t\--
■ aatズ
M
teけ 、 た01「
De ke- r t/1ぃ ∩
G*
´ t/じ 暉 ヽ
l< ct-to,.n
h rYlorr
lu \..rn-e ( C/-Urt
n.
"n€nqq.rc+?ca.t 辞t・ ― ЧCtate_ト ロ,い 摯」 6i kL bri,ro,.t
betざ ン下q
te-.L.C_A.,.^
-i
be-ti,rfn arba*,a [re- RY ,Lc\ien
htftv^i .l-e_r^ V\n-Orttc,{.rzrrouL utrc-Lai.- ta L"t-r ' tA-A.+' 4^yL e-.t.\.,\
b Po-v*or-,Icsc^-o..
.!,r.1-O
t3-rnah rahf+
i
v\d dc^v\ c-t Lcli-g.n hanua
r
clan
d,G-av-u υ
[.2\t e,.'t
L*-ii'r Anarr-rkrrn
∨
σ
L-.Innrrna
rrrucy.)
Krr-..{--o".
1
\-e.ona
T,
', corvtpos ^norrtij ttO/∂ οMM
Na-di
l
にト
E CCCE
( Ea Vs lv1g
ttO X/ぃ れQヽ [
B x/nne-ni
9uhu, ちb
│ ズ ゞ lを
Tら
l
PI
faα
Po\a, Be-l-\ aK\ieo
7・
te-
独バα CLn
tげ 午
ひ゛
干滋 蔽
e
NZ1*qUr-a 卜vl_cじ ゃct
^aeroche_pc,\ , ti?)ocLc a-da bn\oLan rramb vorra rontPK = Sirvre-tri: , rvrp,n-ncr-tx lciLuu* lAlro t'\tle*- rnu^c.il i a.r-nanprvrk, tLetura ca L.llC1 'L{otco- (r,o'lrr, a-n.\v\) , S-cuqt {P.r け lヤ ゝ I
OEMTIゆ
(
′ 次
t< --4o [?e,-t.\a potv\ o cuply-ci
M ,-, U,.ra ' TeLiu-.acn ' 褻 卜P´
hitli-l
v1,aLr
trc1
c^,
cr JU p
]rir.^ V-e csc)a bonina\aot:zrn
=
i t¨
. AtU Pot.-porur: L
しいLa
t
α
\_
^ FYrt
し
wtLc*t'z; Lranqn .
b€lu
Lr-rL..-
aα n
= Ee.r¨ at
ins,9`マ
資
Qな つ` qI 「
リ に 応∝ A
ア ー
loy= loY-( Ffo-nnrtr-s ta-qi<- !airvr\>
^l paれ \e : l€ dq-O c{-, L_rl . rot-r i.-( Ull oL1- i A v-
,t =´ 久
=′
F. , A .
_
co\-AL:c し ι ォロ fぃ ●け
t-rZ-Lc.L^
lv′ 0′
」│
。 ヽ `u
ot
●eち2ミ 率 い 、卜‐へan h iェ ´へa∩
sα ち屹
.*atwo a-L-
_α に t,ィ 卜りaら 4ぬ し ^t
ω
De-taa-L S
,
I'r_
f c4
.-1
Le_r^
,
ら19′ セ②´,砲 強ぃ´ しいヰus
[し al.しぃ嘲暉へ LUa 2-!c::.t. Eq1 o!" ( F-r--ie tlrn^ ) , +-,-a^u- acl^ Le\\".
ヽくぶ■tIし Q e-t->e-4-z-tLc^ rer\a€n"l-e
F-e
-)
Kuo.ta ,- o-to-t- I lt= , d--Lo L- c+d-a l-<-t-rti-{ 2cfu-*rl)● 4‐ k
'
LFanqaa\ 2A MLI
h .t
!r-c-,tr ヽ■ LC LRc G-1 [-
C′
qq
ζ然
V1"r'r.r
,1`し _
r、
υ ― Lり し
/
Sp
PDヽ ハ υ
M Pυ
浅光
r
/■ fi
,
gも ′ q
′′う
Mi=4o-92
-C
ιじ
2 じ し 年し
′0ィ
にし
r
=3i-
-t00.o ―
`ぁ
22 .も
,
nal /cl
り′■ ι │
t--)_,R _<..,g t ラ ト11}´ t',
0
p¬ a
lol η
wr, (t rt -G'rq
幸 し
3し c)
`′ ら ―ヽ キ じζ′
卜へぅ〔 し_1),3 ち′
│
ワ%
i-rt:
卜 δ Tlク「 .O rrn at
│、
τζ〔3-
T
Ч ,ヽ
q
rB
d-D\
=ち tSン `〇′し
\o^L /.\
Rq
P{じ
管 0串 ュan
to^3/a
q´ }ヘ
lL
MOH
Rn
Harlt
い じ、
fYlL
alcfa bq\trfrq.
Panr.-.
CaaY"L
rr
( e s-i
g、
′。
_ 3cぅ ′ ひ
ttD
4c-o
-lЧ
〔 しξ
`S 3sr - q" `○
7′
/
―
「ζ
`0
し ― lllキ
(m
P&Val,
N,EUT
{oa } r\r L
ZT
lo^3/し し
t{Z /t, e
0で ∂ 1キ
Io'>
orDL I
MoNO t
♂r、
/..r u
負 「
tO^ZluL
1
―
ο ′負
2
Gutcr cLcgh
Or崎
嗜
。 ′外 o一 υ ζ9o
I M4 aヒ
Oon し.に Ц
c
Q^q-cik-+
2n.ao\
hc<-t $Q-nr^ . a9 α
Vt96 「 Ci"ot; tonio 7 30lvle-i- z-ott,Du\ruU't-o,oo h.a*,-\ -- Cl-o\e-\ (t.'as.\
2 0■
2-贅
a.nif.-<arn eX l*C$o \ n\UU.s; On dqn q-e-iro n J x: | 4 (- a Lh ae.k-&: [-s.n>p6La-c 2x 20
v^-
Dttt
Kttn-n nae^dcr-oa.t .dili A NA
LrrA
l.-t
Fator-( fi-..4q', )n>tein Clrc-rp
aoi
DAr-a
レα 、 n 9as.. L
;.i
Loo Ife".
fo
、 T Diヽ 範
o 3 7-1
k na 1>as* biU,'* [,tgri..q r e.-cn rLo(f
rvr !oc, fa
/∂ o∼ .臥
J cr
x lrnentt, OELバ「IЮ
(z-P : 2D!'/nneaft, Suh\: 3t.6'C - \< \ien terp as c-n OL biYLars.,\ VanuL 3 emf\r -l-c.ctc. t-.'aak. mrnetci.r, -L=Eetn Sc-ta F tn+pir7i.;
*ra-aW t er-rt[6a Le プ ,2
_a_ - tr
U
ir^, -Le-r5i-s6
cti
二v
rn-re,.
cos-tc. .l u . v
t (e
qへo ● いノ′ vtワ 1 ケ ett」 ンぃい ●
di rnt
= ronk L-r
.U
\nor-a- \< : <.{r\4
Da.r:9-1
I NЧ e■ 0し じ
し
- Fiien cv-re6ora1-Ako..\ Nger-- 4'i a>-eo c|aota lc-a-ran ― P・ い
Lora} fn\'trq
I be-+-"rr"\:+!r
tz,r-i c.r6
6ac/t +.-cL\arqn 4€nqo cJ-u4uLE-
L.tpe-L+L(rclq
r-i
E
e\.q^qa\
-0-
Ai\-i.rr-tu< - tLrr LtL<
―に、
ar4-o
n- di (ka」
曖 αっ。 ハ
dc.cl_-
、。
'i
l.ts.^a. t>^nuuuL
L<-tr'er.
-
C.c.no.r>
叫
れ
Ua-tot. t"d.v-TD -tr-oloo h-V tDv/vutl.;o-ri-u-
, I -|b
cboCKe
{ie-n
権 ら
cyr.
ヽ`
メQt―・ やヘ ミ
´ ら ^υ nヽ こ
_
に
“ `tし
くっ 。 ゎ
,
k alPξ a l*altea-n V"c,tvtya 2-
I \rP,bUtwtna,-,
tubuh b fb funur.,
U"r^att.'a,p- tat,"ut.u niv,N29a1
Z.ot
\
,
[ooooz
aレ
tgt-r=,kinrY-
L L bcLL;,-\,1 ,
a,
aν し
DO =
'レ
AC林 柿 蜘
b
) = wrbc 2,?o
( r4ruvr",-.a
Lo^3[oL.
tじ ら ,tra q´ ′ぁι .%し 、褻安 ιし%
Waに 炒ヽ tr r“ _r軋 し f fe-L\n rc-ct\ d-anr) . Lps,aa a6 urn^urh t2rnrr に
'l-utt it- \^e^>.aa , yayylb\,++ \err*-h|
%q- acjf\tDt( rMu\,.orEr biL)\^
LQOe
nernj.f , hutqo . lruLr]c u-aet.:k-
Icoct unqhvo r.rncr
) C pnr-)
= h?ot^qd-.i
a■
ゃ、 バ
\erqi ryLci\4c,-\arL? V e-lq-r er-a-'
0,・
ハ
-E-ti'e-n- n4.ar\r;
L<{r-*
so\
or h> Lza-n
ia-heicrry? an **,rr^ t
L€f+ Va^\*a{-
b
d
Utt,ofrn-Or,t^i
p.naezft+V:tr.^-vt
Cuga
oau/l.(ol-oFa
\r-.6. u-t
o
)
-V'L\'e rL rr\e-r\qal-.CL"-,0'.e nn-6:Eilr b..r-.-c} .--.o lo^t=.^q (,,( c{ya.q )Q)lo{Z-re Da-n-!.f ot LeiLe.Ua d.-an [zgLgrrh A.-d-a Variruq
6+0
^nr.aLq<
te.n.tona
aMgl^nbqrl\-(rorr
banu{a L+fr'ttt-tar
ヒ
-
\.f- t i ar
{\e-rqat h/-q
tt{--ato,.
b
'c!-&c. vr-cao, be-r.ur.jaUftrLLraU9
Vo-aa,rnr-tac^ .len
c-
?F-r o R-tr^t p\
1-ou " ;a-uf
dc.^
(u
tre-n
+-r.,--c ,pen ua.i-.'rtn-cJa
AqNarA trit-E++r.14.'1AN
A\-.{'na!rLe,l4e*"oL-f-e-feLtl)ar- be'.r,uburLq ao a)-to.,otn う η C4t CChaり Ъaや レ いnタ レご Υ は、 飲 νメ ■■― ∼ " “ oそ o■ 管 ド 喩en― αレut ba-.t'r(,r\tnclan 4e^6o r> aAe.r, ce-tQ.re Ьや
1.
│
2
a.
Nrrtfr+i \r, 11;.7i
q"
y1a.
a
S-Lt bcz
WlrrLc cr f\ c"r)
v-t
?"-+rr, en-a- pp y.6;e-ta.h
bor-\^u\-.-Lrr-aan dtQr-.r--.n
L-eU'ttrzX.o.n f:-tbutt
l.{ry-qr\a r[a^ cr
a-n
berh
tr{,2
q}r\-q
a
E-grci
nq aN{oronaF'
υ
D
\ NrTgB-vEvsr Er?er,-a\ ゝ
α、 ‐ コ
,mlo′ 場
Mei Dr{q
1
tL-
υヾ`3
T,al.ra
9gtetrh
n\ k*terta hr.rt t Ct:oc )
j(
あ いOctっ Lan
Ll?-.n c^-rrc.{'
r-reera2,n
sQ-Lcam-ai
ttrし
?1.
zq
a-elrvt
ntB-rvtnsi kpbpra\,^/-at,ln " た Qrpr oゎ いドM(33→ 糾 ヒ気Tぃ 、 ひ na解 √3mmこ 1
_附
ヽへOγ 、っぃ ∼
Se-trqra
ol-g^aq\1 !€-r:lRrt>. U
{r
21i 1g"1.s{^rc..,
t-q-be-.o-v,^ata
ro tt
u\
い 。´ ふ
rerAN
\-rC-ttpc.S
gtlCtra
Q tQ, +-:D
hat--\
a
)へ
, ?rOlci.l-e-ne. i\or tzli.., nofrouf )
- N/to nr\or
p1-ekLLerLF,
htc-pc.r 03巨 LATIЮ
A€rp?rqtor-ra Staf,rr ' i,r-fth1q+.z n- (o1O
bnh-lc4+.irn ere.tiar,"-e
92 nntlo.ny (ec-
rr I ,-
,Ttaou acta ss+qk Y\o+c^f I Taa-U. qet' sa-can6rn-sra-
i,T
o1p66-
C:
citr.orry,al
lr
I tt-+- cl.oic.r-*
i rr+*'
lra
o
t
d-ow|e-r
,
W
tn Yt4oaae**ent C t4Oo ) │し Lau屹 だ っQ"ヒ a、 睦n P.r,
._‐ ‐
技 aハ
qq…
2々 2曖 4awh
Iie-n
,fr?tc.
nQen" cleno'c.h lznfr:dra
k
hl.{"*
cr,
ha;-t
rva
0レ
1
Lecara "
Ъ ′ 心yl。 卜隔 ′
a' gl
^
V“)6ヽ しヽ陸
`ι
Pem LavzL (z
LLA,
Tf,-V Utr'en
LaUu, Vc,r:, ドeし αレ 〈α 6
ダ ls`じ au堕 ら し ぇ 2´ 瞑(レ t(ι `ι
I\U a*r..rl re-n\trru. No/f[4-l P-m Lontr.1L Citaos)
n ,
qn
trd-crtz cucla 1く
dreに
t,
L.eLu
2, Lte[ut
+OLL
c,\evr4
t^9
,@c,LL-c^o\ 4ryLP-x'L
型 ぃ ら… しon
(na rLca br 0r eLq Lr r.r Lz
tDn to
I i
nil,e rpn
auca+ ndu.n-
Lレ l anα
(t rut c
l4ehuraroc ]o 9e[ Lrql lzaa{cLtu- Atuq
t.er" el^ettrirr,l <,n b
f , Lte-fu1;a n GLcl-otr-,4 q . h-rlcn 1. ae\ak4 3 i gcteLah daqQwVaun lmcrq wq^ IMも │り
¨
‖ い「
!し
(Varz:4,r , nn Vlr
uЧ tLiド 2
e
rt
t . l4cnji
rr,:.a
ぃJirぅ
j'flaLLcL^afi
utl-r-,lr,?na,
Qta,\r*v ( t OO4)
,
2二 _全 ■2232■
_唾
6
)nantr;+or U cLda Tr
λ αュ
ff\qa,jL
α aa
bb traoL.
let¨ 潤レ に
tu".r,,
に 臼 らひ■ 1
勝
応 t辞 〕簗 ttttt4
)
at tt lnnuntレ
p∼ に
…
- \^ o hWAq- k tten rl n tut Lc
3
a' Tt'*.?*na tltg S´ _L愛 と しぃ― ぃ_ l<ete.crlqqn │シ
し `む α u Lで ぃ
--
隆 tЧ 、ι ゎ 。し、 ドm
nら 20t ス,LQtu性 ヽ ら ,ktitlhanヽ
kt lし
´ち3Ⅷ
iζ
l
_
Cへ
h‐
r.il ar+trE-in tr-rrda.l.a.n i,v
「ene
くし隆
( t^r.r-r.' llcrnrhdi6t E),ip*q &n
8
I gta*^h
ン ti
E?-t-6.
alervt seuour.fl. 3XZ
' LLnurn^
Y",a^,b-' Lv
k'nt
ttj_次 キιa tt ΦЮ c― ´ι
ILL tL
CS も
。と
t - Mc-Nqk.ctii *.-rl4+-.-t-
i uco rv.€6us1,1L{Lkan
lρ 鋼ヽくQオ‐ `い集 h
夫贄ル、
δ、
3_し a医
da- kli
沖 崚 てaし ―
4.J,1
Qに 漱 い〔
g*-!-nt*"gf
l(no.x\ealas -- 4iseaio prD(eIT ( r8o3
W\c-nraAt> u-t-kc,n J
二 l
=Ⅳ l導
年n ` いもしb囃 ` 、み、4″ り 、Ц aレ「
│ 1温 二 ご ぃ卜_L" L tzl.a't- a{a
pe-?\q€fuzl l.uravr
a3 pOrrrq€-fa\^ua,-e\ \g-n>.^+aE │
│う
= )と ぃ
│へ
=
叫
MOat_t に … ^― スQミ 、Lぃ ち へ tし け _α にヽ
:!]
f = Da,hjaa-j-a.t(ue,^ qo,u^a \u".5
観
D
NT″
ゞ
l
vJak-r., lxto a*
f{espon Ltie-o Me ., l-qii U.rto.
?\c^p
ar- k\ie., Do =rc,;os Etiqr.
t
noar, rrfut bqntu ehalqoasarr . t€rde ngq u
の Aレ ぃ(
alTo U(ζ Rに 、ah ttnan,k lleヘ trnrr-pc.k tgs arL
Me
na
Pot
ln-Lo1
卜Ae∼ ■
?eィ ‐
kqし
binq. sa
\zriB
n serr'i+ow
DS - L-,r;en ryro^aafzz!-on
4ぺ
1 \.anuL nL\
DS, Utro,-, MenaateL{orn
I
3
uQ
SC取 に ♭貯レ
(
qn klio n Sqcora
フ∫二│く i「 Qぃ
m nuQ■
ta、 こ
´ raに 。
oP:Ir
aaa_
Ue'i
bsrku r.ahq Gaat
d'z oQ"
t.j,r-,
P'rir1
fi,.1e".'Seppr.li
L-B = FUen' di qroc, cb*a o S = S\.atc- nq51 oT
lvlen8
kql'i non veraat k-lr.e..
S
:
nr.{en hilqnq tiwrbq\ I Do = \.-tlo., rno",-..q,j- gakj-; nLls\^\ ar4utotul
´ィ
l │卜 /19rnヒ 。、
“
a、
__l mQЧ anan 9ゞ ,レ `Tcへ 。40nネ れ は tr-.t-au. ct,clca qerar i
hTdQ,こ
i
\ernbut qq
roftol<*
―
Me.^quku- TT|(/ kLt " th tt 1do n4n4t(q ,N - t(oz./n lLa- lio x /rvrenra ,5.< aC r6"c
DrJ
'tetertv
btlo nne-\c-VaU aa
Lcordlrcu
.oow[V\l 1,L M\nn-ciLzL:r TTy r-
N\orvr.;t vraa' k\iaa I PLaレ nゝ
、i
、γ 【 enQり
mrnttq ,fga-di 169 x(mrt ILE *Bx7n,.wnt+ g zu,Toc
\Lo
1,
?f .. k-\ien melqq r\aL
L\i/?futs
│
,
m ttal
- K\ien o??hoabeam hZ\au.
V\ernbe^\2aL-
+e
= tく
liを
ra aレ noFSし oT
c.i-au'r
vna\a't^
rnual
7.1runtrah
nα に n.q+4ヒ aぃ SaJ`Li
'ゞ ´Tい
i L lt′■ ム ■0い ヽ
lt-rr
1-
10レ 、i14掛 α ひし
in TeL,h' &a,ni-troli rrLie
r.
I MelqQ". TTソ
l t― pr
"tけ
tヾ
ξ =`
i ptr -"1
0
,
h-8- 3o
lzo /80 uut
Pο 浅
熟hqOし っ│
1-
loB x&nq n;
xlrvgtrtt , !-urhu_ s?"c
3
i
′。に¨↑凛
ヽし
-
L
Kqi a.n
Vno Az{e-no,
N
│'t‐ ‐k tt‐ 2ぃ
aれ 曖 an
θ餞 市aQo
r
│。
ヒ 0い
ヽ mυ tt
metatui l
5o
tt-6 O^ao^{tn- n 1^4
││` ■e,ψ υ ■ u区
│ ′
koハ eレ ら ata■ ぃゃ IDO `わ ら
c 5o
NtQ,rYtc
l<-ai
Ltoa PCr \aooa- L.Uen
E-tr
OksrZ
<-e,oa.-t
●へιt′ atan,十 cに 滉ぃaar「 0′ レk「
ω tら
l
│ │、
IM A-
atintに 。ζ レ
テ′ 輌 リァ
Otlhqsn 9. rnonraon1. DO, k \tan l<-pqt*-,e_ Oz- Zl al"-cb.'
McA入
りゎJュ
IL_ HFQハ
セ
/`
ガ
DS
: \
iCれ 2
f,)S
. LC\ien
lw/uura
k&.' 9e-lgnaPl, dqdr,tiz Ctt 2じ歌
po
n/te
´卜
M
Q北,thち crぎ k 、Q
DD. MuLut klien
+d.n
も し
h
レ lば h 麟 o
m)
l!ef.oy7eth__4ie_! q11'ft-tL. い、 ´ t
a tcah
htur,rzrkqti
鯰 _d〔 L‐
tnuo\
I
DS,;t u.,
rvr
Sn4carzz e-a,,o
&SE"" rvruiut l/nqh'l. lerato
セ ィρ
(
f\auntahr )
ba(.rr?
ak'1. fnrra [.
rIu f\1:ah lx ]-etc-ri Wqi --.
9e lgt, a \-.,.." perhQnt-
f,, oqe.r? haoc*r\:qh 5cl6qi 6rr'd lz c.rrcro^, ki,-elqn be. czie-naaf-. cl trrl-cr tr
fL= !14ef. .{, clc.do U_anon e J . SLcc[c- rrqgn' ,
o
o
lVlenqqKur l-lv
I ; r!L{e.vr
k air \:€nqeiahuLqn E\i
lレ
C\
dnq
{-nocru U
kri-an DO
Oδ .0?ω
it
l,n
. 1.0 1'to /6o rncnrtcl pa<{i tto4{ ll(t"g>z,rnenit eul"u ?tot 4aC
t)g- E\rgn 9,!4Lr ヽL
-€nr
an(、
o<-,.zzlq' Man6crfuiLactn
ま スじ
Seue-o,.arrq -\Cti
Mo
r.n
be*\c,a,n *qrqu- aba+
Cir,preo' ol>c-a*
W1
at
ts@,toco\ac
D9'
krn4)
‐ ■
d-c;,,r->
o-c,
笠ひ 凝
zi\ztLz-tn s€cirk-1, cn、u ntilc
Dt, '- Ol>c^L Surdr-.r l-r d rrlr,pk-r,ikav-r ht)!c.[t-r'r w t-t"+e i A
nf Eme$k C
gt."ulc.Lcan
Irl,e-o "*e
te\<-ni1e
cLr
SQキ Cヽ α h
Do. \,€he.,
グ ftCt寝
€\a.tx
cih
u
\sbih L tOヽ
Oo、 へ ょ、ら
p―
」
?-r Ment el-t"^n ecluLza'l-i y>acla \<-t1 enta ko-lirq.aa to s.tc. ´`ヽ FQ麟 eoし │ シ‐
)
Menin^tqi-'c,
ヽЧQ■
bp.ro.
t
loac-\atn
k、
リド は。イnへ ぃ「
23,. ,'Gq-"rr- '
-fu\nu 4a,5C-
D! t. k\tun a\.
ien ryr€-na elar,tao be".te
b.-6 n €.rr.tn Sqnnen:rqtz di-
h " E&
se\u_aca.n
^
4r W. ―
l, Zri
t/qn banau l-o r'cL a \_nlz.l Mp_Lc.i,crr
lat.ay-cam .tanc-lcn-
o“ r/tt
13ο /υ
tox/ry2nn
降
O,
I hici r-crri
,
tUocti Ltzxfrt'rrrL Suhu AG,8'
銀 flq.nl 可
rvrc.r?gscr h-Y:i
*u.4e- \,cu\it 2, 6ds-ti1,. ,Uulr+ Frzryrrut banuat, Y\enqai
arVan
C-crra Lahh.an
E
, 'lzLlen
berl^rr.A.,c^ s€'"i-e.Lah l-alfl^c^^
l"APi
oLr-rt
い [ha、
ne 5じ
M Prnbrn'Lan
― ゛lへ ヽ Okふ
降
_ヽ ド レい
ヽen r\tenacr-rrA Lzq 9ち Lし 「
SZrLrqi
l?O
, ohr..
cta
E ur
f'l S Q d.r12rt
h ailrrret-€.l6dn
pes-I1^
Metatti
{U [6l1pter c)e.nqao SUalut 3oo 4-*elaL< f4c)c atgtgi i い。CなJi tυ 0 ヽ ぃい α _ta´ に支av` ¬睦=( │,ο =† ヮ 13o√ θo Mttftaノ n4e-nFE, lL\a- 3O >o/rneri-rt, L.?L,81 \4. alvl< qa .Iqrapi O t \) e =V\tea rnqrr<-t*c:r t c,n AJq }<- tuctale .
│′
2 1MeAquレ 1\
u・
eynpe.t-Tartn
rcar:t\t Lciien
(€,bih
l.rt2\crLzrrLcqn ]f>S -- Kt,a-.nanqcd=LJotn
!uni zoib D l.tgw
ov-arl hiqi rJ
0ぼ・ 0001
M anoivu.ur ,lcr^.ro - -Fo"rtr. tn't-a(
t
l
mut帆
い
S
SOた lQh
●α
100多 Mu` ut縫 囃隊熱t
tobM
?d r TD \z':1go MhaH-?x / N4cl i- {io /続 咤 nAcn乱 ′5=ろ ぃ ら。 こぅlЦし要 ン′
∂‐cx uθ
OS=自
161 2
iぃ 、 2
机´ ヒuり k-crto.ur
_P=nЧ c■ 1ズ ヱルtメ
1+Q■4,1
t -
g?l-i
vャ 。 c も マ “
nし 磐 ド
b2
sAtenq aF-
e'
nq €e-. s
fttrs-{t<
- tusLiLr
- [t-: Seft' c\i a.e-a v⊆ ,su、 こ、G 卜u en h
-f 、OOい (ら
│■
で
M e'r"\:e
nl<stJelql2 --oEq!-S-suqi
0O-.
r n\4e.h
hil
oEZt s".--Poh dniit€ しυ
\<-€tor-ol.
i
k{,;L
fQr de
\cp6lcrL '3oo , -hd Lr".a-., t'l a-tercri
―F鈍り、「
…
_,
= F,,eo
rne n4ct-tct
L-an
5€-Sak-
D0 . 1vrdc,p651 Po$\gOu.1a.ci$ otrZrL
bc,r.e",'\2alrnc\pqlian / F TeuL{e nI;
t 28,< /r..e-.f'L DS. Lct(en nnana at;Ltcrn c4
Me .,oi-:-+.a.r, hti'en r-rrrcul\< pe-r-r'. tralat,n Lotih.ctn 1.A..-,.oTr-F=-€.
\t€bq-,
t
r-
!-, \.<\.t'qn d-druK
0noKo
F -- l<\i-eq r Zneq1at.av-\ oear(:c.rn{heUqecdr', c\.){r] {-Uanclh gct\
nuf3ur-
fu^.lo
I Se-h-clok, k.UQ.c') 9 u cta\4 ltclqi-" rv\Lta\\ MCtfttqll 7te.\-.} pi r,tasih tercrc,
Ivtenirntocn*^'oeraLbcidon
L
ion こ●ヽ hauaρ り 、)Qoα 式`1>十ahu Dケ ニ■ヽ
L.\ia.n
9..-
ζeitに い υ「に 、 中〆αぅ
Y-e\Ua
,lct\q
:今trr/2cバ 4● マ リ
cfr*€n-rrrc
DO, ´ (く 、 iO
rl cvl
m a{\{-r-p(rq J-ttq
t.
Ier,4ir&
n rJ
q.
-1くヽ t2へ ⊆ζ Qに ua
Monrel alL. a1 pr6l6^- trgq1-g,a(zt-
-
Pl i Orr Q
lcolua(zi1 fnr,d\crri^ro!2 z ctq N
4. alo-; 3 Vn^.>, qeFlq
, j .
pr^rni
9
In -t-.t on nnoncecro,\,r DS - {(\ien lAerqc(tatac, n ミ α tt υ レ aぃ
LrL L
\V
aて ゞ ャ
α鼈
rn iロ
SU c{ r-,
PS
ir
. l<-\icn
l2pr
r.nerua
∫Cね ヽ ah alヽ J7D
nn
lzgri
k .n -fa..r- c*>otv gErlra i p$:
c*-auc^o (ebil
0嗜ェ
d― し■ 健 1.lo.n lfa1<-
っ “
' l.l,"t, tt. r5e nqu,,r,, 1。 b〔
Mo
pu
ヽ ͡ _ しQ
9b6.g clrboc.l.
D0. ku\i<, ferqlra l.o1{ ut^qtiva
lembup h1.e.;
ar^-orrrq.rvrfs zrc{rrlteL-t
lteni
l^A O
Dp-- T?
nqUK-uron trrnd-ct-1on&
ibV- [-e.r C-q % ?Jca+, fdrilhrt [Sr l,cutL f- Aa*rtl.- vo 18a mmlL+ , Nraa1, i(o
M e nft ′β卜
v-a+E\\ L
2■
b6,cJ"t 卜Aこ ン、 、 り _に ∼ゃ諄 歓蛯″″
f
`υ tいQ
)υ千 つ
た し
"´
× ィ∼.Qn
t
じv
ASI J<.eP€fiAL.r41-4 N Avat ua,5-1 | Sor,P; b賭 9- - l<(ia*', n^ * zol furri t Flic!-, nrrqooctlcrlzan strdah bi:a cr.rra Q: flapc,r l-\ten captt, [oanq; &o.5D wr rl ron\
h
¨ttメ
tη
U@nH へat{`u
Ttaoftlfdcit-
fr-dr);a.l (o Qo\
br
a.J-o Safal.l r\ct .r-cl-a- !f an-6rad-
\d'ot
ac{a \r-rqrz O.linaj- a\of,Ar Marvrp,.^ o4en-a]or. (td l/2-r1c.
?,
rfl Li.CF
fncs(
\ O LQrvA,n-k\
‐ 1化 ヽ
'
Pe.< -. y.-J4cr'r 3 1ヽ 4、 〇∩Ph′ r ltt/
.1
k
h,tat-]f-e.
“
τ 「
Q√ ξ2alfO ω 〔
r. Ltfen Llnfttk_ [c,t'hon lqroo-(x,s-aa
. - Kh en rr,re d-qc.{-c.Lc"? nqe^
Stlclc,
.lua.-rt
; C! ,flgen 1spn"Li drtu.rtk:-.fcrs,rF ; F:nu,)Q.ri cff a,re-a c\cxAa, =nLlen hi Lar.a {rnnt^-rU. , K!C" rng1.g{aLcarr ki.Sq rha\cu\.rtf,_an *ou
O "]D 1'!6(gsc,,trny19 , l0od"i Ki ,Zn lcnnp6rLziman-
A=
へ O sat_い ヽ や
Pom. Le
'T'ftr
に
}ぃ
lLOxlryrenat-
, W Z<>x. 1^r-vte.n\t,gulrru 1lr,g.C, -t\- S)ki:t -1ikq vlqe-t rnr.-l.rcur(
可 ¨ 七 ンは情 に
u^e-t Car oz-)
\-2otav--ia
c)r-\\-<;ff
nca-fr,I(a\
flain cenfrpL c l("os ) 1に │● が
Mnrc,ta',u.-c.^ tck n,k oDr,r Tiaorctd,c q6^7a,1!rc11 €: d.ur-r ` Rn = La.r\ute\aa n ヽ LcreuL.
a^
∂
○ら
ζ
ついっ ぃ R、 「
i i nH?ri
[\O *ko^
'z-or!
"
5-Ltst--< \coq^n
clf!+<22 \-", {Q16-1-:,
aO \=1
; lCeftroL-,.
c^Y1a.
?
o
€rd-crt- mtrc-,.u,t'n",runta\-. )<:.n .) nr cl L2 cn n \\o n eld 'S se rr C aLt .*
Jrini
er,1eL CtU"s)
ヽ 争′
L-a\rq-"r-< an -S-
ぃ「
llar..A?! e\.ah
gr-rctcrh
Ii 'g \-tru n Cc. r. (c.Lqt i ^ i 4t k4 fi = N4..a.icLLah lgelunn tpro.barj l.lulnF,onau !trrt-r-rS- ( i"oOa.l )
.
qk adQ unt “ 1-i.-l o1-. crd-c;< ltYL 丁Ъ
t
6. c\c<
Lao1a(-
l'l:rp5., ^rla\<-or\ \>lrt--ar1
'Hi anos-i
F = Lan\ urt.l.an int P-r-verl{.J
6
u
6aY1
i 3 N'-t+o-.,+,,r^,.\ Moh4q ar,"gat C
」‐ Moは も。 い。 dmバ ・ 1_a14)ヒ Qっ ′
′にぇt
e
hta rQn。
D3 sぶ ]-t \o s^c.1"-
tttlts\'
. Vqt-\Aan l,yra-p, しリ レv ,oξ ―・
駄 p hqヽ ギ
lz\rpn un ⑩
Juni
'1otc
I = Flie-n r e^Sc.traL(a- ,-rtqry\c.cLi or nnCXjr L. K\ion av ao
O = - K\ton ctan
qt-\
teoi'l-r-
ctiXe-l-qn
tset
Krroo'"-[on l-ro llenlq',/v^Ala baffi.\qaa.n -en c,r ki L , tq+)i' binalLra\ s. ac,*- vapai a-tar.l,
avtDn
1gq a,\r'
ににぃt。
:
1_e
dt.s
o
?<.\
@
al
art S
h_rt.,elcrLzo.n
rrrpii\,cari
sor-a pcoce.ic
C tAo a)
Forni Lt ar cle.rq qa p,rta aL<-f tMen des (
Me ns-lebU+-
j
c
■
t-crrqa qe?-ala kCnqqFi-E ta/\cl- c G<-t,n nraencaq.a h
lcon.r p iI E..u<
: Lan\,--rtuo.t, itn-eqll/a^A. I - \
tr
tqaow\e_d-ge : c[tser\(e_ pcDcgg Crgof )
(r\
¨
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) EFUSI PLEURA
Disusun Oleh: Heni Wiji Utami A01301759
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) EFUSI PLEURA
Pokok Bahasan
: penyakit efusi pleura
Sub pokok Bahasaan
: Mengetahui pengertian efusi pleura, proses penyakit, penyebab efusi pleura, tanda gejala efusi pleura dan tindakan untuk mencegah komplikasi.
Sasaran
: Klien Ny. S dan keluarga Ny. S
Hari / tanggal
: Rabu, 1 Juni 2016
Waktu
: Pukul 14.30 WIB
Tempat
: Ruang Teratai RSUD Prof Dr. Soedirman Kebumn
A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan klien dan keluarga memahami penyakit efusi pleura. B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 15 menit diharapkan Ny. S dan keluarga mampu: 1. Menjelaskan pengerian efusi pleura 2. Menjelaskan proses penyakit efusi pleura 3. Mampu menyebutkan penyebab penyakit efusi pleura 4. Mampu menyebutkan tanda gejala penyakit efusi pleura 5. Mampu menyebutlkan tindakan untuk mencegah komplikasi. C. Materi Pengajaran 1. Pengerian efusi pleura 2. Proses penyakit efusi pleura 3. Penyebab penyakit efusi pleura 4. Tanda gejala penyakit efusi pleura 5. Tindakan untuk mencegah komplikasi penyakit.
D. Metode Ceramah dan tanya jawab E. Materi Terlampir F. Media dan Alat 1. Leaflet 2. Lembar balik 3. Alat tulis G. Kegiatan Pembelajaran NO 1.
KEGIATAN Memberi salam, menanyakan
WAKTU
EVALUASI
1’
Keluarga menjawab salam dan
keadaan klien dan keluarga. 2.
Menjelaskan
menyetujui kontrak waktu
maksud
kedatangan
dan
2’
membuat
seksama dan menyetujui kontrak
kontrak waktu. 3.
waktu yang ditetapkan bersama
Melakukan
pendidikan
5’
kesehatan efusi pleura 4.
tentang
Keluarga memperhatikan dengan seksama.
Menanyakan kepada klien & keluarga
Keluarga mendengarkan dengan
3’
kejelasan
Menanggapi dengan melakukan pertanyaan.
materi yang disampaikan. Mempersilahkan
klien
&
keluarga
mengajukan
Menjawab pertanyaan dari klien & keluarga.
pertanyaan. 5.
Melakukan evaluasi
3’
Keluarga dan klien
mnjawab
pertanyaan yang diajukan 6.
Mengakhiri kontrak waktu dan berpamitan keluarga.
kepada
klien
&
1’
Keluarga mempersilahkan dengan baik.
H. Setting Tempat
AA
C
Keterangan :
C
A = Pasien B = Keluarga pasien C = Perawat
B B
I. Kriteria Evaluasi 1. Evaluasi struktur a. Setting tempat sesuai, mencakup persiapan acara, persiapan tempat,waktu, media. b. SAP tersusun sehari sebelum penyuluhan. 2. Evaluasi proses a. Pelaksanaan implementasi dilakukan pada tanggal 1 Juni
2016
pukul 14.30 -14.45 WIB di ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. b. Klien dan keluarga antusias dan mendengarkan c. Klien dan keluarga aktif bertanya. d. Pelaksanaan penkes berjalan dengan lancar. 3. Evaluasi hasil Didapatkan hasil : a. Klien dan keluarga mampu menjelaskan pengertian efusi pleura b. Klien dan keluarga mampu menjelaskan proses penyakit c. Klien dan keluarga mampu menyebutkan 2 dari 5 penyebab penyakit d. Klien dan keluarga mampu menyebutkan 4 dari 8 tanda gejala penyakit e. Klien dan keluarga mampu menyebutkan 3 dari 5 tindakan untuk mencegah komplikasi penyakit.
MATERI SAP
A. Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan berlebih di dalam rongga pleura. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan penderitanya (Muttaqin, 2014). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Brunner&Suddarth, 2013). Efusi pleura merupakan kondisi dimana dalam rongga pleura terdapat cairan berlebih. B. Penyebab Efusi Pleura Pembentukan cairan yang berlebihan karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, gagal jantung, gagal ginjal dan kanker. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi. a. Transudat : dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior dan tumor. b. Eksudat : disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen. c. Efusi hemoragi : disebabkan adanya tumor, trauma, infark paru dan tuberculosis (Muttaqin, 2014). C. Proses terjadinya Efusi Pleura Menurut Muttaqin (2014) secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak. Akan tetapi, pada efusi pleura cairan di dalam pleura melebihi batas normal. Hal tersebut salah satunya karena peradangan/ infeksi dan adanya tumor ataupun kanker. Pada setiap infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan pleura dari rongga
pleuradapat
menyebabkan
pecahnya
membran
kapiler
dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura secara cepat. Akibatnya terjadi akumulasi cairan di rongga pleura. Akumulasi cairan tersebut menyebabkan penderita mengeluh sesak napas. D. Tanda Gejala Efusi Pleura Muttaqin (2014) adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit atau nyeri di dada (pleuritis). Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Selain itu muncul tanda dan gejala demam, menggigil, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak, hasil rongten menggambarkan kesan efusi pleura. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). E. Tindakan untuk Mencegah Komplikasi Penyakit 1. Pemberian terapi oksigen Menurut Pamungkas (2015) pemenuhan kebutuhan oksigenasi salah satunya dapat diberikan melalui terapi oksigen. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru- paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernapas, sehingga sesak napas berkurang. 2. Batuk Efektif Menurut Muttaqin (2008) latihan batuk efektif merupakan salah satu terapi modalitas perawat unuk membersihkan sekresi pada jalan napas. Tujuan batuk efektif ini adalah mengeluarkan dahak. lakukan napas dalam 2-3x melalui hidung kemudian keluarkan pelan pelan. Pada napas dalam
yang ketiga, tahan sampai hitungan 2 detik dan batukkan menggunakan otot perut dan otot bantu pernapasan lainnya. Disarankan sebelum batuk efektif minum air hangat dulu, ini mempermudah pengeluaran dahak (Muttaqin, 2014). 3. Latihan Pernapasan Tujuannya untuk mengurangi sesak napas sehingga pernapasan lebih efektif dan efisien. Latihan nafas dalam tersebut diberikan sebagai latihan yang diperlukan selama perawatan maupun untuk penatalaksanaan pasien dengan masalah ketidakefektifan pola napas selama di rumah (Natalia, dkk, 2007). 4. WSD (Water Seal Drainage) Merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan paling efektif untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura, yakni denga menggunakan selang yang dimasukkan ke dalam cavum pleura klien dan kemudian dihubungkan dengan seperangkat botol, sehingga mendrainase cairan abnormal dari dalam cavum pleura keluar. Tujuan WSD yaitu untuk mengeluarkan cairan di dalam rongga pleura (Muttaqin, 2014). 5. Ciptakan gaya hidup sehat Gaya hidup sehat bisa dilakukan dengan tidak merokok, minuman keras, olahraga secara teratur. Olahraga disesuaikan dengan kondisi tubuh. Selain itu bisa dengan mengatur makan- makanan yang sehat dan tentunya makan secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Natalia, Dewi., dkk. (2007). Efektifitas Pursed Lip Breathing dan Tiup Balon dalam Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma Bronchiale di RSUD Banyumas. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Volume 3, No. 1.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
EFEKTIFITAS PURSED LIPS BREATHING DAN TIUP BALON DALAM PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) PASIEN ASMA BRONCHIALE DI RSUD BANYUMAS Dewi Natalia1) Saryono2 Dina Indrati3 1
Mahasiswa Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman 2,3,Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRACT Asthma bronchiale involved into 5 of major lung diseases and it increasingly in prevalention rate, in also in hospital case, morbidity, and mortality. Asthma bronchiale Patient is getting disturbance of expiration, this is shown by decreasing of peak expiratory flow, and caused to respiratory function disturbance, low of productivity and quality of live, so breathing exercise is very important to help gain peak expiratory flow. The research wants to know affectivity of breathing exercise in increasing of peak expiratory flow in asthma bronchiale patient. The research is quasi experiment with two group pre and post test design. The respondent this research is 52 patients of asthma bronchiale in Bougenvile, Cempaka, and RRD ward of Banyumas Hospital from June up to September 2006 which was gotten by simple randomization. The writer used primary data was taken from measuring of peak expiratory flow at pursed lips breathing and blew up the balloon groups. The statistical analysis is pair t test and independent t test. Pair t test with 5 % finding indicate that pursed lips breathing and blew up the balloon are effective to increasing of peak expiratory flow (p<0.05), and the analysis mean of two groups by independent t test with 5 % finding indicate that pursed lips breathing more effective than blew up the balloon to increase peak expiratory flow of asthma bronchiale patient (p<0.05). The conclusion of this research is breathing exercise by pursed lips breathing and blew up the balloon important in rehabilitation of asthma bronchiale patient to increase peak expiratory flow. Keywords: Pursed Lips Breathing, Blew Up the Balloon, Peak Expiratory flow (PEF). PENDAHULUAN Penyakit asma bronchiale masuk dalam 5 penyakit paru utama yang bertanggung jawab pada 17,4 % kematian di dunia, dan dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar 50%. Berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga (SKRT) ditahun 1986 asma bronchiale menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) di Indonesia. Tahun 1992 asma bronchiale, bersama bronchitis dan emfisema merupakan penyebab 52
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
kematian (mortalitas) ke-4 di Indonesia atau sekitar 5,6 % (PDPI, 2004). Asma bronchiale mempunyai dampak yang sangat mengganggu. Gangguan fungsi pernafasan menjadi komplikasi dan menimbulkan gangguan pada berbagai aktifitas sehari-hari sehingga menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2003). Pada asma bronchiale terdapat ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal pernafasan terutama pada ekspirasi yang dicerminkan dengan rendahnya arus puncak ekspirasi (APE) (Price, 1992). Arus puncak ekspirasi adalah nilai kekuatan aliran udara maksimal paru untuk menilai ada dan berat obstruksi jalan nafas, respon pengobatan, dan menilai “asthma attack” yang dilakukan pada pasien asma bronchiale (PDPI, 2004). Penatalaksanaan penyakit asma bronchiale sering dikaitkan dengan senam asma yang berdasar pada latihan pernafasan (PDPI, 2004). Latihan nafas tidak untuk hanya ditujukan membersihkan jalan nafas dari mukus berlebihan tapi juga ditujukan untuk mengatasi masalah penurunan volume paru, peningkatan beban kerja pernafasan, pola nafas abnormal, gangguan pertukaran gas, dan hambatan arus udara dalam saluran nafas (Jenkins & Turker, 1993). Hasil Workshop Rehabilitasi Penyakit Paru di RS Moewardi Surakarta pada 57 Desember 2005 dan beberapa
literatur bahwa pursed lips breathing yang dilakukan secara teratur dapat memperbaiki ventilasi sehingga dapat memperbaiki aliran udara dan volume paru pasien asma bronchiale. Pada pelaksanaan di rumah sakit – rumah sakit latihan tiup balon merupakan tekhnik yang lebih sering dilakukan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang efektifitas tekhnik latihan nafas terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pada pasien asma bronchiale. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu (quasi experiment) dengan jenis rancangan two group pre and post test design. Desain ini subyek mengobservasi sebanyak 2 kali (pre test dan post test), dengan pendekatan terhadap subyek penelitian adalah studi eksperimen, yaitu mengusahakan timbulnya variabel dan selanjutnya dikontrol untuk dilihat pengaruhnya (Arikunto, 2002). Perlakuan berupa tekhnik pernafasan pursed lips breathing dan tiup balon yang dilakukan pada kelompok berbeda. Subyek penelitian ini adalah pasien asma bronchiale yang menjalani rawat inap di bangsal penyakit dalam RSU Banyumas yang memenuhi kriteria inklusi dan didapat subyek sebanyak 52 responden, terdiri dari 25 responden pada kelompok pursed lips breathing
53
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
dan 27 responden pada 4x sehari (dengan jarak 4-5 kelompok tiup balon. jam), masing masing 10 menit, Proses penelitian dimulai selama 4 hari. Akhir perlakuan dengan melakukan randomisasi APE pasien diukur kembali (random untuk mengetahui hasil allocation/random perlakuan (post test). Tiap asessment) pada subyek pengukuran dilakukan 3 kali, penelitian yang memenuhi dilakukan pada pagi hari kriteria inklusi menjadi dua sebelum pemberian kelompok. Randomisasi dilakukan dengan simple bronchodilator, dan diambil randomization (randomisasi nilai yang tertinggi sebagai nilai APE pasien. sederhana), yaitu setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian pada kelompok menjadi anggota dari 2 kelompok perlakuan tiup balon dan pursed lips breathing dengan pair t test (Sastroasmoro & Ismail, 1995). Sampel pada masing masing menunjukkan bahwa nilai t kelompok kemudian diajarkan pada kedua kelompok lebih tekhnik pernafasan pursed lips besar dari t tabel dan nilai p breathing atau tiup balon, dan lebih kecil dari nilai α (α 5% cara pengukuran APE. Tahap atau 0,05) yang berarti pursed selanjutnya sampel pada lips breathing dan tiup balon masing-masing kelompok efektif untuk meningkatkan diukur nilai APE sebelum APE pada pasien asma perlakuan (pre test), dan pasien bronchiale. diminta untuk melakukannya Tabel 1Perubahan APE pasien asma bronchiale pada kelompok pursed lips breathing dan tiup balon sebelum dan sesudah latihan nafas Pursed Lips Breathing Tiup Balon Nilai Sebelum-Sesudah n % n % APE Naik 22 88 21 77,79 Tetap 2 8 4 14,81 Turun 1 4 2 7,40 Jumlah 25 100 27 100 Hasil penelitian dengan independent t test didapat nilai t 2,030 dan p 0,048 yang berarti p lebih kecil dari α (α 5% atau 0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau berarti
pursed lips breathing lebih efektif dari tiup balon dalam meningkatkan APE pasien asma bronchiale di RSU Banyumas dapat dilihat pada table dibawah ini
54
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Tabel 2 Perbandingan tingkat obstruksi pasien asma bronchiale pada kelompok pursed lips breathing dan tiup balon sebelum dan sesudah latihan nafas No
Kelompok
1.
Pursed Lips Breathing a. Ringan b. Sedang c. Berat
2.
Tiup Balon a. Ringan b. Sedang c. Berat
Sebelum Perlakuan n %
Sesudah Perlakuan n %
25
100
6 19
24 76
1 26
3,70 96,30
4 23
14,81 85,19
SIMPULAN DAN SARAN Pasien asma bronchiale sebelum mendapat latihan nafas mengalami gangguan aliran udara pernafasan khususnya pada saat ekspirasi, yang ditunjukkan dengan nilai APE yang rendah dan tingkat obstruksi yang berat. APE setelah pursed lips breathing dapat meningkat dengan ratarata peningkatan sebesar 26,20 l/menit. APE setelah tiup balon dapat meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 13,148 l/menit. Latihan nafas dengan pursed lips breathing dan tiup balon pada pasien asma bronchiale efektif untuk membantu mencapai peningkatan APE dan memperbaiki tingkat obstruksi. Latihan nafas dengan pursed lips breathing lebih efektif daripada tiup balon dalam peningkatan APE pada pasien asma bronchiale. Saran bagi petugas rehabilitasi medik, khususnya fisioterapis untuk lebih meningkatkan penggunaan latihan nafas pursed lips breathing dan dapat mempertimbangkan pursed lips
breathing sebagai prosedur tetap dalam penatalaksanaan latihan nafas pada pasien asma bronchiale.Saran bagi perawat, perlu meningkatkan fungsinya sebagai edukator untuk mengajarkan, melatih dan memotifasi pasien untuk menggunakan latihan nafas sebagai latihan yang diperlukan selama perawatan maupun untuk penatalaksanaan asma bronchiale di rumah.Saran bagi penderita asma bronchiale, hendaknya bisa berperan serta secara mandiri dalam penatalaksanaan penyakit asma bronchiale yang diderita dengan menggunakan tekhnik latihan nafas baik pursed lips breathing maupun tiup balon sehingga dapat memperbaiki aliran udara pada saat terjadi serangan. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pursed lips breathing dan tiup balon terhadap pasien asma bronchiale dengan kelompok umur, kelompok dan tingkat klasifikasi, obstruksi yang berbeda.
55
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
DAFTAR PUSTAKA Aditama, Y. T. (2004, April 16). Mengobati asma (On-line). Terdapat pada:http://www.suarape mbaruan.com/News/2004 /25/kesehatan/kes03.htm l. Amin, M. (1989). Pengantar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press. A, Suhasimi. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Basuki. (Desember, 2005). Modalitas fisioterapi pada penatalaksanaan pasien gangguan paru. Dipresentasikan dalam workshop rehabilitasi penyakit paru di RSUD Moewardi Surakarta 5-7 Desember 2005. Budiarto, E. (2001). Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC. Ediyono, M. A. (1994). Perbedaan efek pursed lips breathing dan relaksasi pada rehabilitasi paru terhadap kenaikan saturasi oksigen darah pada penderita emfisema. Paru; Majalah perhimpunan dokter paru Indonesia. Vol. 14 no 4 okt. 1994. PT. Satria Tugu Muda (Asrita Printing). Fregonezi, F. G. A. (2003, 11 November). Pursed lips breathing (On-line). Terdapat pada http://www.vardorg/jou
r/03/40/55UP2/gosseli nk.html. GINA. (2003, 23 Juni). What is known asthma (On-line). Terdapat pada: http://www.ginaasthma .org/whatisknownasthm a/pocketasthma.html. Guyton, A. C. (1990). Human physiology and mechanism of disease. (terjemah) (3th ed). Alih bahasa: Adrianto. Jakarta: EGC. Herman, P. D. (2006, 26 April). Senam nafas sehat sebagai salah satu pilihan terapi latihan pada penderita asma bronchiale (On-line). Terdapat pada: http://www.physiosby.c om/senam nafas sehat. Hole, E. J., Pickard, C. G., Ouymette, R., Lohe, J.A., & Bowell, W. I. (1999). Patient care guidelines for nurse practitioner. (5th ed). Philadelphia: J.B Lippincott Company. Hough, A. (1991). Physioteraphy in respiratory care; problem solving approach. 1st ed. London: Chapman & Hall. Idiyah, N. N. (2005). Penanganan rehabilitasi penderita asma. Dipresentasikan dalam workshop rehabilitasi penyakit paru di RSUD Moewardi Surakarta 5-7 Desember 2005. John, E. H. (1994). Respiratory care; a guide to clinical practice (2nd ed.).
56
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Kavuru, S. M., Lang, M. D., & Erzulum, C. S. (2006). Asthma (On-line). Terdapat pada: http://www.clevelandcli nicmeded.com/disease management/pulmonar y/asthma/asthma.htm. Keeley & Osman. (2001, Mei 5). Prevalence of dysfunctional breathing in patien treated for asthma in primary care: cross sectional survey (On-line). Terdapat pada: http://bmj;2001: 322:1098-1100. National Jewish Rehabilitation Department. (2006). Breathing technique (Online). Terdapat pada: http://www.njc.org/dis easeinfo/wellness/breathing .aspx Non Name. (2002, Juni 17). Breathing: pursed lips breathing (On-line). Terdapat pada: http://www.copdinternational.com/librar y/plb.htm PDPI. (2004). Asma; Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Pradjnaparamita. (2005, Juli 22). Paru paru sehat, nafaspun lega…!. (Online). Terdapat pada: http://www.kompas.co m//kesehatanhtml. Price, S. A., & Wilson, L. M. (1992). Phatophysiology: clinical concept of disease process (4th ed).
(terjemah). Alih bahasa: Anugrah, P. Patofisiologi; konsep klinis proses penyakit. Ed 4 cetakan 2. Jakarta: EGC. Rab, T. (1996). Ilmu penyakit paru. Jakarta: Hipokrates. Rachma, N. (2005). Rehabilitasi nafas sebagai bagian penanganaan penyakit paru. Dipresentasikan dalam workshop rehabilitasi penyakit paru di RSUD Moewardi Surakarta 5-7 Desember 2005. Rees, J., & Price, J. (1998). ABC of asthma (3 th ed). (terjemah). Alih bahasa: Nugroho, E. Petunjuk penting asma. Edisi ketiga.. Jakarta: EGC. Rekam Medis RSU Banyumas. (Maret 2006). Data penyakit asma bronchiale di RSU Banyumas periode januari sampai maret 2006. Riwidikdo, H. (2002). Aplikasi komputer untuk rancangan analisis statistik dan metodologi penelitian. Depkes RI yogyakarta Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (1995). Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. Soemarno. (2001). Perbedaan pengaruh senam asma Indonesia terhadap peningkatan KVP, VEP1 , dan APE pada penderita asma persisten ringan dan sedang di klub asma RS graha medika 57
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Jakarta. Fisioterapi; Jurnal ikatan fisioterapis Indonesia. (Vol. 02. April 2001). Solo: IFI. Smeltzer, S. C., Bare, G. B. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Edisi 8 vol.1).
Alih bahasa: Waluyo, A., dkk. Jakarta: EGC. WHO. (1998, Desember 7). Asthma (On-line). Terdapat pada: http://www.who.int/inf -pr-1998/en/pr9892.html
58
PENGARUH PURSED LIPS BREATHING TERHADAP POLA PERNAPASAN PADA PASIEN DENGAN EMFISEMA DI RUMAH SAKIT PARU DR. ARIO WIRAWAN SALATIGA Laily Widya Astuti Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT Pursed lips breathing will balance the homeostasis that can lead the respiratory center to lower frequency and depth of breathing in patients with emphysema who have ineffective breathing pattern caused by an increase in dead space. The purpose of this study is to analyze the influence of breathing exercises of pursed lips breathing toward respiratory pattern in the patients with emphysema at Ario Wirawan Hospital Salatiga. This was a quasi-experimental design with non equivalent control group design. The population in this study was 134 with the samples of 34 respondents divided into control and intervention groups. The data sampling used accidental sampling technique and the data instrument used the checklists. The data analysis used Mann Whitney and Wilcoxon tests. The results of this study indicated that there was an influence of pursed lips breathing toward respiratory pattern in patients with emphysema. The univariate analysis indicated that the breathing pattern before the treatment in the control and intervention groups all of the patients (100%) experienced ineffective breathing pattern and after the treatment, in the intervention group it decreased into 58.8% and in the control group decreased into 88.2%. There was a difference in the breathing pattern after the treatment between the intervention and control groups with p-value of 0.000 <α (0.05). Pursed lips breathing can be used as a non-pharmacological treatment in the management of emphysema in reducing complaints of ineffective breathing pattern. Keywords: Pursed lips breathing, respiratory pattern, emphysema
PENDAHULUAN Emfisema merupakan salah satu golongan penyakit paru menahun (PPOK), dimana terjadi gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai dengan adanya pelebaran permanen ruang udara di distal bronkiolus terminal disertai adanya kerusakan jaringan parenkim paru (alveoli). Definisi lain menyebutkan bahwa penyakit paru obstruktif menahun emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara diparu menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang distal sampai bronkiolus terminal maka diklasifikasikan sebagai emfisema vesikuler dan apabila destruksi terjadi pada
jaringan di antara ruang udara diklasifikasikan sebagai emfisema interlobular atau interstitial (Bararah & Jauhar, 2013). WHO memperkirakan angka mortalitas pada tahun 2020 penyakit yang terkait dengan tembakau termasuk emfisema akan menjadi masalah kesehatan terbesar dan menyebabkan 8,4 juta kematian setiap tahun. Emfisema di Indonesia menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI menunjukkan angka kematian karena PPOK termasuk didalamnya emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia dan juga di dunia serta belum terlihat penurunan jumlah penderita, sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya faktor resiko penyebab
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
1
emfisema seperti peningkatan jumlah orang yang menghisap rokok di usia muda, pesatnya kemajuan industri serta polusi udara. Perkiraan akibat penggunaan tembakau akan menyebabkan 70 persen kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema (Bararah & Jauhar, 2013). Pursed lip breathing adalah latihan pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi lebih di perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan pursed lips breathing ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2013). Tujuan dari pursed lips breathing ini adalah untuk membantu klien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013). Langkah-langkah atau cara melakukan pursed lips breathing ini adalah dengan cara menghirup napas melalui hidung sambil menghitung sampai 3 seperti saat menghirup wangi bunga mawar. Hembuskan dengan lambat dan rata melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot abdomen. (Merapatkan bibir meningkatkan tekanan intratrakeal; menghembuskan melalui mulut memberikan tahanan lebih sedikit pada udara yang dihembuskan). Hitung hingga 7 sambil memperpanjang ekspirasi melalui bibir yang dirapatkan seperti saat sedang meniup lilin. Sambil duduk dikursi: Lipat tangan diatas abdomen, hirup napas melalui hidung sambil menghitung hingga 3, membungkuk ke depan dan hembuskan dengan lambat melalui bibir yang dirapatkan sambil menghitung hingga 7 (Smeltzer & Bare, 2013). Tahap mengerutkan bibir ini dapat memperpanjang ekshalasi, hal ini akan mengurangi udara ruang rugi yang terjebak dijalan napas, serta meningkatan pengeluaran CO2 dan menurunkan kadar CO2 dalam darah arteri serta dapat meningkatkan O2, sehingga akan terjadi perbaikan homeostasis yaitu kadar CO2 dalam darah arteri normal, dan pH darah 2
juga akan menjadi normal (Muttaqin, 2013). Mengingat ketidak efektifan pola pernapasan pada emfisema disebabkan karena peningkatan ruang rugi dan menimbulkan hiperkapnia yang akan meningkatkan pola pernapasan maka dengan normalnya pH darah atau homeostasis seimbang maka pusat kontrol pernapasan akan menormalkan pola pernapasan klien seperti frekuensi, kedalaman dan irama pernapasan pada klien emfisema menjadi membaik. Artikel yang dikemukakan oleh Fregonezi, G.A. de F, et al (2004), mengatakan bahwa pursed lips breathing ini memiliki banyak manfaat sebagai salah satu fisioterapi, seperti untuk pasien dengan PPOK, asma, gangguan neuromuskular, atau pun pada pasien yang mengalami gangguan respirasi lainya seperti emfisema. Penelitian oleh Nield, A Margaret, et al (2007) menunjukkan hasil bahwa kelompok yang diberikan latihan dengan pursed lips breathing lebih menampakan hasil yang baik dibandingkan dengan kelompok intervensi yang diberikan latihan dengan expiratory muscle training dan juga kelompok kontrol pada pasien dengan dispnea. Penelitian oleh Natalia, Dewi, et al (2007) menunjukkan perbandingan yang signifikan antara pasien yang diberikan latihan pursed lips breathing dengan pasien yang diberikan terapi tiup balon terhadap puncak arus ekspirasi yang menunjukkan fungsi paru pada pasien dengan asma bronkhial. Penelitian ini dilakukan selama empat hari dengan hasil peningkatan rata-rata pursed lips breathing 26,20 1/menit dan dengan intervensi tiup balon peningkatan sebesar 13,148 1/menit. Ini menunjukkan bahwa pursed lips breathing lebih efektif dalam meningkatkan arus puncak ekspirasi. Hasil studi pendahuluan yang di lakukan peneliti di Rumah sakit paru dr.Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 17 februari, hasil wawancara yang dilakukan dengan perawat prevalensi emfisema kejadian emfisema pada 6 bulan terakhir adalah 134 pasien, dan semua pasien emfisema mengalami gangguan pola pernapasan. Hasil wawancara dengan 3 orang pasien dengan emfisema sering mengalami sesak napas di rumah dan wawancara tentang penanganan keperawatan yang didapatkan selama rawat inap adalah pemberian oksigen, dan obat-obatan. Pasien tidak ada yang di ajarkan teknik latihan pernapasan apapun oleh perawat. Fenomena tersebut diatasa
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap Pola Pernapasan pada Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga”. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment), yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design. Kelompok intervensi dan kelompok kontrol keduanya diukur sebelum dan sesudah intervensi pada waktu penelitian. Setelah dilakukan intervensi diharapkan terdapat pengaruh pada kelompok intervensi. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga yang jumlah totalnya 134 dari bulan Agustus 2013 sampai bulan Januari 2014. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan estimasi (perkiraan) untuk menguji hipotesis beda rata-rata (kategorik) dua kelompok tidak berpasangan. Jumlah sampel untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi masing-masing 17 responden. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 34 responden. Metode yang digunakan saat melakukan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel dengan Accidental Sampling didasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmojo, 2010). Metode ini dipilih karena penelitian ini peneliti lakukan di rumah sakit, jadi pasien yang datang dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan dalam penelitian di jadikan sebagai responden dalam penelitian. Kriteria inklusi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah: 1) Bersedia menjadi responden; 2) Pasien dengan Emfisema yang di rawat inap; 3) Pasien emfisema dengan gangguan pola pernapasan; 4) Pasien dengan terapi bronkodilator.
Adapun kriteria eksklusi: 1) Pasien emfisema yang pulang kurang dari empat hari terhitung dari hari pertama penelitian; 2) Pasien emfisema yang menggunakan ventilator Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 24 Maret sampai 15 April 2014. Analisis Data Analisa Univariat Bentuk analisis univariat pada penelitian ini mendiskripsikan pada kelompok kontrol dan intervensi keefektifan pola pernapasan responden sebelum dan setelah diberikan pursed lips breathing, serta perbedaan pola pernapasan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisa Bivariat Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon (untuk hipotesis ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah Pursed lips breathing kelompok intervensi dan hipotesis tidak ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah perlakuan kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema). Jika p-value < α (0,05) berarti Ha diterima. Uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney (untuk uji hipotesis ada pengaruh Pursed lips breathing terhadap pola pernapasan pasien dengan emfisema). jika pvalue < α (0,05), maka Ha diterima. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Pola Pernapasan Pasien Emfisema Sebelum Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Pernapasan Pasien Emfisema Sebelum Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kontrol, 2014 Kelompok Kelompok Pola Intervensi Kontrol Pernapasan f % f % Tidak Efektif 17 100,0 17 100,0 Efektif 0 0,0 0 0,0 Jumlah 17 100 17 100
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
3
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum melakukan pursed lips breathing semua responden kelompok
intervensi dan kontrol mengalami pola pernapasan tidak efektif, yaitu sejumlah 17 responden (100,0%).
Pola Pernapasan Pasien Emfisema Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Pernapasan Pasien Emfisema Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kontrol, 2014 Kelompok Kelompok Kontrol Intervensi Pola Pernapasan f % f % Tidak Efektif 10 58,8 15 88,2 Efektif 7 41,2 2 11,8 Jumlah 17 100 17 100 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sesudah melakukan pursed lips breathing, pola pernapasan responden kelompok intervensi yang tidak efektif sejumlah 10 pasien (58,8%) dan yang efektif
sejumlah 7 pasien (41,2%). Sedangkan pada kelompok kontrol dengan pola pernapasan tidak efektif sejumlah 15 pasien (88,2%), dan pola pernapasan efektif sejumlah 2 pasien (11,8%).
Analisis Bivariat Perbedaan Pola Pernapasan Responden Sebelum dan Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi Tabel 3. Perbedaan Pola Pernapasan Sebelum dan Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi pada Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga, 2014 Variabel
Perlakuan
n
Pola Pernapasan
Sebelum Sesudah
17 6,2353 17 8,7647
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z hitung = -3,473 dengan p-value sebesar 0,001. Terlihat bahwa p-value 0,001 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan sebelum dan
Mean
Sd
Z
0,66421 -3,473 1,20049
p-value 0,001
sesudah melakukan pursed lips breathing pada kelompok intervensi pada pasien dengan emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Perbedaan Pola Pernapasan Responden Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Tabel 4. Perbedaan Pola Pernapasan Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol pada Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga, 2014 Variabel
Perlakuan
n Mean
Pola Pernapasan
Sebelum Sesudah
17 6,1765 17 6,7647
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z hitung = -1,930 dengan p-value sebesar 0,054. Terlihat bahwa p-value 0,054 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada 4
Sd
Z
0,72761 -1,930 1,48026
p-value 0,054
perbedaan pola pernapasan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
Pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap Pola Pernapasan pada Pasien Emfisema Tabel 5. Perbedaan Pola Pernapasan Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga, 2014 Variabel
Kelompok
n Mean
Pola Pernapasan
Intervensi Kontrol
17 8,7647 17 6,7647
Hasil uji Mann Whitney, diperoleh nilai Z hitung sebesar -3,708 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan sesudah melakukan Pursed Lips Breathing antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. Ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Pursed Lips Breathing terhadap pola pernapasan pasien dengan emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran Pola Pernapasan Sebelum Dilakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga Skor pola pernapasan pada kedua kelompok didapatkan data yang homogen atau tidak ada perbedaan yang signifikan, dapat di artikan bahwa pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga mengalami pola pernapasan tidak efektif sebelum diberikan perlakuan. Penderita emfisema mengalami pola pernapasan tidak efektif karena terjadinya kerusakan alveoli yang membesar dan tidak dapat mengempis karena hilangnya elastisitasnya dan mengakibatkan pertukaran gas berkurang (peningkatan ruang rugi), hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida dan memicu tubuh untuk mencukupi kadar oksigen didalam darah sehingga pernapasan menjadi lebih cepat (takipnea) untuk menyeimbangkan kadar oksigen dan karbondioksida didalam darah, hal ini sesuai dengan penelitian pengertian emfisema dan pola pernapasan. Pernyataan diatas sesuai dengan definisi emfisema menurut Bararah & Jauhar,
Sd
Z
1,20049 -3,708 1,48026
p-value 0,000
emfisema adalah kerusakan parenkim serta penyempitan saluran napas mengakibatkan obstruksi jalan napas dan sesak. Dinding alveoli yang mengalami kerusakan menyebabkan berkurangnya kontak lansung area permukaan alveolar dengan kapiler paru, menyebabkan pertukaran gas berkurang (Ruang rugi) dan terjadi peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) sehingga menyebabkan asidosis respiratorik (Bararah & Jauhar, 2013). Pola pernapasan pasien emfisema di Rumah Sakit dr.Ario Wirawan Salatiga memiliki nilai skor sebelum perlakuan yang dikategorikan sebagai pola pernapasan tidak efektif, baik kelompok kontrol maupun intervensi. Gaya hidup juga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempeburuk keadaan kesehatan termasuk pernapasan. Merokok salah satu gaya hidup yang dapat memperberat keadaan pasien dengan emfisema. hasil wawancara dari 19 dari 34 pasien masih aktif merokok walaupun jumlahnya sudah dikurangi, dan 11 dari 34 pasien dulunya perokok aktif namun sekarang sudah berhenti, 4 dari 34 pasien mengaku bahwa dirumahnya terdapat perokok yang aktif. Rokok serta polusi udara merupakan penyebab utama dari emfisema ini. Gambaran Pola Pernapasan Pasien Emfisema Sesudah Melakukan Pursed Lips Breathing pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga Penatalaksanaan pola pernapasan tidak efektif bisa dengan farmakologi dan dengan terapi nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan adalah latihan pernapasan, yaitu Pursed lips breathing (Smelzert & Barre, 2013). Pursed lips breathing adalah tehnik pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir dirapatkan, yang dapat memperbaiki transport
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
5
oksigen, membantu menginduksi pola napas lambat dan dalam, dan membantu passien untuk mengontrol pernapasan, tujuannya untuk melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi (Smeltzer & Barre, 2013). Pasien yang mengalami emfisema pada kelompok intervensi diberikan perlakuan yaitu melakukan latihan pernapasan Pursed Lips Breathing selama 15 menit setiap latihan dan dilakukan tiga kali sehari selama empat hari diruang rawat masing-masing pasien. Latihan pernapasan adalah salah satu cara untuk mengkatkan perbaikan pola pernapasan (Smelzer & Barre, 2013). Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing memiliki tahapan yang dapat membantu menginduksi pola pernapassan lambat, memperbaiki transport oksigen, membantu pasien mengontrol pernapasan dan juga melatih otot respirasi, dapat juga meningkatkan pengeluaran karbondioksida yang disebabkan oleh terperangkapnya karbondioksida karena alveoli kehilangan elastistitas, sehingga pertukaran gas tidak dapat dilakukan dengan maksimal dan meningkatkan ruang rugi di paru-paru. Namun dengan latihan pernapasan Pursed lips breathing ini dapat meningkatkan pengeluaran karbondioksidan dan juga meningkatkan jumlah oksigen didalam darah darah, dan membantu menyeimbangkan homeostasis. Jika homeostasis mulai seimbang maka tubuh tidak akan meningkatkan upaya meningkatakan kebutuhan oksigen dengan meningkatkan pernapasan yang membuat penderita emfisema mengalami sesak napas atau pola pernapasan tidak efektif. Hasil wawancara didapatkan bahwa pasien dulunya adalah perokok aktif dan sampai sekarang ada beberapa yang masih aktif namun sudah dikurangi, 4 orang mengatakan bahwa pernah ada keluarga yang juga mengidap penyakit emfisema. Pada pasien emfisema kelompok kontrol di Rumah Sakit dr.Ario Wirawan Salatiga didapatkan rata-rata skor pretest adalah 6,1765 dan skor posttest adalah 6,7647, terlihat ada peningkatan skor rata-rata pada kelompok kontrol dimana ada perbaikan pola pernapasan. Hal ini bisa disebabkan karena tindakan keperawatan dan tindakan medis yang didapatkan oleh pasien emfisema kelompok kontrol di Rumah Sakit dr.Ario Wirawan Salatiga sudah sesuai, tindakan yang diberikan
6
antara lain adalah oksigenasi, pemenuhan kebutuhan dasar seperti cairan elektrolit, nutriri, eliminasi, personal hygien, obat-obatan yang diberikan seperti bronkodilator. Analisis Bivariat Perbedaan pola pernapasan pada emfisema sebelum dan sesudah diberikan pursed lips breathing pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga. Pola pernapasan kelompok intervensi dapat diketahui bahwa responden sebelum melakukan pursed lips breathing 100,0% mengalami pola pernapasan tidak efektif dengan rata-rata skor pola pernapasan adalah 6,2353, kemudian setelah melakukan pursed lips breathing berkurang menjadi 58,8% dengan rata-rata skor pola pernapasan yaitu 8,7647.. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa p-value 0,001 (α=0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan sebelum dan sesudah melakukan pursed lips breathing di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian pursed lip breathing berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan pola pernapasan pada pasien dengan emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Skor rata-rata pola pernapasan sebelum melakukan pursed lips breathing banyak yang mengalami pola pernapasan tidak efektif, hal ini disebabkan karena terjadi asisosis respiratorik yang disebabkan oleh terperangkapnya udara (air trapping) yang meningkatkan kadar karbondioksida didalam darah yang disebabkan karena paru-paru mengalami kehilangan elastisitas dan sulit melakukan pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida. Ketidaktahuan atau kurangnya informasi serta motivasi responden tentang cara penanganan sesak napas atau pola pernapasan tidak efektif bisa menjadi salah satu faktor penyebab, dari hasil wawancara dengan pasien sebelumnya didapatkan bahwa pasien belum mengetahui tentang latihan pernapasan. Pengelolaan atau latihan pernapasan bisa menjadi salah satu edukasi yang dapat diberikan untuk pasien dengan gangguan pola pernapasan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara pemberian pursed lips breathing 3 kali sehari selama 15 menit dalam 4 hari yaitu
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
pada saat sebelum makan pada pasien dengan emfisema yang mengalami pola pernapasan tidak efektif di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Setelah diberikan pursed lips breathing selama 12 kali selama 4 hari, kelompok intervensi mengalami perbaikan pola pernapasan, dan ada perbedaan pola pernapasan antara sebelum dan sesudah pemberian pursed lips breathing pada pasien emfisema yang mengalami pola pernapasan tidak efektif di RSP dr.ario Wirawan Salatiga. Pursed lips breathing dapat memperbaiki transport oksigen, membantu untuk menginduksi pola napas lambat dam dalam, dan membantu pasien untuk mengontrol pernapasan, bahkan selama periode stres fisik. Pada saat melakukan Pursed lips breathing, otot-otot ekspirasi akan dilatih untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dengan demikian mengurangi jumlah tahanan dan jebakan jalan napas (Smeltzer & Barre, 2013). Perbedaan pola pernapasan pada pasien dengan emfisema sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di RSP dr. Ario Wirawan Salatiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol sejumlah 17 responden di Rumah sakit dr.Ario Wirawan Salatiga, ratarata skor pola pernapasan responden sebelum perlakuan sebesar 6,1765, setelah perlakuan meningkat menjadi 6,7647, dari 17 jumlah responden (100,0%) mengalami pola pernapasan tidak efektif, kemudian sedikit berubah menjadi 88,2% atau 15 pasien masih mengalami pola pernapasan tidak efektif setelah perlakuan, terlihat bahwa lebih banyak pasien yang masih mengalami pola pernapasan tidak efektif dan hanya 2 pasien yang mengalami perubahan pola pernapasan menjadi efektif. Hasil uji Wilcoxon di dapatkan bahwa p-value 0,054 (α=0,05) yang menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Kelompok kontrol yaitu kelompok yang mengalami pola pernapasan tidak efektif dan di berikan serta dianjurkan untuk melakukan latihan pursed lips breathing atau latihan pernapasan lainnya, pada kelompok kontrol hanya dilakukan pemeriksaan pola pernpasan pada hari pertama sebagai laporan pretest,
peneliti hanya memberikan perlakuan seperti membantu perawatan sehari-hari sesuai dengan terapi yang diberikan dirumah sakit yang tindakannya tidak berbeda dengan pasien kelompok intervensi seperti membantu memberikan terapi obat sesuai program rumah sakit dan setelah empat hari membantu perawatan pasien kelompok kontrol dilakukan lagi pemeriksaan pola pernapasan sebagai laporan hasil penelitian atau posttest. Hal ini sesuai dengan teori Somantri (2009), aktivitas dan istirahat juga dapat mempengaruhi dari keadaan pola pernapasan. kegiatan dapat meningkatkan laju respirasi dan menyebabkan peningkatan suplai serta kebutuhan oksigen tubuh. Hal tersebut sesuai dengan teori somantri (2009), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempenagruhi respirasi adalah emosi. Kerja jantung dipengaruhi oelh pusat tertinggi dari serebrum mealalui hipotalalmus, dimana terdapat pusat stimulasi jantung dimedulla. Jaras motorik dari pusat tersebut yang kemudian ditrasmisikan kejantung. Pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap Pola pernapasan pada pasien dengan emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga Pola pernapasan tidak efektif pasien dengan emfisema pada kelompok intervensi di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga setelah diberikan Pursed Lips Breathing menjadi 58,8%. Sedangkan pola pernapasan pasien dengan emfisema pada kelompok kontrol di RSP dr.Ario Wirawan salatiga setelah diberikan perlakuan menjadi 88,2%. Ini menunjukan bahwa setelah pemberian Pursed Lips Breathing, jumlah pasien yang mengalami pola pernapasan tidak efektif pada pasien emfisema menjadi menurun dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Hasil uji Mann Whitney didapatkan bahwa p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian pursed lips breathing terhadap pola pernapasan pasien dengan emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara pemberian pursed lips breathing pada pasien emfisema selama 15 menit sebanyak 3 kali sehari dalam waktu 4 hari sebelum makan di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Setelah diberikan pursed lips
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
7
breathing selama 4 hari, kelompok intervensi mengalami penurunan jumlah pasien yang mengalami pola pernapasan tidak efektif. Ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian pursed lips breathing pada pasien emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Pasien dengan emfisema mengalami gangguan pengembangan pada paru-paru yang ditandai dengan adanya pelebaran permanen ruang di distal bronkioulus terminal disertai adanya kerusakan jaringan parenkim paru (alveoli), definisi lain menyebutkan bahwa penyakit paru obstruksi kronik emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru-paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai perubahan destruktif (Bararah & Jauhar). Kerusakan paru-paru seperti ini akan mengakibatkan beberapa keluhan pada pasien emfisema, salah satunya adalah sesak napas. Latihan pernapasan dapat melambatkan pernapasan, meningkatkan transportasi oksigen, juga memperpanjang ekshalasi untuk menurunkan tingkat karbondioksida dalam darah, hal ini baik untuk memperbaiki keadaan pola pernapasan tidak efektif pada pasien dengan emfisema. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing tidak hanya membantu memperbaiki keadaan sesak napas, namun juga dapat membantu seseorang meningkatkan arus puncak ekspirasi, mengurangi frekuensi serangan PPOK, menurunkan tingkat nyeri, menurunkan tekanan darah dan juga memberikan perasaan yang lebih nyaman dan tenang serta dapat memperlambat pola pernapasan saat melakukan latihan. Beberapa komplikasi mungkin terjadi pada pasien yang mengalami emfisema seperti gagal jantung kor-pulmonal, kardiak disritmia yang disebabkan oleh asidosis respiratorik, untuk mencegah terjadinya komplikasi tersebut, maka emfisema perlu mendapat penanganan secara baik sejak dini sebelum terjadi peningkatan kerusakan paru-paru lebih lanjut (Somantri, 2009). Melakukan latihan pernapasan merupakan salah satu cara untuk mencegah kerusakan paru-paru lebih lanjut, serta membantu mengurangi gejala-gejala atau serangan yang dapat terjadi pada pasien dengan emfisema seperti sesak napas yang sering dikeluhkan dan menjadi alasan pasien dirawat di rumah sakit, serta menjadi salah
8
satu indikator keberhasilan penatalaksaan pada pasien emfisema. Latihan pernapasan ini mudah dilakukan sendiri dimanapun oleh penderita emfisema, tidak ada gerakan yang sulit atau berat, tidak membutuhkan biaya dan tidak memiliki efek samping seperti pada pemakaian obat-obatan. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing ini dapat dilakukan 5 menit atau lebih, beberapa kali sehari sebelum makan (smeltzer & Barre, 2013). Tahap-tahap latihan pernapasan dengan pursed lips breathing ini dapat melatih pernapasan menjadi lebih lambat serta lebih memperpanjang ekshalasi untuk mengurangi jumlah udara yang terjebak dan jumlah tahanan jalan napas. Melalui latihan pernapasan pursed lips breathing, pasien dengan emfisema yang mengalami pola pernapasan tidak efektif dilatih untuk memperpanjang ekshalasi yang akan meningkatkan jumlah pengeluaran karbonsioksida yang terperangkap serta meningkatkan transportasi oksigen agar medula oblongata tidak terstimulasi untuk melakukan peningkatan usaha pernapasan karena telah terjadi keseimbangan homestasis gas didalam tubuh pasien dengan emfisema, dan hal ini akan menstabilkan pola pernapasan menjadi efektif (Smeltzer & Barre, 2013). Pusat kontrol pernapasan terletak pada batang otak (pons dan medulla oblongata) serta korteks. Pada medulla oblongata berperan untuk pernapasan spontan, pada pons berupa apneustic center dan pneumotaxic center. apneustic center bekerja melalui mekanisme penghambatan inspirasi sedangakan pneumotaxic center mengatur pola pernapasan berdasarkan stimulasi hipoksia, stimulasi hiperkapnia, dan stimulasi inflasi paru. Sentrum pernapasan yang terdapat di korteks berperan untuk pernapasan saat bicara ada bernyanyi (Djojodibroto, 2009). Pusat apneustik pada pons bagian bawah menstimulasi pussat medullar inspirasi untuk meningkatkan inspirasi dalam, lama. Pusat pneumotaksik, yang terletak pada pons bagian atas sebagai pengontrol pola pernapassan (Smeltzer & Bare, 2013). Pusat pneumotaksik dan pusat apneustik sangat dipengaruhi oleh pengaturan korteks serebral, sistem limbik dan hipotalamus. Kontrol voluter dan involunter dilakukan oleh serat desenden dari pusat otak lain pengaturan kontrol tersebut mepermudah perubahan dalam mekanisme pernapasan yang
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
terlihat seperti pada saat menelan, batuk, berteriak, dan tindakan yang dikehendaki. Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini sehingga menimbulkan inspirasi selain itu neuron juga meransang pusat pneumotaksik. Sebaliknya pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga menyebabkan pengehentian inspirasi (Muttaqin, 2008). Penjelasan diatas menunjukan, perubahan pola pernapasan dipengaruhi oleh keadaan stimulasi hipoksia dan stimulasi hiperkapnia seperti yang terjadi pada pasien dengan emfisema dan akan menstimulasi medulla oblongata untuk mempercepat pernapasan agar memenuhi kebutuhan oksigen serta mengurangi jumlah karbondioksida didalam tubuh. Pursed lips breathing ini adalah latihan pernapasan atau dapat dikatakan pernapasan dengan kesadaran atau kehendak, pusat apneustik dan pneumotaksik memepermudah perubahan mekanisme pernapasan. Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini sehingga menimbulkan inspirasi selain itu neuron juga meransang pusat pneumotaksik. Sebaliknya pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga menyebabkan pengehentian inspirasi. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan yaitu peneliti tidak apat melakukan pengawasan secara intensif terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola pernapasan pasien dengan emfisema seperti aktifitas dan istirahat, keadaan lingkungan, kestabilan emosi, gaya hidup dan tingkat kesehatan pasien atau pemberian terapi lainnya yang dilakukan di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini hanya cukup untuk memenuhi minimal jumlah sampel, karena hambatan memperoleh lebih banyak jumlah responden yang sesuai dengan kriteria. KESIMPULAN Ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan pasien dengan emfisema sebelum dan sesudah diberikan pursed lips breathing pada kelompok intervensi dengan nilai p-value 0,001 (α = 0,05).
Tidak ada perbedaan yang signifikan pola pernapasan pasien dengan emfisema sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok kontrol dengan nilai p-value 0,054 (α = 0,05). Ada pengaruh pemberian pursed lips breathing terhadap pola pernapasan pada pasien dengan emfisema di RSP dr.Ario Wirawan Salatiga dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). SARAN Bagi Pasien dengan emfisema dan masyarakat hendaknya menjadikan pursed lips breathing sebagai salah satu pilihan latihan pernapasan yang dilakukan saat mengalami kekambuhan gangguan pola pernapsan seharihari. Pelayanan kesehatan diharapakan dapat menjadikan pursed lips breathing sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam memperbaiki pola pernapasan. Bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil penelitian ini diharapkan para petugas kesehatan dapat memberikan perhatian lebih pada pasien yang mengalami pola pernapasan tidak efektif dengan pursed lips breathing ini sebagai salah satu alternatif intervensi tambahan. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat meneliti Pursed lips breathing ini pada pasien dengan gangguan pola pernapasan akibat penyakit paru-paru lainnya seperti PPOK, asma dan bronkhitis, dapat juga diberikan pada usia anak-anak sampai lansia. DAFTAR PUSTAKA [1] Bararah, Taqiyyah., Jauhar, Mohammad 2013. Asuhan Keperawatan panduan lengkap menjadi perawat profesional, Prestasi Pustakarya, jakarta. [2] Berman, Audrey., Shirlee Synder., Kozier, Barbara., Erb, Glenora 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. EGC. Jakarta. [3] Djojodibroto, Darmanto. 2013, Respirologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. [4] D’Urbano, J. 2011. Breathing Patterns [PDF] Dari: http://www.breathsounds.org/
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
9
docs/Breathing%20Patterns.pdf januari 2014]
[24
[5] Fregonezi, G.A. de F., Resqueti, V.R., Rous, Guell R. 2004. Pursed Lips Breathing [PDF] Dari: http://http://www. archbroconeumol.org [04 februari 2014] [6] Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta [7] Natalia, Dewi., Saryono., Indriati, Dina. 2007. Efektifitas Pursed Lip breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pasien asma bronchiale di RSUD Banyumas [PDF] Dari: http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/do wnload.php?id=335 [22 Januari 2014] [8] Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. [9] Nield, Margaret A., Soo Hoo,Guy W., Roper, Janice M., Santiago, Silverio. 2007, Efficacy Of Pursed-Lips Breathing A Breathing Pattern Retraining Strategy For Dyspnea Reduction, [PDF]. http://www.nursingcenter.com/lnc/journal article?Article_ID=741753 [25 januari 2014] [10] Padila. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 2012. Nuha Medika. Yogyakarta
10
[11] Priharjo, Robert. 2007, Pengkajian Fisik Keperawatan, edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. [12] Priyanto, 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise terhadap Fusngsi Ventilasi Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi Mekanik. Universitas Indonesia : Jakarta. [13] Somantri, Irman. 2009, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta. [14] Smeltzer S. C., Bare G. B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. [15] Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. [16] Herdman, T.Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. [17] Ward, Jeremy P.T., Ward, Jane., Leach, Richard M., Wiener, Charles M 2008. At Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. [18] Widowati, Ria. 2010. Efektifitas Pursed lips breathing terhadap frekuensi serangan pasien PPOK [PDF] dari : digilib uns.ac.id efektifitas pursed lips breathing.html [12 Juni 2014]
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pasien dengan Emfisema di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan Salatiga
Efficacy of Pursed-Lips Breathing A BREATHING PATTERN RETRAINING STRATEGY FOR DYSPNEA REDUCTION Margaret A. Nield, PhD, RN, Guy W. Soo Hoo, MD, MPH, Janice M. Roper, PhD, RN, and Silverio Santiago, MD
.............................................................................................................................................................................................................. .. .. h PURPOSE: Breathing pattern retraining is frequently used for exertional .. K E Y W O R D S .. dyspnea relief in adults with moderate to severe chronic obstructive pulmonary disease. However, there is contradictory evidence to support .. breathing exercises .. its use. The study objective was to compare 2 programs of prolonging . expiratory time (pursed-lips breathing and expiratory muscle training) on .. chronic obstructive .. dyspnea and functional performance. .. dyspnea h METHODS: A randomized, controlled design was used for the pilot study. .. .. pulmonary disease Subjects recruited from the outpatient pulmonary clinic of a university-affiliated Veteran Affairs healthcare center were randomized to: .. .. 1) pursed-lips breathing, 2) expiratory muscle training, or 3) control. .. Changes over time in dyspnea [modified Borg after 6-minute walk . From the VA Greater Los Angeles distance (6MWD) and Shortness of Breath Questionnaire] and functional .. Healthcare System, West Los Angeles performance (Human Activity Profile and physical function scale of Short .. Healthcare Center, Los Angeles, Calif Form 36-item Health Survey) were assessed with a multilevel modeling .. (Drs Nield, Soo Hoo, and Roper); . University of Hawaii at Maˆnoa, procedure. Weekly laboratory visits for training were accompanied by .. Honolulu, Hawaii (Dr Nield); and structured verbal, written, and audiovisual instruction. . . Geffen School of Medicine, University h RESULTS: Forty subjects with chronic obstructive pulmonary disease [age = 65 T .. of California, Los Angeles (Drs Soo Hoo 9 (mean T standard deviation) years, forced expiratory volume 1 second/ .. and Santiago). forced vital capacity % = 46 T 10, forced expiratory volume 1 second % .. This study was funded in part by predicted = 39 T 13, body mass index = 26 T 6 kg/m2, inspiratory muscle .. Rehabilitation Research Career .. Development Awards, Department of strength = 69 T 22 cm H2O, and expiratory muscle strength (PEmax) = 102 T 29 cm H2O] were enrolled. No significant Group Time difference .. Veterans Affairs (D2186V, 02907K) and .. a Clinical Research Grant, American was present for PEmax (P = .93). Significant reductions for the modified .. Lung Association (CG-002-N). Borg scale after 6MWD (P = .05) and physical function (P = .02) from Address correspondence to: . baseline to 12 weeks were only present for pursed-lips breathing. .. Margaret A. Nield, PhD, RN, University . of Hawaii at Maˆnoa, 2528 McCarthy h CONCLUSION: Pursed-lips breathing provided sustained improvement in .. Mall, Webster 414, Honolulu, HI exertional dyspnea and physical function. .. 96822 (e-mail: [email protected]). Chronic dyspnea, the constant and unpleasant sensation of shortness of breath, negatively impacts healthrelated quality of life for those with a progressive lung disease such as chronic obstructive pulmonary disease (COPD).1 Functional status is reduced2 and social isolation is likely. Dyspnea is traditionally managed with pharmacologic modalities to reduce airway inflammation and bronchospasm as well as self-care management strategies such as breathing pattern retraining. One commonly used breathing pattern retraining strategy is pursed-lips breathing (PLB), defined as ‘‘a variable
www.jcrjournal.com
expiratory resistance that is created by constricting the lips.’’3 Pursed-lips breathing is purported to change the breathing pattern so that dyspnea is reduced. Although COPD patients report the effectiveness of PLB,4 databased studies provide inconsistent findings.5Y7 Consequently, evidence-based practice guidelines8,9 for dyspnea management do not recommend its use. The experts acknowledge that breathing pattern retraining may provide dyspnea relief, but do not specifically endorse its application. People with COPD have insufficient time for expiration due to increased airway resistance and
Pursed-Lips Breathing and Dyspnea / 237
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
pressure-dependent airway collapse. During exercise, expiratory flow limitation worsens and leads to incomplete expiration, air trapping, and dynamic hyperinflation. This is manifested by an increase in end-expiratory lung volume at increased levels of ventilation,10 as opposed to a decrease in end-expiratory lung volume in healthy unobstructed people.3 It then becomes necessary for increased breath frequency to compensate for the associated decreased tidal volume. Each succeeding inspiration is initiated at a higher lung volume which requires increased elastic effort and may be perceived as increasing dyspnea. Dyspnea may be reduced by prolonging expiratory time to reduce dynamic airway compression and air trapping.11,12 Breathing pattern retraining that focuses on gentle, prolonged exhalation addresses the main physiologic impediment in these patients.13,14 Pursed-lips breathing and expiratory muscle training (EMT) with a handheld device that provides resistance on exhalation are 2 strategies that directly prolong exhalation.3 The objective of the present study was to compare the effectiveness of a breathing pattern retraining program of prolonged exhalation using PLB or EMT as compared with a control group in community-dwelling adults with moderate to severe COPD. After completion of the initial training, follow-up evaluation was done 12 weeks postbaseline. Reduction in exertional dyspnea was the primary outcome measure. Changes in functional performance were secondary outcomes.
METHODS The institutional review board for human studies at Veterans Affairs Greater Los Angeles Healthcare System approved the protocol and written consent was obtained from all subjects. Data for this analysis are from a larger randomized controlled study on healthrelated quality of life in 53 subjects with COPD with measurements at baseline, 4 weeks, and 12 weeks.
Subjects Subject inclusion criteria for the PLB, EMT, and control groups were a clinical diagnosis of COPD, expiratory airflow limitation evidenced by forced expiratory volume 1 second/forced vital capacity percent (FEV1/FVC%) less than 70 and FEV1% predicted less than 80 with no reversibility by inhaled bronchodilator, and self-report of shortness of breath when walking. Exclusion criteria were exacerbation of symptoms (dyspnea, increased sputum volume, and/or increased sputum purulence) within the past 4 weeks, hospital admission within the past 4 weeks, change in bronchodilator therapy within the past 2 weeks, inability to walk, unstable angina, unstable cardiac dysrhythmia,
unstable congestive heart failure, unstable neurosis or psychiatric disturbance, or participation in a structured pulmonary rehabilitation program within the past year.
Procedures Subjects completed 1 screening visit and 1 baseline testing visit. On the screening day, subjects were monitored during a 6-minute walk distance (6MWD), and those who reported a modified Borg score15 of 3 (‘‘moderate’’) or greater at the end of the 6MWD were randomly assigned to PLB, EMT, or a control group. At baseline, subjects repeated the 6MWD, sat quietly in a lounge chair while their breathing frequency and duty cycle were monitored via respiratory inductive plethysmography (Respitrace 200, Nims [Non-Invasive Monitoring Systems, Inc.], North Bay Village, Fla) for 25 minutes, completed clinical demographic and study questionnaires, and received breathing pattern retraining based on their randomly assigned group. Respiratory muscle strength was measured at residual volume.16 Subjects in the PLB and EMT groups were instructed to begin daily practice sessions and were given logs to record their practice times and potential adverse events. Four weekly visits to the research laboratory were made to reinforce their breathing pattern retraining program and to assure adherence to the assigned protocol. At each visit, the intervention subject inspiratory time-to-expiratory time ratio was used to pattern the walking stride. For example, a 1:2 ratio was interpreted to be 1 step on inhalation and 2 steps on exhalation. Each subject learned to adjust the stride and/or pace to match the individual inspiratoryto-expiratory time ratio. The purpose of the paced cadence was to assist transfer of the learned breathing pattern retraining to walking. Coaching and practice during the weekly monitored practice sessions were reinforced with patient education handouts and audiovisual aids. At the end of week 4 and week 12, subjects completed the same schedule of testing as described for the baseline visit. All subjects made the same number of visits. The control subjects received the American Lung Association health education pamphlet ‘‘About Lungs and Lung Disease.’’ They were monitored as frequently as the intervention subjects and received the same amount of attention during their visits to the research laboratory.
Breathing Pattern Retraining The focus of the 2 breathing pattern retraining strategies was voluntary prolongation of expiratory time while allowing subject self-selection of a comfortable breathing pattern.17 Prolonged expiratory time was reinforced during the weekly monitored breathing
238 / Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2007;27:237/244
www.jcrjournal.com
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
sessions by observation of their breathing pattern on a monitor. There was no specific targeted breathing frequency, tidal volume, or inspiratory flow rate. To assure adherence with the prescribed protocol, the daily diary for skills practice was reviewed weekly to determine the duration of practice times and to identify any difficulties with their assigned program.
Pursed-Lips Breathing Pursed-lips breathing was taught by demonstration. The arterial oxygen saturation readings from a pulse oximeter (Nellcor, N -395, Puritan Bennett, Pleasanton, Calif) were used to provide feedback because reduced breathing frequency leads to increased tidal volume and, ultimately, may increase saturation.6 A light weight oximeter (Nonin 9500, Plymouth, MN) was provided for home use for the study’s duration. Subjects were asked to breathe out through pursed lips (see Appendix A for specific instructions). Subjects were instructed to practice PLB for 10 min/d the first week, 15 min/d the second week, 20 min/d by the third week, and 25 min/d by the fourth week.
Expiratory Muscle Training The second breathing retraining program used increased expiratory resistance with a ThresholdiPEP (HealthScan, New Jersey). The flow-independent oneway valve provides a resistive load in the range of 4 to 20 cm H2O when the subject exhales, and thereby directly prolongs exhalation with a reliably constant expiratory resistance. The expiratory load was set at 10% of a subject’s baseline PEmax, with the objective of prolongation of expiration and not expiratory muscle strengthening as increased PEmax is not associated with decreased dyspnea.18 The expiratory resistance practice sessions were 10 min/d the first week, 15 min/d the second week, 20 min/d the third week, and 25 min/d the fourth week.
Measurement Instruments Measurement of exertional dyspnea, the primary outcome, and functional performance were at baseline, week 4, and week 12.
Dyspnea Dyspnea assessment was performed with the University of California, San Diego Shortness of Breath Questionnaire (SOBQ)19 and the modified Borg scale.20 The University of California, San Diego SOBQ is a 24-item tool for measuring self-reported shortness of breath severity during the past week while performing 21 daily living activities on a 6-point scale. Scores range from 0 to 120, with the lower number associated with less shortness of breath. Psychometric properties were established in 28 subjects with COPD. The reported
www.jcrjournal.com
internal consistency (" = .96) is high. The questionnaire took approximately 5 to 7 minutes to complete and was administered before the modified Borg scale. The modified Borg scale uses magnitude estimation to estimate the intensity of dyspnea and allows comparisons between subjects. The scale has a range between 0 and 10. A power function is incorporated by spreading the verbal descriptors out at the high end of the scale and placing them closer together at the low end of the scale. Thus ‘‘very, very strong’’ is 9, very, very weak is 0.5, and ‘‘moderate’’ is 3. The subject was instructed to point at the word that best described the shortness of breath. Reproducibility of the modified Borg scale has been well documented.21,22 The 6MWD was used as a stimulus for dyspnea with the Borg scale administered at both the beginning and end of the 6MWD.
Functional Performance The 2 measures of functional performance were the Human Activity Profile and the physical function dimension of the Short Form 36-item Health Survey, Version 2.0. The Human Activity Profile, originally used to measure quality of life in COPD patients in pulmonary rehabilitation programs,23 was used as a measure of activity level. The 94 activity levels are grouped according to self-care activities, personal/household work activities, entertainment/social activities, and independent exercise activities. The subject responds with ‘‘still doing this activity,’’ ‘‘have stopped doing this activity,’’ or ‘‘never did this activity.’’ The highest oxygen-demanding activity the person is still doing is the patient’s primary score, reported as the maximal activity score. Lower scores are associated with lower oxygen-demanding activity. The maximal activity scores minus the total number of ‘‘have stopped doing this activity’’ responses below maximal Activity scores are recorded as adjusted activity scores. The adjusted activity scores reflect functional performance. Testretest reliability in 29 adults in a smoking cessation program was 0.84. Content validity of Human Activity Profile is based on strong correlation between the activity and oxygen consumption values (r = 0.83, P G .05). Its usefulness for patients with COPD has been confirmed.24 The questionnaire takes approximately 7 minutes to complete. The SF-36 25 is a generic health-related quality-of-life tool with 2 summary measures of physical health and mental health. The physical health score includes the physical function scale, which is assessed with 10 items. The items are vigorous activities, moderate activities, lift and/or carry groceries, climb several flights, climb 1 flight, bend and/or kneel, walk 1 mile, walk several blocks, walk 1 block, bathe and/or dress. The psychometrics of the 36-item tool are well
Pursed-Lips Breathing and Dyspnea / 239
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
established.26 Reliability has been estimated with both internal consistency and test-retest methods for the 8 domains and 2 summary scores. The reliability for the physical function domain was 0.93.27 A higher score is associated with improved physical functioning. Completion takes 5 minutes.
Statistical Analysis Based on a power of 0.80, alpha of .05, and a standard deviation of 1, a sample size of 11 per group was needed to detect a clinically relevant decrease of 1 unit for the modified Borg scale.28 A 20% attrition due to COPD exacerbations was anticipated. To assess the effectiveness of randomization, the baseline characteristics across groups were compared with analysis of variance. The primary analyses involved repeated measures data, which required the use of multilevel modeling.29Y31 Multilevel modeling allows appropriate adjustment for correlated errors due to repeated measures and maximizes analysis sample size by including all data points available for baseline, week 4, and week 12, even if subjects’ repeated measures are not complete. All statistical tests used a Type 1 error rate of 5%. Data were analyzed with Statistical Package for the Social Sciences (SPSS), version 14.0 (Chicago, Ill) and SAS, version 9.1 (Raleigh, NC).
RESULTS Forty subjects were randomly assigned, with 14 subjects in PLB and 13 subjects in EMT and control groups, respectively. One of the 40 subjects was not a veteran. Two subjects dropped out by the end of 4 weekly visits (1 from EMT and 1 from PLB) and 12 additional subjects (5 from EMT, 3 from PLB, and 4 from control) by week 12 due to exacerbations and/or lost to followup for a total completing week 12 of 10, 7, and 9 subjects, respectively, for PLB, EMT, and control. Baseline demographic and clinical characteristics of the participants are shown in Table 1. There were no significant differences among groups. Loss of subjects did not impair group equivalency at either week 4 or week 12. Most subjects were white men, with an average age of 65 years, with an FEV1% predicted = 39. They were former smokers, diagnosed with hypertension and coronary heart disease, graduated from high school, and reported an annual income between $10,000 and $19,999.
Dyspnea Significant Group Time improvement for the modified Borg scale after the 6MWD was found only for the PLB group when compared with the EMT and control groups (P = .05) at week 12 but not at week 4
T a b l e 1 & BASELINE DEMOGRAPHIC AND CLINICAL CHARACTERISTICS FOR 3 COPD GROUPS Group
PLB
EMT
Control
Subjects, n
14
13
13
Sex, male/female
13/1
13/0
12/1
White
9
7
7
Black
5
6
5
Hispanic
0
0
1
Race
Age, y
62 T 12
63 T 5
69 T 8
Body mass index
25 T 7
28 T 6
25 T 4
PImax, cm H2O
67 T 22
78 T 25
64 T 18
PEmax, cm H2O
103 T 23
104 T 31
99 T 35
FEV1, % predicted
35 T 8
43 T 16
40 T 15
FEV1/FVC, %
46 T 10
48 T 10
47 T 11
PaO2, mm Hg
66 T 13
77 T 20
65 T 14
Comorbid illness, n Arthritis
2
1
Hypertension
7
8
1 9
Circulatory problems
3
2
4
Coronary heart disease
4
2
6
Diabetes
1
3
2
Cancer
2
4
4
Alcohol/drug abuse history
3
3
3
Comorbid illness, n 0
1
0
0
1
3
4
3
2
5
5
3
3 or more
3
4
6
0
2
1
Education, n G12 years 12 years
9
3
3
912 years
5
8
9
5
3
5
Income, n* G$10,000 $10,000Y$19,999/year
6
5
2
$20,000Y$39,999/year
0
2
4
Q$40,000/year
0
1
0
COPD indicates chronic obstructive pulmonary disease; PLB, pursed-lips breathing; EMT, expiratory muscle training; n, number; PImax, inspiratory muscle strength; PEmax, expiratory muscle strength; FEV1, forced expiratory volume for 1 second; FVC, forced vital capacity; PaO2, partial pressure, arterial oxygen. Values are mean T standard deviation. *Not reported: Group 1 = 3, Group 2 = 2, Group 3 = 2.
(Figure 1). There was a consistent reduction in the SOBQ only for PLB, but the change did not achieve statistical significance. Mean T standard deviation pulse oximetry saturation values for PLB between start and end of the 6MWD were lower at all time intervals with
240 / Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2007;27:237/244
www.jcrjournal.com
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
strength (P = .93). A significant Group Time interaction was present for PImax (P = .01). The PLB group improved from a baseline PImax mean T standard deviation of 67 T 24.2 cm H2O to 84 T 30 cm H2O at week 12 without sustained improvement in the other groups (see Figures 2a and b).
DISCUSSION Figure 1. Reduction of dyspnea from baseline to week 12 after 6-minute walk distance for 3 COPD groups. COPD indicates chronic obstructive pulmonary disease; PLB, pursed-lips breathing; EMT, expiratory muscle training.
significant differences at week 4 (P = .003) and week 12 (P = .028) (see Table 2 for dyspnea results).
Functional Performance Measures of functional performance using the Human Activity Profile and the physical function scale score of the SF-36 health-related quality-of-life measure are presented in Table 3. The Group Time interaction was significant only for the SF-36 physical function score (P = .02), with PLB subjects showing the greatest improvement. The PLB subjects compared with all subjects maintained consistently higher scores. There were no significant Group Time interaction for the 6MWD (P = .35).
Breathing Pattern and Respiratory Muscle Strength There were no significant Group Time breathing pattern changes for breathing frequency (P = .93), inspiratory time (P = .95), expiratory time (P = .81), or inspiratory time/expiratory time ratio (P = .12) at week 12. Similar findings were present for expiratory muscle
In this study, results showed that the PLB group had significant improvement at 12 weeks for exertional dyspnea and functional performance, measured by the physical function scale of the SF-36. The sustained dyspnea improvement post-6MWD, coupled with significantly improved physical function, are particularly noteworthy findings because dyspnea is the most frequently reported and the most distressing symptom for patients with COPD. Several explanations for the PLB benefit compared with EMT and control are likely. The simplest is the ready availability of PLB. No device is required to practice prolonged expiration as with EMT. Pursed-lips breathing can be used every waking hour and with every activity, including walking. Pursed-lips breathing can be incorporated into a patient’s daily routine, and therefore, is less likely to be subject to extinction. Any dyspnea relief would reinforce its continued use. The structured protocol of verbal, written, and audiovisual instructions, coupled with pulse oximetry biofeedback during the monitored training sessions and at home, may also explain reduced dyspnea for PLB. The protocol may have focused patients on their breathing so that voluntary cortical motor control overrode the sensation of breathlessness. Reduced dynamic hyperinflation for the PLB subjects during the 6MWD is a likely physiologic mechanism. Dynamic hyperinflation, known to occur during the 6MWD in COPD,32 can be reduced with prolonged
T a b l e 2 & DYSPNEA AT BASELINE, WEEK 4, AND WEEK 12 FOR 3 COPD GROUPS Group Variable
Time
PLB
EMT
Control
Baseline
3.9 T 1.3
4.2 T 0.9
3.8 T 0.7
Modified Borg After 6MWD
Week 4
3.2 T 0.9
3.7 T 0.7
3.2 T 0.8
Week 12
3.0 T 1.0
3.9 T 0.7
4.0 T 1.4
Baseline
68 T 24
65 T 19
58 T 28
SOBQ ‘‘Average day during past week’’
Week 4
60 T 16
63 T 18
64 T 20
Week 12
59 T 17
68 T 22
69 T 24
F
P
2.54
.05*
1.69
.16
COPD indicates chronic obstructive pulmonary disease; PLB, pursed-lips breathing; EMT, expiratory muscle training; 6MWD, 6-minute walk distance; SOBQ, Shortness of Breath Questionnaire; F value, Group Time interaction. For both instruments, the lower the score, the less dyspnea. Values are mean T standard deviation. * P e .05.
www.jcrjournal.com
Pursed-Lips Breathing and Dyspnea / 241
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
T a b l e 3 & FUNCTIONAL PERFORMANCE MEASURES AT BASELINE, WEEK 4, AND WEEK 12 FOR 3 COPD GROUPS Group Variable
Time
PLB
EMT
Control
F
P
0.47
.76
1.27
.29
3.35
.02*
Human Activity Profile Maximal activity score Baseline
64 T 12
65 T 9
60 T 12
Week 4
65 T 10
67 T 10
61 T 11
Week 12
65 T 10
64 T 10
56 T 15
Adjusted activity score Baseline
44 T 16
45 T 15
44 T 15
Week 4
51 T 15
44 T 13
44 T 15
Week 12
48 T 15
47 T 10
42 T 15
Base
21 T 13
32 T 15
29 T 2
SF-36 Physical health score, physical function domain Week 4
33 T 16
35 T 17
34 T 23
Week 12
37 T 24
27 T 16
31 T 18
COPD indicates chronic obstructive pulmonary disease; PLB, pursed-lips breathing; EMT, expiratory muscle training; SF-36, Short Form 36-item Health Survey; F value, Group Time interaction. Higher scores indicate better functioning. Values are mean T standard deviation. *P e .05.
expiration. In a recent investigation, dyspnea relief with PLB during exercise was associated with decreases in end-expiratory lung volume coupled with lower tidal volume.33 For this study, only the PLB subjects were observed by the research team to consistently use prolonged exhalation during the measurement of 6MWD even though both PLB and EMT subjects were instructed on paced walking. Although changes in breathing pattern at rest were not found, other studies have documented changes in breathing pattern that occur with PLB. Garrod et al34 reported reduced breathing frequency postincremental shuttle walk tests in 69 COPD patients. In a study of 30 COPD patients, a slower breathing frequency with PLB as compared with diaphragmatic breathing or spontaneous breathing at rest was documented.35 Similar changes in breathing patterns during PLB correlated with decreases in end-expiratory rib cage and chest wall volume in 22 COPD patients.36 Another feasible physiologic mechanism is a sustained increase in inspiratory muscle strength over time for the PLB group (Figure 2b). With greater inspiratory muscle strength, less force is generated with each breath, which may reduce motor output to the respiratory muscles and decrease the perceived sense of respiratory effort.37 This may explain the improvement in the more global measure of dyspnea (SOBQ) and physical function (SF-36). Less distance covered with the 6MWD can be excluded as one reason for less exertional dyspnea as there was no significant Group Time interaction for the 6MWD. Increased oxygen saturation as a source of
less dyspnea is also unlikely because oxygen desaturation occurred between the start and end of 6MWD at each of the time intervals. The data did not support significant differences among groups for the SOBQ, the second dyspnea measure. One explanation may be the complexity of transferring the technique of prolonged expiratory time to activities other than walking. The SOBQ score reflects shortness of breath while performing 21 different activities of daily living. The protocol did not include any specific instruction regarding implementation of breathing pattern changes with activities other than paced walking. Further studies with a larger sample size are required to validate the primary finding of reduced exertional dyspnea and to identify the changes associated with PLB. Subject dropouts reduce the power of the study and limit generalizability of the findings. Generalization to women and nonveterans is also limited because the sample was primarily male veterans from a large urban healthcare system. Future studies would include measures which may better clarify the mechanisms for dyspnea reduction with PLB, such as inspiratory capacity, the duty cycle, pace, and thoracoabdominal changes during walking.
CONCLUSION This is the first randomized controlled study that supports the use of breathing pattern retraining to reduce exertional dyspnea in COPD patients. Two methods for
242 / Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2007;27:237/244
www.jcrjournal.com
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
Figure 2 (A) Expiratory muscle strength at baseline, week 4, and week 12 for 3 COPD groups. (B) Inspiratory muscle strength at baseline, week 4, and week 12 for 3 COPD groups. PLB indicates pursed-lips breathing; EMT, expiratory muscle training.
prolonging exhalation (PLB and EMT) and a control were compared with PLB as the most effective. Pursedlips breathing is a simple technique that can be used with all activities and without any of the restrictions or limitations associated with medication or devices. The benefit became evident at 12 weeks, but not at 4 weeks of training, suggesting the need for sustained practice. Further studies are required to clarify the mechanisms of PLB benefits and to confirm the findings of our investigation.
VAcknowledgmentsV The authors acknowledge the invaluable assistance of research assistants Catherine Gardner, RN, Celia Perez-Pena, BSN, RN, Diane Thomas, RN, Peggy Walker, BA, RRT, and Sarah Rudd, MN, RN, and the statistical consultation of Martin Lee, PhD, and Lynn Brecht, EdD.
References 1. Ferrer M, Alonso J, Morera J, et al. Chronic obstructive pulmonary disease stage and health-related quality of life. The Quality of Life of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Study Group. Ann Intern Med. 1997;127:1072Y1079.
www.jcrjournal.com
2. Pitta F, Troosters T, Spruit MA, Probst VS, Decramer M, Gosselink R. Characteristics of physical activities in daily life in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 2005; 171:972Y977. 3. Spahija JA, Grassino A. Effects of pursed-lips breathing and expiratory resistive loading in healthy subjects. J Appl Physiol. 1996;80:1772Y1784. 4. Nield M. Dyspnea self-management in African Americans with chronic lung disease. Heart Lung. 2000;29:50Y55. 5. Mueller RE, Petty TL, Filley GF. Ventilation and arterial blood gas changes induced by pursed lips breathing. J Appl Physiol. 1970;28:784Y789. 6. Tiep BL, Burns M, Kao D, Madison R, Herrera J. Pursed lips breathing training using ear oximetry. Chest. 1986;90:218Y221. 7. Sassi-Dambron DE, Eakin EG, Ries AL, Kaplan RM. Treatment of dyspnea in COPD. A controlled clinical trial of dyspnea management strategies. Chest. 1995;107:724Y729. 8. American Thoracic Society. Dyspnea: mechanisms, assessment, and management: a consensus statement. Am J Respir Crit Care Med. 1998;159:321Y340. 9. Celli BR, MacNee W. Standards for the diagnosis and treatment of patients with COPD: a summary of the ATS/ERS position paper. Eur Respir J. 2004;23:932Y946. 10. O’Donnell DE, Webb KA. Exertional breathlessness in patients with chronic airflow limitation. The role of lung hyperinflation. Am Rev Respir Dis. 1993;148:1351Y1357. 11. O’Donnell DE, Sanii R, Anthonisen NR, Younes M. Effect of dynamic airway compression on breathing pattern and respiratory sensation in severe chronic obstructive pulmonary disease. Am Rev Respir Dis. 1987;135:912Y918. 12. Eltayara L, Becklake MR, Volta CA, Milic-Emili J. Relationship between chronic dyspnea and expiratory flow limitation in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 1996;154:1726Y1734. 13. Spahija J, de Marchie M, Grassino A. Effects of imposed pursedlips breathing on respiratory mechanics and dyspnea at rest and during exercise in COPD. Chest. 2005;128:640Y650. 14. Bianchi R, Gigliotti F, Romagnoli I, et al. Chest wall kinematics and breathlessness during pursed-lip breathing in patients with COPD. Chest. 2004;125:459Y465. 15. Burdon JG, Juniper EF, Killian KJ, Hargreave FE, Campbell EJ. The perception of breathlessness in asthma. Am Rev Respir Dis. 1982;126:825Y828. 16. Black LF, Hyatt RE. Maximal respiratory pressures: normal values and relationship to age and sex. Am Rev Respir Dis. 1969; 99:696Y702. 17. Manning HL, Molinary EJ, Leiter JC. Effect of inspiratory flow rate on respiratory sensation and pattern of breathing. Am J Respir Crit Care Med. 1995;151:751Y757. 18. Weiner P, Magadle R, Beckerman M, Weiner M, Berar-Yanay N. Comparison of specific expiratory, inspiratory, and combined muscle training programs in COPD. Chest. 2003;124: 1357Y1364. 19. Eakin EG, Resnikoff PM, Prewitt LM, Ries AL, Kaplan RM. Validation of a new dyspnea measure: the UCSD Shortness of Breath Questionnaire. University of California, San Diego. Chest. 1998;113:619Y624. 20. Burdon JG, Juniper EF, Killian KJ, Hargreave FE, Campbell EJ. The perception of breathlessness in asthma. Am Rev Respir Dis. 1982;126:825Y828. 21. Wilson RC, Jones PW. Long-term reproducibility of Borg scale estimates of breathlessness during exercise. Clin Sci (Lond). 1991;80:309Y312. 22. Wilson RC, Jones PW. Differentiation between the intensity of breathlessness and the distress it evokes in normal subjects during exercise. Clin Sci (Lond). 1991;80:65Y70. 23. Daughton DM, Fix AJ, Kass I, Bell CW, Patil KD. Maximum
Pursed-Lips Breathing and Dyspnea / 243
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
24.
25.
26.
27.
28.
29. 30. 31.
oxygen consumption and the ADAPT quality-of-life scale. Arch Phys Med Rehabil. 1982;63:620Y622. Nield M, Hoo GS, Roper J, Santiago S, Dracup K. Usefulness of the human activity profile, a functional performance measure, in people with chronic obstructive pulmonary disease. J Cardiopulm Rehabil. 2005;25:115Y121. Ware JE Jr, Sherbourne CD. The MOS 36-item short-form health survey (SF-36). I: Conceptual framework and item selection. Med Care. 1992;30:473Y483. McHorney CA, Ware JE Jr, Raczek AE. The MOS 36-Item ShortForm Health Survey (SF-36): II. Psychometric and clinical tests of validity in measuring physical and mental health constructs. Med Care. 1993;31:247Y263. Ware JE. The SF-36 health survey. In: Spilker B, ed. Quality of Life and Pharmacoeconomics in Clinical Trials. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1996:337Y345. O’Donnell DE, McGuire M, Samis L, Webb KA. General exercise training improves ventilatory and peripheral muscle strength and endurance in chronic airflow limitation. Am J Respir Crit Care Med. 1998;157:1489Y1497. Goldstein H. Multilevel Statistical Models. 3rd ed. London: Hodder Arnold; 2003. Hox JJ. Multilevel Analysis, Techniques and Applications. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates; 2002. Singer JD, Willet JB. Applied Longitudinal Data Analysis:
32.
33.
34.
35.
36.
37.
Modeling Change and Event Occurrence. Oxford: University Press; 2003. Marin JM, Carrizo SJ, Gascon M, Sanchez A, Gallego B, Celli BR. Inspiratory capacity, dynamic hyperinflation, breathlessness, and exercise performance during the 6-minute-walk test in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:1395Y1399. Spahija J, de Marchie M, Grassino A. Effects of imposed pursed-lips breathing on respiratory mechanics and dyspnea at rest and during exercise in COPD. Chest. 2005;128:640Y650. Garrod R, Dallimore K, Cook J, Davies V, Quade K. An evaluation of the acute impact of pursed lips breathing on walking distance in nonspontaneous pursed lips breathing chronic obstructive pulmonary disease patients. Chron Respir Dis. 2005;2:67Y72. Jones AY, Dean E, Chow CC. Comparison of the oxygen cost of breathing exercises and spontaneous breathing in patients with stable chronic obstructive pulmonary disease. Phys Ther. 2003;83:424Y431. Bianchi R, Gigliotti F, Romagnoli I, et al. Chest wall kinematics and breathlessness during pursed-lip breathing in patients with COPD. Chest. 2004;125:459Y465. el-Manshawi A, Killian KJ, Summers E, Jones NL. Breathlessness during exercise with and without resistive loading. J Appl Physiol. 1986;61:896Y905.
A P P E N D I X A & INSTRUCTIONS FOR PURSED-LIPS BREATHING 1. Sit in a comfortable position. Relax your shoulders. 2. Take an easy breath in through your nose. Slowly and gently squeeze your air out through pursed lips. Keep a steady stream of air flowing through the center of your lips. Concentrate on breathing out as long as you can comfortably. Then gently breathe in through your nose. 3. Remember to relax and to not put much pressure in your chest. Think of making a candle flicker when you are breathing out. 4. Place your hands on the lower sides of your rib cage when you breathe in to help remember to ‘‘fill all around your waist.’’ 5. Use your pulse oximeter to watch the increase in your oxygen saturation %. 6. Practice in front of a mirror to remind yourself to keep your shoulders and upper chest still. 7. Practice 10 min/d total for the first week. Use frequent short practices during the day (eg, early morning, late morning, afternoon, evening). Increase the practice session time by 5-minute intervals to a maximum of 25 minutes total per day by the end of week 4. One session should last NO LONGER than 10 minutes. & 10 min/d the first week minimum & 15 min/d the second week minimum & 20 min/d the third week minimum & 25 min/d the fourth week minimum 8. Use the Daily Logbook to record your home practice sessions and any unexpected events. 9. Bring the Daily Logbook to every research appointment.
244 / Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2007;27:237/244
www.jcrjournal.com
Copyright @ Lippincott Williams & Wilkins. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
EFUSI PLEURA
TANDA GEJALA Nyeri
Efusi Pleura....merupakan
EFUSI PLEURA
batuk,
Penumpukan cairan berlebih di rongga
dada
banyak
(pleuritis), riak,
sesak
demam,
napas,
menggigil.
Terdengar bunyi abnormal pada paru (bunyi
pleura.
ronkhi), dan pekak pada pemeriksaan paru, hasil rongten menggambarkan kesan efusi pleura.
Normalnya mengandung
rongga 5-15
pleura
ml
mengandung
berfungsi
sebagai
pelumas yang memungkinkan pleura untuk bergerak. Tetapi pada efusi pleura terdapat penumpukan menyebabkan
cairan penderita
berlebih mengeluh
yang sesak
napas (Muttaqin, 2014). PENYEBAB
Heni Wiji Utami A01301759 DIII KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG 2015
Peradangan (tuberkulosis, pneumonia, virus), tumor, kanker, gagal jantung, gagal ginjal.
,
Gambaran ronten efusi pleura
.
yang dirapatkan seperti saat sedang
TINDAKAN untuk MENCEGAH
meniup lilin (Brunner & Suddarth, 2013).
4. WSD (Water Seal Drainage) Tujuannya
KOMPLIKASI
mengeluarkan cairan
3. Batuk Efektif 1. Pemberian terapi oksigen Tujuan memberikan
untuk
terapi
Tujuan
oksigen
transport
oksigen
adalah
batuk
mengeluarkan
efektif
dahak,
ini
adalah
dengan
cara:
yang
lakukan napas dalam 2-3x melalui hidung
adekuat dalam darah sambil menurunkan
kemudian keluarkan pelan pelan. Pada
upaya bernapas, sehingga sesak napas
napas dalam yang ketiga, tahan sampai
berkurang.
hitungan
2. Latihan Pernapasan Tujuannya untuk menurunkan sesak
2
detik
dan
batukkan
di
pleura
melalui dada. 5. Gaya hidup yang sehat Hidup
sehat
bisa
dilakukan
makan-
pernapasan lainnya. Disarankan sebelum
olahraga, tidak merokok, tidak minum
batuk efektif minum air hangat dulu, ini
alkohol.
mempermudah
pengeluaran
makanan
sehat
dan
dahak
(Muttaqin, 2014).
Cara ini dilakukan dengan meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di atas perut, hirup napas melalui hidung sambil menghitung sampai 3 seperti saat
TERIMAKASIH..
menghirup wangi bunga mawar dan jaga
SEMOGA BERMANFAAT
mulut tetap tertutup, hembuskan napas
otot-otot perut hitung hingga 7 dan bibir
dengan
menggunakan otot perut dan otot bantu
dan efisien.
yang dirapatkan sambil mengencangkan
dengan
memasukkan selang
napas, sehingga pernapasan lebih efektif
dengan lambat dan rata melalui bibir
rongga
Latihan pernapasan
teratur,
Disusun Oleh: Heni Wiji Utami (A01301759) PRODI DIII KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG 2016
PENGERTIAN EFUSI PLEURA Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan berlebih di dalam rongga pleura. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan penderitanya (muttaqin, 2014). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (brunner&suddarth, 2013). Efusi pleura merupakan kondisi dimana dalam rongga pleura terdapat cairan berlebih.
PENGERTIAN EFUSI PLEURA
Cairan di rongga pleura
PENYEBAB EFUSI PLEURA Pembentukan cairan yang berlebihan karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, gagal jantung, gagal ginjal dan kanker. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi. a. Transudat : dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior dan tumor. b. Eksudat : disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen. c. Efusi hemoragi : disebabkan adanya tumor, trauma, infark paru dan tuberculosis (Muttaqin, 2014).
PENYEBAB EFUSI PLEURA
Penyebab lain: penyakit gagal jantung, gagal ginjal, dan infeksi atau setiap peradangan apa pun pada permukaan pleura
PROSES TERJADINYA EFUSI PLEURA
Menurut Muttaqin (2014) secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak. Akan tetapi, pada efusi pleura cairan di dalam pleura melebihi batas normal. Hal tersebut salah satunya karena peradangan/ infeksi dan adanya tumor ataupun kanker. Pada setiap infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan pleura dari rongga pleuradapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura secara cepat. Akibatnya terjadi akumulasi cairan di rongga pleura. Akumulasi cairan tersebut menyebabkan penderita mengeluh sesak napas.
PROSES TERJADINYA EFUSI PLEURA
Normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak. Pada efusi pleura cairan melebihi batas normal, sehingga terjadi penumpukan caiaran di rongga pleura. Ini yang menyebabkan pengembangan Paru tidak maksimal dan timbul sesak napas
Hasil Rongten yang menunjukkan penumpukkan cairan di rngga pleura
TANDA GEJALA EFUSI PLEURA
Muttaqin (2014) adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit atau nyeri di dada (pleuritis). Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Selain itu muncul tanda dan gejala demam, menggigil, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak, hasil rongten menggambarkan kesan efusi pleura. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
TANDA GEJALA EFUSI PLEURA
Demam
Nyeri dada Batuk, ada dahak
Hasil rongten Efusi Pleura
TINDAKAN UNTUK MENCEGAH KOMPLIKASI 1. Pemberian terapi oksigen : Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernapas, sehingga sesak napas berkurang. 2. Batuk Efektif Menurut Muttaqin (2008) latihan batuk efektif merupakan salah satu terapi modalitas perawat unuk membersihkan sekresi pada jalan napas. Tujuan batuk efektif ini adalah mengeluarkan dahak. lakukan napas dalam 2-3x melalui hidung kemudian keluarkan pelan pelan. Pada napas dalam yang ketiga, tahan sampai hitungan 2 detik dan batukkan menggunakan otot perut dan otot bantu pernapasan lainnya. Disarankan sebelum batuk efektif minum air hangat dulu, ini mempermudah pengeluaran dahak (Muttaqin, 2014). 3. Latihan Pernapasan Tujuannya untuk mengurangi sesak napas sehingga pernapasan lebih efektif dan efisien. Latihan nafas dalam tersebut diberikan sebagai latihan yang diperlukan selama perawatan maupun untuk penatalaksanaan pasien dengan masalah ketidakefektifan pola napas selama di rumah (Natalia, dkk, 2007). 4. WSD (Water Seal Drainage) Merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan paling efektif untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura, yakni denga menggunakan selang yang dimasukkan ke dalam cavum pleura klien dan kemudian dihubungkan dengan seperangkat botol, sehingga mendrainase cairan abnormal dari dalam cavum pleura keluar. Tujuan WSD yaitu untuk mengeluarkan cairan di dalam rongga pleura (Muttaqin, 2014). 5. Ciptakan gaya hidup sehat Gaya hidup sehat bisa dilakukan dengan tidak merokok, minuman keras, olahraga secara teratur. Olahraga disesuaikan dengan kondisi tubuh. Selain itu bisa dengan mengatur makan- makanan yang sehat dan tentunya makan secara teratur.
TINDAKAN UNTUK MENCEGAH KOMPLIKASI Pemberian oksigen
Latihan napas dalam
Gaya hidup sehat dengan makanan sehat, tidak merokok, olahraga, tidak minum alkohol
WSD
SEMOGA BERMANFAAT...
\
/
LEMBAR KONSUL BIMBINGAN KTI MAHASISWA PRODI DⅡ I KEPERAWATAN STIKES MUIIAMMADIYAH GOMBONG Nama NIM
:Heni Wtti Utami
:A01301759
Pembimbing : Irmawan Andri, S.Kep., Ns., M.Kep
1.
らen10′
20こ uni
‰
1く
」 ア │
ユ01し 皮
.
らAら
二um at,ユ 負 」uniた いι
1
ろ
κqmド ,ち o 6anIュ 。1じ
R_rぃ らAol幸 び
4´
,abtu′ ュ Juli"ο tし
Revls―
´ ,enin,4 ら liュ θ lし 」じ し ,
92niol 13
1
Robu′ 2。 」utiみ 。、 し
0
Sattu/23 し 」ぬヽλりヽ Senln′
2g
tし 」uni ′ο
lo,
DAら
らAら n十 Rev、 キ
tL ゴuliル ο
0
l‐
は ぅ ぇι 」Ц01 2olし l.′
Aら RQviゞ ら
ヽo(゛ に,、
│
ハツ なう 、 バ ′。1も ヽ 2
Kamゞ ),電 A9嬌 、ス ゞユ
'10
1R
1ャ
lヨ
らab li +lU 仙。ぬn らabi。 キ` │`
3ablり 貯,Lα mlMn
ら
r/tち
:,!:夕
l_`傘 、
ヽ 1,1,,V
P16`■
11.
11
,
ら夕 ♭,十 し ぃ 「 “ “
移り,″ y