12
ASPEK HUKUM DONOR ORGAN TUBUH MANUSIA DIHUBUNGKAN DENGAN REMISI BAGI NARAPIDANA •
_ _ _ _ _ _ _ _ Oleh ; Azhar Achmad, S.H. _ _ _ _ _ _ __ Pertama-tama dieetuskannya ide donor organ tubuh manusia ini oleh Bapak Meriteri Kehakiman Ismail Saleh, S.H., pada waktu delegasi PB IDI menghadap Beliau beberapa waktu yang lalu, yang dikaitkan dengan masalah remisi yang mempunyai ketentuanketentuan tersendiri benar-benar eukup mengagetkan bagi sementara masyarakat karena mereka belum dapat menangkap dan menghayati isyaratisyarat halus kemanusiaan yang eukup tinggi yang melatarbelakangi gagasan tersebut. Padahal kalau kita lihat sering sekali diungkapkan di · sura~uratkabar (mass media) tentang kurangnya donor mata, sehingga kita harus mendatangkannya dari Sri Lanka. Dan bahkan terbetik pula berita bahwa kornea mata eks PM Sri Lanka juga diserahkan kepada seorang gadis keeil Indonesia, yang kemudian bisa melihat kembali karenanya. Kenyataan ini sungguh merenyuhkan. Dan tidak kurang pula Ibu Tien Soeharto berulang kali menegaskan bahwa kita kekurimgan donor mata. Kami yak'.$ reaksi-reaksi yang kurang mendukung gagasan tersebut semata-mata hanyalah karena dikaitkannya gaga san tersebut dengan remisi (pengurangan hukuman seorang terpidana karena berkelakuan baik, dan sebagainya). Dan menurut pengetahuan kami tidak ada agama ataupun hukum
manapun di dunia ini yang melarang dilakukannya transplantasi organ tubuh manusia untuk kepentingan kesehatan. Bahwa dalam berbuat kebajikan khususnya di sini kami maksudkan sebagai donor organ tubuh manusia, agama tidaklah membeda-bedakan umatnya, sebagaimana juga ditegaskan dalam Kitab' Suci Al-Quran, surah Al A'raf 7: 157 yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW menyuruh mereka berbuat kebajikan, melarang berbuat kenistaan, menghalalkan mereka bagi segala yang baik dan mengharamkan yang buruk-buruk. (Ya'muruhum bilma'rufi, Wa yanhaahun 'anil mungkari, wayuhillu lahumuth thayyibaatu, wayuharrimu 'alaihimul khabaa-itts). Jadi nyatalah di sini bahwa seorang narapidana pun bisa berbuat kebajikan sesuai dengan perintah agama yang dianutnya. Bahwa Senneca, seorang filsuf Yunani yang kenamaan, menyatakan pula bahwa "Seluruh kehidupan sebenarnya hanyalah jalan menuju kematian" (Tetavita nihil aliud quam ad mertem iter est). Jadi se adalah merupakan perbuatan kebajikan dan amal yang tiada taranya, jika setelah tidak ada lagi kehidupan di tubuh kita, dalam alam kematian kita masih mampu berbuat kebaikan terhadap orangorang yang masih hid up yang membu•
•
Donor Organ Tubuh Narapidana
13
tuhkannya. Dan tidak kurang pula William Shakespeare, pu Inggris yang kenamaan mempertanyakan: Mengapa tubuh kit a yang lembut, lunak dan lemah ini dianggap tak pantas untuk dipakai bekerja dan membanting tulang? Padahal suatu kenyataan bahwakita harus dapat bekerja sarna dengan keadaan di luar kita. (Why are our bodies that soft weak and smooth unable to toil and to trouble in the world. Bu t our soft condition and our heart should well agree with our external parts). Jadi tegasnya selama tubuh kita dapat kita manfaatkan untuk kebajikan, manfaatkanlah, dan hal itu harus kita lakukan dengan kerja keras. Selanjutnya sebelum membahas aspek Hukum tentang Donor Organ Tubuh Manusia, kami ingin mengemukakan pengertian donor organ tubuh manusia ini dari kacamata awam dengan sedikit pengertian kedokteran. Bagi masyarakat awam pengertian donor organ tubuh manusia ini terasa menyeramkan karena sekaligus dibayangkan "bongkar-pasang" organ tubuh . manusia kepada tubuh manusia lainnya sehingga terbayangkanlah cerita-cerita seram seperti tokoh Frankenstein yang sering dilayarputihkan dengan dibumbui pula dramatisasi khayalan yang sebenarnya tidak pcrnah ada. Padahal sebenarnya seseorang itu dapat menjadi donor organ tubuhnya sendiri. Jadi pengertian donor organ tubuh manusia ini tidak sematamata berarti "pencangkokan" padaorgan tubuh yang lain. Bahkan dapat pula sumsum tulang diberikan kepada manusia lainnya sehingga menyembuhkan penyakit Aids yang terkenal ga•
nas itu ataupun kanker darah (lekeumia), seperti yang pernah kami baca di surat-suratkabar. . Jadi menjadi donor organ tubuh manusia sehingga meringankan beban penderitaan manusia lainnya dan bahkart dapat pula bertindak sebagai juru selamat/ menyelamatkan nyawa manusia adalah sungguh merupakan perbuatan mulia yang terpuji oleh agama manapun , dan sama sekali bukan merupakan perbuatan melanggar Hukum menurut Undang-undang negara manapun . di dunia ini. Dan di Indonesia hal ini telah diatur dalam PP No. 18 Tahun 1981 Pasal16 yang menegaskan bahwa donor atau keluarga yang meninggal dunia tidak berhak atas sesuatu kompensasi material apa pun sebagai imbalan transplantasi. Dari ketentuan di atas, sudah jelas bahwa : •
1. Transplantasi dapat terjadi antara donor yang masih hidup dengan si penenma. 2. Transplantasi dapat pula terjadi an tara donor yang telah meningga1 de• ngan Sl penenma. 3. Dalam hal ini tidak boleh terjadi sesuatu kompensasi material dalam bentuk apa pun. •
•
•
Masalah kompensasi material ini masih bisa dipertanyakan apakah rem isi termasuk pengertian kompensasi material, karena jelas yang termasuk pengertian material ini adalah pengertian kebendaan. Mengenai hal ini akan kami bahas tersendiri nanti dalam pembahasan tentang aspek hukumnya. Sekarang kami ingin mulai membahas Aspek-aspek Hukum permasalahan terse but di atas : Pengertian donor organ tubuh manusia ini dalam bahasa ilmiahnya adalah transplantasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 18 TaFebruari 1987
•
Huhum dan Pembangunan
14 hun 1981 adalah sebagai berikut: Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia ialah pemindahan alat dan at au jaringan tubuh mempunyai daya hidup dan sehat untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Kita mengenal berbagai transplantasi yaitu: Kulit akibat kebakaran yang berasal dari tubuh penderita sendiri yang disebut "auto transplantasi kornea", yaitu pemindahan selaput bening mata yang merupakan bagian dari permukaan bola mata kepada seorang buta akibat kerusakan kornea (karena luka bakar, kemasukan benda halus) dan trakoma transplantasi ginjal, jantung dan lain-lain. • Transplantasi ini dapat terjadi antara sesama orang yang masih hidup dan dapat pula terjadi antara donor orang yang sudah meninggal dunia. Transplantasi alat tubuh dapat diambil dari orang yang baru meninggal dunia dan transplantasi itu harus dilakukan tidak lama sesudah penderita meninggal dunia. Sebab kalau sudah . lama meninggal dunia, maka alat dan/ • atau jaringan tubuh ikut mati dan tidak dapat dipergunakan lagi. Transplantasi ginjal dapat juga dilakukan dengan ginjal yang diambil dari tubuh manusia yang masih hidup. lelaslah bahwasanya transplantasi ini berfungsi sebagai us aha pengobatan. Jadi di abad modern sekarang ini sebenarnya masalah transplantasi ini sudah bukan barang baru lagi dan tidak banyak diperbineangkan teknis pelaksanaannya. Walaupun dahulu Plato, filsuf Yunani yang kenamaan berujar bahwa: "Kita saling terikat dengan tubuh laksana lokan dengan kulitnya (we are
bond to' our bodies like and oyster to
its shell). Dan ternyat~ sekarang hal terse but tidak dapat dipertahankan lagi karena bagian-bagian tubuh manusia tidak lagi terikat ibarat lokan dengan kulitnya, dan dapat saja ditransplantasikan dengan mempergunakan teknologi eanggih. Auto transplantasi , yaitu transplantasi dengan donornya si penderita sendiri eukup banyak seperti misalnya : - Transplantasi sumsum tulang, dapat juga dilakukan kepada si penerima yang lain. Transplantasi bedah plastik terutarna untuk keeantikan. - Transplantasi pembuluh darah di tubuh penderita ke pembuluh darah jantungnya dan lain-lain lagi. •
•
.
Aspek-aspek Hukum Pidana Transplan• tas] Terhadap transplantasi yang dilakukan terhadap donor yang masih hidup dengan si penderita: Karena litera· tur yang berhasil kami peroleh sangat sedikit sekali , maka terpaksa kami menempuh eara mengadakan serangkaian diskusi-diskusi keeil antara kami dengan Prof. Dr. Rukmono dengan didampingi tim ahli kedokteran serta pula dengan Bapak Poerwoto S. Gandasoebrata. S.H., Wakil Ketua Mahkamah Agung RI. Menurut dr. Sidabutar, ahli transplantasi ginjal, transplantasi yang seeara sah dan resmi dilakukan terhadap para narapidana ialah di Filipina, sedangkan di India masih sembunyi-sembunyi/terselubung. Di Filipina bahkan telah bertindak lebih jauh lagi, dengan memberikan imbalan terhadap para narapidana sesuai jumlah yang ditentukan oleh pemerintah, dan terhadap napi terse but diberikan sertiflkat tanda penghargaan. Kami telah berusa-
•
•
• •
Donor Organ Tubuh Narapidana
ha mengecek hal ini ke Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, tapi sayang sekali usaha ini tidak berhasil karena mereka tidak puny a 'bahan-bahannya. Sedang· kan di Indonesia konon menurut mass media, ada calon donor ginjal yang terang-terangan menentukan harganya sebesar Rp. 30 juta. Hal ini tentu saja tidak mungkin karena dilarang secara tegas oleh Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 18 Tahun 1981 Pasal17. Adapun definisi pengertian donor organ tubuh manusia ini sesuai bunyi ketentuan Menteri Kesehatan RI No. 18 sebagaimana telah diuraikan di atas, maka ban yak sekali ragamnya, yaitu an tara lain : -
,
,
-
-
•
Donor darah. Donor sumsum tulang, untuk obat • kanker darah leukeumia dan Juga leukeumia, konon juga katanya supaya usianya tetap 17 tahun ke atas, seperti misalnya Prof. Anna yang terkenal itu. Donor ginjal, jan tung, lever dan lainlain. Donor kornea mata. Donor dari organ tubuh si penderita sendiri seperti misalnya daging paha yang sering ditempelkan ke bagian tubuh yang umumnya dari si penderita sendiri yang membutuhkannya. Donor pembuluh darah.
Menurut hemat kami donor dari orang yang sudah meninggal dengan si penerima yang masih hidup bisa saja menimbulkan akibat-akibat sampingan terutama dalam menentukan saat kematian si donor tadi, karena si penerirna hanya bisa menerima organ tubuh donor tadi ·maksimum dalam waktu 5 (lima) menit setelah donor tersebut meninggal dunia. Ini karena setelah waktu tersebut di atas organ tubuh donor terse but di atas, sel·sel syarafnya sudah mati sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Karena itulah untuk •
15 menentukan saat kematian donor tadi, maka dokter yang melaksanakan operasi transplantasi terse but tidak diper, kenankan ikut serta menentukan saatsaat kematian donor terse but. Kematian ini dalam ilmu kedokteran tersebut ialah kematian otak (brain death). Jadi bisa saja terjadi seseorang ter· sebut organ tubuhnya masih "hidup" sedangkan sebenarnya secara ilmu kedokteran ia telah meninggal dunia (brain death). Dan sebaliknya secara awam ada pula dikenal · mati suri. Yaitu secara alamiah menu rut pengertian awam orang terse but telah mati akan tetapi menurut kedokteran ia masih hidup, karena belum mengalami brain death. Dan bahkan menurut keterangan Bapak Poerwoto S. Gandasubrata, S.H., Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, baru-baru ini familinya ada yang mengalami mati suri karena sakit lever, yang . kemudian ternyata hidup kern bali. , Sebagaimana diketahui menurut teori George Darjes yang terkenal dengan nama 7 W (dari bahasa Jerman). Ada 7 macam pertanyaan yang harus dijawab dalam menentukan terjadinya tiudak pidana : 1. 2. 3. 4.
Apa yang terjadi. Di mana terjadinya. Bilamana terjadinya. Dengan alat apa perbuatan tersebut dilakukan. 5. Apa sebabnya perbuatan tersebut dilakukan. 6. Dengan maksud apa perbuatan tersebut dilakukan, 7. Siapa yang melakukan.
Apabila terbukti telah terjadi tindak pidana dalam operasi transplantasi, maka adalah sangat penting untuk menentukan saat kematian si donor tersebut. Menurut Prof. Dr. Geoffry Mann, seorang ahli dalam ilmu kedokFebruari 1987
•
Iukum dan Pembanllunan
16 teran foreinsik (Kedokteran Kehakiman) secara tegas menyatakan bahwa tidak ada cara ilmiah yang mutlak untuk menentukan saat kematian. Sedangkan menurut van den Oever, cara-cara menentukan saat kematian yang disebut the classic triad ialah : -
•
Penentuan berdasarkan kekakuan mayat (rigor mortis). Kelebaman mayat (/ivor mortis). Penurunan suhu mayat (algor mortis).
Jadi jelaslah di sini begitu peliknya tata cara penentuan saat kematian ini, sedang di lain pihak para dokter membutuhkan waktu yang sangat singkat sekali, yaitu ± 5 menit untuk dapat melakukan transplantasi ini, maka kami kuatir bahwa suatu saat para dokter yang bertujuan mulia ini ter- ' perangkap ataupun terpojokkan telah melakukan tindak pi dana pembunuhan yang memenuhi unsur 7 W sebagaimana disebutkan di atas. Sehingga secara yuridis, dokter tadi dapat dituntut telah melakukan tindak pidana pem· bunuhan berencana sebagaimana yang dimaksudkan dengan ketentuan Pasal 340 KUHP. . Lebih-lebih lagi kalau di temp at tersebut, tidak terdapat "mesin otak" (}carena kami tidak mengenal istilah nama ilmiahnya) yang dapat menentu· kan saat yang tepat terjadinya brain •
death ini. Dan lagi pula dengan cara autopsi/ bedah mayat sekalipun tidak bisa di· tentukan saat yang tepat untuk menentukan saat terjadinya kematian tersebut. Meskipun banyak cara laIn yang menentukan saat kematian ini seperti misalnya : 1. Tes intra ocular pressure (iop) dengan menggunakan alat Sonometer. 2. Metode ophthalmoscopy yaitu me·
lalui penentuan terhentinya peredaran darah. 3. Metode reaksi supravital, yakni metode pada reaksi otot mata, mulut dan tangan oleh stimulasi elektris. 4. Reaksi pupil terhadap beberapa fak· tor farmakologi, yakni dengan suntikan hematropine dan philocarpine ke belakang rongga mata yang akan menimbulkan dilatasi dan konstruksi pada rongga mata. Sengaja sedikit kami uraikan panjang lebar tentang penentuan saat kematian, karena suatu saat mungkin saja terjadi anggota keluarga donor · menuduh bahwa pada waktu dilakukan transplantasi terse but si donor masih hidup ataupun masih mati suri . Sedangkan kalau sekiranya terjadi sebaliknya yaitu si penerima donor tersebut yang meninggal dunia, maka menurut hemat kami hal ini tidak digolongkan sebagai tindak pidana, ,akan tetapi sebagai hal yang wajar terjadi kalau dilakukan operasi pada seseorang. Sedikit menyinggung rna salah operasi ini, menuruthemat kami sarna sekali tidak mempunyai kekuatan hukum surat persetujuan dari keluarga pasien yang akan dioperasi. Hal ini 'tidaklah menghapuskan haknya untuk menun· tut secara hukum.
Operasi Transplantasi Antara Donor yang Masih Hidup dengan si Penerima Dalam hal ini kalau sekiranya ter· jadi peristiwa kematian ataupun cacat pada donor terse but, maka donor tersebut dapat menuntut secara hukum, karena sesuai dengan sumpahHypocrates, yang diucapkan pada waktu seorang dokter diwisuda, maka perbuatan seorang dokter hanya dibenarkan untuk menyembuhkan orang,
•
•
Donor Organ Tubuh Narapidana
•
17
•
bukan untuk menyakitinya. Jadi jika telah diperiksa oleh Ma· jelis Kode Etik Kehormatan Dokter Indonesia, memang terjadi suatu kesa· lahan dalam nielakukan praktek pro· fesi kedokterannya (malpraktice), ma· ka bisa saja dokter diminta pertang· gunganjawab hukumnya baik secara pidana maupun secara perdata. Menurut hemat kami se baiknya dokter hanyalah boleh melakukan praktek transplantasi jika sekiranya peralatannya benar-benar canggih dan penemuan praktek transplantasi ini baik metode maupun segi ilmiahnya sudah benar-benar teruji, sehingga si penerima tadi tidak menjadi kelinci percobaan. •
Aspek-aspek Hukum Perdata
•
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bidang Hukum Perdata dalam masalah praktek transplantasi ini terutama ialah bahwa dokter tadi telah berusaha keras sesuai ilmu pengeta.huan yang dipelajarinya dan bahwasanya selain daripada akibat positif, juga kemungkinan terjadinya akibatakibat negatif haruslah diterangkan sejelas-jelasnya. Dan jika sekiranya baik si penerima maupun donor tadi beserta keluarganya (calon ahli warisnya) telah dapat menerimanya dengan suatu pernyataan tertulis yang sebaiknya dibuat di bawah sumpah (affidavit) barulah transplantasi terse but dilakukan. Dengan demikian dapat dihindar. kan terjadinya gugatan hukum secara perdata. Karena bagaimanapun juga bukanlah hal yang mustahil bahwa usaha transplantasi yang bertujuan mulia ini mengalami kegagalan yang menimbulkan korban jiwa atau cacat tubuh seumur hidup, yang dapat memung•
•
kink an timbulnya gugatan per data berdasarkan perbuatan melang'gar hukum (eks Pasal 1365 Kitab Un dang Hukum Perdata). Kemungkinan terjadinya ekses baik secara pi dana maupun secara perdata: Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap orang akansependapat bahwasanya tujuan daripada transplantasi ini adalah mulia. Dan hal inipun merupakan salah satu jalan taubat dan bertekad untuk berbuat kebajikan sesama manusia bagi narapidana untuk mel akukan transplantasi ini, dalam rangka menebus perasaan rasa bersalahnya telah melakukan kejahatan. Akan tetapi walaupun demikian bagaimanapun juga tetap terdapat celah-celah kedl yang terjadi mengakibatkan timbulnya peristiwa pidana seperti misal-. nya pemerasan. Sebab bagaimanapun . oknum narapidana donor terse but yang masih ada perbuatan nakalnya terse but telah merasa menanam budi terhadap si penerima. Walaupun sebenarnya si penerimanya tadi disembunyikan identitasnya dan mereka antara donor dan penerima tidak saling • mengetahui dan tidak saling kenalmengenal, tokh dengan berbagai macam cara berhasil juga diketahui identitasnya oleh oknum narapidana terse· but. Sehingga terjadilah si penerima itu menjadi sa saran empuk sebagai objek pemerasan donor yang nakal terse but di atas. Dan di .lain pihak, si penerima yang telah merasa diselamatkan nyawanya oleh donor terse but, kalau dia mampu, maka dengan segala cara akan memenuhi terus-menerus permintaan donor terse but, karena sebagai pepatah kita, hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati. Da1am hal ini sulit · sekali bagi pihak yang berwajib untuk turun tangan •
Februari 1987
•
,,
18
•
secara hukum, karen a prosesnya ber1angsung secara "sukarela". Secara medis, menurut keterangan dokter Sidabutar, transp1antasi salah satu ginjal tidaklah akan menimbu1kan ke1ainanke1ainan fisik terhadap donor terse but, akan tetapi bisa saja terjadi suatu saat ginja1 donor yang satu-satunya tersebut terganggu fungsinya, sehingga donor terse but dapat menuntut ganti rugi secara perdata terhadap si penerirna ginja1nya tadi. Karena tentunya antara si donor dan si penerima tadi jangankan dibuat suatu perjanjian, saling kenalpun tidak.
Kesimpulan dan Saran-saran Maka berdasarkan uraian·uraian ter· sebut di atas, kami berkesimpulan bmwa : 1. Dapat saja dilakukan transp1antasi antara narapidana se bagai donor. dan si penerima yang saling tidak kena1-mengena1 dan bahwasanya agama manapun serta hukum negara manapun tidak ada yang me1arang dilakukannya transplantasi organ tubuh manusia demi pengobat, an. 2. Perbuatan menjadi donor dari napi tadi dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan bahwa ia telah berke1akuan baik. Akan tetapi dengan sendirinya tidak1ah berarti bahwa seorang napi otomatis akan mendapatkan remisi ka1au sekiranya ia menjadi donor. Karena syarat-syarat tentang remisi ini te1ah dibuat tersendiri. 3. Perbuatan transp1antasi ini diambilkan dari donor napi yang benarbenar sehat, yang dibuktikan dengan tim dokter spesialis serta dok-
Hukum dan Pembangunan
ter Rutan sebagai koordinator. 4. Asas kesukare1aan transplantasi dari donor napi ini harus terjamin ber· dasarkan keterangan/pernyataan oi bawah sumpah yang disaksikan oleh dokter Rutan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Keluarga terdekat napi dan/atau Penasihat Hukumnya, serta Jaksa setempat, serta penyumpahan dilakukan oleh Hakim Pengawas, yang mana untuk hal ini dibuatkan Berita Acara ter· sendiri. 5. Permintaan untuk menjadi donor ini diajukan secara tertulis kepada Kepa1a Lembaga Pemasyarakatan, dengan tembusan kepada Hakim Pengawas, iaksa, Penasihat Hukum dan/atau Ke1uarga yang terdekat, disertai a1asan-a1asannya yang sejujur-jujurnya menurut hati nurani. nya. 6. Sedangkan terhadap Narapidana yang kemudian meningga1 dunia, dapat dilakukan berdasarkan surat wasiat yang dibuat sebe1umnya yang disaksikan oleh para Pejabat . tersebut di atas dan keluarga terdekatnya. Tentunya apabila anggota ke1uarganya bertempat tingga1 jauh dari Lembaga Pemasyarakatan temp at ia menja1ani hukumannya, maka negara wajib mendatangkannya. 7. Semua beaya yang· timbu1 khusus bagi napi tersebut dibebaskan sarna sekali, sedangkan bagi ca10n penerima yang marnpu dapat dimintakan be ban pembeayaan secukupnya. 8. Diadakan penyuluhan terus-menerus oleh tim dokter tentang manfaat transplantasi ini bagi kemanusiaan. Serta juga dakwah keagamaan •
•
•
19
Donor Organ Tubuh Narapidana
tentang perbuatan kebajikan transplantasi inL 9. harus dibuatkan lebih dahulu pernyataan di bawah sumpah oleh napi tersebut bahwa ia tidak akan menuntut ganti rugi apa pun yang terjadi akibat dari transplantasi tersebut. 10. Bahwa transplantasi ini hanya boleh dilakukan di tempat yang benarbenar terjamin pelaksanaannya secara ilmiah. Jadi tidak boleh dalam keadaan darurat dilakukan di mana saja yang dapat menimbulkan cedera ataupun kematian bagi napi tersebut. II Bahwa khusus bagi anggota' masyarakat luas hendaknya, sejak dari Sekolah Dasar diberikan pengertian dan ditanamkan pentingnya arti transplantasi bagi menolong sesama umat manusia. 12. Hendaknya dapat segera dibuat Undang-undang Pokok Kedokteran yang mengatur masalah transplantasi ini serta dipertegas kedudukan Majelis Kehormatan Kode Etik Kedokteran Indonesia untuk menentukan ada atau tidaknya terjadi malpraktice selama dilakukannya transplantasi ini. Dan sebaiknyalah setiap kali melaksanakan tugasnya dokter-dokter yang akan memeriksa malpraktice ini disumpah tersendiri oleh Juru Sumpah yang khusus didatangkan untuk keperJuan tersebut. 13. Masyarakat luas lebih ditanamkan pengertian bahwa transplantasi ini sarna seka:Ii tidak membahayakan jiwa si donor tadi. Dan dipertegas pula bahwa terhadap si donor tidak dipungut bayaran apa pun ataupun diberikan dalam bentuk imbalan
•
apa pun Juga. 14. Ketentuan mengenai konpensasi atau imbalan material haruslah dipertegas. Karena tentu saja remisi bagi napi tidak bisa digolongkan sebagai imbalan material. Yang mana ketentuan ini berbeda , misalnya dengan ketentuan ten tang "listrik" yang dulu tidak bisa dikategorikan sebagai benda yang bisa dicuri akan tetapi sekarang dapat digolongkan sebagai barang yang bisa dicuri. 15. Pelaksanaan transplantasi ini baru dlaksanakan setelah dirintis secara , matang oleh, tim dokter yang khusus ditunjuk pemerintah bahwa secara ilmiah bisa dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan, jadi sekalikali bukanlah sebagai kelinci percobaan belaka, 16. Kami pun sangat menyetujui bahwa bentuk transplantasi ini si donor dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun , karena suatu pe'rbuatan kebajikan terhadap sesanla manusia tidak dibenarkan untuk menuntut imbalan. 17. Karena mengingat pula bahwa tata cara melakukan transplantasi ini khususnya terhadap napi harus dibuat Undang-undang Pokok Pemasyarakatan yang juga mengatur persyaratan-persyaratan seorang napi yang boleh menjadi donor. 18. Menyangkut pula bahwa dalam rangka pengembangan dan pembangun· an hukum umumnya, dan dunia pemasyarakatan khususnya, .maka kami kira sudah waktunya pula dibentuk Ikatan Ahli 'Pemasyarakatan yang akan dapat memberikan masukan-masukan pada pemerintah tentang kebijaksanaan yang perlu dilakukan dalam sistem pemasyaraFebruari 1987
,
•
20
,
•
Hukum dan Pembanllunan
apa pun juga. Jadi tegasnya kami berpendapat sebaiknya masalah remisi ini adalah masalah yang berdiri senaliri terlepas kaitannya dengan perl;m atan kebajikan napi untuk menjadi donor, akan tetapi tentu saja tidaklah dilarang untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan remisi. Atau lebih tegas lagi tidaklah secara otomatis sea rang napi yang menjadi donor akan mendapatkan remisi. J adi untuk remisi ini tetaplah berlaku ketentuan-ketentuan yangbiasa selama inL
katan, seperti mencuatnya gagasan pemberian remisi terhadap narapidanq yang secara sukarela bersedia menjadi donor organ tubuhnya yang tidak membahayakan keselamatan jiwanya sendiri, dalam berbuat kebajikan terhadap sesama manusia. Hal ini akan membuang jauhjauh anggapan bahwa napi itu adalah sampah masyarakat. Dan bahkan bisa membuktikan bahwa diri.nya masih bisa membela keh.ormatannya dengan berbuat kebajikan terhadap sesama manusia tanpa meng· harapkan imbalan dalam bentuk •
•
•
,
•
•
•
•
• •
•
•