SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
ASPEK-ASPEK PERPIPAAN YANG PENTING DALAM EVALUASI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN PENDAHULUAN PLTN Rahmat Edhi Harianto, Widia Lastana Istanto, Widi Laksmono, Tino Sawaldi Adi Nugroho Staf Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir – BAPETEN Jl Gadjah mada
Abstrak ASPEK-ASPEK PERPIPAAN YANG PENTING DALAM EVALUASI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN PENDAHULUAN PLTN. Dalam peraturan pemerintah nomor 43 Tahun 2006 disebutkan bahwa salah satu syarat teknis yang harus disampaikan dalam proses perizinan konstruksi reaktor daya komersial (PLTN) adalah Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAK-P), dimana pada salah satu bab dari isi LAK-P mengenai karakteristik desain dari struktur, sistem, komponen, dan peralatan sangat terkait dengan aspek perpipaan. Salah satu cara meningkatkan kompetensi evaluator dapat dilakukan melalui on job training ke negara-negara pengoperasi PLTN. Makalah ini akan membahas materi-materi yang harus disiapkan BAPETEN terkait pelaksanaan OJT konstruksi untuk aspek perpipaan. Kata kunci: aspek perpipaan, laporan analisis keselamatan pendahuluan, evaluator
Abstract PIPING IMPORTANT ASPECTS FOR EVALUATION TO PRELIMINARY SAFETY ANALYSIS REPORT FOR NUCLEAR POWER PLANTS . In government regulation no. 43 year 2006 it is mentioned that one of technical requirement which should be applied on the construction licensing process for commercial power reactor (NPPs) is preliminary safety analysis report. One of the aspects of preliminary safety analysis report namely Design of Structures, Components, Equipment, and Systems related to piping aspects. On the job training program at the countries operating NPP is one of the measures to improve evaluator competence. This paper discuss materials training which should be prepared BAPETEN relating construction OJT program for piping aspects. Keywords: piping aspect, preliminary safety analysis report, evaluator
PENDAHULUAN Dalam suatu sistem pembangkit tenaga listrik, sistem perpipaan sangat penting sebagai media untuk mengalirkan fluida kerja dari suatu sistem komponen ke komponen lainnya. Pemanasan pipa tentu akan menimbulkan perpanjangan begitu pula dengan pendinginan pipa akan menimbulkan perpendekan. Perpanjangan dan perpendekan inilah yang akan merupakan masalah fleksibilitas dan tegangan. Oleh karena itu, fleksibilitas sistem perpipaan merupakan salah satu hal penting dalam perhitungan dan perencanaan sistem perpipaan[1]. Analisis fleksibilitas dan stress analisis merupakan Rahmat E.H., dkk
53
analisis yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem perpipaan pada kondisi operasi aman. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup sehingga ekspansi termal dan kontraksi atau pergerakan dari support dan titik persambungan tidak akan menyebabkan : 1. Kegagalan dari pipa atau support karena tekanan berlebih (overstress) maupun kelelahan pada material (fatique). 2. Kebocoran pada sambungan 3. Detrimental stresses atau distorsi pada pipa atau pada titik sambungan peralatan (contohnya pompa, bejana atau katup) yang dihasilkan akibat gaya atau momen pada pipa. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Tujuan analisis fleksibilitas diperlukan untuk menganalisis setiap jalur perpipaan terutama jalurjalur kritis dapat direncanakan secara aman sehingga menghasilkan lay-out pipa yang tidak akan menghasilkan tegangan yang berbahaya atau reaksi pada ujung pipa yang berbahaya. Indonesia telah mempertimbangkan introduksi energi nuklir untuk diversifikasi energi agar dapat memenuhi permintaan kelistrikan yang keperluan makin meningkat begitu pesat terkait dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi listrik untuk keperluan rumah tangga dan industri-industri yang tumbuh berkembang cepat saat ini. Kebutuhan akan energi merupakan permasalahan global yang tidak dapat dihindarkan lagi. Permintaan terhadap pasokan energi sedemikian berkembangnya sehingga memerlukan penanganan serius lebih lanjut. Menurut salah satu studi yang pernah dilakukan di Indonesia, proyeksi permintaan energi listik di Indonesia pada tahun 2026 akan mencapai 100 Gwe[2] (Gambar 1).
pemerintah yang fungsinya menurut UU No. 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran sebagai badan pengawas mempunyai tugas pokok melakukan inspeksi, menerbitkan izin dan menyusun peraturan dalam kerangka menjamin keselamatan pekerja, masyarakat maupun lingkungan hidup[3]. Salah satu syarat sebuah badan pengawas agar dapat berfungsi secara efektif yaitu tersedianya SDM profesional yang mempunyai kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir terutama dalam mengevaluasi permohonan evaluasi Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAK-P) PLTN yang merupakan salah satu persyaratan teknis pada tahap konstruksi. BAPETEN melakukan penilaian teknis terhadap LAK-P yang disampaikan pemohon izin. Salah satu bab dari LAK-P ini adalah karakteristik desain dari struktur, sistem, komponen, dan peralatan[4]. Secara umum bab yang dievaluasi dari bab ini antara lain topik-topik mengenai proteksi desain instalasi terhadap kegagalan pipa terpostulasi dalam sistem fluida di luar pengungkung, penentuan lokasi pecahnya dan efek dinamik terkait dengan pecahnya pipa terpostulasi, prosedur evaluasi bocor sebelum pecah (LeakBefore-Break Evaluation Procedures), standar ASME kelas 1, 2, dan 3 sistem perpipaan, komponen perpipaan dan komponen pendukung lainnya, sistem perpipaan kelas kode 1, 2, dan 3, komponen perpipaan dan struktur pendukung lainnya. Kompetensi dan pengetahuan dari evaluator mengenai aspek perpipaan mutlak dibutuhkan. Tujuan makalah ini adalah memberikan gambaran mengenai materi-materi terkait aspek perpipaan yang perlu dipelajari evaluator BAPETEN dalam mengevaluasi LAK-P PLTN untuk aspek perpipaan. PENYIAPAN EVALUATOR PERIZINAN PLTN
Gambar 1. Grafik Proyeksi Permintaan Energi Listrik di Indonesia (kuliah pengantar teknologi PLTN, As Natio Lasman – Kamanjaya, Magister Rekayasa Energi Nuklir ITB, 2008).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap berdirinya PLTN di Indonesia, hal yang patut mendapat apresiasi adalah keyakinan pemerintah untuk menggunakan opsi PLTN sebagai penyumbang energi sebesar 5% bersama-sama dengan tenaga air, biomassa, angin dan surya yang ditargetkan sampai pada tahun 2025, sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Menjawab tantangan terkini dari rencana berdirinya PLTN maka BAPETEN sebagai lembaga STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
54
Salah satu syarat sebuah badan pengawas agar dapat berfungsi secara efektif yaitu tersedianya SDM profesional yang mempunyai kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir. Kompetensi adalah sikap mental, kesiapan fisik dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. SDM yang profesional merupakan salah satu pilar utama dan sumber kekuatan bagi BAPETEN untuk mewujudkan hasil pengawasan yang berkualitas sesuai dengan amanah pengawasan untuk memastikan keselamatan dan keamanan seluruh pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, SDM merupakan aset tak ternilai sehingga perencanaan, pengembangan dan Rahmat E.H., dkk
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 pembinaan SDM BAPETEN merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menjamin hasil pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir tersebut memenuhi kriteria keselamatan, keamanan dan seifgards[5]. Salah satu upaya yang dapat dilakukan BAPETEN untuk meningkatkan kompetensi SDM adalah dengan mengirimkan sejumlah stafnya dalam program On Job Training evaluasi perizinan konstruksi PLTN yang mempelajari aspek sipil/struktur, perpipaan, mekanik, material, dan kimia ke sejumlah negara-negara yang telah memiliki PLTN seperti Korea Selatan, Amerika Serikat dan Canada, fellowship IAEA, maupun kerjasama bilateral seperti Jepang. MATERI EVALUATOR PERPIPAAN
UNTUK
ASPEK
Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir sebagai direktorat yang bertugas melakukan evaluasi terhadap permohonan izin konstruksi telah membuat dan menyusun instruksi kerja LAK-P sebagai upaya dan antisipasi terhadap permohonan izin konstruksi PLTN. Referensi utama dari instruksi kerja ini bersumber dari Regulatory Guide 1.70, “Standard Format and Content of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants (LWR Edition)”, dan NUREG-0800 (USNRC STANDARD REVIEW PLAN) Revision 3 - March 2007, Standard Review Plan for the Review of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants (LWR Edition), dan regulatory guide 1.206 yang diterbitkan oleh badan pengawas amerika serikat (US-NRC)[6]. Aspek perpipaan dicakup dalam beberapa bagian diantaranya pada bab 3. Desain struktur, komponen, peralatan dan sistem, antara lain : 1.
Subbab 3.6.1. Desain Instalasi Untuk Proteksi Terhadap Kegagalan Pipa Terpostulasi Dalam Sistem Fluida Di Luar Pengungkung
Seorang evaluator harus mempelajari desain instalasi untuk proteksi terhadap kegagalan perpipaan di luar pengungkung untuk menjamin bahwa pengaruh lingkungan kegagalan tersebut tidak akan menyebabkan kehilangan fungsi sistem terkait keselamatan yang dibutuhkan dan untuk menjamin bahwa instalasi instalasi dapat padam secara selamat dalam kejadian kegagalan tersebut. Evaluasi juga mencakup perpipaan sistem fluida energi sedang dan energi tinggi yang terletak di luar pengungkung. Apabila sistem perpipaan menembus pengungkung (kecuali untuk sistem air umpan tambahan), evaluasi mulai dengan katup isolasi di luar pengungkung.
Rahmat E.H., dkk
55
2.
Subbab 3.6.2. Prosedur Evaluasi Kebocoran Sebelum Pecah (Leak Before Break)
Secara umum pada bagian ini, evaluator harus memahami kerusakan pipa terpostulasi yang disebabkan oleh efek dinamik dasar desain mekanik, mekanisme kegagalan pipa baik (langsung maupun tidak langsung) dan sumber degradasi lain yang mengancam integritas perpipaan dan analisis mekanisme retakan. Secara lebih spesifik, evaluasi terhadap sistem perpipaan reaktor daya untuk sepanjang umur reaktor daya dibagi menjadi 3 bagian : a. sistem perpipaan reaktor daya untuk sepanjang umur reaktor daya seperti pengaruh hentakan air (water hammer), kerusakan yang disebabkan creep, erosi, korosi, kelelahan material (fatigue), kondisi lingkungan. b. mekanisme fracture secara deterministik dan laju kebocoran : i. faktor yang menentukan mutu awal perpipaan dan upaya yang dilaksanakan untuk mempertahankan mutu tersebut. ii. metode deteksi kebocoran pendingin reaktor untuk memastikan terdapat margin yang memadai pada wall flaw terpostulasi yang digunakan dalam evaluasi mekanisme retak deterministik. iii. mekanisme kegagalan tidak langsung dalam LAK reaktor daya yang dapat menyebabkan pipa patah (rupture), terdiri atas kejadian seismik, kelebihan tekanan sistem yang akibat kecelakaan oleh ulah manusia, kebakaran, atau banjir yang menyebabkan sistem kendali elektrik dan mekanik mengalami kelainan (malfunction). iv. misil dari peralatan, kerusakan dari peralatan bergerak dan kegagalan SSK yang berada di sekitar perpipaan yang dievaluasi. 3.
BRANCH TECHNICAL POSITION 3-3. Proteksi Terhadap Kegagalan Perpipaan Terpostulasi Dalam Sistem Fluida Di Luar Pengungkung
Materi yang harus dipelajari oleh evaluator adalah susunan instalasi, fitur desain, proteksi sistem dan komponen yang penting terhadap kegagalan perpipaan terpostulasi dalam sistem fluida energi tinggi dan energi sedang yang beroperasi selama kondisi instalasi normal dan berlokasi di luar pengungkung, serta analisis dan pengaruh kegagalan perpipaan terpostulasi.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 4.
BRANCH TECHNICAL POSITION 3-4. Lokasi Pecahnya Pipa Terpostulasi Dalam Perpipaan Sistem Fluida Di Dalam Dan Di Luar Pengungkung
Materi yang harus dipelajari oleh evaluator antara lain perpipaan sistem fluida energi tinggi, perpipaan sistem fluida pada daerah penetrasi pengungkung, tipe kerusakan (breaks) dan and kerusakan karena bocor dalam perpipaan sistem fluida, pecah pipa longitudinal dan retak karena bocor.
5.
Subbab 3.9.8. Inspeksi In-Service Berbasis Resiko
Pada subbab ini, evaluator dituntut untuk menguasai fungsi sistem instalasi yang tergantung pada perpipaan yang mempengaruhi. Evaluator juga harus mempelajari kajian, metode, code-code teknis yang berlaku, pengalaman pengoperasian dan data industry serta data instalasi spesifik, temuan kajian keselamatan serta hasil analisis dan hasil penelitian yang relevan terhadap perubahan inspeksi inservice yang diajukan. Evaluator juga harus mengevaluasi pengalaman spesifik instalasi dengan hasil program evaluasi serta dapat mengkarakterisasi berkenaan dengan keefektifan inspeksi perpipaan sebelumnya dan kesalahan yang telah ditemukan.
6.
Subbab 3.12. Sistem Perpipaan, Komponen Pipa Dan Komponen Penyangga Terkaitnya Untuk Kelas 1, 2 Dan 3 Code ASME
Ruang lingkup evaluasi sistem perpipaan dan desain pendukung dibagi dalam 4 bagian : 6.1. Metode Analisis Perpipaan Informasi yang diberikan dalam LAK mengenai metode analisis perpipaan untuk kategori 1 seismik, kategori 2, dan sistem tidak terkait keselamatan dievaluasi. Ruang lingkup analisis sistem seismic diberikan dalam IK LAK bagian 3.9.2 sebagai pedoman untuk mengevaluasi metode analisis perpipaan. Ruang lingkup khusus antara lain : metode analisis tegangan eksperimental, metode spectrum respon model, respon metode gerakan pendukung independen-metode spectra, metode sejarah waktu, metode analisis inelastic, metode perpipaan lubang kecil, interaksi seismic dan nonseismik (II/I), kategori I perpipaan, jalur dan kanal. 6.1.1. Teknik Pemodelan Perpipaan Informasi yang disajikan dalam LAK terkait dengan prosedur dan kriteria untuk memodelkan sistem perpipaan dan support perpipaan dievaluasi. Ruang
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
56
lingkup pemodelan yang diberikan dalam IK bab 3.9.2 digunakan sebagai pedoman untuk mengevaluasi teknik pemodelan perpipaan, antara lain : code komputer, model perpipaan dinamik, program benchmark perpipaan dan kriteria decoupling. 6.1.2. Kriteria Analisis Tegangan Perpipaan Informasi yang diberikan dalam LAK terkait kriteria analisis tegangan perpipaan dievaluasi. Ruang lingkup kriteria analisis tegangan perpipaan diberikan dalam IK LAK bab 3.9.1, 3.9.2, dan 3.9.3 sebagai pedoman, antara lain : input seismic, transien desain, kombinasi beban dan pembebanan, nilai damping, kombinasi model respon, moda frekuensi tinggi, evaluasi kelelahan (fatigue) untuk perpipaan kelas 1, 2, dan 3 kode ASME, osilasi termal dalam pipa yang terkoneksi ke sistem pendingin reaktor, stratifikasi termal, desain, instalasi dan pengujian katup relief keselamatan, kemampuan fungsional, kombinasi pengaruh pergerakan anchor seismic dan inersia, batasan level gempa dimana PLTN masih beroperasi (Operating Basis Earthquake (OBE)) sebagai beban desain, Welded Attachments, damping model untuk struktur komposit, temperatur analisis termal, intersistem kecelakaan karena kehilangan air pendingin (LOCA), pengaruh lingkungan pada desain yang lelah (fatigue) 6.1.3. Desain Pendukung Perpipaan Informasi yang disajikan dalam LAK terkait dengan metode, prosedur dan kriteria desain pendukung perpipaan dievaluasi. Ruang lingkup untuk desain pendukung perpipaan diberikan dalam IK LAK bab 3.9.3 sebagai pedoman, antara lain : code yang berlaku, batasan-batasan yang dibolehkan (Jurisdictional Boundaries), kombinasi beban dan pembebanan, Pipe Support Baseplate and Anchor Bolt Design, kegunaan penyerap energi dan batasan berhenti (Use of Energi Absorbers and Limit Stops), kegunaan snubbers, Seismic Self-Weight Excitation, desain baja tahan karat tambahan, pertimbangan gaya friksi, pipe Support Gaps and Clearances, kriteria pendukung jalur instrumentasi, batasan defleksi pipa. HASIL DAN PEMBAHASAN Di dalam melakukan evaluasi perpipaan, evaluator harus menentukan tegangan dan beban secara aktual pada sistem perpipaan terhadap pengaruh operasi (temperatur, tekanan), angin, gempa bumi, vibrasi akibat aliran fluida dua fase (two phase flow), dan vibrasi dari mesin rotasi. Tegangan dan beban tersebut kemudian dibandingkan dengan batasan-
Rahmat E.H., dkk
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 batasan minimum yang sudah ditetapkan dalam Code dan standard Internasional, apabila tegangan dan beban aktual yang terjadi melebihi batasan minimumnya maka sistem perpipaan dinyatakan fail (bermasalah), maka seorang evaluator harus mampu melakukan analisis yang tepat agar sistem perpipaan menjadi aman[7]. Tingkat keamanan sistem perpipaan tergantung pada fleksibilitas routing pipa dan pemilihan serta peletakkan support (penyangga) yang tepat dan benar. Pada prinsipnya evaluasi sistem perpipaan adalah sama antara PLTN dan analisis yang dilakukan untuk pembangunan instalasi yang lainnya seperti PLTU maupun PLTG dan instalasi lainnya, yaitu menjadikan sistem perpipaan dalam batasan aman sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Code, dan Standard Internasional, karena dalam pembangunan PLTN diperlukan persyaratan yang sangat tinggi terutama pada material dan Code yang digunakan, maka lembaga Nuklir Internasional seperti IAEA maupun asosiasi standar lainnya telah membuat regulasi yang harus diikuti oleh setiap evaluator untuk mengimplentasikan dalam pekerjaan analisis maupun engineering secara lengkap. Dalam sistem perpipaan untuk keperluan pembangkit listrik maupun sistem perpipaan untuk keperluan pembangunan instalasi yang lainnya dimana pengoperasianya bekerja dalam kondisi bertekanan, sehingga sistem harus diatur dalam code yang sesuai sebagaimana yang dipersyaratkan oleh regulasi atau client requirement sebagai pemilik perusahaan atau pemilik pembangkit baik swasta atau pemerintah. Code yang digunakan dalam sistem pipa bertekanan dikenal dengan ASME B31, dan ASME Section III untuk Nuclear Plant Piping. Code ASME B31 ini terdiri dari beberapa serial antara lain :
B31.3 berlaku pada semua fluida termasuk bahan baku kimia; produk petroleum, gas, uap, udara dan air; refrigran, dan lain-lain. 3. ASME B31.7, Nuclear Power Plant Piping ASME B31.7 dan ASME Section III adalah Code yang digunakan untuk merancang dan analisis sistem perpipaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk area kelas satu (reactor island dan turbine island), sedangkan untuk kelas dua dan kelas tiga, yaitu area di luar reaktor dan turbine island dan area utility digunakan ASME Code B31.1 dan B31.3
KESIMPULAN BAPETEN sedang menyusun program OJT konstruksi PLTN untuk evaluator BAPETEN ke negara negara yang telah memiliki PLTN seperti Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang serta mempersiapkan materi pelatihan yang akan dipelajari pada saat pelaksanaan OJT. Salah satu aspek yang akan dipelajari dalam pelaksanaan OJT konstruksi PLTN adalah aspek perpipaan, dimana materi pelatihan untuk aspek ini diambil dari ASME dan NUREG-0800 (USNRC STANDARD REVIEW PLAN), Standard Review Plan for the Review of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants (LWR Edition).
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 1. ASME B31.1, Power Piping ASME B31.1 banyak digunakan untuk sistem perpipaan yang berkaitan dengan pembangkit tenaga, di dalam code ini juga mengatur persyaratan minimal untuk desain, material, fabrikasi, instalasi, pengetesan dan inspeksi dari sistem perpipaan pembangkit tenaga dan perangkat pendukungnya untuk stasiun pembangkit listrik, industri, dan lain sebagainya. 2. ASME B31.3, Process Piping ASME B31.3 banyak digunakan untuk sistem perpipaan yang berkaitan dengan proses area, di dalam code tersebut juga mengatur persyaratan minimal untuk desain, material, fabrikasi, instalasi, pengetesan dan inspeksi dari seluruh sistem perpipaan dalam pemrosesan dan handling dari zat kimia, petroleum dan sejenisnya. Persyaratan ASME Rahmat E.H., dkk
57
3. 4.
5.
Astuti, Yusri Heni Nurwidi., Analisis Fleksibilitas Sistem Perpipaan Pada PLTU LABUAN 300 MW Dengan Program CAESAR., Tesis, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gadjah Mada, Indonesia (2008). As Natio Lasman dan Kamanjaya, Diktat Kuliah Pengantar Teknologi PLTN, Magister Rekayasa Energi Nuklir, Institut Teknologi Bandung, 2008. Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Harianto, Rahmat Edhi, Laksmono, Widi, dan Nugroho, Tino Sawaldi Adi., Instruksi Kerja Untuk Evaluasi Terhadap Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAK-P) Pada PLTN tipe Reaktor Air Ringan, Seminar Nasional Keselamatan Nuklir BAPETEN, 5 Agustus 2010, Jakarta, ISSN 1412-3258 Astuti, Yusri Heni Nurwidi, Sudarto, Winarto, Besar, Sulistyoningsih., Membangun Kompetensi Dan Motivasi SDM Dalam Mewujudkan Efektivitas Program Pengawasan Tenaga Nuklir, SEMINAR NASIONAL V
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
6.
7.
SDM TEKNOLOGI NUKLIR, YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009, ISSN 1978-0176. NUREG-0800 (USNRC STANDARD REVIEW PLAN) Revision 3 - March 2007, Standard Review Plan for the Review of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants (LWR Edition). Chamsudi, Achmad dan Santoso, Budi., Mempersiapkan Tenaga Analisis Tegangan Sistem Perpipaan Untuk Menyongsong Pembangunan PLTN, SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR, YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009, ISSN 1978-0176.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
58
Rahmat E.H., dkk