1 H.Aras Solong “ Perspektif Terhadap pemikiran David Eston Tentang Model Sistem Dalam Analisis Kebijakan
ARTIKULASI DAN PERSPEKTIF TERHADAP PEMIKIRAN DAVID EASTON TENTANG MODEL SISTEM DALAM ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK H. Aras Solong Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Makassar Abtraksi Dalam kajian ini untuk mengetahui tentang analisis terhadap model sisten dalam kebijakan publik berdasarkan pada konseptualisasi dan spesifikasi elemen-elemen kondisi masalah, model-model kebijakan merupakan rekonstruksi artificial dari realitas dalam wilayah yang merentang dari energi dan lingkungan sampai ke kemiskinan, kesejahteraan dan kejahatan.Model adalah wakil ideal dari situasi-situasi dunia nyata.Model adalah menyederhanakan dari realitas yang diwakili. Penggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar sekali manfaatnya. Dengan adanya model-model analisis kebijakan publik, seperti misalnya model implementasi kebijakan, maka kita akan lebih mudah untuk dapat memilah-milah proses implementasi kebijakan ke dalam elemen-elemen im-plementasi yang lebih sederhana. Kata Kunci : Model sistem dalam analisis kebijakan publik Pendahuluan Titik awal mengenai munculnya model ini semua adalah pasca terjadinya perang dunia ke-2 yang melahirkan banyak fenomena baru dalam dunia perpolitikan yang belum sepenuhnya dapat dipahami, atau dalam kata lain ternyata pendekatan institusional sudah mulai tidak relevan lagi untuk digunakan sebab fenomena sosial politik pada saat itu juga sudah sangat kompleks. Dari peristiwa perang dunia ke-2 itulah, kemudian muncul pendekatan atau teori baru dalam ilmu politik yang kita kenal dengan teori atau pendekatan sistem dengan tokoh terkenalnya David Easton. Secara singkat, teori sistem ini menurut Easton seperti sebuah organisme yang terinspirasi dari organisme yang ada dalam ilmu alam dengan menyederhanakan suatu proses-proses yang terjadi di dalamnya. Inilah salah satu keunggulan dalam teori sistem yang dikemukakan oleh Easton, yaitu memudahkan dan menyederhanakan kita untuk memahami fenomena politik dari sudut pandang sebuah organisme dan tidak lagi serumit sebelumnya. Arti organisme ini sering disamakan juga dengan bagianbagian tubuh dalam manusia yang apabila terjadi penurunan kerja atau kerusakan dalam sebuah bagian tubuh, maka akan mempengaruhi bagian tubuh dan kerja tubuh secara keseluruhan, disinilah proses
saling mempengaruhi terjadi, lebih dari sekedar konsep keseimbangan seperti yang banyak diungkapkkan oleh ilmuwanilmuwan sebelumnya. David Easton adalah ilmuan politik pertama yang mengembangkan kerangka pendekatan analisa sistem pada kajian ilmu politik. Walaupun menjadikan sistem politik sebagai dasar analisanya, bidang penelitian utamanya adalah perilaku intra sistem dari berbagai sistem dan pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan konstruktifis. Menurut Easton, di luar dan di balik sistem politik terdapat sistemsistem lain atau lingkungan baik fisik, biologis, sosial, psikologis, dan sebagainya yang bisa menjadi landasan pembeda antara sistem politik dengan sistem lainnya. Maka titik tekan pembedaan tersebut adalah pembuatan alokasi yang terlindungi dan mengandung otoritas. Dalam membahas sistem politik, Easton memiliki beberapa asumsi yang harus dimiliki oleh orang yang ingin mengembangkan atau belajar ilmu politik terkait teori sistem, salah satunya adalah keharusan untuk melihat sistem politik sebagai sebuah satu kesatuan lebih dari sekedar terkonsentrasi pada solusi masalah-masalah yang terbatas. Teori harus mampu menggabungkan pengetahuan yang reliable dan data yang empiris. Adapun permasalahannya: 1) Bagaimana perspektif
2 H.Aras Solong “ Perspektif Terhadap pemikiran David Eston Tentang Model Sistem Dalam Analisis Kebijakan
terhadap model sistem dalam analisis kebijakan publik; 2) Bagaimana model system dalam administrasi publik. Tinjauan Pustaka Model Sistem Paine dan Naumes menawarkan suatu model proses pembuatan kebijakan merujuk pada model sistem yang dikembangkan oleh David Easton. Model ini menurut Paine dan Naumes merupakan model deskripitif karena lebih berusaha menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembuatan kebijakan.Menurut Paine dan Naumes, model ini disusun hanya dari sudut pandang para pembuat kebijakan. Dalam hal ini para pembuat kebijakan dilihat perannya dalam perencanaan dan pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah yang akan (1) menghitung kesempatan dan meraih atau menggunakan dukungan internal dan eksternal, (2) memuaskan permintaan lingkungan, dan (3) secara khusus memuaskan keinginan atau kepentingan para pembuat kebijakan itu sendiri. Dengan merujuk pada pendekatan sistem yang ditawarkan oleh Easton, Paine dan Naumes menggambarkan model pembuatan kebijakan sebagai interaksi yang terjadi antara lingkungan dengan para pembuat kebijakan dalam suatu proses yang dinamis. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terdiri dari interaksi yang terbuka dan dinamis antar para pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan masukan (inputs dan outputs). Keluaran yang dihasilkan oleh organisasi pada akhirnya akan menjadi bagian lingkungandan seterusnya akan berinteraksi dengan organisasi. Paine dan Naumes memodifikasi pendekatan ini dengan menerapkan langsung pada proses pembuatan kebijakan. Menurut model sistem, kebijakan politik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik terhadap tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada diluar batas-batas politik. Kekuatan-
kekuatanyang timbul dari dalam lingkungan danmempengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan-masukan (inputs) sebagai sistem politik, sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutantuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (outputs) dari sistem politik. Sistem politik adalah sekumpulan struktur untuk dan proses yang saling berhubungan yang berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat. Hasil dari sistem politik merupakan alokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan alokasi ini merupakan kebijakan politik. Di dalam hubungan antara keduanya, pada saatnya akan terjadi umpan balik antara output yang dihasilkan sebagai bagian dari input berikutnya. Dalam hal ini, berjalannnya sistem tidak akan pernah berhenti. Asumsi ini dalam kehidupan berpolitik dikatakan bahwa negara, masyarakat, dan individu adalah sebuah sistem, dan kesatuan itu semua adalah satu batang tubuh yang saling mempengaruhi dan punya tujuan utama. Sistem politik merupakan bagian dari ilmu politik, karena memberikan perhatian kepada pembuatan keputusan tentang alokasisumber daya kekuasaan. Selanjutnya Easton memberlakukan semua sistem politik sebagai sistem yang terbuka maupun yang adaptif dan memusatkan perhatiannya terutama pada studi tentang sifat-sifat perubahan dan transaksi-transaksi yang terjadi diantara suatu sistem politik dan lingkungannya. Keanggotaan dalam sistem ini dapat bertindak bilamana terjadi pengaruh dari sistem atau lingkungan luarnya, dengan demikian sistem politik harusmemiliki kemampuan untuk merespon gangguan-gangguan dan oleh karenanya dapat menyesuaikan diri dari kondisi tersebut. Inilah yang disebut Easton sebagai unsur mekanisme, yaitu kamapuan keanggotaan sistem untuk bekerjasama dengan lingkungan mereka dan untuk mengatur perilakunya sendiri maupun mengubah struktur internalnya. Dengan
3 H.Aras Solong “ Perspektif Terhadap pemikiran David Eston Tentang Model Sistem Dalam Analisis Kebijakan
cara ini, suatu sistem mimiliki kemampuan untuk mengatasi gangguan-gangguan secara kreatif dan konstruktif. Lebih lanjut, sistem ini menerima tantangan serta dukungan dari masyarakat,dan diharapkan dapat mengatasi tantangan tersebut denagn cara seperti yang dilakukannya untuk mengatur dirinya sendiri dengan bantuan dukungan yang diterimanya ataupun yang dapat dimanipulasikannya. Tuntutan dan dukungan yang diterima sistem politik dari lingkungandalam bentuk masukan-masukan (inputs) masuk ke dalam suatu proses konversi dalam sistem, dan kemudian menjadi bentuk out-puts. Hal ini diikuti dengan apa yang disebut feedback mechanism atau mekanisme umpan balik, melalui mekanisme tersebut akibat-akibat dan konsekuaensi-konsekuensi keluaran dikembalikan kepada sistem sebagai keluaran-keluaran. Masukan terdiri dari (1) tuntutan (demands), dan (2) dukungan (supports). Tuntutan dan dukungan diterima oleh sistem dari masyarakat. Suatu tuntutan menurut Easton merupakan “cermin opini atas suatu hal tertentu yang menghendaki suatu alokasi otoritas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan atau tidak melakukannya”. Bersamaan dengan konsep tuntutan terdapat juga konsep overload (melampaui batas), yang terjadi baik karena jumlah tuntutan yang sangat banyak maupun sedikit jumlahnya tapi mengandung tuntutan yang sangat banyak. Tuntutan-tuntutan ini sebenarnya bukanlah satu-satunya masukan, sebab dukungan juga terdapat di sana. Suatu sistem politik mendapat dukungan yang besar dari lingkungan, yang bila tidak, secara alamiah sistem tersebut akan mati. Dukungan tersebut bersifat terbuka, dalam bentuk tindakan-tindakan yang secara jelas dan nyata mendukung, dan tertutup, yaitu tindakan-tindakan serta sentiment-sentimen yang mendukung. Selanjutnya, ada konsep keluaran menurut David Easton yang berupa keputusan-keputusan dan tindakantindakan otoritas. Keluaran seperti menurut Easton tadi tidak saja membantu
mempengaruhi peristiwa dalam masyarakat yang lebih luas di mana sistem tadi merupakan satu bagian tetapi juga membantu menetukan tiap perputaran masukan yang menemukan jalannya dalam sistem politik. Proses ini digambarkan sebagai suatu ikatan umpan balik (feedback loop) dan merupakan suatu respon penting untuk mendukung tekanan dalam suatu sistem politik. Meski begitu, menururt Easton keluaran beukanlah merupaka titik akhir, sebab keluaran tersebut mengumpan kembali pada sistem dan oleh karenanya membentuk perilaku berikutnya. Perlu diketahui bahwa proses formulasi kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan (input) yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh para akademis di bidang kebijakan publik, seperti: Anderson, Dunn, Patton dan Savicky, dan Effendy. Kerangka Kerja Sistem yang dikembangkan Easton adalah suatu versi yang disederhanakan dari gagasan ilmu politik yang dijelaskan panjang lebar oleh seorang ilmuwan politik bernama David Easton. Pemikiran sistem politik yang dikemukakan oleh Easton ini, baik secara implisit atau eksplisit telah digunakan oleh banyak sarjana untuk melakukan analisis mengenai sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi yang timbul akibat adanya kebijakan publik. Menurut model sistem, kebijakan publik merupakan hasil dari suatu sistem politik. Konsep sistem itu sendiri menunjuk pada seperangkat lembaga dan kegiatan yang dapat diidentifikasi dalam masyarakat yang berfunsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands) menjadi keputusan-keputusan yang otoritatif. Konsep sistem juga menunjukkan adanya saling hubungan antara elemen-elemen yang membangun sistem politik serta mempunyai kemampuan dalam menanggapi kekuatan dalam lingkungannya. Masukan diterima oleh sistem politik dalam bentuk tuntutan dan dukungan. Selanjutnya Model Pembuatan Kebijakan Yang Dikembangkan Oleh
4 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. II April – Juni 2015
Pained Dan Naumes Tuntutan timbul bila individu atau kelompok-kelompok dalam sistem politik memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan publik. Kelompok ini secara aktif berusaha mempengaruhi kebijakan publik. Sedangkan dukungan (supports) diberikan bila individu-individu atau kelompok-kelompok dengan cara menerima hasil-hasil pemilihan-pemilihan, mematuhi undang-undang, membayar pajak dan secara umum mematuhi keputusankeputusan kebijakan. Suatu sistem menyerap bermacam-macam tuntutan yang kadangkala bertentangan antara satu dengan yang lain. Untuk mengubah tuntutantuntutan menjadi hasil-hail kebijakan (kebijakan-kebijakan publik), suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaianpenyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian-penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan. Oleh karena suatu sistem dibangun berdasarkan elemen-elemen yang mendukung sistem tersebut dan hal ini bergantung pada interaksi antara berbagai subsistem, maka suatu sistem akan melindungi dirinya melalui tiga hal, yakni: 1) menghasilkan outputs yang secara layak memuaskan, 2) menyandarkan diri pada ikatan-ikatan yang berakar dalam sistem itu sendiri, dan 3) menggunakan atau mengancam untuk menggunakan kekuatan (penggunaan otoritas).Dengan penjelasan yang demikian, maka model ini memberikan manfaatdalam membantu mengorganisaikan penyelidikan terhadap pembentukan kebijakan. Selain itu, model ini juga menyadarkan mengenai beberapa aspek penting dari proses perumusan kebijakan, seperti misalnya bagaimana masukan-masukan lingkungan mempengaruhi substansi kebijakan publik dan sistem politik? Bagaimana kebijakan publik mempengaruhi lingkungan dan tuntutan-tuntutan berikut sebagai tindakan? Kekuatan-kekuatan atau faktor-faktor apa saja dalam lingkungan yang memainkan peran penting untuk mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan pada sistem politik. Pendekatan Gabriel Almond Terhadap Teori Sistem teori sistem ini menurut Gabriel Almond, dimakanai bahwa dalam
setiap sistem terdapat struktur, dan setiap struktur memiliki fungsi. Dari melihat definisi tersebut jelas bahwa Almond rupanya juga banyak terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Easton, jadi sifat teori yang dikemukakan oleh Almond lebih kepada penambahan atau revisi terhadap teori sistem sebelumnya. Menurut Almond terdapat enam elemen struktur di dalam sebuah negara, yaitu birokrasi, lembagalembaga trias politika (legislatif, yudikatif, dan eksekutif), pengadilan, partai-partai politik, dan kelompok kepentingan. Sedangkan tambahan Almond terhadap teori sistem yang dikemukakan oleh Easton diantaranya, (1) sistem itu harus memiliki kapabilitas, yaitu kapabilitas ekstraktif atau kemampuan negara untuk mengelola sumber daya yang ada, kapabilitas regulatif atau kemampuan negara untuk mengatur tingkah laku warga negaranya, kapabilitas distributif atau kemampuan negara untuk mengatur kebutuhan-kebutuhan warga negaranya, kapabilitas simbolik atau kemampuan negara untuk memperlihatkan kekuasaan yang ada padanya, dan kapabilitas yang terakhir adalah kapabilitas domestik dan internasional. (2) adaya budaya politik dalam sebuah sistem, dan (3) merincikan kembali fungsi input dan output. Di level fungsi input, sosialisasi dan rekrutmen politik meliputi rekrutmen individu dari aneka kelas masyarakat, etnik, kelompok, dan sejenisnya untuk masuk ke dalam partai politik, birokrasi, lembaga yudisial, dan sebagainya. Dalam perkembangan pemikirannya kemudian, Almond memasukkan sosialisasi dan rekrutmen politik ke dalam fungsi konversi. Artikulasi kepentingan merupakan ekspresi kepentingan dan tuntutan politik untuk melakukan tindakan. Almond membagi sistem politik ke dalam tiga level. Level pertama terdiri atas enam fungsi konversi yaitu: (1) artikulasi kepentingan penyampaian tuntutan dan dukungan; (2) agregasi kepentingan pengelompokan ataupun pengkombinasian aneka kepentingan ke dalam wujud rancangan undang-undang; (3) komunikasi politik; (4) pembuatan peraturan (pengkonversian
5 H.Aras Solong “ Perspektif Terhadap pemikiran David Eston Tentang Model Sistem Dalam Analisis Kebijakan
rancangan undang-undang menjadi undangundang atau peraturan lain yang sifatnya mengikat); (5) pelaksanaan peraturan (penerapan aturan umum undang-undang dan peraturan lain ke tingkat warganegara), dan;(6) pengawasan peraturan pengawasan jalannya penerapan undang-undang di kalangan warganegara (Chilcote,1981). Fungsi nomor satu hingga tiga berhubungan dengan tuntutan dan dukungan yang masuk melalui mekanisme input sementara fungsi nomor emapt hingga enam berada di sisi keluaran berupa keputusan serta tindakan. Mengenai penjelasan atas tuntutan (demands) dan dukungan (support) yang dimaksud Almond, Jagdish Chandra Johari memetakannyakedalam tiga aras penjelasan yaitu input, konversi, dan output. Tuntutan dan Dukungan Tuntutan adalah raw material atau bahan mentah yang kemudian diolah sistem politik menjadi keputusan. Tuntutan diciptakan oleh individu maupun kelompok yang memainkan peran tertentu di dalam sistem politik (baca: struktur input). Tuntutan sifatnya beragam dan setiap tuntutan punya dampak yang berbeda atas sistem politik. Tuntutan berasal dari lingkungan intrasocietal maupun extrasocietal, yang variannya sebagai: Tuntutan atas komoditas dan pelayanan. Konversi atas tuntutan ini berupa artikulasi kepentingan (atau tuntutan). Lalu output berlingkup pada kemampuan ekstraktif. Tuntutan untuk mengatur sejumlah perilaku warganegara. Konversi atas tuntutan ini berupaintegrasi atau kombinasi kepentingan ke dalam rancangan undang-undang (agregasi). Output berupa kemampuan regulatif yang mengatur perilaku individu, kelompok, ataupun warganegara secara keseluruhan. Tuntutan untuk berpartisipasi dalam sistem. Konversi atas tuntutan ini adalah mengubah rancangan undangundang menjadi peraturan yang lebih otoritatif.Output konversi yaitu kemampuan regulatif. Tuntutan yang sifatnya simbolik meliputi penjelasan pejabat pemerintah atas suatu kebijakan, keberhasilan sistem politik
mengatasi masalah, upaya menghargai simbol negara. Konversi atas tuntutan jenis ini misalnya dibuatnya ketentuan umum yang mengatur implementasi setiap tuntutan yang sifatnya simbolik. Output yang sifatnya simbolik termasuk penegasan sistem politik atas simbol-simbol negara, penegasan nilai-nilai yang dianut, serta penjelasan rutin dari pejabat negara atas isu-isu yang kontroversial dan menyita perhatian publik. Jika tuntutan adalah bahan mentah untuk memproduksi keputusankeputusan politik, maka dukungan berkisar pada upaya mempertahankan atau menolak keberlakuan sebuah sistem politik. Tanpa dukungan sistem politik kehilangan legitimasi dan otoritasnya. Dukungan terdiri atas: 1) Dukungan material warganegara. Konversi dukungan ini adalah ajudikasi peraturan di tingkat individu yaitu upaya penerapan sanksi bagi yang tidak menurut pada program pemerintah serta kemampuan simbolik pemerintah untuk melakukan himbauan agar publik tertarik memberi dukungan pada pemerintah; 2) Dukungan untuk taat pada hukum serta peraturanperaturan yang dibuat oleh pemerintah. Konversi dukungan ini berupa pentransmisian informasi yang berkaitan dengan ketaatan warganegara pada hukum di sekujur struktur sistem politik, antar sistempolitik, sertalingkungan;3) Dukungan untuk berpartisipasi dalam pemilu, ikut serta dalam organisasi politik, ataupun mengadakan diskusi tentang politik. 4) Dukungan dalam bentuk tindakan untuk mempertahankan otoritas publik, serta simbol negara. Berdasarkan latarbelakang hal tersebut diatas maka Hasil dan Pembahasannya Kapabilitas Sistem Politik Level kedua dari aktivitas sistem politik terletak pada fungsifungsi kemampuan. Kemampuan suatu sistem politik menurut Almond terdiri atas kemampuan regulatif, ekstraktif, distributif, simbolis, dan responsif. Kemampuan ekstraktif adalah kemampuan sistem politik dalam mendayagunakan sumber-sumber daya material ataupun manusia baik yang
6 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. II April – Juni 2015
berasal dari lingkungan domestik (dalam negeri) maupun internasional. Kemampuan regulatif adalah kemampuan sistem politik dalam mengendalikan perilaku serta hubungan antar individu ataupun kelompok yang ada di dalam sistem politik. Dalam konteks kemampuan ini sistem politik dilihat dari sisi banyaknya regulasi (undang-undang dan peraturan) yang dibuat serta intensitas penggunaannya karena undang-undang dan peraturan dibuat untuk dilaksanakan bukan disimpan di dalam laci pejabat dan warganegara. Selain itu, kemampuan regulatif berkaitan dengan kemampuan ekstraktif di mana proses ekstraksi membutuhkan regulasi. Kemampuan distributif adalah kemampuan sistem politik dalam mengalokasikan barang, jasa, penghargaan, status, serta nilai-nilai misalnya seperti nilai yang dimaksud Lasswell ke seluruh warganegara. Kemampuan distributif ini berkaitan dengan kemampuan regulatif karena untuk melakukan proses distribusi diperlukan rincian, perlindungan, dan jaminan yang harus disediakan sistem politik lewat kemampuan regulatif-nya. Kemampuan simbolik adalah kemampuan sistem politik untuk secara efektif memanfaatkan simbolsimbol yang dimilikinya untuk dipenetrasi ke dalam masyarakat maupun lingkungan internasional. Simbol adalah representasi kenyataan dalam bahasa ataupun wujud sederhana dan dapat dipahami oleh setiap warga negara. Simbol dapat menjadi basis kohesi sistem politik karena mencirikan identitas bersama. Kemampuan responsif adalah kemampuan sistem politik untuk menyinkronisasi tuntutan yang masuk melalui input dengan keputusan dan tindakan yang diambil otoritas politik di lini output. Almond menyebutkan bahwa pada negara-negara demokratis, output dari kemampuan regulatif, ekstraktif, dan distributif lebih dipengaruhi oleh tuntutan dari kelompok-kelompok kepentingan sehinggadapat dikatakan bahwa masyarakat demokratis memiliki kemampuan responsif yang lebih tinggi ketimbang masyarakat non demokratis. Sementara pada sistem totaliter, output yang dihasilkan kurang
responsif pada tuntuan, perilaku regulatif bercorak paksaan, serta lebih menonjolkan kegiatan ekstraktif dan simbolik maksimal atas sumber daya masyarakatnya. Pemeliharaan Sistem Politik Teori sistem politik Gabriel A. Almond ini kiranya lebih memperjelas maksud dari David Easton dalam menjelaskan kinerja suatu sistem politik. Melalui Gabriel A. Almond, pendekatan struktural fungsional mulai mendapat tempat di dalam analisis kehidupan politik suatu Negara. Keunggulan Pendekatan Model Sistem ialah kemampuannya untuk dapat mengkonsepsualisasikan secara sederhana gejala-gejala politik (political phenomena) yang dalam kenyataan sebenarnya kerapkali jauh lebih kompleks. Dengan lebih memfokuskan pada proses-proses dan bukannya pada lembaga-lembaga atau struktur-struktur, sebenarnya pendekatan yang ditempuh oleh Easton ini lebih maju bila disbanding dengan analisis yang biasa dilakukan dikalangan ilmu politik dan ilmu administrasi publik.Model sistem juga bermanfaat dalam mengelompokkan proses kebijakan ke dalam sejumlah tahapan yang berbeda-beda yang masing-masing tahapan itu dapat pula dianalisis secara lebih terperinci. Berdasarkan atas alasan-alasan itulah model sistem ini patut dipuji, dan sumbangannya kepada kepustakaan analisis kebijakan kiranya tak dapat diragukan lagi. Kritik Terhadap Pendekatan Model Sistem Meskipun sistem teori umum memiliki pengaruhkuat sehingga menjadi pendekatan dominan dalam studi politik, namun teori ini bukannya tidak ada kritik. Menurut Harold dan Margaret Sprout, sejumlah teoritisi sistem secara eksplisit mengenalkan konsep organisme mengenai diskusi tentang negara dan sistem internasional.Meskipun mereka menyatakan bahwa sebagian teoritisi sistem akan berhenti untuk mengklaim bahwa struktus dan fungsi sosil dan biologi adalah isomoporik namun benar-benar dalam pemahaman metafisik, Sprout mempertanyakan apakah teori itu memperjelas dan memperkaya wawasan dalam operasi organisasi politik dengan
7 H.Aras Solong “ Perspektif Terhadap pemikiran David Eston Tentang Model Sistem Dalam Analisis Kebijakan
menggunakan mereka meskipun secara metaporis denganstruktur pseudobiologis dan fungsi pseudopsikologis. Kritik lain muncul dari Stanley Hoffmann yang mengatakan bahwa teori sistem tidak memberikan sebuah kerangka untuk mencapai predikbilitas. Dengan mengkombinasikan ideal ilmu deduktif dengan keinginan mencapai predikbilitas, Hoffmann menyatakan teori sistem menjadi tautological(pengulangan).Kritik Hoffmann adalah teoritisi sistem menggunakan teknik pribadi yang tidak tepat meminjam dari disiplin lain seperti sosiologi, ekonomi, sibernetik, biologi dan astronomi. Pada saat yang sama, Hoffmann mengkritik model yang mengandung pola interaksi karen kurang referensi empiris. Menurut Hoffmann, model sistem karena bertujuan generalisasi tingkat tinggi dan penggunaan alat-alat dari disiplin lain, tidak “menyentuh bidang politik”. Penekanan banyak dari model sistem terhadap teori komunikasi menyederhanakan sistem komunikasi manusia dan masyarakat mengabaikan substansi pesan yang dibawa jaringan itu.Karena penekanan terhadap konsep stabilitas, keseimbangan, kesiapan dan pola pemeliharaan, teori sistem dikritik karena adanya bias ideologis untuk mendukung statusquo, meskipun teori ekuilibrium tidak berkonotasi bias terhadap perubahan.Kritik ini terutama diarahkan khususnya pada fungsionalisme struktural meskipun ada respon dari Merton yang berargumentasi bahwa pengkritiknya menuduh bias demi mendukung perubahan karena esensi alamiah mekanistik analisa struktural fungsional dan kelemahannya untuk rekayasa sosial. Selain itu studi sistemik dikritik karena tak bisa secara spesisik atau menjelaskan basis epistemologinya. Sejak awal, penuli teori sistem mengarahkan karyanya pada pernyataan substantif tentang kekuasaan dan stabilitas tanpa memperjelas dalam definisi atau variabel yang jelas. Simpulan : Model sistem berusaha untuk menggambarkan kebijakan publik sebagai suatu hasil output dari suatu
sistem politik. Dalam model sistem tersebut tergambar jelas komponen yang mempengaruhi lahirnya sebuah kebijakan publik, mulai dari input, tekanan-tekanan dari dalam maupun luar sistem sehingga menghasilkan sebuah kebijakan publik. Model sistem ini sangat rentan dengan pengaruh luar yang akan mempengaruhi hasil kebijakan publik, melihat kondisi ini sebuah sistem mampu melindungi diri dengan cara menghasilkan sebuah kebijakan yang dapat memuaskan semua pihak, mengggunakan pemaksaan, dan menggantungkan pada akar- akar yang telah mengikat secara mendalam dalam suatu sistem tersebut. Lalu didalam model system trutama dari pandangan David Easton terhadap Tuntutan dan dukungan, yang mana hal ini dikonversi di dalam sistem politik yang bermuara pada output yang dikeluarkan oleh Otoritas. Otoritas di sini berarti lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan maupun tindakan dalam bentuk policy (kebijakan), bukan sembarang lembaga, melainkan menurut Easton diposisikan oleh negara (state). Output ini kemudian kembali dipersepsi oleh lingkungan dan proses siklis kembali berlangsung; 2) Menurut Paine dan Naumes model ini memberikan manfaat dalam membantu mengorganisaikan penyelidikan terhadap pembentukan kebijakan. Selain itu, model ini juga menyadarkan mengenai beberapa aspek penting dari proses perumusan kebijakan, seperti misalnya bagaimana masukanmasukan lingkungan mempengaruhi substansi kebijakan publik dan sistem politik. Saran : 1) Bagaimana kebijakan publik mempengaruhi lingkungan dan tuntutan-tuntutan berikut sebagai tindakan; 2) Kekuatan-kekuatan atau faktor-faktor apa saja dalam lingkungan yang memainkan peran penting untuk mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan pada sistem politik;3) menurut Almond, didalam fungsi Input yang terdiri dari enam level, bahwa fungsi nomor satu hingga tiga berhubungan dengan tuntutan dan dukungan yang masuk
8 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. II April – Juni 2015
melalui mekanisme input sementara fungsi nomor emapat hingga enam berada di sisi keluaran berupa keputusan serta tindakan. Mengenai penjelasan atas tuntutan (demands) dan dukungan (support) yang dimaksud Almond memetakannya ke dalam tiga aras penjelasan yaitu input, konversi, dan output. Daftar Pustaka Abdul Wahab, Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UMM Press, Malang. Chilcote, 1981. Theories of Comparative Politics: The Search for a Paradigm, Westview Press, Colorado. Jones, PIP. Pengantar Teori-Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-Modernisme. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010 Nagel, S.S., (ed.), Research in Public Policy Analysis and Management, vol. 4, JAI Press, Greenwich, 1987. Parsons, W. (2001), 'Modernising policymaking for the Twenty First Century:The Professional Model', Public Policy and Administration, Vol 16, No 3, pp.93-1 10. Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressido. Yogyakarta. Schumann, Wolfgang. 2003. English Article: Politycal System, Dedalos Homepage, Europe. Thomas R. Dye. 1978. Understanding Public Policy, Third Edition. Florida State University, Florida. William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2003.