26
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (1) 2014 © Indonesian Food Technologists
Artikel Penelitian
Imobilisasi Komponen Bioaktif Susu dengan Menggunakan Resin 1
2
Citra Septika Sari , Kusrahayu , Ahmad Nimatullah Al-Baarri
2†
1
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang 2 Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang † Korespondensi dengan penulis (
[email protected]) Artikel ini dikirim pada tanggal 12 Oktober 2013 dan dinyatakan diterima tanggal 24 Desember 2013. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui www.journal.ift.or.id. Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2014 (www.ift.or.id)
Abstrak Susu mengandung komponen bioaktif yang salah satu fungsinya sebagai zat anti mikroba. Beberapa komponen bioaktif ini adalah enzim laktoperoksidase (LPO) dan laktoferin (LF). Kedua enzim ini berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam susu. LPO dan LF banyak diimobilisasi dari whey. Proses pembuatan whey sendiri di nilai rumit dan komplek, oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan susu skim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengimobilisasi LPO dan LF dari susu skim yang kemudian dihitung berapa bagian yang dapatterimobilisasi kedalam resin jenis Sepharose Fast-Flow dengancara menghitung jumlah protein dengan metode Lowry, total protein dengan spektrofotometri, aktifitas LPO, dan uji profil protein LPO dan LF menggunakan SDS-PAGE. Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikaninformasijumlah laktoperoksidase dan laktoferin yang dapat terimobilisasi secara sempurna kedalam resin jenis Sepharose Fast-Flow dari susu skim. Rancangan penelitian yang digunakan adalah dekriptif kuantitatif dengan 3 perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah susu sapi segar skim dengan volume 20 ml, 30 ml dan 40 ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan volume susu meningkatkan jumlah LPO dan LF dengan metode Lowry dan aktifitas LPO. Tetapi jumlah LPO dan LF serta aktifitas LPO yang didapat dinilai rendah. Sedangkan uji total protein diketahui volume susu yang ditambahkan tidak mempengaruhi jumlah LPO dan LF yang didapat. Uji profil protein pada hasil imobilisasi menunjukkan adanya kandungan lain selain LPO dan LF yaitu laktalbumin dan kasein. Kata kunci : Laktoperoksidase, laktoferin, susu skim, total protein, aktifitas, profil protein Pendahuluan Susu merupakan bahan pangan hasil produksi ternak yang diperoleh dari pemerahan ternak ruminansia yang mengandung nilai gizi yang tinggi.Secara alami susu memiliki komponen bioaktif. Salah satu sumber yang paling dominan berasal dari protein. Salah satu sifat bahan aktif yaitu sebagai antibakteri.Kandungan protein yang bersifat anti bakteri, diantaranya laktoperoksidase, imunoglobulin, aglutinin, laktenin, kasein, dan laktoferin (Davidson et al., 1983). Dewasa ini laktoperoksidase dan laktoferin banyak dikembangkan karena sifat anti bakterinya. Kedua enzim ini memiliki kemampuan untuk mempertahankan masa simpan susu. Kandungan laktoperoksidase dalam susu tersedia sejumlah 30 mg/l (Kussendrager and Hooijdonk, 2000). Penggunaan laktoperoksidase sebagai antibakteri harus diaktifkan terlebih dahulu dengan menambahkan senyawa lain yaitu hidrogen peroksida (H2O2) dan tiosianat (SCN ) sebagai substrat. Laktoperoksidase dapat digunakan sebagai agen antibakteri apabila kedua senyawa ini ditambahkan. Hidrogen peroksida dan tiosianat yang ditambahkan akan membentuk suatu senyawa baru yang yaitu hipotiosianat (OSCN ) atau disebut dengan Sistem Laktoperoksidase (LPOS). Sistem Laktoperoksidase inilah yang mampu mempertahankan susu dari serangan bakteri. Sedangkan laktoferin memiliki kemampuan untuk mengikat Fe yang digunakan sebagai alat transport bakteri di dalam tubuh, sehingga bakteri tidak dapat melakukan sistem transportasi dan mengakibatkan bakteri tidak dapat bertumbuh. Oleh karena itu, laktoperoksidase dan laktoferin dapat diaplikasikan sebagai pengawet bahan pangan secara alami.
Kandungan laktoperoksidase dan laktoferin dalam susu akan semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. Laktoperoksidase hanya dapat bertahan selama 0,5-1 jam dan selanjutnya akan terdegradasi yang berakibat hilangnya aktifitas laktoperoksidase. Oleh karena itu, diperlukan upaya imobilisasi enzim agar dapat bertahan lama sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami bahan pangan. Imobilisasi laktoperoksidase dan laktoferin telah banyak diteliti dengan baik oleh beberapa peneliti sebelumnya dan yang paling efektif adalah dengan kromatografi kolom terbuka menggunakan resin jenis Sepharose. Sepharose merupakan media kimia yang berbasis kromatografi yang memungkinkan untuk pemurnian enzim, antibodi, protein dan peptida.Penelitian yang dilakukan oleh Al-Baarri et al. (2010c) menyatakan bahwa imobilisator jenis Sepharose Fast-Flow dapat mengimobilisasi laktoperoksidase dengan sangat baik. Namun belum ada penelitian tentang jumlah laktoperoksidase dan laktoferin serta aktifitas laktoperoksidase yang dapat terimobilisasi dari susu skim dengan volume yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan sepharose jenis Sepharose Fast Flow untuk mengikat laktoperoksidase dan laktoferin dari susu skim dengan volume yang berbeda yang dialirkan pada kolom terbuka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengimobilisasi laktoperoksidase dan laktoferin dari susu skim yang kemudian dihitung berapa bagian yang dapat terimobilisasi kedalam sepharose dengan cara menghitung jumlah laktoperoksidase dan laktoferin yang tertangkap pada sepharose dalam berbagai volume susu yang digunakan. Hasil penelitian ini
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (2) 2014 © Indonesian Food Technologists
harapannya dapat memberikan informasi jumlah laktoperoksidase dan laktoferin yang dapat terimobilisasi secara sempurna kedalam sepharose dari susu skim. Materi dan Metode Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 ml susu sapi segar,disodium hidroksida (Na1) pH 4, sodium dihidroksida (Na2) pH 9, 2 liter phosphat buffer 10 mM, 100 ml NaCl 1 M, 50 ml NaCl 0,4 M, 0,6 gr Sepharose Fast-Flow (SP-FF), ABTS, H2O2, mercaptoetanol, larutan SDS (Sodium Dodesil Sulfat), larutan Bromophenol Blue, larutan Commasie Brilliat Blue, reagen Lowry (Na2CO3, KNatartrat, CuSO4), folin dan aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifuge, peristaltic pump, mikrotube,mikro pipet, kolom terbuka, timbangan analitik, gelas ukur, vortex, erlemeyer, plastik klip, plastik wrap, parafilm, 1 unit alat elekroforesis, labu takar. Metode Pembuatan Phosphat Buffer pH 7 Pembuatan phosphate buffer pH 7 dilakukan dengan cara menyiapkan bahan disodium hidroksida (Na1) pH 4sebanyak 6.8995 gram sodium kedalam 500ml aquades dan sodium dihidroksida (Na2) pH 9sebanyak 7.098 gram dalam 500 ml aquades. Setelahitudiambilmasing-masing 100 ml, Na1 di letakan di stirrer magnetik lalusedikit demi sedikitdicampurkan Na2 sampai pH menjadi pH netral 7 diukurdengan pH meter. Minimalisasi Lemak dan Laktosa Susu Susu yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi yang didapat dari kandang Fakultas Peternakan dan Pertanian. Susu di sentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 30 menit.Susu yang sudah di sentrifuge, lemaknya terangkat dan mengumpul di atas permukaan susu. Lemak yang muncul dipermukaan susu kemudian diambil sehingga menghasilkan susu skim. Setelah itu dilakukan proses dialisis susu. Dialisis bertujuan untuk mengurangi laktosa yang ada dalam susu. Proses dialisis susu menggunakan plastik membran dialisis dengan ukuran 8000 MWCO. Plastik membran dialisis dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan aquades kemudian susu dimasukkan kedalam plastik membran dialisis dan di rendam dengan phosphat buffer 10 mM sampai semua bagian plastik membran terendam. Susu direndam selama 48 jam dan setiap 24 jam dilakukan penggantian phosphat buffer yang baru. Setelah 48 jam susu diambil dari plastik membran dan di simpan di plastik susu. Susu yang sudah didapat adalah susu rendah lemak dan laktosa yang kemudian dilakukan imobilisasi. Imobilisasi Laktoperoksidase Imobilisasi laktoperoksidase dilakukan dengan menggunakan Sepharose Fast-Flow (SP-FF). Sebanyak 0,6 gr SP-FF dipersiapkan di dalam kolom terbuka dengan ukuran panjang kolom 10 cm dan diameter 0,5
27
cm. Kedalam kolom terbuka yang sudah terdapat 0,6 gr SP-FF, dialirkan 10 ml NaCl 1 M kemudian aquades untuk membersihkan komponen pengganggu yang mungkin masih tersisa didalam SP-FF. Susu skim dengan volume berbeda, yaitu 20 ml, 30 ml, dan 40 mldipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian susu dengan volume 20 mldisirkulasikan kedalam kolom yang sudah terisi SP-FF dengan kecepatan alir yang diatur sebesar 1 ml/menit dengan bantuan peristaltic pump. Pengambilan laktoperoksidase yang terimobilisasi dilakukan dengan cara mengalirkan NaCl 0,4 M sebanyak 3 ml. Cairan yang keluar dari kolom ditampung kemudian dihitung jumlah laktoperoksidase yang tertangkap dengan uji protein menggunakan metode lowry dan spektrofotometer. Kemudian diulangi lagi dengan menggunakan susu 30 ml dan 40 ml. Imobilisasi Laktoferin Setelah selesai mengimobilisasi laktoperoksidase, kemudian dilanjutkan dengan imobilisasi laktoferin. Susu dengan volume berbeda, yaitu 20 ml, 30 ml, dan 40 ml dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian susu dengan volume 20 ml disirkulasikan kedalam kolom yang sudah terisi SP-FF dengan kecepatan alir yang diatur sebesar 1 ml/menit dengan bantuan peristaltic pump. Pengambilan laktoferin yang terimobilisasi dilakukan dengan cara mengalirkan NaCl 1 M sebanyak 3 ml. Cairan yang keluar dari kolom ditampung kemudian dihitung jumlah laktoferin yang tertangkap dengan menggunakan uji protein lowry dan spektrofotometer. Setelah semua cairan keluar, dialirkan 30 ml aquades untuk membersihkan sisa-sisa susu yang menempel pada kolom dan selang peristaltic pump. Kemudian diulangi lagi dengan menggunakan susu 30 ml dan 40 ml. Setelah itu, dialirkan 30 ml aquades untuk membersihkan sisa susu atau komponen-komponen lain yang menempel pada SP-FF. Menghitung Jumlah Laktoperoksidase dan Laktoferin Laktoperoksidase dan laktoferin yang tertangkap oleh SP-FF kemudian di hitung jumlahnya dengan menggunakan metode lowry. Lowry merupakan metode menghitung konsentrasi protein dalam cairan. Sampel laktoperoksidase dan laktoferin di encerkan 100 kali kemudian dimasukkan labu takar 10 ml. Ditambahkan reagen Lowry (Na2CO3, KNatartrat, CuSO4). Reagen Lowry ini berfungsi untuk mengikat protein yang terdapat didalam sampel. Ditambahkan folin 0,5 ml untuk mengetahui kandungan proteinnya. Didiamkan selama 30 menit kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 700 nm. Standar protein lowry menggunakan standar BSA yaitu dengan standar konsentrasi 0,06 – 0,3 mg/ml (Suhartono, 1989) Menghitung Total Protein Laktoperoksidase dan laktoferin yang tertangkap masing-masing di ambil 500 mikro liter di campurkan dengan 500 aquades lalu dihomogenkan menggunakan. Setelah itu diukur menggunakan spektrofotometer dengan absorban 280 nm. Kuvet yang sudah
28
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (1) 2014 © Indonesian Food Technologists
dibersihkan dengan aquades, dimasukkan kedalam spektrofotometer. Laktoperoksidase yang sudah dihomogenkan dengan air di masukkan kedalam kuvet lalu dilihat absorbannya. Angka yang muncul pada layar spektrofotometer menunjukkan total protein dalam sampel. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung total protein laktoferin. Setelah laktoferin dihomogenkan dengan aquades, kemudian dimasukkan kedalam kuvet lalu dilihat nilai absorbannya pada layar spektrofotometer. Menghitung Aktivitas Laktoperoksidase Aktivitas laktoperoksidase dihitung dengan menggunakan ABTS sebagai radikal bebas.Aktivitas laktoperoksidase dapat diketahui dengan menambahkan H2O2 dan ABTS yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Laktoperoksidase diambil 50 mikro liter kemudian direaksikan dengan H2O2 dan ABTS lalu dimasukkan kedalam kuvet yang sudah di bersihkan dan diletakkan di dalam spektrometer. Aktivitas laktoperoksidase ditentukan setelah terjadi reaksi selama 10 detik pertama dan 10 detik kedua serta dapat terdeteksi perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna tersebut dihitung dengan jumlah absorban 412 nm dalam waktu 10 detik. Profil Protein Profil protein dianalisis dengan menggunakan metode elektroforesis SDS-PAGE dengan sistem buffer Laemmli dan konsentrasi gel poliakrilamid 10% (Hames, 2005). Sampel laktoperoksidase dan laktoferin sebanyak15 µl kemudian ditambahkan 3 µl mercapto etanol lalu memasukkan sampel laktoperoksidase dan laktoferin kedalam air mendidih selama 2 menit. Mencetak gel pada cetakan yang terlebih dahulu diolesi gel anti air kemudian memasukkan sisir pembatas. Filtrate sampel dan standar kemudian diinjeksikan pada kolom gel masing - masing 15 µl pada setiap band. Memasang cetakan pada alat yang sebelumnya telah diberi 50 ml larutan SDS dan dielektroforesis pada kondisi 85 V 12 mA selama ±7 jam. Gel kemudian dilepaskan dari cetakan, kemudian direndam dalam larutan Bromophenol Blue selama 30 menit. Bilas dengan larutan Commasie Brilliat Bluesebanyak 2 kali dengan cara digojok selama± 3 jam. Gel selanjutnya direndam dalam aquadest. Hasil yang diperoleh dianalisis lebih lanjut untuk menentukan profil protein. Tabel 1.Hasil analisis jumlah protein berdasarkan metode Lowry (mg/ml) pada larutan laktoperoksidase dan laktoferin. Sampel Volume susu yang digunakan 20 ml 30 ml 40 ml Laktoperoksidase 4,28 4,67 5,38 Laktoferin 0,61 0,85 0,92 Perhitungan Unit LPO Perhitungan unit LPO dilakukan untuk menghitung jumlah unit LPO yang terdapat pada setiap ml LPO.Perhitungan itu dihitung setelah diuji aktivitas LPO nya dengan menggunakan rumus absorban dibagi dengan hasil perkalian dari koefisien LPO 412nm
(32.400) dengan lebar kuvet (1 cm) setelah itu dikalikan 3 dengan 10 . Unit enzim LPO kemudian dapat dihitung dengan rumus selanjutnya yaitu hasil dari perhitungan diatas dibagi waktu,setelah itu dikali 1 dibagi volume dalam ml dan dikalikan dilusi (Touch, 2004). Hasil dan Pembahasan Analisis Protein dengan Metode Lowry Berdasarkan analisis dengan metode Lowry, diperoleh jumlah protein laktoperosidase dan laktoferin yang disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa larutan laktoperoksidase yang diambil dari susu skim dengan volume 20 ml, 30 ml, dan 40 ml memiliki jumlah protein berturut-turut sebesar 4,28 mg/ml, 4,67 mg/ml, dan 5,38 mg/ml. Sedangkan jumlah protein pada larutan laktoferin yang diimobilisasi dari susu skim dengan volume 20 ml, 30 ml, dan 40 ml memiliki jumlah protein berturut-turut sebesar 0,61 mg/ml, 0,85 mg/ml, dan 0,92 mg/ml. Uji protein dengan metode lowry juga dilakukan pada susu skim sebagai bahan untuk imobilisasi larutan laktoperoksidase dan laktoferin dan menghasilkan nilai sebesar 13,21 mg/ml. Dalam perhitungan persentase, maka kenaikan ini sebesar 25,7%. Jumlah protein pada larutan laktoferin juga mengalami peningkatan mulai dari 0,61 mg/ml sampai 0,92 mg/ml atau sebesar 50,8%. Kenaikan ini dinilai tidak mempunyai rasio peningkatan yang sama bila dibandingkan dengan kenaikan volume susu yang digunakan (mulai dari 20 ml hingga 40 ml, atau sebesar 100%). Hal ini dapat terjadi karena adanya rasio antara resin dan volume susu yang digunakan semakin tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nawangsari et al. (2013) yang menyimpulkan bahwa kenaikan volume sumber enzim harus diikuti dengan kenaikan jumlah resin sehingga rasio antara enzim dan resin sebagai imobilisator dapat selalu seimbang. Berdasarkan hasil penelitian ini, volume susu ditambahkan belum tentu akan meningkatkan jumlah enzim yang didapat. Menurut Nawangsari et al. (2013) jumlah resin yang paling efektif digunakan untuk imobilisasi laktoperoksidase adalah sebesar 0,9 gram. Dalam penelitian ini, juga digunakan jumlah resin sebanyak 0,9 gram namun hasil yang didapat jauh lebih rendah daripada hasil penelitian Nawangsari et al. (2013) hal ini karena sumber enzim yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini digunakan susu skim sedangkan pada penelitian Nawangsari et al. (2013) digunakan whey dari susu sapi. Susu skim adalah susu yang telah dikurangi kandungan lemaknya, artinya masih terkandung lemak dalam jumlah sedikit. Sebagaimana diungkapkan oleh Fonteh et al. (2005) bahwa lemak dapat sebagai faktor penghambat proses binding antara resin dan enzim. Penelitian ini berhasil untuk mengambil sebanyak 4,28 mg/ml per 20 ml sebagaimana tertera pada Tabel 1. Artinya, setiap liternya, susu mengandung 0.214 mg/l. Hal inijauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pendapat Kussendrager and Hooijdonk (2000) yang menyatakan bahwa laktoperoksidase tersedia dengan jumlah sekitar 30 mg/l susu. Kuantitas laktoperoksidase sangat
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (2) 2014 © Indonesian Food Technologists
ditentukan oleh jenis ternak dan masa laktasi sehingga masing-masing penelitian akan menghasilkan variasi jumlah laktoperoksidase. Selain itu, jumlah protein yang ada di dalam susu sapi juga sangat mempengaruhi banyak tidaknya laktoperoksidase pendapat Kussendrager and Hooijdonk (2000). Aktifitas Laktoperoksidase Penentuan aktifitas laktoperoksidase di lakukan dengan pengujian menggunakan spektrofotometer dengan absorbansi 412 nm. Nilai absorbansi pengukuran aktifitas laktoperoksidase dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai absorbansi LPO yang diambil dari susu skim dengan volume 20 ml, 30 ml, dan 40 ml Jumlah susu (ml) Nilai absorbansi LPO 20 0,0995± 0,034 30 0,2056±0,070 40 0,2731±0,032 Nilai absorban sebagaimana tertera pada Tabel 2 kemudian dikonversi menjadi unit aktivitas enzim LPO (dalam Unit/ml) dengan rumus C dibagi dengan TxV, C adalah angka yang didapat dari A dibagi dengan ExL dikalikan nilai pengenceran. A adalah nilai absorban, E adalah koefisien LPO pada panjang gelombang 412 nm (32.400), L adalah lebar cuvet (1 cm), T adalah perhitungan waktu/ menit, V adalah volume dalam mm. Satu unit enzim laktoperoksidase adalah sejumlah enzim yang diperlukan untuk mengoksidasi 1 mikromol ABTS. Tabel 3. Konversi Aktivitas LPO dalam unit/ml yang Diukur dengan Panjang Gelombang 412 nm Jumlah susu (ml) Aktifitas LPO (U/ml) 20 0,091 ± 0,0722 30 0,104± 0,0354 40 0,133± 0,0163 Berdasarkan Tabel 3 laktoperoksidase yang diimobilisasi dari susu skim 20 ml, 30 ml, dan 40 ml menghasilkan aktivitas laktoperoksidase berturut-turut sebesar 0,091; 0,104; dan 0,133. Sesuai hasil yang didapat, diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai aktivitas dari laktoperoksidase yang diambil dari susu skim dengan volume yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa laktoperoksidase yang diambil dari susu skim semakin banyak menghasilkan aktivitas laktoperoksidase yang semakin tinggi. Berkaitan dengan jumlah laktoperoksidase yang diperoleh dari hasil uji protein Lowry (Tabel 1), terdapat hubungan yang positif dengan aktivitas laktoperoksidase yang dihasilkan.Semakin tinggi jumlah laktoperoksidase yang diperoleh menghasilkan nilai aktivitas yang semakin tinggi pula. Dalam perhitungan persentase, maka kenaikan aktivitas laktoperoksidase yang terjadi mencapai 45,9%. Semakin banyak volume susu skim yang digunakan dapat menghasilkan aktivitas laktoperoksidase yang semakin tinggi pula. Namun, kenaikan aktifitas yang terjadi dinilai tidak linier bila
29
dilihat dari perbandingan susu yang digunakan (mulai dari 20 ml hingga 40 ml, atau kenaikan volume susu sebesar 100%). Kenaikan volume susu skim yang digunakan diikuti dengan kenaikan aktivitas laktoperoksidase meskipun kenaikan tersebut tidak seimbang, namun aktivitas yang dihasilkan termasuk rendah. Menurut Seifu et al. (2005) pada susu sapi dapat menghasilkan aktivitas laktoperoksidase sebesar 1,4 unit/ml sedangkan unit laktoperoksidase yang didapat pada penelitian ini adalah berkisar dari 0,091-0,133 unit per mililiter. Rendahnya aktivitas laktoperoksidase dalam penelitian ini disebabkan karena adanya kandungan lemak yang masih tertinggal didalam susu dan mengganggu saat proses imobilisasi laktoperoksidase. Tertinggalnya lemak pada proses imobilisasi dapat terjadi dari proses minimalisasi lemak pada susu yang kurang sempurna dan adanya ikatan lemak dan protein didalam susu (Legowo et al., 2009). Metode pemisahan lemak yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode sentrifugasi. Namun pemisahan lemak dengan cara sentrifugasi tidak dapat menghilangkan semua lemak dari susu (Legowo et al., 2009). Faktor lain penghambat aktivitas laktoperoksidase adalah adanya kandungan kasein dalam susu. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Fonteh et al. (2005) yang menyatakan bahwa kasein dapat menghambat aktivitas laktoperoksidase. Total Protein dalam Laktoperoksidase dan Laktoferin Berdasarkan pengujian larutan laktoperoksidase dan laktoferin menggunakan spektrofotometer diperoleh hasil nilai absorbansi total protein laktoperoksidase dan laktoferin yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Absorbansi sebagai Representasi Total Protein pada LPO Berdasarkan Pengukuran Absorban dengan Panjang Gelombang 280 nm Sampel Volume Susu Skim 20 ml 30 ml 40 ml Laktoperoksidase 0,2731 0,2183 0,2283 Laktoferin 0,1103 0,1048 0,1251 Panjang gelombang 280 nm merupakan panjang gelombang spesifik yang banyak digunakan untuk menghitung jumlah protein yang ada didalam bahan cair (Murray, 1994). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa laktoperoksidase yang diambil dari susu skim 20 ml, 30 ml dan 40 ml memiliki nilai absorbansi sebagai nilai representasi total protein berturut-turut sebesar 0,2731 ; 0,2183 ; dan 0,2283. Sedangkan laktoferin yang diambil dari susu skim 20 ml, 30 ml, dan 40 ml memiliki nilai absorbansi sebagai nilai representasi total protein berturut-turut sebesar 0,1103 ; 0,1048 ; dan 0,1251. Penambahan volume susu skim yang digunakan tidak mempengaruhi kenaikan total protein yang terdapat pada larutan laktoperoksidase dan laktoferin. Hasil pengujian total protein menggunakan spektrofotometer ini tidak sesuai dengan penelitian imobilisasi yang dilakukan oleh Al-Baarri et al. (2010a)
30
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (1) 2014 © Indonesian Food Technologists
yang menyatakan bahwa semakin banyak volume sumber LPO yang digunakan maka semakin besar LPO yang didapatkan. Nilai absorban yang tidak teratur juga disebabkan oleh adanya kandungan lemak dalam laktoperoksidase dan laktoferin sehingga mengganggu proses pengujian spektrofotometer. Profil Protein Penentuan profil protein laktoperoksidase dan laktoferin menggunakan metode SDS-PAGE atau Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis.Hasil profil protein laktoperoksidase dan laktoferin dengan metode SDS-PAGE dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Metode SDS-PAGE ini dilakukan untuk mengetahui banyak dan macam protein dalam larutan laktoperoksidase dan laktoferin. Sampel yang digunakan untuk SDS-PAGE adalah larutan laktoperoksidase dan laktoferin dari susu skim dengan volume 40 ml. Sampel laktoperoksidase dan laktoferin yang diambil dari susu skim 40 ml dipilih karena mengandung protein yang paling banyak, sehingga harapannya dapat menampilkan profil potein dengan lebih jelas.
Ilustrasi 1. Hasil profil protein LPO dan LF yang diambil dari susu skim 40 ml Berdasarkan hasil SDS-PAGE diketahui bahwa terdapat beberapa jenis protein dari yang sama pada kedua sampel yang digunakan yaitu kasein. Nampak pada Ilustrasi 3 terdapat 6 band pada sampel larutan LPO dan 4 band pada sampel larutan laktoferin.Berdasarkan analisis berdasarkan berat protein dan analisis kemungkinan adanya protein yang ikut serta terdeteksi yaitu kasein.Terdapat beberapa macam kasein yaitu β–Kasein, αs2-kasein dan k-kasein. Kasein merupakan bagian dari protein susu yang sulit untuk dipisahkan secara sempura. Oleh karena itu, kasein masih ikut terbawa pada saat proses imobilisasi. Hasil pengujian SDS-PAGE lane A menunjukkan adanya kandungan laktoperoksidase dalam sampel, yaitu pada kisaran berat molekul 78 kilodalton. Hal ini sesuai dengan pendapat Kussendrager and Hooijdonk (2000) bahwa laktoperoksidase memiliki berat molekul 78 kilodalton. Namun, pada kisaran band tersebut, terdapat band lain di atas dan dibawah band yang menyatakan keberadaan laktoperoksidase terlihat kurang jelas. Hal ini menunjukkan adanya protein lain selain laktoperoksidase yang memiliki berat molekul
antara 60-70 kilodalton, yaitu laktalbumin. Menurut Harper & Hall (1981) laktalbumin memiliki berat molekul 69 kilodalton. Keberadaan laktalbumin tidak mengganggu proses pengukuran aktifitas laktoperoksidase menggunakan ABTS karena ABTS hanya dapat di absorbsi oleh laktoperoksidase (Touch et al., 2004). Pada lane A juga menunjukkan adanya kandungan laktoferin. Sumber yang digunakan untuk mengimobilisasi laktoperoksidase adalah susu skim. Susu skim masih mengandung banyak komponen didalamnya, antara lain lemak dalam jumlah sedikit, mineral, kasein serta protein. Komponen-komponen ini dapat mengganggu proses imobilisasi (Fonteh et al., 2005). Oleh karena itu, hasil yang didapat menunjukkan adanya beberapa komponen lain selain laktoperoksidase. Hasil pengujian profil protein pada lane B menunjukkan adanya kandungan laktoferin, yaitu pada kisaran berat molekul 80 kilodalton.Hal ini sesuai dengan pendapat Sacharczuk et al. (2005) yang menyatakan bahwa berat molekul laktoferin adalah 80 kilodalton. Band yang menyatakan keberadaan laktoferin terlihat jelas, hal ini berarti laktoferin yang didapat tidak tercampur dengan komponen yang lain. Selain itu, pada dua hasil pengujian profil protein di atas diketahui adanya kasein yang muncul, yaitu β–Kasein, αs2-kasein dan k-kasein.Menurut Harper & Hall (1981) kasein memiliki berat molekul 3, 19 dan 24 kilodalton. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dengan jelas tergambarkan bahwa laktoperoxidase dan laktoferin dapat diimobilisasi dengan baik dari susu skim segar dan menurut hasil analisis SDS Page, ternyata masih didapat protein lain selain kedua perotein tersebut, walaupun keduanya sudah dapat diambil untuk digunakan dalam penelitian lanjutan, misalnya untuk kepentingan antibakteri untuk produk pangan. Harapannya penelitian ini dapat membuka peluang untuk dapat mengambil laktoperoksidase dan laktoferin dari susu segar (skim) sehingga dapat memperpendek proses imobilisasi yang biasanya digunakan whey sebagai bahan baku untuk memurnikan enzim. Namun karena protein lain juga ikut muncul, maka diperlukan langkah pemurnian lanjutan agar hasil yang dicapai dapat tinggi angka kemurnian proteinnya. Kesimpulan Semakin tinggi volume susu skim yang digunakan untuk mengimobilisasi laktoperoksidase dan laktoferin akan mempengaruhi jumlah laktoperoksidase dan laktoferin serta aktivitas laktoperoksidase. Sedangkan pada pengujian total protein dengan spektrofometer, kenaikan volume susu skim tidak mempengaruhi total laktoperoksidase dan laktoferin. Pengujian profil protein menunjukkan adanya laktoperoksidase dan laktoferin, tetapi masih ada kandungan lain yang ikut terimobilisasi yaitu kasein dan laktalbumin. Saran Laktoperoksidase diimobilisasi dari susu
dan sapi
laktoferin dapat segar yang telah
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (2) 2014 © Indonesian Food Technologists
diminimalisir lemaknya sehingga dapat diproduksi untuk tingkat industri secara lebih mudah. Proses imobilisasi laktoperoksidase dan laktoferin dapat dilakukan dalam skala kecil maupun besar serta dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Teknik imobilisasi seperti inidapatmempermudah pengambilan dan penggunaan laktoperoksidase dan laktoferin sebagai anti mikroba. Daftar Pustaka Al-Baarri, A. N., M. Hayashi, M. Ogawa, S. Hayakawa. 2011. Effect of mono- and disaccharides on the antimicrobial activity of bovine lactoperoxidase system. J. Food Prot. Journal of Food Protection, 74(1):134–139. Al-Baarri A. N., M. Ogawa dan S. Hayakawa. 2010. Scale-up studies on immobilization of lactoperoxidase using milk whey for producing antimicrobial agent. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 35(3): 185-191. Branen, A. L. dan P.M. Davidson. 1983. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker, Inc, New York. Fonteh, F.A., Gradison, A.S & Lewis, M.J. 2005.Factor affecting lactoperoxidase activity.Internasional Journal of Dairy Technology. 58 (4) : 233-236. Legowo, A. M., Kusrahayu, S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan Penerbit Universitas
31
Diponegoro, Semarang. P. Deutscher, 1994. Guide to Protein Purification. New York. Nawangsari, D. N., A. N. Al-Baarri, S. Mulyani. 2013. Resistance of Immobilized Lactoperoxidase Activity from Bovine Whey Against Atorage Solution. International Journal Dairy Science. Sacharzuk, M., T Zagulski, B. Sadowski, M. Barchikowska and R. Pluta. 2005.Lactoferrin in the central nervous system. Neurol.Neurochir.Pol . 39 (6) : 482 – 489 Seifu, E, E. M. Buysb dan E.F. Donkin. 2005. Significance of the lactoperoxidase system in the dairy industry and its potential applications: a review. J. Food Sci. & Technol. 16 : 137–154 Suhartono, M. T. 1989b. Enzim dan Bioteknologi.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Touch, V. S. Hayakawa*, S. Yamada, S. Kaneko. 2004. Effects of a lactoperoxidase–thiocyanate– hydrogen peroxide system on Salmonella enteritidis in animal or vegetable foods. International Journal of Food Microbiology 93 175– 183. Murray