ARSITEKTUR SESAR AKTIF SEGMEN KUMERING DI ANTARA DANAU RANAU HINGGA LEMBAH SUOH, SUMATRA BAGIAN SELATAN
Oleh Sonny Aribowo 270120140511
TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Teknik Program Pendidikan Magister Program Studi Teknik Geologi Konsentrasi Mitigasi dan Kebencanan
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2016
ARSITEKTUR SESAR AKTIF SEGMEN KUMERING DI ANTARA DANAU RANAU HINGGA LEMBAH SUOH, SUMATRA BAGIAN SELATAN Oleh Sonny Aribowo 270120140511
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Teknik Program Pendidikan Magister Program Studi Teknik Geologi Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal ... Desember 2016
Bandung, Desember 2016
Ketua Tim Pembimbing
Dr. Ir. Dicky Muslim, M. Sc.
Anggota Tim Pembimbing
Dr. Winantris, MS.
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membangunnya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuhtumbuhannya) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh “ (QS An-Nazi-at : 27-32)
Teruntuk Bapak dan Mama, Istriku : R. Sophia L. Surasetja Anak-anakku : Dimitri Rizki Ranuvulkano dan Oliver Rizki Madjid
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1.
Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2.
Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, dengan arahan Tim Pembimbing/Tim Promotor dan masukkan Tim Penelaah/Tim Penguji
3.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Bandung, 20 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,
Sonny Aribowo 270120140511
ABSTRACT
West Lampung in the southern part of Sumatra island is prone to earthquake hazard. Historical hazardous earthquake are in 1933 and 1994, which had great effect to the capital of West Lampung, Liwa City and surrounding area. The source of that two earthquakes are from active Sumatran Fault. In order to study active tectonics and active faults, we need the information of fault activity within Quaternary deposits and Quaternary rocks. The information mentioned above represented by the architecture of active faults which have portion about structure, lithology and morphology of the fault zone. Geologically, research area is commonly covered by Ranau Tuff, the product of Ranau Caldera, which are incised by geomorphic trace of Kumering Fault. The aims of this thesis are to know the complex architecture of the Kumering Segment with numerous subdivisions of segment and another active fault in research area, to gain the slip rate of the Kumering Segment and to know the order of the fault. Ranau Tuff characteristics and their widespread are the result from Landsat 8 interpretation, field observation, petrographic analysis, geochemical analysis and geomechanical analysis. Structure identification gained from interpretation from SRTM with 30 meter resolution, IFSAR with 5 meter resolution and TerraSAR with 7,5 meter resolution. To know the behaviour of the faults, I also plot seismicity and focal mechanism data. Field observation also conducted to identify and measure structural features at outcrop scale. Data from structure identification have been analyzed to get information about fault kinematic, relationship between number of steps and maximum offset, dan slip rate of the active fault in the research area. Ranau Tuff is tuff with sandy tuff matrix, loose, the grainsize are fine to coarse sand at proximal area, finer at distal area, tuff has fragments of pumice, andesitic lava, and basaltic lava. The tuff samples indicating porphyritic textures, some of them indicating flow textures.The internal angle friction for Ranau Tuff is 28,60. Compared with previous studies, Ranau Tuff is product of Ranau Caldera, which were erupted ~33.000 years ago. Structural identification and analysis result at least two active faults in the research area, Kumering Segment and Liwa Fault. This two faults are northwest – southeast trending faults which have compressional axes north – south. Kumering segment divided into 11 subdivisions of segment bounded by steps or bends and subdued of morphological trace. The relationship between number of steps within one kilometer with maximum offset are statistically negative power law which indicate that faults have longer segments and fewer steps when their offsets increase. The geological slip rate at this segment is 9,5 + 2,4 mm/year. It means that the Kumering Segment of Sumatran Fault moves 9,5 + 2,4 mm in the last ~33.000 years. Kumering Segment is the 2nd order of fault in wrench fault tectonics system. keywords : tectonic geomorphology, structural geology, Ranau Tuff, Sumatran Fault segmentation, Liwa i
ABSTRAK
Lampung Barat merupakan daerah di bagian selatan Pulau Sumatra yang rawan terhadap bencana gempabumi. Gempabumi merusak tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1933 dan 1994 yang merusak daerah ibukota Kabupaten Lampung Barat yaitu Kota Liwa dan sekitarnya. Sumber dari gempabumi tersebut adalah sesar aktif Sumatra. Dalam mempelajari tektonik dan sesar aktif dibutuhkan informasi geologi mengenai aktifitas sesar pada batuan dan endapan Kuarter. Informasi tersebut di atas diwakili oleh arsitektur sesar aktif yang termasuk di dalamnya dibahas mengenai struktur, litologi dan morfologi sebuah zona sesar. Secara geologi daerah penelitian hampir seluruhnya ditutupi endapan Tuf Ranau yang merupakan produk dari Kaldera Ranau. Endapan tuf tersebut terpotong oleh Segmen Kumering yang jejaknya terekam dalam morfologi di daerah penelitian. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui kompleksitas arsitektur sesar aktif, mengetahui laju pergeseran dari sesar aktif tersebut dan mengetahui orde sesar Sumatra pada Segmen Kumering. Sebaran dan karakteristik Tuf Ranau diketahui melalui interpretasi citra Landsat 8, observasi lapangan, analisis petrografi dan geokimia serta analisis geomekanik berupa analisis geser langsung. Identifikasi struktur adalah dengan melakukan pemetaan morfologi berdasarkan interpretasi citra SRTM dengan resolusi 30 meter, IFSAR dengan resolusi 5 meter dan TerraSAR dengan resolusi 7,5 meter. Untuk mengetahui karakteristik sesar dilakukan plotting mekanisme fokal dan kegempaan. Selain itu juga dilakukan observasi lapangan untuk mengukur bidang struktur. Data yang didapat dari hasil identifikasi struktur kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran mengenai kinematika sesar di daerah penelitian, hubungan antara jumlah step dan jarak offset maksimum, dan laju pergeseran dari sesar aktif. Dari hasil penelitian, Tuf Ranau merupakan tuf dengan matriks tuf pasiran bersifat lepas, ukuran butir halus sampai kasar di daerah proksimal dan semakin menghalus ke arah distal dan . Sampel Tuf Ranau pada daerah proksimal dan distal menunjukkan komposisi mineral dan kimia yang serupa. Berdasarkan perbandingan dengan data yang telah diteliti sebelumnya, Tuf Ranau merupakan hasil letusan yang terjadi sekitar ~33.000 tahun yang lalu. Identifikasi dan analisis struktur menunjukkan terdapat dua sesar yang masuk ke dalam kategori aktif di daerah penelitian. Sesar tersebut adalah Sesar Kumering dan Sesar Liwa. Kedua sesar tersebut berarah relatif baratlaut- tenggara yang dipengaruhi oleh arah kompresi relatif utara-selatan. Segmen Kumering di bagian timur Danau Ranau terbagi ke dalam 11 sub-segmen yang terpisahkan oleh lompatan atau tekukan dan hilangnya jejak sesar pada morfologi. Berdasarkan hubungan antara jumlah step per kilometer dengan panjang maksimum offset sesar adalah trend linear berupa hubungan pangkat negatif (negative power law relationship). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa jarak offset maksimum yang semakin panjang pada segmen sesar yang lebih panjang dan memiliki jumlah step atau ii
tekukan yang semakin sedikit. Hasil perhitungan jarak pergeseran yang dibagi dengan umur Tuf Ranau, didapatkan laju pergeseran untuk Sesar Sumatra pada Segmen Kumering adalah 9,5 + 2 ,4 mm/thn. Hal ini dapat diartikan bahwa Segmen Kumering bergerak sejauh 9,5 + 2,4 mm dalam kurun waktu ~33.000 tahun. Segmen Kumering berdasarkan analisis kinematika merupakan sesar orde ke-2 dalam sistem sesar mendatar. kata kunci : tektonik geomorfologi, struktur geologi, Tuf Ranau, segmentasi Sesar Sumatra, Liwa
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan petunjukNya penulis dapat menyelesaikan Tesis program Magister di Universitas Padjadjaran dengan judul “Arsitektur Sesar Aktif Segmen Kumering di antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Sumatra Bagian Selatan”. Selama proses penelitian ini berlangsung hingga selesainya penyusunan tesis ini banyak bantuan yang sangat berharga yang penulis peroleh baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada tim pembimbing, yaitu Bapak Dr. Ir. Dicky Muslim, M.Sc. dan Ibu Dr. Winantris, MS, atas bimbingan dan masukannya hingga tesis ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih turut dismpaikan pula kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Vijaya Isnaniawardhani, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran; 2. Bapak Dr. Boy Yoseph C.S.S.A., ST. MT., selaku Kepala Program Studi Magister Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran; 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Nana Sulaksana, MSP, Bapak Dr. Ir. Zufialdi Zakaria, MT., dan Bapak Dr. Ir. Iyan Haryanto, MT, atas koreksi dan masukannya untuk tesis ini; 4. Bapak Dr. Danny Hilman Natawidjaja, Dr. Mudrik R. Daryono (Puslit Geoteknologi LIPI) dan Dr. Kyle E. Bradley (Earth Observatory of
iv
Singapore) atas saran dan kerjasamanya untuk data penting dalam tesis ini; 5. Segenap dosen Pascasarjana Universitas Padjadjaran yang telah membantu dalam proses belajar selama menjadi mahasiswa S2; 6. Bapak Asep Mulyono, MT., yang telah banyak membantu dan memberikan izin untuk melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan S2, serta seluruh rekan-rekan dari UPT LUTPMB, Liwa, LIPI : Bapak Rusmana, Bapak Baidillah, Iqbal, Aang, Tri, Evi, Indah dan Wisnu untuk membantu dalam pekerjaan lapangan; 7. Rekan Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI : Bapak Dr. Haryadi Permana, Dr. M. Maruf Mukti, Karit L. Gaol, MT., Dr. Lina Handayani, Dr. Nugroho D. Hananto, Dr. Munasri, Iwan Setiawan, ST, MT., Ahmad Fauzi Ismayanto, ST. MT., Ir. Yugo Kumoro, Dr. Rahmat F. Lubis, Ir. Sri Indarto, Ir. Sudarsono,
Ibu Eti Kartika, Ibu Mimin Kartika, Ibu
Nining, dan juga seluruh rekan dari Puslit Geoteknologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bimbingan, nasihat dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa S2; 8. Tim karyasiswa LIPI dari BOSDM dan Bapak Dr. Heru Santoso atas lancarnya beasiswa penuh baik SPP, biaya hidup dan biaya riset selama dua tahun menjadi mahasiswa S2; 9. Pusat Survey Geologi : Bapak Dr. Ir Muhammad Wafid A. N., M. Sc., dan Bapak Sonny Mawardi atas kesempatan dalam mengakses data citra di daerah Lampung Barat; v
10. Rekan Nur Khoirullah, Bapak Irvan Sophian MT., dan Bapak Heri untuk bantuan analisis mekanik Tuf Ranau; 11. Rekan Srigala 2001, khususnya kolega satu instansi : Marfasran Hendrizan, Prahara Iqbal, Andrie Al Kausar; 12. Kolega program magister Universitas Padjadjaran semester genap 2014 atas diskusi dan canda tawa selama perkuliahan; 13. Ibu Yudhicara, atas kerjasamanya dalam bertukar informasi dalam penyusunan tesis. 14. Bapak Wawan, Bapak Fathan dan Bapak Pipih atas kelancaran administrasi perkuliahan. 15. Orangtua penulis atas doa-doa yang mengantarkan penulis hingga saat ini, dan ucapan terimakasih yang tulus untuk istriku R.
Sophia Lathiifa
Surasetja, kedua anakku : Dimitri Rizki Ranuvulkano dan Oliver Rizki Madjid yang telah menjadi pelengkap kebahagiaan penulis. Tidak lupa juga terimakasih untuk saudara-saudara di rumah; 16. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis sadari bahwa tesis ini masih belum sempurna dan perlu adanya perbaikan, untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan.
Bandung, Desember 2016
Penulis vi
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR LAMBANG ........................................................................................ xii DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS7 2.1. Kajian Pustaka .......................................................................................... 7 2.1.1. Geologi Regional .............................................................................. 7 2.1.2. Sesar Sumatra .................................................................................... 8 2.1.3. Kebencanaan ................................................................................... 12 2.1.4. Sesar Aktif....................................................................................... 13 2.1.5. Arsitektur dan Segmentasi Sesar Mendatar .................................... 13 2.1.6. Geomekanika Batuan ...................................................................... 17 2.2. Kerangka Pemikiran................................................................................ 19 2.3. Hipotesis ................................................................................................. 22 BAB III DATA DAN METODOLOGI ..............................................................23 3.1. Data ......................................................................................................... 23 3.2. Identifikasi Tuf Ranau ............................................................................ 24 3.3. Identifikasi Struktur Geologi .................................................................. 26 3.4. Laju Pergeseran, Arsitektur dan Kinematika Sesar Mendatar ................ 30 vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................32 4.1. Hasil Penelitian ....................................................................................... 32 4.1.1. Karakteristik Tuf Ranau .................................................................. 32 4.1.2. Identifikasi dan Segmentasi Sesar ................................................... 39 4.1.3. Pergeseran dan Laju Pergeseran Sesar Kumering ........................... 56 4.1.4. Kinematika Sesar Kumering dan Sesar Liwa.................................. 58 4.2. Pembahasan............................................................................................. 63 4.2.1. Karakteristik Tuf Ranau .................................................................. 63 4.2.2. Arsitektur dan Karakteristik Sesar Aktif ......................................... 64 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................69 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 69 5.2. Saran ....................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................72 LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Segmentasi Sesar Sumatra ................................................................. 5 Gambar 1.2. Segmentasi Sesar Sumatra di bagian selatan .................................... 6 Gambar 2.1. Peta geologi regional daerah penelitian ............................................. 9 Gambar 2.2. Stratigrafi regional daerah penelitian ............................................... 10 Gambar 2.3. Konfigurasi sesar mendatar dan struktur yang terbentuk di dalamnya ......................................................................................................... 14 Gambar 2.4. Skema restraining stepover dan releasing stepover. ....................... 16 Gambar 2.5. Fitur geomorfologi pada zona sesar mendatar ................................. 18 Gambar 2.6. Sistem tegasan yang berperan dalam tingkat keruntuhan batuan ..... 20 Gambar 2.7. Kerangka pemikiran ......................................................................... 21 Gambar 3.1. Interpretasi struktur di daerah Liwa dan sekitarnya ......................... 27 Gambar 3.2. Skema mekanisme fokal................................................................... 29 Gambar 4.1. Peta Sebaran Tuf Ranau dan Sesar Sumatra Segmen Kumering ..... 32 Gambar 4.2. Singkapan Tuf Ranau dan kontak dengan batuan Tersier ................ 33 Gambar 4.3. Singkapan endapan Tuf Ranau ......................................................... 34 Gambar 4.4. Kurva gradasi agregat halus Tuf Ranau ........................................... 35 Gambar 4.5. Endapan Tuf Ranau dan fragmen batuapung ................................... 36 Gambar 4.6. Komposisi plagioklas Tuf Ranau ..................................................... 37 Gambar 4.7. Komposisi elemen utama dari gelas vulkanik Tuf Ranau ................ 38 Gambar 4.8. Komposisi elemen utama dari biotit Tuf Ranau .............................. 38 Gambar 4.9. Interpretasi struktur Sesar Sumatra Segmen Kumering ................... 42 Gambar 4.10. Interpretasi Struktur Sesar Sumatra Segmen Kumering dan Seismisitas ..................................................................................... 43 Gambar 4.11.Sub-segmentasi sesar Segmen Kumering dan Sesar Liwa .............. 44 Gambar 4.12. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 0- 12 .... 47 Gambar 4.13. Lokasi yang diinterpretasikan terdapat pergeseran vertikal dari endapan teras sungai ...................................................................... 48 Gambar 4.14. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 10 - 16 . 48 Gambar 4.15. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 15 - 21 . 50 Gambar 4.16. Kenampakan lembah sungai Way Robok dan jalur Sesar Kumering ....................................................................................................... 50 Gambar 4.17. Kenampakan daerah depresi Way Robok ...................................... 51 Gambar 4.18. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 21 - 33 . 52 Gambar 4.19. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 32 - 44 . 53 ix
Gambar 4.20. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 40 – 60. 54 Gambar 4.21. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Liwa km 26 - 38 ......... 55 Gambar 4.22. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Liwa km 19 - 26 ......... 56 Gambar 4.23. Pencocokan marker offset sungai pada Sesar Kumering ............... 58 Gambar 4.24. Grafik pergeseran sungai pada Sesar Kumering dan lokasinya sepanjang jalur sesar ...................................................................... 58 Gambar 4.25. Kenampakan pergeseran sinistral pada Tuf Ranau di sebelah utara Danau Ranau ................................................................................. 59 Gambar 4.26. Peta struktur di daerah penelitian dengan perbandingan antara bidang sesar dan kekar kompresi.. ................................................. 61 Gambar 4.27. Kenampakan struktur kekar ekstensi di lapangan .......................... 62 Gambar 4.28. Stereogram yang menampilkan hubungan antar struktur di daerah penelitian.. ..................................................................................... 62 Gambar 4.29. Grafik Hubungan antara jarak offset sesar maksimum dengan jumlah step per km dari hasil penelitian dan publikasi data penelitian terdahulu. ...................................................................... 67 Gambar 4.30. Sketsa hubungan antara tegasan utama, sudut pecah Tuf Ranau dan Sesar Kumering ............................................................................. 68
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian .................. 23 Tabel 4.1. Modulus Kehalusan Tuf Ranau............................................................ 35 Tabel 4.2. Persentase mineral Tuf Ranau berdasarkan analisis petrografi ........... 36 Tabel 4.3. Jarak offset pada Jalur Sesar Kumering ............................................... 57 Tabel 4.4. Perbandingan jumlah step per kilometer dengan jarak offset maksimum .............................................................................................................. 65
xi
DAFTAR LAMBANG
σ1: arah tegasan utama σ2 : arah tegasan kedua σ3 : arah tegasan ketiga : Kuat geser (Shear strength) : Kohesi υ : Sudut friksi internal (sudut geser dalam) β : Sudut pecah σn : Tekanan normal (normal stress) S1 (T) : Sumbu kompresional S3 (P) : Sumbu ekstensional
xii
DAFTAR ISTILAH
Bukit tergeser : shutter ridge
Sungai terpancung : beheaded river
Ekstensional : extensional
Arah jurus : strike
Gawir sesar : fault scarp
Kemiringan : dip
Gempabumi : earthquake
Tren : trend
Tumbukan : Collission
Kemiringan : plunge
Kolam sesar : sag pond
Miring/oblik : oblique
Laju pergeseran : slip rate
Perpindahan sesar : step-over
Kinematika : kinematic
Pentarikhan : dating
Kinematika gempabumi : earthquake kinematic
Sesar mendatar : strike-slip Dekstral : dextral
Sesar : Fault
Sinistral : Synistral
Lompatan sesar : step over
Subduksi / tunjaman : subduction
Tekukan sesar tertahan : restraining bend
Tuf : tuff
Tekukan sesar terlepas : releasing bend
Tekukan : bend
Pergeseran : offset
Daerah yang tertekan : jog
Pergeseran sungai : river offset
Percabangan : branches
Retakan permukaan : surface rupture
Retakan : rupture
Seismisitas : seismicity Segmen : segmen
Cekungan pull-apart : pull-apart basin
Seksi : section
Jajaran tinggian : push-up range
Sub-segment : subdivision of segmentation
Cabang ekor kuda : horsetail splays
Lompatan : step
xiii
Zona sesar utama : principal displacement zone (PDZ) Rekahan : fracture Lembah sungai lurus : linear valley Uji geser langsung : direct shear
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Gempabumi yang bersifat merusak telah terjadi di daerah Liwa, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung pada tahun 1933 dan 1994 (Widiwijayanti et al., 1996; Soehaimi et al., 2002) Gempabumi yang terjadi bersumber dari pergerakan Segmen Kumering yang merupakan salah satu segmen dari 19 segmen Sesar Sumatra (Gambar 1.1.) yang memiliki karakteristik sesar mendatar (strikeslip) menganan atau dekstral (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Sesar Sumatra, dalam hal ini merupakan sesar mendatar yang terjadi karena pengaruh subduksi miring (oblique) dimana tegangan antar lempeng dipartisi ke dalam sistem strike-slip yang paralel di dalam zona depan busur maupun busur belakang (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Sesar berpotensi aktif apabila bergerak pada umur Kuarter dan memotong batuan yang berumur Kuarter (Keller dan Pinter, 1996; Tjia, 1978). Di daerah Liwa, batuan berumur muda tersebut adalah Tuf Ranau (0,55 + 0,15 Ma) (Bellier et al., 1999). Laju pergeseran lateral Sesar Sumatra sebagai sesar aktif dapat diprediksi oleh jejak geomorfik yang memotong endapan hasil letusan gunungapi muda berupa tuf maupun produk batuan beku lainnya (Sieh et al., 1994; Hickman et al., 2004) Nomenklatur Segmen Kumering merujuk kepada Sieh dan Natawidjaja (2000). Pemilihan nomenklatur tersebut merupakan nomenklatur yang paling 1
2
update dan berdasarkan pada hasil analisis yang cukup valid. Nomenklatur ini menggantikan beberapa nomenklatur seperti segmen Semangko (Katili dan Hehuwat, 1967), Sesar Sukabumi (Koswara dan Santosa, 1995; Suwijanto et al., 1996) dan segmen Ranau – Suoh (Bellier dan Sébrier, 1994; Pramumijoyo et al., 1994, Soehaimi et al., 2013). Segmen Ranau – Suoh terdiri dari 7 sub-segmen (Soehaimi et al., 2013; Soehaimi et al., 2014). Dalam sebuah sistem sesar mendatar yang menjadi sumber gempabumi, sesar bukanlah merupakan sebuah struktur planar yang sederhana, tetapi terdapat juga merupakan arsitektur yang kompleks dengan batas antar segmen terpisah oleh lompatan sesar (steps), tekukan (bends), daerah yang tertekan (jogs) dan percabangan (branches) (Shaw, 2006). Segmentasi sesar dan evolusi segmen sesar memiliki hubungan yang relevan dengan dinamika dan ukuran dari besaran offset akibat pergeseran pada jalur sesar (de Joussineau dan Aydin, 2009) Daerah lompatan dan tekukan pada sistem sesar mendatar terdapat elemen terlepas atau transtensional (releasing) dan tertahan atau transpresional (restraining) (Mann, 2007). Deformasi transtensional dalam sistem sesar mendatar akan membentuk depresi topografi berupa cekungan pull apart, sedangkan deformasi transpresional akan membentuk jajaran tinggian (push-up range) (Cunningham dan Mann, 2007). Dalam hubungannya dengan keterjadian gempabumi, lompatan sesar, tekukan terlepas, tekukan tertahan dapat dianggap sebagai penghambat dari perambatan gempabumi (King dan Nabelek, 1985; Barka dan Kadinsky-Cade, 1988) atau dapat juga bertindak sebagai daerah inti untuk gempabumi utama
3
(Shaw, 2006). Model tradisional dari cekungan pull apart umumnya menunjukkan topografi rendahan yang berbentuk melengkung dan jajaran genjang yang vertikal dengan sesar utama atau principal displacement zone (PDZ) (Mann, 2007; Rahe et al., 1998; Sylvester, 1988). Lompatan sesar (step) dan tekukan sesar (bend), pada prinsipnya memainkan peranan yang serupa dalam inisiasi dan batas retakan dalam sistem sesar mendatar (King, 1986), sehingga penulis tidak membedakan kedua istilah tersebut sebagi dua hal yang berbeda sebagai batas antar segmen Azimuth dan panjang yang tidak beraturan dari struktur yang heterogen pada sesar maupun zona sesar memainkan peranan penting dalam menyebabkan distribusi pertumbuhan retakan dan juga segmentasi pada sesar. Model deformasi pada sesar maupun zona sesar, umumnya merupakan model
berdasarkan
mekanika rekahan pada batuan (fracture mechanic) (Ohnaka, 2013). Penelitian mengenai struktur geologi di daerah tektonik aktif penting dilakukan karena sesar Sumatra merupakan salah satu sumber dari beberapa gempabumi yang merusak di Pulau Sumatra (Supartoyo dan Surono, 2008). Lokasi penelitian berada di daerah Liwa dan sekitarnya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, Sumatra bagian selatan. Target lokasi utama yang diteliti adalah sepanjang jalur sesar Sumatra segmen Kumering yang melewati kota Liwa, di bagian timur Danau Ranau hingga ke Lembah Suoh (Gambar 1.2).
1.2. Rumusan Masalah Dalam penelitian mengenai sesar aktif, informasi geologi mengenai endapan kuarter yang menunjukkan aktifitas sesar aktif sangat penting. Informasi geologi
4
berupa endapan Kuarter yang terpotong oleh Sesar Kumering akan dibahas di bagian awal tesis ini sebagai data penunjang untuk menjawab permasalahan. Sedangkan permasalahan akan difokuskan mengenai karakteristik Sesar Kumering, seperti disebutkan di bawah ini : 1. Bagaimana kompleksitas sesar aktif dari Sesar Sumatra pada Segmen Kumering? 2. Berapa laju pergeseran (slip rate) pada Segmen Kumering berdasarkan umur endapan Kuarter di daerah penelitian? 3. Bagaimana keaktifan Segmen Kumering dalam sistem wrench fault tectonic?
1.3. Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah mendapatkan pola struktur aktif rinci pada daerah yang aktif secara tektonik. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakteristik Sesar Sumatra Segmen Kumering di daerah penelitian. 2. Mengetahui laju pergeseran (slip rate) dari Segmen Kumering. 3. Mengetahui orde sesar Segmen Kumering berdasarkan data mekanik Tuf Ranau.
1.4. Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sumbangan bagi ilmu pengetahuan yaitu dapat menambah khasanah keilmuan mengenai sesar aktif pada
5
daerah vulkanik. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan lebih mendalam mengenai Sesar Sumatra yang merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia.
Gambar 1.1. Segmentasi Sesar Sumatra (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Lingkaran merah merupakan Segmen Kumering.
6
Gambar 1.2. Segmentasi Sesar Sumatra di bagian selatan (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Segmen Kumering ditandai oleh garis berwarna merah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Geologi Regional Daerah penelitian merupakan bagian dari Lajur Barisan yang terletak sejajar dengan Pulau Sumatra (Gafoer et al., 1994). Daerah penelitian terletak di bagian selatan Lajur Barisan dengan Danau Ranau berperan sebagai daerah depresi yang terbentuk karena mekanisme transtensional Sesar Sumatra. Daerah penelitian termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Kotaagung (Amin et al., 1994) dan Peta Geologi Lembar Baturaja (Gafoer et al., 1994) (Gambar 2.1). Daerah penelitian tersusun oleh 3 kelompok batuan yaitu Batuan Vulkanik Kuarter, Batuan Piroklastik Kuarter – Tersier dan Batuan Vulkanik Tersier (Gafoer et al., 1994; Amin et al., 1994, Natawidjaja dan Kesumadharma, 1993; Pramumijoyo et al., 1994; Suwijanto et al., 1996). Secara rinci masing-masing kelompok batuan ini dibagi lagi ke dalam beberapa satuan batuan (Koswara dan Santoso, 1995) antara lain :
Batuan gunungapi Kuarter (Qhv dan Qv) yang tersusun atas batuan gunungapi Seminung yang berupa lava andesit basaltis dan breksi lahar dengan sisipan tuf pasiran; batuan gunungapi Kukusan berupa lava andesit, batuan gunungapi Pesagi berupa lava andesit dan breksi lahar dan batuan gunungapi Sekincau berupa breksi lahar. Batuan gunungapi ini berumur Plistosen – Holosen. 7
8
Batuan piroklastik yang tersusun atas Tuf Ranau (QTr) (van Bemmelen, 1949; Marks, 1956; Bellier et al., 1999; Gasparon, 2005) atau Tuf Liwa berumur Plio-Plistosen. Tuf Ranau yang diambil dari daerah Way Robok menunjukkan umur 0,55 + 0,15 Ma, dimana sampel yang diambil merupakan sampel dari lokasi yang menunjukkan offset aliran sungai sebesar 2750 + 200 m (Bellier et al., 1999).
Batuan Vulkanik Tersier yang tersusun atas breksi gunungapi Formasi Bal yang berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir dan batuan gunungapi basaltis-andesitis Formasi Hulusimpang yang berumur Oligosen – Miosen Awal.
Secara stratigrafi (Gambar 2.2), batuan gunungapi Kuarter (Qv dan Qhvs) menindih selaras Tuf Ranau (QTr) yang tersebar luas di daerah penelitian. Pada beberapa lokasi di sepanjang daerah penelitian, Tuf Ranau menindih secara tidak selaras Formasi Bal (Tmba). Formasi Bal menindih secara tidak selaras Formasi Hulusimpang (Tomh). Batuan berumur Kuarter dan Tersier di daerah penelitian tersebut terpotong oleh Sesar Sumatra.
2.1.2. Sesar Sumatra Sesar Sumatra merupakan sesar mendatar yang terjadi karena pengaruh subduksi miring (oblique) dimana tegangan antar lempeng dipartisi ke dalam sistem strike-slip yang paralel di dalam zona depan busur maupun busur belakang (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Sesar Sumatra merupakan sesar transform yang berhubungan dengan pemekaran di Laut Andaman dan juga konsekuensi dari
9
rotasi Paparan Sunda, sehingga sesar ini diduga terinisiasi pada Miosen Tengah (McCarthy dan Elders, 1997).
Gambar 2. 1. Peta geologi regional daerah penelitian (dimodifikasi dari Amin et al., 1994; Gafoer et al., 1994). Sesar Sumatra Segmen Kumering berdasarkan Sieh dan Natawidjaja (2000)
10
Gambar 2.2. Stratigrafi regional daerah penelitian (dimodifikasi dari Amin et al., 1994; Gafoer et al., 1994). Istilah mengacu pada gambar 2.1.
Geometri sesar Sumatra dan hubungan antara sesar mendatar dan kaldera gunungapi diinterpretasi menggunakan citra satelit (Bellier et al., 1991a; Bellier et al., 1991b; Bellier dan Sebrier, 1995; Bellier et al., 1997; Bellier et al., 1999; Bellier dan Sébrier, 1994). Berdasarkan interpretasi tersebut terungkap adanya
11
stepovers, pull-apart graben dan struktur volkanik di sepanjang Sesar Sumatra. Di bagian selatan Sesar Sumatra. Bellier dan Sebrier (1994) mengungkapkan bahwa bentuk Danau Ranau saat ini merupakan hasil dari sebuah releasing stepover yang sangat besar. Dalam publikasi ini dijelaskan bahwa batas dari dua sesar paralel berada di utara dan selatan Danau Ranau, yang pada prosesnya, sesar yang berada di selatan Danau Ranau sudah tidak aktif lagi pada saat ini. Laju pergeseran (slip rate) di bagian selatan Sesar Sumatra adalah 6 + 4 mm/tahun dimana besar slip rate dengan pergerakan dekstral dari masing-masing segmen Sesar Sumatra yang semakin besar ke arah utara dipengaruhi oleh deformasi yang terjadi pada daerah cekungan busur depan (Bellier dan Sebrier, 1995), yang didukung oleh publikasi mengenai deformasi berdasarkan pengukuran
geodetik
(Duquesnoy
et
al.,
1996)
yang
memperlihatkan
displacement dekstral sebesar 70 cm. Struktur geologi Sesar Sumatra di daerah penelitian telah dikaji melalui pendekatan geofisika gayaberat (Gaol et al., 1994) dan geolistrik (Mogi et al., 2000; Widarto et al., 2009). Dari data gayaberat ini kemudian dicoba dihubungkan dengan pola regangan di Danau Ranau (Primastuti et al., 1994). Tetapi penggambaran pola regangan ini juga masih cukup sederhana dan belum menjelaskan secara detail kaitannya dengan struktur sesar mendatar yang aktif. Sedangkan konfigurasi geolistrik menggambarkan kelurusan sesar dengan coseismic wave potential. Sesar Sumatra tersegmentasi ke dalam 19 segmen, salah satunya adalah Segmen Kumering. Sesar Sumatra segmen Kumering terdapat di bagian selatan
12
Sesar Sumatra dengan panjang 150 km yang terbentang antara lembah Suoh sampai ke daerah contractional jog di Bengkulu (Gambar 1.2) (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Pada segmen Kumering, zona transtensional berupa tekukan dan stepovers berada di Danau Ranau dan lembah Suoh (Natawidjaja dan Kesumadharma, 1993; Sieh dan Natawidjaja, 2000; Bellier dan Sébrier, 1994). Daerah tekukan juga teridentifikasi di Sungay Way Rekuk yang dekat dengan Danau Ranau (Aribowo dan Yudhicara, 2015)
2.1.3. Kebencanaan Daerah Liwa dilalui oleh Sesar Sumatra Segmen Kumering yang merupakan sesar aktif (Sieh dan Natawidjaja, 2000; Aribowo et al., 2014). Hal tersebut menyebabkan potensi kebencanaan khususnya bencana gempabumi sangat tinggi. Kejadian gempabumi pada bulan Februari tahun 1994 (Harjono et al., 1994; Widiwijayanti et al., 1996) menjadi salah satu pemicu untuk penelitian –penelitian mengenai geologi dan kebencanaan di daerah ini. Putranto dan Kertapati (1995) mempublikasikan peta seismotektonik daerah Liwa yang memperlihatkan pusatpusat gempa di sepanjang jalur Segmen Kumering. Pusat-pusat gempa tersebut memperlihatkan lajur berarah baratlaut tenggara. Studi paleosismologi dan seimotektonik membahas parameter seimotektonik secara umum di daerah Liwa menunjukkan event gempabumi pada tahun 1908 dan 1933 (Soehaimi et al., 2002). Studi mengenai segmentasi sesar dan paleoseismologi (Bellier et al., 1997) membagi 18 segmen sesar Sumatra, di daerah
Liwa
disebut
sebagai
segmen
Ranau-Suoh,
tetapi
dari
studi
13
paleoseismologi hanya ditemukan bukti adanya satu event gempabumi pada segmen ini. Segmen Ranau-Suoh ini kemudian dibagi lagi menjadi 7 sub-segmen yang masing-masing menunjukkan panjang, pergeseran maksimum dan magnitudo maksimum dari gempa. Daerah Liwa juga terbagi ke dalam 5 mikrozonasi bencana seismik (Soehaimi et al., 2013; Soehaimi et al., 2014). Penelitian morfotektonik di daerah Liwa mengindikasikan adanya blok yang relatif lebih aktif bergerak (Yudhicara et al., 2014).
2.1.4. Sesar Aktif Sesar dapat dikatakan aktif apabila sesar tersebut bergerak minimal satu kali dalam kurun waktu 10.000 tahun (http://earthquake.usgs.gov/learn/glossary). Sesar aktif ini diperkirakan akan menjadi sumber dari gempabumi yang juga akan menyebabkan gempa-gempa lain di masa mendatang pada jalur yang sama (http://www.gns.cri.nz). Sesar berpotensi aktif adalah sesar yang bergerak pada umur Kuarter dan juga memotong batuan yang berumur Kuarter atau lebih muda (Keller dan Pinter, 1996; Tjia, 1978).
2.1.5. Arsitektur dan Segmentasi Sesar Mendatar Arsitektur sesar memiliki elemen struktur, litologi dan morfologi dari suatu zona sesar (Caine et al., l996; Valdesbraten, 2011). Sesar mendatar (Gambar 2.3) memiliki arsitektur yang kompleks dengan sejumlah segmen yang memiliki panjang bervariasi yang terpisahkan oleh adanya sesar yang paralel (steps) (de Joussineau dan Aydin, 2009). Segmen sesar memiliki peranan secara langsung
14
terhadap dinamika dan ukuran dari retakan yang terjadi pada saat gempabumi (Barka dan Kadinsky-Cade, 1988; Shaw dan Dieterich, 2007; Wesnousky, 2006). Segmen sesar umumnya dipisahkan oleh adanya bidang yang tidak menerus pada sesar dan sesar yang sejajar secara paralel. Sesar yang sejajar secara paralel tersebut dapat saling terhubung dan membentuk tekukan atau dapat juga terhubung dengan pencabangan sesar (Cunningham dan Mann, 2007; McClay dan Bonora, 2001). Jarak segmentasi umumnya lebih lebar dari 4 km (Wesnousky, 2006). Panjang segmen minimum pada sistem sesar mendatar adalah sekitar 25 km dan panjang keseluruhannya adalah kelipatan dari 25 km (Klinger, 2010). Sub-segmentasi (subdivision of segmentation) terbagi berdasarkan kepada seksi (section). Seksi (section) adalah bagian dari segmentasi yang terbagi dikarenakan perubahan arah strike dan/atau perubahan kinematik gerak sesar (Daryono, 2016).
Gambar 2.3. Konfigurasi sesar mendatar dan struktur yang terbentuk di dalamnya (Christie-Blick dan Biddle, 1985)
15
Konsep sesar mendatar memberikan pandangan bahwa terdapat dua tipe yaitu pergeseran murni (pure shear) dan pergeseran sederhana (simple shear) (Sylvester, 1988). Sesar yang saling berpasangan (conjugate) dari sistem sesar mendatar terbentuk pada tipe pergeseran murni dengan panjang kurang dari 100 km. Sedangkan pergeseran sederhana umumnya terbentuk paralel dengan sabuk orogen, dengan panjang ratusan kilometer (Sylvester, 1988). Cekungan pull-apart adalah daerah depresi yang terbentuk oleh pola transtensional pada sistem sesar mendatar (Petrunin dan Sobolev, 2008; Rahe et al., 1998; Wu et al., 2009). Model tradisional dari cekungan pull-apart (Gambar 2.4B) menunjukkan bentuk jajaran genjang dan depresi tertekuk yang terbentuk diantara dua sesar utama yang paralel, sesar tersebut dikenal dengan principal displacement zone (PDZ) (Wu et al., 2009). Cekungan ini dibatasi secara longitudinal oleh sistem sesar ekstensional miring yang terhubung dengan PDZ (Mann, 2007; Sylvester, 1988). Istilah cekungan pull-apart sinonim dengan gaps (Quenell, 1958), depresi tektonik (Clayton, 1966), wrench grabens (Belt, 1968), rhomb grabens (Freund, 1971; Aydin dan Nur, 1982; Bahat, 1983; Heimann et al., 1990), dilational fault jogs (Sibson, 1985), extensional duplexes (Woodcock dan Fischer, 1986; Swanson, 1989), sidewall basins (Gibbs, 1989), stepover basins (Wakabayashi, 2007; Wakabayashi et al., 2004) dan dilational stepovers (Oglesby, 2005). Studi cekungan pull-apart dilakukan berdasarkan observasi lapangan (Aydin dan Nur, 1982; Mann et al., 1983), eksperimen laboratorium (Atmaoui et al.,, 2006; Dooley dan Schreurs, 2012; Rahe et al., 1998; Wu et al., 2009) dan studi
16
numerik (Petrunin dan Sobolev, 2008) membantu interpretasi dari geometri 2D dan 3D dari cekungan pull-apart. Jajaran tinggian (push-up range) memiliki mekanisme yang berkebalikan dengan cekungan pull-apart. Deformasi transpresional akan diakomodir oleh terbentuknya punggungan dan jajaran bukit dalam sistem sesar mendatar. Hanya saja, pada kondisi yang sama, pola releasing akan lebih mudah terbentuk daripada pola restraining (Ye et al., 2015). Model untuk jajaran tinggian ditampilkan dalam gambar 2.4A.
Gambar 2.4. Skema restraining stepover dan releasing stepover. (a) Restraining stepover yang membentuk jajaran tinggian. (b) Releasing stepover yang membentuk cekungan pull-apart (Ye et al., 2015) Cekungan pull-apart dapat terbentuk melalui tiga mekanisme, mekanisme yang paling populer adalah terbentuk pada dua ekstensi segmentasi sesar mendatar (Aydin dan Nur, 1982; Mann et al., 1983), mekanisme sesar mendatar sederhana dan mekanisme sesar mendatar murni atau mekanisme Riedel shear
17
(Riedel, 1929). Mekanisme Riedel shear menunjukkan formasi dari cekungan pull-apart pada daerah yang tertutup endapan sedimen di segmen sesar mendatar yang subparalel dengan PDZ (Atmaoui et al., 2006). Dalam suatu interval waktu secara tektonik, sesar mendatar membentuk fiturfitur geomorfik yang sangat umum (Gambar 2.5) (Burbank dan Anderson, 2012). Lembah sesar umumnya akan terbentuk sepanjang principal displacement zone, dikarenakan material yang terekahkan sangat mudah tererosi sepanjang zona sesar. Di dalam zona sesar tersebut, kolam sesar (sag pond) dapat terbentuk pada daerah rendahan, gawir berada pada kedua sisi sesar. Fitur linear seperti sungai dan punggungan dapat tergeserkan dan menghasilkan arah pergeseran. Kemudian dapat terbentuk bukit sesar (shutter ridge) yang membatasi aliran. Pada bagian lereng bawah dari sesar mendatar umumnya juga dapat terdapat sungai terpancung (beheaded river). Skema fitur geomorfologi dalam zona sesar mendatar dapat terlihat pada gambar 2.5
2.1.6. Geomekanika Batuan Gudmundsson (2011) mengungkapkan bahwa retakan pada batuan (rock fracture) adalah material yang pecah secara mekanik atau ketidaksinambungan yang memisahkan tubuh batuan menjadi dua bagian atau lebih. Fenomena retakan dan rekahan pada batuan terukur mulai dari skala mikroskopik hingga skala makroskopik pada uji laboratorium (Ohnaka, 2013). Fenomena tersebut memiliki karakteristik mekanik yang serupa dengan retakan yang terjadi di alam.
18
Gambar 2.5. Fitur geomorfologi pada zona sesar mendatar (Burbank dan Anderson, 2012)
Material yang terkena tekanan akan mengalami deformasi dan dapat membentuk rekahan. Fenomena geomekanik pada tatanan geologi dan tektonik dapat dideskripsikan secara kuantitatif dengan persamaan dasar yang meliputi hukum konstitutif mekanik seperti hukum Hooke dan modulus Young (Ohnaka, 2013). Rekahan dapat terjadi pada jika batas elastis material terlampaui, memiliki
19
karakteristik pergeseran relatif diantara permukaan yang terekahkan selama proses penekanan. Jika pergeseran relatif tegak lurus dengan bidang rekahan, maka disebut rekahan tensil (opening fracture). Jika pergeseran relatif sejajar dengan bidang rekahan maka disebut rekahan gerus (shear fracture). Tekanan pada batuan akan mengakibatkan batuan tersebut mengalami deformasi dan terdapat zona rekahan yang terorientasi secara acak (Hoek, 1968). Hoek (1968) mengasumsikan bahwa dalam tubuh batuan tersusun atas beberapa retakan terbuka yang umumnya berbentuk elips. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tekanan yang berkenaan dengan tegangan terjadi pada batas bukaan yang berbentuk elips, bahkan pada kondisi tegasan kompresif (Gambar 2.6). Pada gambar tersebut kompresi yang terjadi adalah positif dan σ1 > σ2 > σ3, σ1,σ2, σ3 merupakan tegasan yang terjadi pada tubuh batuan.
2.2. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian mengenai sesar aktif, sangat penting informasi geologi mengenai endapan kuarter yang menunjukkan aktifitas sesar aktif. Informasi geologi tersebut dalam penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari endapan Kuarter Tuf Ranau dan Sesar Kumering yang jejaknya memotong endapan tersebut.
20
Gambar 2. 6. Sistem tegasan yang berperan dalam tingkat keruntuhan batuan (Hoek, 1968)
Jejak struktur pada citra dengan resolusi yang tinggi (<30 m) akan terlihat dengan baik dan mempermudah dalam melakukan interpretasi secara detail mengenai struktur dan morfologinya. Kenampakan struktur geologi pada citra kemudian dilakukan observasi di lapangan dan analisis geomekanika batuan di laboratorium
dimana
pengukuran
di
lapangan
dan
laboratorium
akan
membuktikan keberadaan sesar yang diperoleh dari interpretasi citra. Dari interpretasi ini penggambaran jalur sesar mendatar akan dapat dilakukan dengan lebih akurat. Selain itu juga akan didapatkan segmentasi sesar mendatar yang lebih rinci. Segmen sesar mendatar dapat menjelaskan genesa dan inisiasi
21
dari orientasi sudut-sudut rekahan yang terbentuk Dari batas segmentasi yang berupa step akan dilihat hubungannya dengan fitur geomorfik berupa panjang offset maksimum dari sebuah sistem sesar mendatar. Keberadaan endapan tuf yang terpotong oleh jejak sesar Kumering akan dapat mengungkap laju pergeseran struktur sesar. Laju pergeseran struktur sesar dihitung dari hasil pembagian antara jarak fitur geomorfik berupa offset dengan umur dari endapan tuf tersebut. Kerangka pemikiran secara umum dalam penelitian ini diperlihatkan dalam gambar 2.7.
Gambar 2. 7. Kerangka pemikiran
22
2.3. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini meliputi : 1. Segmen Kumering memiliki arsitektur yang kompleks, dengan sub hipotesis: a. Segmen
Kumering
memiliki
beberapa
sub-segmen
yang
terpisahkan oleh tekukan atau lompatan sesar (step) b. Jumlah step pada sub-segmen dalam Segmen Kumering memiliki hubungan dengan besaran offset maksimum. 2. Laju pergeseran geologi akan berbeda secara signifikan dengan hasil penelitian terdahulu. 3. Segmen Kumering merupakan sesar aktif dengan orde tinggi dalam sistem sesar mendatar.
BAB III DATA DAN METODOLOGI
3.1. Data Data yang dipergunakan pada penelitian ini terdiri atas data digital, data observasi lapangan dan uji laboratorium. Data digital umumnya merupakan public domain yang dapat diunduh di internet dan juga kerjasama dengan instansi lain. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat secara rinci pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No 1 2 3 4 5 6
7 8
9 10 11
Nama Data SRTM 30M v1 Landsat 8 ASTER GDEM IFSAR sebagian Danau Ranau dan Liwa TerraSAR sebagian Liwa dan Suoh Katalog gempabumi USGS
Sumber earth explorer.usgs.gov earth explorer.usgs.gov earth explorer.usgs.gov Pusat Survey Geologi
Katalog gempabumi BMKG Mekanisme Fokal Gempabumi Sumatra bagian selatan Mekanisme Fokal Aftershock Liwa Seismotektonik Liwa dan sekitarnya Geokimia Tuf Ranau
http://repogempa.bmkg.go.id/proses_query2.php
Pusat Survey Geologi http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqarchives/epic /epic_rect.php
http://ds.iris.edu/spud/momenttensor/; http://www.globalcmt.org Widiwijayanti et.al., 1996
Peta Seismotektonik Daerah Liwa dan Sekitarnya, Sumatera Selatan (Putranto et.al., 1995) Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI dan Earth Observatory of Singapore (EOS)
23
24
3.2. Identifikasi Tuf Ranau Identifikasi Tuf Ranau dilakukan melalui interpretasi sebaran Tuf Ranau pada citra satelit Landsat 8 dan juga merevisi peta geologi yang telah diterbitkan sebelumnya. Setelah dilakukan interpretasi pada citra satelit, selanjutnya dilakukan observasi lapangan untuk mengetahui deskripsi megaskopis dari Tuf Ranau serta dilakukan pengambilan sampel batuan untuk dilakukan analisis mineralogi (petrografi dan geokimia) dan uji geser langsung (direct shear) dari Tuf Ranau. Analisis direct shear dilakukan untuk mengetahui karakteristik mekanik Tuf Ranau, sehingga didapatkan sudut geser dalam dan kohesi. Karakteristik mineralogi Tuf Ranau didapatkan dari hasil analisis petrografi dan geokimia. Analisis petrografi Tuf Ranau dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi mineral penyusun Tuf Ranau tersebut. Analisis petrografi Tuf Ranau dilakukan di laboratorium Optik Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Analisis geokimia dilakukan untuk mengetahui komposisi elemen mayor dan minor dari gelas dan fenokris dari sampel yang diambil dari lokasi yang mewakili daerah proksimal dan distal. Analisis dilakukan di Earth Observatory of Singapore dengan menggunakan alat Electron Probe Micro Anayzer (EPMA). Hasil dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sebagian dari hasil penelitian yang akan dipublikasikan dalam tulisan ilmiah mengenai
erupsi
Kaldera Ranau dan pergeseran di Sesar Sumatra di bagian selatan (Natawidjaja et al., 2016). Analisis mekanika pada sampel tuf dilakukan dengan menggunakan metode uji geser langsung (direct shear). Uji ini dilakukan dengan asumsi bahwa sampel
25
merupakan tuf yang bersifat sangat lunak dan lepas. Uji ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan maksimum endapan untuk bertahan terhadap usaha perubahan bentuk pada kondisi tekanan tertentu (Sallberg, 1965; Head, 1982). Dengan asumsi bahwa kondisi endapan tuf serupa dengan tanah, maka kekuatan dari tuf tersebut bergantung kepada ketahanan terhadap tekanan geser. Tujuan utama uji geser langsung adalah untuk menentukan kekuatan endapan pada kondisi pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah kriteria Mohr‑Coulomb. Hukum Mohr-Coulomb menyatakan bahwa kekutan geser memiliki hubungan fungsional dengan kohesi dan friksi antar partikel yang dikemukakan dalam persamaan :
dimana : = Kuat geser (Shear strength) = Kohesi υ = Sudut friksi internal (sudut geser dalam) σn = Tekanan normal (normal stress) Pada tanah yang tidak kohesif seperti pasir, maka nilai τ akan sama dengan nilai σn. Jika pengukuran τ dilakukan pada berbagai nilai σn, maka nilai c dan υ dapat diperoleh dengan cara meregresikan τ dengan σn, dimana c adalah perpotongan
dengan
sumbu
y
(intercept),
dan
υ
adalah kemiringan
(slope) dari persamaan regresi. Nilai c bervariasi dari 0 untuk tanah yang tidak kohesif (pasir) sampai 30 kPa pada tanah yang kandungan liatnya tinggi,
26 sedangkan nilai υ bervariasi dari 0 pada tanah liat jenuh air sampai 45° pada tanah pasir yang padat.
3.3. Identifikasi Struktur Geologi Identifikasi struktur geologi dilakukan berdasarkan kepada interpretasi kelurusan pada citra, observasi lapangan dan analisis mekanisme fokal. Jejak permukaan pada suatu patahan akan tampak pada citra. Jejak patahan pada citra dengan resolusi yang cukup tinggi tentunya akan sangat membantu dalam penentuan delineasi dari sebuah sesar tersebut (Arrowsmith dan Zielke 2009; Zielke et al., 2015; Klinger et al., 2005). Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat 8. Data citra Landsat 8 ini dapat diunduh dari situs USGS (earth explorer.usgs.gov) Data citra untuk model elevasi digital menggunakan data SRTM dengan resolusi 30 meter (earth explorer.usgs.gov), IFSAR dengan resolusi 5 meter dan TerraSAR dengan resolusi 7,5 meter (Pusat Survey Geologi). Dari data DEM ini akan diproses untuk menghasilkan visualisasi seperti hillshade, slope dan ekstraksi kontur yang memperlihatkan karakterisasi zona sesar dan identifikasi dari penanda geomorfik (Zielke et al., 2015). Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah dan menginterpretasi data citra adalah perangkat lunak ArcGIS 9.0. Interpretasi untuk determinasi delineasi pada citra pada Sesar Sumatra dan Segmen Kumering telah dilakukan pada citra SPOT dan Landsat 5 (Bellier dan Sébrier 1994; Bellier et al. 1997; Pramumijoyo et al. 1994, Suwijanto et al., 1996), peta topografi skala 1:50.000 dan foto udara skala 1:100.000 (Sieh dan
27
Natawidjaja, 2000), dan pada citra ASTER-GDEM dan SRTM30 dengan resolusi 30 m (Aribowo et al., 2014) (Gambar 3.1). Selain interpretasi kelurusan juga dilokalisir daerah-daerah yang terdapat offset (baik itu offset punggungan maupun offset sungai).
Gambar 3.1. Interpretasi struktur di daerah Liwa dan sekitarnya (Aribowo et al., 2014)
Observasi morfologi dan struktur geologi di lapangan meliputi observasi standar dalam pengukuran unsur-unsur struktur seperti kelurusan, pengukuran
28
bidang sesar, kekar, offset sungai. Lokasi keterdapatan air terjun maupun mata airpanas juga diobservasi dalam pengukuran unsur struktur geologi di lapangan. Untuk identifikasi struktur dengan menggunakan metode plotting sejarah kegempaan, data kegempaan lokal yang diunduh dari BMKG, IRIS dan disinkronisasi dengan data mekanisme fokal yang diunduh dari Global CMT (Dziewonski et al., 1981; Ekstrom et al., 2012). Data kegempaan tersebut akan digambarkan dalam solusi mekanisme fokal. Solusi mekanisme fokal adalah hasil dari analisis gelombang yang dihasilkan dari gempabumi (Cronin, 2010). Mekanisme fokal memberikan informasi tentang waktu, lokasi episenter, kedalaman, momen seismik, dan orientasi spasial magnitudo dari komponen momen tensor. Dari momen tensor tersebut, dapat diketahui arah dan jenis pergeseran dari patahan (Cronin, 2010). Analisis data mekanisme fokal dilakukan dengan menggunakan program FaultKin 7 (Allmendinger et al., 2012). Data kegempaan yang diunduh dari situs-situs tersebut, kemungkinan besar tidak memiliki nilai koordinat X, Y, Z yang sama. Sehingga untuk melakukan analisis bidang sesar diperlukan relokasi dan merger dari masing-masing data tersebut. Data kegempaan tersebut dikelompokkan berdasarkan koordinat yang paling dekat dengan delineasi Sesar Sumatra Segmen Kumering yang didapatkan dari interpretasi citra dan observasi lapangan. Plotting data kegempaan dilakukan menggunakan perangkat lunak Generic Mapping Tool (GMT) (Wessel et al., 2013) dan ArcGIS dengan lisensi dari LabEarth Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
29
Pendekatan analisis struktur dengan kegempaan lokal di Sesar Sumatra sudah pernah dilakukan di daerah stepover Segmen Angkola-Barumun-Sumpur (Weller et al., 2012) dan di cekungan pull-apart Tarutung (Muksin et al., 2014). Dari analisis data kegempaan, akan sangat membantu dan memperkuat interpretasi sesar pada daerah yang tertutup atau diperkirakan terdapat sesar (Weller et al., 2012). Selain itu juga dapat memberikan model konseptual struktur geologi pada sistem sesar mendatar, dimana data kegempaan lokal diintegrasi dengan delineasi kelurusan pada citra serta observasi lapangan (Muksin et al., 2014). Sebaran data kegempaan juga diperlukan untuk mengetahui sesar yang menjadi sumber gempa bumi (Daryono, 2016)
Gambar 3.2. Skema mekanisme fokal (USGS, 1996)
30
3.4. Laju Pergeseran, Arsitektur dan Kinematika Sesar Mendatar Pergeseran dalam sistem sesar mendatar dapat diidentifikasi dengan melihat kepada bentuk morfologinya (Sieh & Natawidjaja, 2000; Natawidjaja et al., 2016). Salah satu metode yang sering digunakan adalah dengan melakukan analisis aliran sungai. Metode ini mencocokkan bentuk morfologi dan menggeserkannya ke posisi sebelum tergeser akibat gempabumi. Data pergeseran ini kemudian dibuat dalam bentuk grafik, dimana sumbu x menunjukkan notasi kilometer atau posisi koordinat pergeseran yang terjadi. Sumbu y adalah besar pergeseran (meter) dan simpangannya (uncertainties). Simpangan didapatkan dari pengukuran lebar sungai yang mengalami pergeseran tersebut (Burbank dan Anderson, 2012). Sesar Sumatra secara umum memiliki kinematika yang sangat mendasar, yaitu merupakan sebuah sesar mendatar yang mengakomodir subduksi miring antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia (Prawirodirdjo et al., 2000; Sieh dan Natawidjaja, 2000, McCaffrey 2009). Analisis kinematika dilakukan dengan tujuan untuk mendeterminasi hubungan geometris yang diperlihatkan dalam sumbu kinematik. Data dari orientasi diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak Stereonet 9.5 (Allmendinger et al., 2012). Pengukuran sesar yang diasumsikan seumur dikompilasikan sehingga akan mendapatkan gambaran yang diperlihatkan oleh sumbu kinematik. Data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak FaultKin 7 (Allmendinger et al., 2012). Metode ini menghasilkan sumbu shortening (P) dan extension (T) yang
31
diperlihatkan dalam bentuk solusi bidang sesar secara pseudo (pseudo fault plane solution) (Sapiie, 2016).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Tuf Ranau Endapan Tuf Ranau merupakan produk Gunungapi Ranau, dimana jejak dari pusat Gunungapi Ranau saat ini adalah sebuah kaldera yang saat ini berupa Danau Ranau (Gambar 4.1). Danau Ranau merupakan danau dengan bentuk morfologi unik yang diduga berkaitan erat dengan struktur Sesar Sumatra.
Gambar 4.1. Peta Sebaran Tuf Ranau dan Sesar Sumatra Segmen Kumering
32
33
Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat dan juga SRTM dengan resolusi 30 m, dilakukan interpretasi ulang penyebaran Tuf Ranau. Tuf Ranau tersebar umumnya di bagian utara-baratlaut dan timur-tenggara dari Danau Ranau (Gambar 4.1). Di bagian utara, tuf tersebut tersebar hingga ke daerah Muaradua. Di bagian distal arah utara-baratlaut, pada sejumlah lokasi menunjukkan adanya kontak dengan batuan berumur Tersier. Kontak dengan batuan tersier tersebut memperlihatkan adanya ketidakselarasan pengendapan (Gambar 4.2). Di bagian distal arah timur-tenggara, sebaran Tuf Ranau hingga ke bagian timur dari depresi Suoh (Gambar 4.1).
Gambar 4.2. Singkapan Tuf Ranau dan kontak dengan batuan Tersier
34
Di daerah proksimal, Tuf Ranau mengisi morfologi cekungan Liwa. Berdasarkan pengamatan di lapangan, Tuf Ranau adalah batuan endapan piroklastik yang berupa tuf yang sangat tebal (Gambar 4.3), menurut Anwar dan Kesumadharma (1995), tuf ini memiliki ketebalan mencapai 50 m. Tuf berbutir halus-kasar dengan modulus kehalusan 1,73 (Tabel 4.1, Gambar 4.4), fragmen berupa batu apung, andesit dan basalt, ukuran fragmen berkisar antara 1 cm – 50 cm. Tuf ini juga belum terlitifikasi dengan sempurna. Tuf bersifat lepas (loose), sehingga dapat digerus dengan menggunakan palu geologi. Fragmen batuapung di daerah proksimal berukuran cukup besar (1 cm – 50 cm) (Gambar 4.5).
Gambar 4.3. Singkapan endapan Tuf Ranau
35
Tabel 4.1. Modulus Kehalusan Tuf Ranau Ukuran Berat Persentase Persentase Saringan Tertahan Tertahan Tertahan (mm) (gr) Kumulatif 9.5 0 0 0 4.75 9 1,8 1,8 2.36 12 2,4 4,2 1.18 91,5 18,3 22,6 0.6 50 10,1 32,7 0.3 70,5 14,1 46,8 0.15 90 18,1 64,9 PAN 174 35,1 100 497 Modulus Kehalusan
Persentase SPEC Lolos ASTM C33Kumulatif 90 100 100 98,2 95-100 95,8 80-100 77,4 50-85 67,3 25-60 53,2 10-30 35,1 2-10 0 1,73
Gambar 4.4. Kurva gradasi agregat halus Tuf Ranau
Berdasarkan analisis petrografi, tuf Ranau umumnya merupakan tuf gelas kristal, dengan komposisi mineralogi gelas vulkanik yang memiliki komposisi utama berupa gelas vulkanik, plagioklas dan biotit. Sebagian kecil juga didapatkan mineral piroksen, kuarsa dan opak
(Tabel 4.2). Gelas vulkanik
36
sebagai massadasar merupakan komposisi utama dengan persentase 61% - 70%. Mineral plagioklas memiliki persentase pada rentang 15% - 29%. Biotit menyusun sebagian kecil dari Tuf Ranau dengan persentase di bawah 7%.
Gambar 4.5. Endapan Tuf Ranau dan fragmen batuapung
Tabel 4.2. Persentase mineral Tuf Ranau berdasarkan analisis petrografi Massadasar (%)
Fenokris (%)
N o
Kode Lokasi
1
St01
70
15
5
2
St03
72
15
6
3
St04
62
35
3
4
St05
65
20
5
5
St06
61
29
Gelas Volkanik
Feldspar/ Plagioklas
Piroksen
7
Biotit
Kuarsa
Opak
7
3
Nama Batuan Tuf gelas kristal Tuf gelas kristal Tuf gelas kristal Tuf gelas kristal Tuf gelas kristal
Analisis geokimia dilakukan pada 3 sampel Tuf Ranau, dua diambil dari daerah distal (kode lokasi St07 dan St08) dan satu sampel berasal dari daerah
37
cekungan Liwa (kode lokasi St02) (Gambar 4.1). Berdasarkan analisis geokimia, mineralogi Tuf Ranau merupakan tuf riolitik yang tersusun atas gelas vulkanik, plagioklas, biotit, titanomagnetit dan ilmenit. Plagioklas yang terdapat pada dari seluruh sampel tuf termasuk ke dalam andesin (Gambar 4.6). Variasi komposisi gelas dari ketiga sampel tersebut memiliki komposisi yang serupa (Gambar 4.7). Gelas menunjukkan persentasi berat persen dari SiO2 adalah sekitar 73% - 79 %. Begitupun dengan biotit juga memiliki komposisi yang serupa dari ketiga sampel tersebut (Gambar 4.8).
Gambar 4.6. Komposisi plagioklas Tuf Ranau
38
Gambar 4.7. Komposisi elemen utama dari gelas vulkanik Tuf Ranau
Gambar 4.8. Komposisi elemen utama dari biotit Tuf Ranau
39
Analisis geomekanika pada sampel Tuf Ranau dilakukan pada 1 lokasi, yaitu pada lokasi St.09 (Gambar 4.1). Analisis uji geser langsung dilakukan agar mendapatkan informasi mengenai sudut geser dalam (angle of internal friction) dan kohesi dari sampel tuf tersebut. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa besar sudut geser dalam (υ) pada sampel Tuf Ranau adalah 28,60 dengan kohesi 0,26 kg/cm2 dan sudut pecah (β) dari Tuf Ranau adalah 31,70
4.1.2. Identifikasi dan Segmentasi Sesar Sesar Kumering merupakan salah satu segmen pada Sesar Sumatra yang membentang sepanjang 130 km. Segmen ini membentang dari daerah yang dipengaruhi elemen kontraksional di daerah Bukit Kampak, baratlaut Kota Bintuhan sampai ke Lembah Suoh (Gambar 4.9). Penarikan struktur pada segmen ini dilakukan pada model elevasi digital (DEM) dari data IFSAR dengan resolusi 5 m pada ujung baratlaut sesar sampai ke bagian timur Danau Ranau. Pada kelanjutan segmen sesar tersebut, dilakukan identifikasi pada DEM dari data TerraSAR dengan resolusi 7,5 m sampai ke daerah Suoh. Ujung baratlaut dari Sesar Kumering mencerminkan daerah yang dipengaruhi komponen kontraksional pada bagian utara dari jalur sesar. Di bagian tengah sesar, terdapat Danau Ranau yang diyakini merupakan kaldera yang produknya terpotong oleh Sesar Kumering. Offset aliran sungai tampak jelas terlihat pada aliran sungai Way Rekuk, Way Heni dan Way Menjadi. Pada ujung tenggara dari Sesar Kumering, memperlihatkan batas akhir dari Sesar Kumering dan Sesar
40
Semangko yang dipisahkan oleh lembah step-over Suoh. Pada ujung ini berkembang komponen-komponen normal yang menandakan adanya pola releasing dari sesar mendatar. Di sisi selatan Sesar Kumering, teridentifikasi adanya sesar yang juga aktif, yaitu Sesar Liwa (Gambar 4.9). Identifikasi struktur tersebut didasarkan pada ekspresi geomorfik berupa kelurusan yang tajam, offset minor, sungai yang terpancung (beheaded river) dan juga ekspresi pembelokan punggungan antara Sesar Kumering dan Sesar Liwa. Identifikasi bahwa Sesar Liwa juga merupakan sesar aktif adalah dari plotting data kegempaan dan mekanisme fokal gempabumi (Gambar 4.10). Plotting data kegempaan dari USGS, BMKG dan data seismotektonik Liwa menunjukkan bahwa gempabumi dangkal dengan magnitudo yang cukup besar umumnya berada di sebelah timur Danau Ranau. Di sebelah barat Danau Ranau, umumnya merupakan gempabumi dalam, dari gambar 4.10 terlihat ada satu episenter yang merupakan gempabumi dangkal dengan magnitudo ~3 – 4,2. Data mekanisme fokal menunjukkan bahwa pada tahun 1994, gempabumi yang terjadi merupakan gempabumi dengan sumber sesar mendatar di sebelah utara lembah Suoh (Gambar 4.10). Mekanisme fokal dari aftershock gempabumi pada tahun 1994 menunjukkan mekanisme sesar mendatar yang berasosiasi dengan sesar normal. Mekanisme sesar normal ini diinterpretasikan sebagai pergerakan yang ada hubungannya dengan cekungan pull-apart. Jika dilihat pada gambar 4.10, aftershock yang ditampilkan dalam bentuk mekanisme fokal dengan bidang ekstensi ditunujukkan berwarna biru tersebar pada jalur Sesar Kumering
41
dan Sesar Liwa. Aftershock yang ditunujukkan oleh bulatan hijau yang berkumpul melingkar terletak umumnya pada jalur Sesar Liwa. Pada tahun 2014 , pada jalur sesar ini di sisi timur Danau Ranau juga terekam episenter gempabumi yang memiliki mekanisme sesar mendatar. Pada jarak 6,3 km ke arah selatan Sesar Liwa, teridentifikasi Sesar Limaukunci. Sesar ini tidak termasuk ke dalam kategori sesar aktif, dikarenakan ekspresi geomorfik yang lemah dibandingkan jejak Sesar Kumering. Meskipun nampak pada beberapa bagian adanya pergeseran pada lembah dan sungai, tetapi tidak ditemukan data sejarah kegempaan pada sesar ini. Pada tesis ini akan dijabarkan secara rinci Sesar Kumering pada bagian timur Danau Ranau. Daerah tersebut meliputi daerah Liwa hingga ke Suoh. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan Kota Liwa merupakan daerah yang terkena dampak langsung gempabumi yang bersumber dari Sesar Sumatra pada Segmen Kumering. Kilometer awal (km 0) akan diukur pada ujung Sesar Kumering di utara Gunung Seminung, dan kilometer terakhir (km 54,5) akan diukur pada bagian utara lembah Suoh (Gambar 4.11).
4.1.2.1. Sesar Kumering bagian Timur Sesar Kumering di bagian timur Danau Ranau, membentang sepanjang 54,5 km sampai ke lembah Suoh dan terbagi atas 12 sub-segmen (Gambar 4.11). Satu sub-segmen di di tengah Danau Ranau, yaitu sub-segmen Ranau, diinterpretasikan merupakan lanjutan kelurusan Sesar Kumering yang menghubungkan Sesar Kumering di bagian timur dan barat Danau Ranau.
Gambar 4.9. Interpretasi struktur Sesar Sumatra Segmen Kumering 42
Gambar 4.10. Interpretasi Struktur Sesar Sumatra Segmen Kumering dan Seismisitas
43
Gambar 4.11. Sub-segmentasi sesar Segmen Kumering dan Sesar Liwa
44
45
Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai ke-11 sub-segmen tersebut dalam paragraf berturut-turut di bawah ini. Pembahasan dimulai dari ujung baratlaut Sesar Segmen Kumering di bagian timur Danau Ranau hingga stepover Suoh. Sub-segmen Kotabaru (Gambar 4.12) memiliki panjang ~3,6 km dengan arah N1450E . Ditandai dengan adanya bukit sesar (SR) yang memperlihatkan ekspresi tekukan pada km 0,5; km 1,5 dan km 2,5. Pada km 2, jejak geomorfik tampak memperlihatkan adanya komponen ekstensional yang memisahkan gawir sesar di bagian timur dan bukit sesar di bagian baratnya. Di lapangan, jejak geomorfik tersebut terdeteksi oleh adanya endapan teras sungai pada ketinggian 620 m dan sungai pada saat sekarang berada pada ketinggian 580 m (Gambar 4.13). Jejak sesar tidak tampak di permukaan pada km ~3,6 dan terpisah dengan sub-segmen Bumiwaras dengan jarak ~200 m. Sub-segmen Bumiwaras (Gambar 4.12) memiliki panjang ~2,1 km dengan arah N1390E. Sub-segmen ini ditandai oleh adanya garis lurus pada citra. Di ujung tenggara sub-segmen ini berbatasan terdapat fitur tekukan yang diinterpretasikan sebagai tekukan sesar terlepas (releasing bend) minor. Fitur tekukan sesar tersebut membentuk sebuah kolam sesar (sag pond) dan menjadi batas antara Sub-segmen Bumiwaras dengan Sub-segmen Gunungratu. Sub-segmen Gunungratu (Gambar 4.12) memiliki panjang ~2,9 km dengan arah N1410E. Jejak geomorfik di permukaan tidak terlalu tampak dikarenakan tertutup endapan aluvium. Penarikan struktur ini berdasarkan pada adanya pola tekukan sesar di ujung baratlaut yang berbatasan dengan Sub-segmen Bumiwaras dan jejaknya ditarik lurus dengan adanya kelurusan tebing menuju arah tenggara.
46
Pada ujung baratlaut, batas Sub-segmen diinterpretasikan berhenti pada batas yang memperlihatkan jejak geomorfik Sub-Segmen Tanjungan yang tampak jelas pada citra. Sub-segmen Kedamaian (Gambar 4.12) memiliki jarak ~7,5 km dengan arah N1230E. Jejak geomorfik sesar pada citra tidak terlalu tampak, tetapi interpretasi penarikan dilakukan berdasrkan dengan adanya tekuk lereng pada km 1 dan km 4 (Gambar 4.12). Jejak Sub-segmen Kedamaian ini boleh jadi merupakan pencabangan (splay) dari Sesar Kumering. Garis Sub-segmen Kedamaian membentuk sudut ~100 dengan Sub-segmen Gunungratu. Sub-segmen Tanjungan (Gambar 4.12 dan Gambar 4.14) memiliki panjang ~2,5 km dengan arah N1320E. Pada ujung baratlaut sub-segmen ini ditandai oleh adanya tekuk lereng. Kemenerusan sub-segmen sesar ini dapat teridentifikasi dengan baik pada model elevasi digital citra IFSAR dengan resolusi 5 m maupun citra SRTM dengan resolusi 30 m. Jejak geomorfik yang teridentifikasi antara lain adalah adanya offset aliran sungai (RO) pada kilometer 11 (Gambar 4.12), kilometer 12, kilometer 13 dan kilometer 14 sebesar ~300 m (penjelasan detail mengenai besar pergeseran sungai akan dibahas pada sub-bab 4.1.4). Selain itu juga terdapat bukit sesar (SR) di sekitar aliran sungai yang tergeserkan (Gambar 4.14). Pada ujung baratlaut sub-segmen ini, tampak adanya tekukan perubahan azimuth jejak sesar. Perubahan azimuth sesar sebesar ~200 menyambungkan jejak geomorfik Sub-segmen Tanjungan dan Sub-segmen Seblat.
47
Gambar 4.12. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 0- 12
Sub-segmen Seblat (Gambar 4.14) memiliki panjang ~3,9 km dengan azimuth N1340E. Jejak sesar terlihat sangat jelas pada model elevasi digital citra IFSAR dengan resolusi 5 m maupun citra SRTM dengan resolusi 30 m. Pada subsegmen ini adanya offset aliran sungai (RO) kilometer 12, kilometer 13 dan kilometer 14
sebesar
~300 m terlihat sangat baik dan representatif untuk
dilakukan perhitungan pergeseran dan laju pergeseran sesar (penjelasan rinci mengenai besar pergeseran sungai akan dibahas pada sub-bab 4.1.3). Berdasarkan kenampakan pada citra, batas antara Sub-segmen Seblat dengan Sub-segmen Padangdalom, dibatasi oleh jejak geomorfik yang tidak terlihat sepanjang 7 m.
48
Gambar 4.13. Lokasi yang diinterpretasikan terdapat pergeseran vertikal dari endapan teras sungai
Gambar 4.14. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 10 - 16
49
Sub-segmen Padangdalom (Gambar 4.15) memiliki panjang ~5 km dengan azimuth N1350E. Ujung baratlaut sub-segmen ini diinterpretasikan berupa kolam sesar (SP) sepanjang 300 m. Interpretasi tersebut juga didukung oleh informasi masyarakat sekitar, bahwa daerah ini merupakan rawa yang tertutupi oleh vegetasi berupa rerumputan yang sangat rapat dan tinggi. Kearah tenggara dari kolam sesar tersebut, terdapat daerah lembah lurus yang sempit (LV) (Gambar 4.16). Jejak sesar terlihat memotong aliran sungai Way Robok. Meskipun tidak terlihat adanya jejak pergeseran sungai pada aliran Way Robok.
Pada lembah Way Robok
terdapat bukit sesar yang menunjukkan adanya rona tekukan (Gambar 4.16). Rona tekukan ini terdapat di ujung tenggara lembah lurus (LV) pada sub-segmen Padangdalom.
Lembah Way Robok
mengalami longsor hebat pada saat
gempabumi tahun 1994. Tebing lembah yang berdekatan sebelum gempabumi menjadi melebar dikarenakan longsor tersebut. Kenampakan morfologi lembah Way Robok saat ini terlihat merupakan daerah depresi yang dijadikan area pesawahan oleh penduduk sekitar (Gambar 4.17). Jejak sesar terlihat sangat jelas hingga kilometer ~19,8, akan tetapi penarikan sesar diinterpretasikan menerus hingga kilometer 21 berdasarkan kepada adanya rona kelurusan yang tampak samar dan perbedaan ketinggian pada kedua sisi sesar. Jarak antara Sub-segmen Padangdalom dan Sub-segmen Sukabumi adalah 12 m.
50
Gambar 4.15. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 15 - 21
Gambar 4.16. Kenampakan lembah sungai Way Robok dan jalur Sesar Kumering
51
Gambar 4.17. Kenampakan daerah depresi Way Robok
Sub-segmen Sukabumi (Gambar 4.18) memiliki panjang ~ 10,2 km dengan azimuth N1300E. Pada ujung baratlaut, jejak sesar berupa tekukan transpresional yang membentuk bukit kecil di bawahnya pada km 21 hingga km 22. Azimuth tekukan tersebut membentuk sudut ~120 dengan arah Sub-segmen Sukabumi. Pada kilometer 22 hingga kilometer 25 terpetakan fitur geomorfik berupa lembah lurus (LV), selain itu juga teridentifikasi adanya bukit sesar (SR) pada kilometer 29. Ujung tenggara sub-segmen Sukabumi terdapat sesar sinistral minor yang memotong dan menjadi batas Sub-segmen Sukabumi dengan Sub-Segmen Malbui. Sesar sinistral tersebut menggeser kedua Sub-segmen sesar tersebut sejauh ~300 m. Sub-segmen Malbui (Gambar 4.19) memiliki panjang ~7,8 km dengan arah N1350E. Ujung baratlaut sub-segmen ini terpotong oleh sesar minor dengan pergerakan sinistral. Pada ujung tenggara sesar, batasnya merupakan pencabangan
52
menjadi dua sub-segmen yaitu Sub-segmen Pematangwaringin dan Sub-segmen Kejadian. Pada Gambar 4.19 terlihat di bagian selatan sesar ini terdapat dua subsegmen sesar dari Segmen Liwa.
Gambar 4.18. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 21 - 33
Sub-segmen Pematangwaringin merupakan komponen ekstensional dari Sesar Kumering. Bidang sesar normal memiliki arah N1430E dan membentuk
pencabangan
ekorkuda
(horsetail
splay).
N1340E,
Sub-segmen
Pematangwaringin dan Sub-segmen Kejadian di bagian selatan, membentuk sebuah cekungan pull apart (PAB). Jejak geomorfik sesar sub-segmen Pematangwaringin terhenti pada kilometer 56. Sejauh 2,3 km arah tenggara dari ujung sub-segmen ini teridentifikasi jejak sesar yang juga membentuk cekungan
53
pull apart (PAB) yang terhubung dengan Sesar Sumatra Segmen Semangko Timur (Gambar 4.20). Sub-segmen
Kejadian
berada
di
sebelah
selatan
Sub-Segmen
Pematangwaringin, memiliki arah N1350E. Ujung utara pada kilometer ~39,5 hingga kilometer ~43 membentuk komponen ekstensional yang membentuk cekungan pull apart (Gambar 4.20). Pada kilometer ~43 hingga kilometer ~47,5 merupakan sesar mendatar, kemudian pada kilometer ~47,5 sampai kilometer ~54,5 merupakan komponen normal yang memiliki hubungan step over dengan Sesar Sumatra Segmen Semangko Barat (Gambar 4.20).
Gambar 4.19. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 32 - 44
54
Gambar 4.20. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Kumering km 40 – 60
4.1.2.2. Sesar Liwa Di bagian selatan Sesar Kumering, teridentifikasi jalur sesar yang relatif paralel dengan Sesar Kumering, yaitu Sesar Liwa (Gambar 4.11). Sesar segmen Liwa tersebut terbagi lagi ke dalam 5 sub-segmen yaitu Sub-segmen Pekontengah, Sub-segmen Gedungasin, Sub-segmen Kubutengah, Sub-segmen Pampangan dan Sub-segmen Antatai. Sub-segmen Antatai (Gambar 4.20) diinterpretasikan merupakan komponen normal pada ujung Sesar Liwa. Sub-segmen Pampangan terbentang sepanjang 11 km dengan arah N1350E. Pada penunjuk kilometer 36 (Gambar 4.21), Subsegmen Pampangan membentuk pencabangan ekorkuda (horsetail splay). Sub-segmen Kubutengah memiliki panjang ~6,8 km. Jejaknya berupa kelurusan yang tampak jelas pada model elevasi digital citra IFSAR dengan
55
resolusi 5 m. Jejak sesar dimulai pada kilometer ~28 hingga ~34,8. Batas dengan Sub-segmen Pampangan membentuk step over minor dengan lebar 400 m dan jarak 800 m. Sub-segmen Gedungasin memiliki panjang ~5,4 km dengan arah umum N 1450. Pada ujung baratlaut dan ujung tenggara teridentifikasi pembelokkan azimuth sebesar ~200 (Gambar 4.21dan 4.22). Sub-segmen Pekontengah berada di sebelah tenggara Kota Liwa (Gambar 4.22). panjang sub-segmen ~4,5 km dengan arah N1370E. Jejak geomorfik yang menunjukkan keaktifan sesar adalah offset minor aliran sungai sebesar ~150 m. Selain itu teridentifikasi adanya sungai-sungai yang terpancung (BR). Sub-segmen sesar ini memotong aliran sungai Way Sebabekhak di Kota Liwa.
Gambar 4.21. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Liwa km 26 - 38
56
Gambar 4.22. Fitur geomorfik dan sub-segmentasi Sesar Liwa km 19 - 26
4.1.3. Pergeseran dan Laju Pergeseran Sesar Kumering Sesar Kumering memperlihatkan ekspresi geomorfik berupa offset aliran sungai yang cukup representatif dalam menunjukkan tingkat keaktifan sesar. Dari sepanjang Sesar Kumering terdapat 6 buah offset aliran sungai, yaitu di aliran Sungai Way Rekuk (4 offset), Sungai Way Menjadi (1 offset) dan Sungai Way Heni (1 offset). Dalam melakukan pengukuran besar offset, dilakukan penarikan kondisi morfologi awal berlawanan dengan arah gerak sesar. Pada penarikan balik sejauh 340 m, didapatkan 6 pasang lembah sungai sebagai marker yang sesuai (Gambar 4.23). Hasil pengukuran pergeseran aliran sungai ditampilkan pada Tabel 4.3.
57
Pergeseran menunjukkan nilai tertinggi adalah 335 + 120 m dan terkecil 239 + 55 m. Dari irisan data tersebut didapatkan besar pergeseran pada Sesar Kumering adalah 320 + 80 m. Laju pergeseran geologi (geological slip rate) didapatkan dari hasil pembagian antara besar jarak pergeseran dengan umur endapan dan batuan yang tergeserkan oleh sesar. Jika merujuk kepada umur Tuf Ranau yaitu 0,55 + 0,15 Ma (Bellier et al., 1999) akan menghasilkan laju pergeseran sebesar 0,58 + 1 mm/thn. Sedangkan jika merujuk kepada umur Tuf Ranau terbaru, yaitu 33,4 – 33,8 Ka (Natawidjaja et al., 2016) akan menghasilkan laju pergeseran sebesar 9,5 + 2,4 mm/thn.
Tabel 4.3. Jarak offset pada Jalur Sesar Kumering No
Sungai
Offset (m)
Uncertainty (m)
Lokasi (km)
Sub-segmen
1 Way Rekuk
315
77
4,2 Bumiwaras
2 Way Rekuk
335
120
10,7 Tanjungan
3 Way Rekuk
239
55
11 Seblat
4 Way Rekuk
330
87
12 Seblat
5 Way Menjadi
321
83
13,3 Seblat
6 Way Heni
329
85
14,5 Seblat
58
Gambar 4.23. Pencocokan marker offset sungai pada Sesar Kumering
500 450 400 350 300 250 200
1
150 100 50 0 0
5
10
15
20
Gambar 4.24. Grafik pergeseran sungai pada Sesar Kumering dan lokasinya sepanjang jalur sesar
4.1.4. Kinematika Sesar Kumering dan Sesar Liwa Pengukuran bidang sesar dilakukan pada beberapa lokasi di daerah Liwa dan Danau Ranau. Pengukuran bidang sesar di daerah Liwa, dilakukan pada jejak Sesar Kumering dan Sesar Liwa. Pengukuran bidang sesar pada kedua jejak sesar
59
tersebut dilakukan pada bidang kelurusan, dengan mengasumsikan bahwa bidang sesar mendatar tersebut adalah 900. Pengukuran bidang sesar di daerah Danau Ranau dilakukan pada bidang sesar dengan strike/dip N2200E/650 dengan pitch 80 (Gambar 4.25). Pengukuran bidang sesar ini dilakukan pada endapan Tuf Ranau yang berumur Kuarter.
Gambar 4.25. Kenampakan pergeseran sinistral pada Tuf Ranau di sebelah utara Danau Ranau
Kompilasi pengukuran bidang sesar dilakukan sebanyak 36 pengukuran untuk Sesar Kumering menggambarkan solusi bidang sesar mendatar. Bidang sesar untuk sesar mendatar dekstral memiliki strike N3150E dengan dip 850 (Gambar 4.26). Dari solusi bidang sesar tersebut tergambar bahwa arah tegasan utama adalah utara-selatan. Sumbu kompresional (S3/P) memiliki trend/plunge N1790E/230 dan sumbu ekstensional memiliki trend /plunge N2250E/810. Pada
60
jalur Sesar Kumering juga dilakukan pengukuran terhadap kekar-kekar gerus (shear fractures). Dari pengukuran kekar tersebut didapatkan bahwa kekar gerus tersebut umumnya berarah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut (Gambar 4.26). Di daerah Penataran, sebelah barat Sesar Kumering (Gambar 4.26) pengukuran bidang sesar menghasilkan solusi bidang sesar mendatar dengan arah tegasan utama adalah utara-selatan. Solusi bidang sesar tersebut menunjukkan bahwa bidang sesar untuk sesar mendatar dekstral memiliki nilai strike N1400E dengan dip 870. Sumbu shortening (S3/P) memiliki trend N50E dengan plunge 3,40 dan sumbu ekstensional (S1/T) dengan trend N950E dan plunge 10. Pengukuran kekar gerus pada lokasi ini menunjukkan arah umum dari kekar tersebut adalah baratdaya-timurlaut. Pada jalur Sesar Liwa (gambar 4.26), pengukuran dilakukan terhadap 22 bidang
yang
dianggap
merupakan
bidang
sesar.
Solusi
bidang sesar
menggambarkan sesar mendatar dengan arah tegasan utama utara-selatan. Untuk sesar mendatar dekstral, bidang sesar memiliki arah strike N1510E dengan dip 810. Sumbu kompresional (S3/P) memiliki trend N160E dengan plunge 5,30 dan sumbu ekstensional (S1/T) memiliki trend N1070E dengan plunge 7,40. Pengukuran bidang sesar di daerah Danau Ranau dilakukan pada bidang sesar dengan
strike/dip
N2200E/650
dengan
menggambarkan sesar mendatar sinistral
pitch
80.
Solusi
bidang
sesar
dengan sumbu kompresional (S3/P)
yang memiliki trend/plunge N1790E/230 dan sumbu ekstensional (S1/T) yang memiliki trend/plunge N840E/120 (Gambar 4.26).
61
Analisis stereografi dari rekahan ekstensional direpresentasikan oleh bidang bukaan dengan rata-rata trend 800 dan plunge 460, mengindikasikan adanya bidang ekstensional yang berarah baratdaya-timurlaut (Gambar 4.28). Bidang tersebut di lapangan direpresentasikan oleh bidang bukaan pada jalur Sesar Kumering (Gambar 4.27). Terbentuknya bidang bukaan tersebut selain dipengaruhi oleh arah tegasan utama berarah utara-selatan juga dikarenakan pergerakan Sesar Kumering yang merupakan sesar mendatar dekstral. Sudut sempit antara garis sesar mendatar dekstral dengan garis ekstensional adalah 750. Pada gambar 4.28 arah tegasan utama ditunjukkan oleh tanda panah besar berwarna hitam, arah ekstensional ditunjukkan oleh tanda panah berwarna putih, dan arah dari sesar mendatar dekstral ditunjukkan oleh garis dan simbol sesar mendatar dekstral.
Gambar 4.26. Peta struktur di daerah penelitian dengan perbandingan antara bidang sesar dan kekar kompresi. Mekanisme fokal menunjukkan sumbu kompresi, ekstensi dan bidang sesar. Diagram mawar menunjukkan arah umum dari kekar kompresi.
62
Gambar 4.27. Kenampakan struktur kekar ekstensi di lapangan
Gambar 4.28. Stereogram yang menampilkan hubungan antar struktur di daerah penelitian. Arah tegasan utama ditunjukkan oleh tanda panah besar berwarna hitam, arah ekstensional ditunjukkan oleh tanda panah berwarna putih, dan arah dari sesar mendatar dekstral ditunjukkan oleh garis dan simbol sesar mendatar dekstral.
63
4.2. Pembahasan 4.2.1. Karakteristik Tuf Ranau Tuf Ranau merupakan hasil letusan gunungapi muda yang menutupi hampir seluruh daerah Liwa. Tuf ini diestimasikan berumur Pliosen-Plistosen (Amin et al., 1994: Gafoer et al., 1994). Penentuan umur absolut K-Ar menunjukkan umur 0,55 + 0,15 Ma (Bellier et al., 1999). Hasil penelitian terbaru menunjukkan umur 33,4 – 33,8 Ka (Natawidjaja et al., 2016). Tuf Ranau merupakan tuf gelas kristal dengan komposisi mineralogi gelas vulkanik yang memiliki komposisi utama berupa gelas vulkanik, plagioklas dan biotit. Sebagian kecil juga didapatkan mineral piroksen, kuarsa dan opak. Dari hasil geokimia tuf ini merupakan tuf riolitik yang tersusun atas gelas vulkanik, plagioklas, biotit, titanomagnetit dan ilmenit. Dari sampel yang diambil, gelas menunjukkan persentasi silika 73% - 79%. Komposisi geokimia dari Tuf Ranau oleh Natawidjaja et al.(2016) dibandingkan dengan hasil analisis lapisan tephra dari cekungan busur depan antara Kepulauan Mentawai dan Pulau Enggano yang memiliki umur 27,5 Ka (Salisbury et al., 2012), menunjukkan kisaran umur yang relatif tidak terlalu jauh berbeda. Sebaran endapan tuf Ranau yang menutupi seluruh daerah Liwa terpotong oleh Sesar Sumatra Segmen Kumering. Kenampakan endapan yang terpotong oleh Sesar Kumering tersebut direpresentasikan oleh offset aliran sungai dengan jarak rata-rata 320 + 80 m. Hasil penelitian membuktikan hipotesis pertama, yaitu
64
Tuf Ranau merupakan dari sampel yang diambil dari daerah distal dan proksimal endapan vulkanik berumur muda (~33.000) dengan sumber dari Kaldera Ranau.
4.2.2. Arsitektur dan Karakteristik Sesar Aktif Segmen Kumering berdasarkan hasil delineasi pada citra IFSAR dengan resolusi 5 m dan TerraSAR dengan resolusi 7,5 meter terbagi lagi ke dalam 11 sub-segmen yang masing-masing dibatasi oleh adanya lompatan sesar (step) atau tekukan serta hilangnya jejak morfologi. Pembagian segmentasi sesar ini memberikan pandangan yang lebih rinci mengenai Sesar Kumering dibandingkan dengan peneliti terdahulu (Sieh dan Natawidjaja, 2000; Soehaimi et al., 2013; Soehaimi et al., 2014; Aribowo et al., 2014). Pada studi mengenai segmentasi dan arsitektur sesar, de Joysineau dan Aydin (2009) menunjukkan hubungan antara jumlah step per kilometer dengan panjang maksimum offset sesar adalah trend linear berupa hubungan pangkat negatif (negative power law relationship) dimana y = 0,26x-081/R2 = 0,74. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semakin panjang segmen sesar dan semakin besar jarak maksimum offset, maka akan memiliki jumlah step atau tekukan yang semakin sedikit. Analisis data pada penelitian ini ditunjukkan pada hasil plotting
antara
hubungan jarak offset maksimum untuk satu segmen Kumering adalah 320 + 80 m dan jumlah step atau tekukan adalah 0,147 buah dalam satu kilometer. Analisis juga dilakukan terhadap sub-segmen yang memiliki offset pergeseran sungai.
65
Sebanyak tiga sub-segmen terukur memiliki jarak offset maksimum 315 + 70 m, 335 + 127 m dan 330 + 87 m (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Perbandingan jumlah step per kilometer dengan jarak offset maksimum Nama Sesar Segmen Kumering Sub-segmen Bumiwaras Sub-segmen Tanjungan Sub-segmen Seblat
Max. fault Jumlah Uncertainty Uncertainty offset (km) step/km 0,32 0,315 0,335 0,33
0,08 0,07 0,127 0,087
0,147 0,47 0,4 0,25
0 0 0 0
Analisis statistik tersebut berhubungan dengan proses mendasar dari perkembangan sesar oleh penggabungan segmen (Cartwright et al., 1995; de Joussineau et al., 2007). Hasil analisis menunjukkan plotting data terhadap trend linear dapat diinterpretasikan bahwa Segmen Kumering dan sub-segmentasinya memperlihatkan hubungan yang masuk dalam
hubungan pangkat negatif
(Gambar 4.29), dan mengkonfirmasi hasil studi sebelumnya (de Joussineau dan Aydin, 2009). Hasil penelitian membukikan hipotesis pertama mengenai kompleksitas Segmen Kumering yaitu Segmen Kumering juga terbagi ke dalam beberapa sub-segmen, serta jumlah step atau tekukan pada sub-segmen dalam Segmen Kumering memiliki hubungan dengan jarak offset maksimum. Dari hasil pembagian antara besar jarak pergeseran dengan umur endapan dan batuan yang tergeserkan oleh sesar, maka akan didapatkan nilai laju pergeseran geologi (geological slip rate). Sesar Sumatra diestimasikan memiliki laju pergeseran 6 + 4 mm/thn (Bellier & Sebrier, 1994, 1995). Dari hasil pengukuran rata-rata jarak offset, jika merujuk kepada umur Tuf Ranau yaitu 0,55 + 0,15 Ma
66
(Bellier et al., 1999) akan menghasilkan laju pergeseran sebesar 0,58 + 1 mm/thn. Laju pergeseran ini sangat kecil dalam kasus Sesar Sumatra. Sedangkan jika merujuk kepada umur Tuf Ranau terbaru, yaitu 33,4 – 33,8 Ka (Natawidjaja et al., 2016) akan menghasilkan laju pergeseran sebesar 9,5 + 2,4 mm/thn.
Laju
pergeseran geologi tersebut menunjukkan bahwa Segmen Kumering minimal tergeserkan sejauh 9,5 + 2,4 mm dalam ~33.000 tahun terakhir. Laju pergeseran ini lebih cepat dari laju pergeseran geologi dari publikasi sebelumnya (Bellier & Sebrier, 1994, 1995) dan sebanding dengan hasil pengukuran yang dilakukan pada daerah yang sama dengan menggunakan citra SRTM resolusi 30 m, yaitu sebesar 10,4 + 2,4 mm/thn (Natawidjaja et al., 2016). Sementara hasil pengukuran slip rate geodesi adalah ~15 mm/tahun (Prawirodirdjo et al., 2010) Sesar Sumatra secara umum memiliki kinematika yang sangat mendasar, yaitu merupakan sebuah sesar mendatar yang mengakomodir subduksi miring antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia (Prawirodirdjo et al., 2000; Sieh dan Natawidjaja, 2000, McCaffrey 2009). Akan tetapi, dalam kenyataannya secara seksama, karakteristik sesar mendatar lebih kompleks dari yang telah disebutkan. Dari hasil penelitian, bidang sesar utama yaitu Sesar Kumering dipengaruhi oleh arah kompresi relatif utara-selatan. Selain itu juga terdapat Sesar Liwa, yang juga dipengaruhi oleh arah kompresi utama relatif utara-selatan. Azimuth tegasan utama berdasarkan hasil analisis adalah N1930E. Dari hasil analisis terhadap bidang ekstensional membuktikan bahwa bidang ekstensional yang terbentuk
67
selain ada pengaruh dari tegasan utama juga dipengaruhi oleh pergerakan Sesar Kumering.
Gambar 4.29. Grafik Hubungan antara jarak offset sesar maksimum dengan jumlah step per km dari hasil penelitian dan publikasi data penelitian terdahulu. Publikasi mengenai penelitian terdahulu bersumber dari penelitian mengenai segmentasi sesar mendatar dan referensi di dalamnya (de Joussineau dan Aydin, 2009)
Berdasarkan hasil analisis geomekanik terhadap Tuf Ranau, dapat digambarkan hubungan antara arah tegasan utama dengan arah dari Sesar Kumering dan sudut yang terbentuk ketika tuf tersebut tergeser (Gambar 4.30). Dari gambar tersebut digambarkan bahwa azimuth σ1 hasil perhitungan dari analisis kinematika, membentuk sudut sebesar 580 terhadap azimuth rata-rata dari Sesar Kumering. Nilai dari arah tersebut mendekati nilai azimuth sesar orde ke-2
68
dari model sesar mendatar (Moody dan Hill, 1968). Hal ini menunjukkan bahwa sesar ini termasuk ke dalam kategori aktif, karena sesar ini terbentuk pada sesar orde ke-2 dan memotong endapan Kuarter. Hal ini juga membuktikan hipotesis ketiga mengenai keaktifan sesar berdasarkan sistem wrench fault tectonics. Hasil penelitian memberikan perbandingan dari sudut pandang geologi terhadap hasil penelitian sebelumnya (Widiwijayanti et al., 1996) yang memberikan pandangan kinematika sesar melalui analisis mekanisme fokal hasil aftershock pada tahun 1994 yang menyebutkan bahwa azimuth dari sumbu σ1 adalah N200E yang berarti berarah utara-selatan.
Gambar 4.30. Sketsa hubungan antara tegasan utama, sudut pecah Tuf Ranau dan Sesar Kumering
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil interpretasi citra dengan resolusi 5 meter dan 7,5 meter ditafsirkan bahwa Segmen Kumering yang memotong jejak aliran sungai yang tertutup Tuf Ranau terbagi ke dalam 11 sub-segmen. Sub-segmen ini dibagi berdasarkan seksi (section), yaitu oleh adanya step atau tekukan serta hilangnya jejak geomorfik yang terlihat pada citra. 11 segmen tersebut antara lain : Subsegmen Kotabaru, Sub-segmen Bumiwaras, Sub-segmen Kedamaian, Sub-segmen Gunungratu, Padangdalom,
Sub-segmen Sub-segmen
Tanjungan,
Sub-segmen
Seblat,
Sub-segmen
Sukabumi,
Sub-segmen
Malbui,
Sub-segmen
Pematangwaringin dan Sub-segmen Kejadian. Di bagian selatan Sesar Kumering, teridentifikasi jalur sesar yang relatif paralel dengan Sesar Kumering, yaitu Sesar Liwa. Sesar Liwa juga terbagi ke dalam 5 sub-segmen, antara lain : Sub-segmen Pekontengah, Sub-segmen Gedungasin, Sub-segmen Kubutengah, Sub-segmen Pampangan dan Sub-segmen Antatai. Berdasarkan hubungan antara jumlah step per kilometer dengan panjang maksimum offset sesar adalah trend linear berupa hubungan pangkat negatif (negative power law relationship). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semakin panjang segmen sesar dan semakin besar jarak maksimum offset, maka akan memiliki jumlah step atau tekukan yang semakin sedikit..
69
70
Jejak geomorfik Segmen Kumering direpresentasikan oleh adanya offset aliran sungai di Way Rekuk, Way Heni dan Way Menjadi dengan jarak offset ratarata adalah 320 + 80 m. Dari hasil pembagian antara besar jarak pergeseran dengan umur endapan dan batuan yang tergeserkan oleh sesar (~33.000 tahun), maka akan didapatkan nilai laju pergeseran geologi (geological slip rate) untuk Sesar Sumatra Segmen Kumering adalah 9,5 + 2,4 mm/thn. Dari sudut pandang kinematika sesar, bidang sesar utama yaitu Sesar Kumering dipengaruhi oleh arah kompresi relatif utara-selatan. Di bagian selatan, paralel terhadap Sesar Kumering terdapat Sesar Liwa, yang juga dipengaruhi oleh arah kompresi utama relatif utara-selatan. Azimuth tegasan utama berdasarkan hasil analisis adalah N1930E. Dari hasil analisis terhadap bidang ekstensional membuktikan bahwa bidang ekstensional yang terbentuk selain ada pengaruh dari tegasan utama juga dipengaruhi oleh pergerakan Sesar Kumering. azimuth σ1 hasil perhitungan dari analisis kinematika, membentuk sudut sebesar 580 terhadap azimuth rata-rata dari Sesar Kumering. Nilai dari arah tersebut mendekati nilai azimuth sesar orde ke-2 dari model sesar mendatar. Hal ini menunjukkan bahwa sesar ini termasuk ke dalam kategori aktif, karena sesar ini terbentuk pada sesar orde ke-2 dan memotong endapan Kuarter.
5.2. Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui karakteristik sesar yang menjadi sumber gempabumi di Sumatra bagian selatan pada umumnya dan di daerah Liwa pada khususnya. Penelitian jalur sesar aktif pada penelitian ini
71
masih merupakan jalur sesar yang telah diketahui aktif dari aktivitas kegempaan di daerah penelitian, oleh karena itu prediksi mengenai jalur sesar aktif yang lainnya dan juga sesar yang tereaktivasi akan sangat membantu dalam memetakan daerah yang rawan akan bencana gempabumi. Dalam kaitannya dengan karakteristik batuan yang terpotong oleh sesar dan model perkembangan sesar aktif (fault growth), akan lebih baik jika dilakukan pemodelan berdasarkan pada ujicoba laboratorium. Ujicoba laboratorium ini dapat menggunakan sampel Tuf Ranau untuk mengetahui proses mekanik dari perkembangan sesar proses rekahan pada batuan. Sebagai perbandingan, akan lebih baik juga menggunakan beberapa sampel tuf dari beberapa daerah di Sumatra seperti Tuf Toba, Tuf Maninjau, maupun Tuf Lampung. Dalam mempelajari karakteristik sesar aktif pada lokasi ini sangat perlu untuk dilakukan studi sesar aktif dan paleoseismologi dengan menggunakan metode paritan (trenching) dan metode geofisika untuk mengetahui struktur bawah permukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (tanpa tahun). Earthquake Glossary : Active Fault. Melalui http://earthquake.usgs.gov/learn/glossary [23/12/15]. Anonim (tanpa tahun). When is a Fault “Active”? Melalui http://www.gns.cri.nz [23/12/15]. Anonim (1996). Focal Mechanisms. Melalui http://www.usgs.gov [1/6/15]. Allmendinger, R. W., Cardozo, N., dan Fisher, D. M. 2012. Structural Geology Algorithms : Vectors and Tensors. Cambridge : Cambridge University Press. Amin, T.C., Sidarto, S., Santoso, S., dan Gunawan, W. 1994. Geologi Lembar Kotaagung, Sumatera (The Geology of The Kotaagung Quadrangle, Sumatera), Lembar (Qudrangle) 1010, Sekala (Scale) 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi. Aribowo, S., Pratiwi, I., Irawan, T., Baidillah, M. 2014. Karakteristik Sesar Sumatra Segmen Kumering dan batuan pada skala singkapan sepanjang jalur sesar. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi 2014. 4-5 Desember 2014. Bandung Aribowo, S., dan Yudhicara, Y. 2015. Development of River Terraces at the Releasing Bend of the Sumatran Fault Zone near Ranau Lake, Southern Sumatra. The 2nd International Conference and The 1st Joint Conference Faculty of Geology Universitas Padjadjaran with Faculty of Science and Natural Resources University Malaysia Sabah. 81 - 85. 29 September 2015. Bandung Arrowsmith, J. R., dan Zielke, O. 2009. Tectonic geomorphology of the San Andreas Fault zone from high resolution topography: An example from the Cholame segment. Geomorphology, 113(1-2) : 70–81. doi:10.1016/j.geomorph.2009.01.002 Atmaoui, N., Kukowski, N., Stockhert, B., dan Konig, D. 2006. Initiation and development of pull-apart basins with Riedel shear mechanism : insights from scaled clay experiments, 95 : 225–238. http://doi.org/10.1007/s00531005-0030-1 Aydin, A., dan Nur, A. 1982. Evolution of pull-apart basins and their scale independence. Tectonics, 1 : 91–105. 73
73
Bahat, D. 1983. New aspects of rhomb structures. Journal of Structural Geology, 5 : 591–601. Barka, A. A., dan Kadinsky-Cade, K. 1988. Strike-slip fault geometry in Turkey and its influence on earthquake activity. Tectonics. doi:10.1029/TC007i003p00663 Bellier, O., Sebrier, M., Pramumijoyo, M. 1991a. La Grande Faille de Sumatra : Geometrie, cinematique et quantite de displacement mises en evidence par l’imagerie sateliitaire. C.R. Acad. Sci. Paris, Ser. I, 312: 1219-1226. Bellier, O., Sebrier, M., Pramumijoyo, M., 1991b. Strike-slip faulting and volcanic calderas along the Great Sumatran Fault. Terra Abstract, 3(1): 266. Bellier, O., dan Sébrier, M. 1994. Relationship between tectonism and volcanism along the Great Sumatran Fault Zone deduced by spot image analyses. Tectonophysics, 233(3-4) : 215–231. doi:10.1016/0040-1951(94)90242-9 Bellier, O., dan Sébrier, M. 1995. Is the slip rate variation in the Great Sumatran Fault accommodated by fore-arc stretching? Geophysical Research Letters, 22(15) : 1969–1972. doi:10.1029/95GL01793 Bellier, O., Sébrier, M., Pramumijoyo, S., Beaudouin, T., Harjono, H., Bahar, I., dan Forni, O. 1997. Paleoseismicity and seismic hazard along the Great Sumatran Fault (Indonesia). Journal of Geodynamics, 24(1-4) : 169–183. doi:10.1016/S0264-3707(96)00051-8 Bellier, O., Bellon, H., Sébrier, M., Sutanto, dan Maury, R. C. 1999. K-Ar age of the Ranau Tuffs: Implications for the Ranau caldera emplacement and slippartitioning in Sumatra (Indonesia). Tectonophysics, 312(2-4) : 347–359. doi:10.1016/S0040-1951(99)00198-5 Belt, E. 1968. Post-Acadian rifts and related facies, eastern Canada. Dalam Zen, E., White, W., Hadley, J. dan Thompson, J. (penyunting) Studies in Appalachian Geology, Northern and Maritime. hal 95–113.New York : Wiley, Interscience. Brankman, C.M. dan Aydin, A. 2004. Uplift and contractional deformation along a segmented strike-slip fault system: The Gargano Promontory, southern Italy. Journal of Structural Geology, 26 : 807–824. Burbank, D. W dan Anderson, R. S. 2012. Tectonic Geomorphology. WileyBlackwell. UK. 454 hal. Caine, J. S., Evans, J. P., Forster, C. B. 1996. Fault zone architecture and permeability structure. Geology, 11 : 1025-1028.
74
Cembrano, J., Gonzalez, G., Arancibia, G., Ahumada, I., Olivares, V., dan Herrera, V. 2005. Fault zone development and strain partitioning in an extensional strike-slip duplex: A case study from the Mesozoic Atacama fault system, Northern Chile. Tectonophysics 400 : 105–125. Christie-Blick, N. dan Biddle, K. T. 1985. Deformation and basin formation along strike-slip faults.Dalam Biddle, K. T. dan Christie-Blick, N. (penyunting) "Strike-Slip Deformation, Basin Formation, and Sedimentation". 37 : 1–34. SEPM Special Publications,. Clayton, L. 1966. Tectonic depressions along the Hope fault, a transcurrent fault in North Canterbury, New Zealand. New Zealand Journal of Geology and Geophysics, 9 : 95–104. Cronin, V. S. 2010. A Primer on Focal Mechanism Solutions for Geologists. Melalui:http://serc.carleton.edu/files/NAGTWorkshops/structure04/Focal_m echanism_primer.pdf [30/12/15] Cunningham, W., dan Mann, P. 2007. Tectonics of strike-slip restraining and releasing bends. Geological Society, London, Special Publications, 1–12. doi:10.1144/SP290.1 Daryono, M. R., 2016. Paleoseismologi Tropis di Indonesia (Dengan Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang. Disertasi. Institut Teknologi Bandung. 189 hal. Tidak dipublikasikan de Joussineau, G., Mutlu, O., Aydin, A., dan Pollard, D. D. .2007. Characterization of strike-slip fault and splay relationships in sandstone, Journal of Structural Geology, 29 : 1831–1842. http://doi.org/10.1016/j.jsg.2007.08.006 de Joussineau, G., dan Aydin, A. 2009. Segmentation along strike-slip faults revisited. Pure and Applied Geophysics, 166(10-11) : 1575–1594. doi:10.1007/s00024-009-0511-4. Dooley, T. P., dan Schreurs, G. 2012. Tectonophysics Analogue modelling of intraplate strike-slip tectonics : A review and new experimental results. Tectonophysics, 574-575 : 1–71. http://doi.org/10.1016/j.tecto.2012.05.030 Duquesnoy, Th., Bellier, O., Kasser, M., Sebrier, M., Vigny C., Bahar, I., 1996. Deformation related to the 1994 Liwa earthquake derived from geodetic measurements. Geophysical Research Letter. 23, 3055-3058. Dziewonski, A. M., Chou, T. A., dan Woodhouse, J. H. 1981. Determination of earthquake source parameters from waveform data for studies of global and
75
regional seismicity, Journal of Geophysical Research., 86 : 2825-2852. doi:10.1029/JB086iB04p02825 Ekström, G., M. Nettles, and A. M. Dziewonski, The global CMT project 20042010: Centroid moment tensors for 13,017 earthquakes. Phyisics of the Earth and Planet Interior, 19 : 200-201. doi:10.1016/j.pepi.2012.04.002 Freund, R. 1971. The Hope fault: a strike-slip fault in New Zealand. New Zealand Geological Survey Bulletin, 86 : 1–49. Fu, B., dan Awata, Y. 2006. Displacement and timing of left-lateral faulting in the Kunlun Fault Zone, northern Tibet, inferred from geologic and geomorphic features, Journal of Asian Earth Sciences. 29 : 253–265 Gafoer, S., Amin, T. C. dan Pardede, R. 1994. Geologi Lembar Baturaja, Sumatera (The Geology of The Baturaja Qudrangle, Sumatera), Lembar (Quadrangle) 1011, Sekala (Scale) 1: 250.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi. Gaol, K. L., Indarto, S., Praptisih, Sudrajat, dan A., Sanyoto., 1993. Data Gayaberat Segmen Utara Sesar Semangko. Laporan Penelitian Puslitbang Geoteknologi LIPI. Tidak dipublikasikan Gasparon, M. 2005. Chapter 9 : Quartenary volcanicity. Dalam Barber, A.J., Crow, M. J. and Milsom, J.S. (penyunting) "Sumatra : Geology, Resources and Tectonic Evolution". 31 : 120-130. Geological Society, London, Memoirs, Gibbs, A. D. 1989. Structural styles in basin formation.Dalam Tankard, A. J. dan Balkwill, H. R. (penyunting) "Extensional Tectonics and Stratigraphy of the North Atlantic Margins". AAPG Memoir, 46 : 81–93. Gudmundsson, A. 2011. Rock Fractures in Geological Processes. New York : Cambridge University Press. Harjono, H., Widiwijayanti, C., Handayani, L., Deverchere, J., Sebrier, M., Diament, M., Suwijanto, S., Surono, S., Pramumijoyo, S., Lumbanbatu, U. 1994. The 1994 Liwa Earthquake : A Preliminary Result of Aftershock Observation. Prosiding Tridasawarsa Geoteknologi LIPI. II-62 - III-64 Heimann, A., Eyal, M., dan Eyal, Y. 1990. The evolution of the Barahta rhombshaped graben, Mount Hermon, Dead Sea transform. Tectonophysics, 180 : 101–110. Hickman, R. G., Dobson, P. F., van Gerven, M., Sagala, B. D., dan Gunderson, R. P. 2004. Tectonic and stratigraphic evolution of the Sarulla graben
76
geothermal area, North Sumatra, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, 23(3), 435–448. http://doi.org/10.1016/S1367-9120(03)00155-X Hoek, E. 1968. Chapter 4 : Brittle Fracture of Rock. Dalam Stagg, K. G., Zienkiewicz, O. C. (penyunting) "Rock Mechanics in Engineering Practice". 99-124. John Wiley, London Jachens, R.C., Langenheim, V.E., and Matti, J.C. 2002, Relationship of the 1999 Hector Mine and 1992 Landers fault ruptures to offsets on Neogene faults and distribution of late Cenozoic basins in the Eastern California Shear Zone, Bulletin Seismology Society of America. 92 :1592–1605. Katili, J.A. and Hehuwat, F. 1967. On the occurrence of large transcurrent fault in Sumatra, Indonesia. Journal of Geoscience, Osaka City Univ., 10: 5-17. Keller, E.A. dan Pinter, N. 1996, Active Tectonic Earthquake, Uplift and Landscape. New Jersey : Prentice hall, Upper Saddle River. King, G., dan Nabelek, J. 1985. Role of fault bends in the initiation and termination of earthquake rupture. Science (New York, N.Y.), 228(4702) : 984–987. doi:10.1126/science.228.4702.984 Klinger, Y., Xu, X., Tapponnier, P., Van der Woerd, J., Lasserre, C., dan King, G. 2005. High-resolution satellite imagery mapping for the surface rupture and slip distribution of the Mw ∼7.8, 14 November 2001 Kokoxili earthquake, Kunlun fault, northern Tibet, China. Bulletin of the Seismological Society of America, 95(5) : 1970–1987. doi:10.1785/0120040233 Klinger, Y. 2010. Relation between continental strike-slip earthquake segmentation and thickness of the crust. Journal of Geophysical Research, 115, B07306. doi : 10.1029/2009JB006550 Koswara, A., dan Santoso. 1995. Geologi rinci daerah Liwa, Lampung Barat, Sumatera Selatan skala 1:50.000. Jurnal Geologi Dan Sumberdaya Mineral, VI : 23–32. Langenheim, V.E., Grow, J.A., Jachens, R.C., Dixon, G.L., and Miller, J.J., 2001, Geophysical constraints on the location and geometry of the Las Vegas Valley Shear Zone, Nevada. Tectonics, 20 : 189–209. Lawrence, R.D., Hasan Khan, S., dan Nakata, T. 1992. Chaman Fault, PakistanAfghanistan, Annales Tectonicae, 6 : 196–223. Le Pichon, X., Sengor, A.M.C., Demirbag, E., Rangin, C., Imren, C., Armijo, R., Gorur, N., Cagatay, N., Mercier de Lepinay, B., Meyer, B., Saatcilar, R., dan
77
Tok, B. 2001. The active Main Marmara Fault. Earth and Planetary Science Letter, 192 : 595–616. Mann, P., Hempton, M. R., Bradley, D.C., dan Burke, K. 1983. Development of pull-apart basins. Journal of Geology, 91 : 529–554. Mann, P. 2007. Global catalogue, classification and tectonic origins of restrainingand releasing bends on active and ancient strike-slip fault systems. Geological Society, London, Special Publications, 290(1) : 13–142. doi:10.1144/SP290.2 Marks, 1956. Stratigraphic lexicon of Indonesia, Publikasi Keilmuan, No. 87 Seri Geologi. Direktorat Geologi, Bandung. Maruyama, T. dan Lin, A. 2002. Active strike-slip faulting history inferred from offsets of topographic features and basement rocks: A case study of the Arima-Takatsuki Tectonic line, southwest Japan, Tectonophysics. 344 : 81– 101. McCaffrey, R. 2009. The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction Zone. Annual Review of Earth and Planetary Sciences. 37 : 345-366. doi : 10.1146/annurev.earth.031208.100212 McCarthy, A. J. dan Elders, C.F. 1997. Cenozoic deformation in Sumatra: oblique subduction and the development of the Sumatran Fault System. Dalam Fraser, A. J. dan Matthews, S. J. (penyunting) Petroleum Geology of Southeast Asia. Geological Society, London, Special Publications, 126 : 355-363. McClay, K., dan Bonora, M. 2001. Analog models of restraining stepovers in strike-slip fault systems. AAPG Bulletin, 85(2) : 233–260. http://doi.org/10.1306/8626C7AD-173B-11D7-8645000102C1865D Mogi, T., Tanaka, Y., Widarto, D. S., Arsadi, E. M., Puspito, N. T., Nagao, T., Kanda, W., Uyeda, S. 2000. Geoelectric potential difference monitoring in southern Sumatra, Indonesia - Co-seismic change. Earth, Planets and Space, 52(4) : 245–252. Moody, J. D., Hill, J., 1956. Wrench-Fault Tectonics. Bulletin of The Geological Society of America. 67 : 1207-1246 Muksin, U., Haberland, C., Nukman, M., Bauer, K., dan Weber, M. 2014. Detailed fault structure of the Tarutung Pull-Apart Basin in Sumatra, Indonesia, derived from local earthquake data. Journal of Asian Earth Sciences, 96 : 123–131. doi:10.1016/j.jseaes.2014.09.009
78
Natawidjaja, D. H., dan Kesumadharma, S. 1993. Karakterisasi Gerakan Tanah dan Sesar Aktif untuk Pengembangan Daerah Liwa, Kab. Lampung Barat. Proceedings Indonesian Association of Geologist. 519 – 535. Natawidjaja, D. H., Bradley. K., Daryono, M. R., Aribowo, S., dan Herrin, J., 2016. Late Quaternary eruption of the Ranau Caldera and new geological slip rates of the Sumatran Fault Zone in Southern Sumatra, Indonesia. (Dalam persiapan manuskrip untuk Geoscience Letter). Nemer, T. dan Meghraoui, M. .2006. Evidence of coseismic ruptures along the Roum fault (Lebanon): A possible source for the AD 1837 earthquake, Journal of Structural Geology. 28 : 1483–1495. Oglesby, D. 2005. The dynamics of strike-slip stepovers with linking dip-slip faults. Bulletin of the Seismological Society of America, 95 : 1604–1622. Ohnaka, M. 2013. The Physics of Rock Failure and Earthquakes. New York : Cambridge University Press. Pachell, M.A., dan Evans, J.P. 2002. Growth, linkage, and termination processes of a 10-km-long strike-slip fault in jointed granite: The Gemini fault zone, Sierra Nevada, California. Journal of Structural Geology. 24 : 1903–1924. Petrunin, A. G., dan Sobolev, S. V. 2008. Three-dimensional numerical models of the evolution of pull-apart basins. Physics of the Earth and Planetary Interiors, 171(1-4) : 387–399. http://doi.org/10.1016/j.pepi.2008.08.017 Pramumijoyo, S., Natawidjaja, D. H., Kumoro, Y., dan Sudaryanto. 1994. Geologi parameter gempa Liwa. Proceedings Indonesian Association of Geologist. 784–788. Prawirodirdjo, L., Bock, Y., McCaffrey,R., Genrich,J., Calais, E., Stevens, C., Puntodewo, S. S. O. , Subarya, C., Rais, J., Zwick, P., dan Fauzi. 1997. Geodetic observations of interseismic strain segmentation at the Sumatra subduction zone. Geophysical Research Letters, 24.21 : 2601-2604 Primastuti, M., Handayani, L., Harjono, H., Ibrahim, G., 1994. Pola Regangan Daerah Pull-Apart Danau Ranau. Prosiding Tridasawarsa Puslitbang Geoteknologi LIPI. III-37 – III-44. Putranto, E.T dan Kertapati, E., 1995. Peta Seismotektonik Daerah Liwa dan Sekitarnya, Sumatera Selatan (Seismotectonic Map of Liwa and It’s Surrounding, South Sumatera), Sekala (Scale) 1: 250.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi.
79
Quenell, A. M. 1958. The structural and geomorphic evolution of the Dead Sea Rift. Quarterly Journal of the Geological Society, London, 114 : 1–24. Rahe, B., Ferrill, D. A., dan Morris, A. P. 1998. Physical analog modeling of pullapart basin evolution. Tectonophysics, 285(1-2), 21–40. http://doi.org/10.1016/S0040-1951(97)00193-5 Rhodes, B.P., Perez, R., Lamjuan, A., dan Kosuwan, S. 2004. Kinematics and tectonic implications of the MaeKuang Fault, northern Thailand. Journal of Asian Earth Sciences. 24 : 79–89. Riedel, W. 1929. Zur mechanik geologischer brucherscheinungen. Zentralblatt fur Mineralogie, Geologie und paleontologie, B : 354 -368. Rovida, A., dan Tibaldi, A. 2005. Propagation of strike-slip faults across Holocene volcano-sedimentary deposits, Pasto, Colombia. Journal of Structural Geology. 27 : 1838–1855. Sapiie, B. 2016. Kinematic Analysis of Fault-Slip Data in the Central Range of Papua, Indonesia. Indonesian Journal on Geoscience, 3 (1) : 1-16. Shaw, B. E. 2006. Initiation propagation and termination of elastodynamic ruptures associated with segmentation of faults and shaking hazard. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 111(8) : 1–14. doi:10.1029/2005JB004093 Shaw, B. E., dan Dieterich, J. H. 2007. Probabilities for jumping fault segment stepovers, Geophysicsal Research Letters, 34, L01307 :1–5. http://doi.org/10.1029/2006GL027980 Sibson, R. H. 1985. Stopping of earthquake ruptures at dilational fault jogs. Nature, 316 : 248–251. Sieh, K., Bock, Y., Edwards, L., Taylor, F., and Gans, P., 1994, Active tectonics of Sumatra: Geological Society of American Bullettin., v. 26, p. A-382 Sieh, K., dan Natawidjaja, D. 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. Journal of Geophysical Research, 105(B12) : 28295. doi:10.1029/2000JB900120 Soehaimi, A., Widarto, D. S., Masturyono, M., dan Effendi, I. 2002. The Seismotectonic Database as Main Parameters for Prediction of The Tectonic Earthquake Hazard Level at Liwa, West Lampung District. Proceedings Indonesian Association of Geologist. vol 1 : 265–276.
80
Soehaimi, A., Marjiyono, K., dan Muslim, D. 2013. The Sumatran Active Fault and Its Paleoseismicity. 4th International INQUA Meeting on Paleoseismology, Active Tectonics and Archeoseimology (PATA). Aachen. Soehaimi, A., Muslim, D., Kamawan., I., dan Negara. R. S. 2014. Microzonation of The Liwa City on the Great Sumatera Active Fault and Giant Ranau Volcanic Complex in South Sumatera, Indonesia. Dalam Lollino, G., Manconi A., Guzetti, F., Culshaw, M., Bobrowsky, P., Luino, F. (penyunting) "Engineering Geology for Society and Territory_Vol. 5". doi: 10.1007/978-3-319-09048-1_194. Stirling, M.W., Wesnousky, S.G., dan Shimazaki, K. 1996. Fault trace complexity, cumulative slip, and the shape of the magnitude-frequency distribution for strike-slip faults: A global survey. Geophysical Journal International, 124 : 833–868. Supartoyo dan Surono. 2008. Katalog Gempabumi Merusak Indonesia Tahun 1629 - 2006. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi. Suwijanto, Burhan, G., dan Bahar, I., 1996. Remote sensing application for the Liwa earthquake evaluation and preparation of hazard mitigation. Report on Remote Sensing Application for Natural Resources Management, Project TA. No. 1910-INO (ADB-BPPT), Swanson, M. T. 1989. Sidewall ripouts in strike-slip faults. Journal of Structural Geology, 11: 933–948. Sylvester, A. G. 1988. Strike-slip fault. Geological Society of America Bulletin. Vol 100 : 1666-1703 Tatar, O., Piper, J.D.A., Gu¨rsoy, H., Heimann, A., and Kocbulut, F., 2004, Neotectonic deformation in the transition zone between the Dead Sea Transform and the East Anatolian fault Zone, Southern Turkey: A palaeomagnetic study of the Karasu Rift Volcanism. Tectonophysics, 385: 17–43. Tjia, H. D. 1978. Active Faults in Indonesia. Bulletin Geological Society Malaysia. 73 - 92. Valdresbraten, M. L. R. 2011. Fault architecture in extensional faults affecting sandstone, Northumberland, Great Britain. Tesis. University of Oslo. 139 hal. Tidak dipublikasikan. van Bemmelen R. 1949. The Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago. The Hague : Government Printing Office.
81
Wakabayashi, J., Hengesh, J. V., dan Sawyer, T. L. 2004. Four-dimensional transform fault processes: Progressive evolution of step-overs and bends. Tectonophysics, 392(1-4) : 279–301. http://doi.org/10.1016 Wakabayashi, J. 2007. Stepovers that migrate with respect to affected deposits: field characteristics and speculation on some details of their evolution. Geological Society, London, Special Publications, 290(1) : 169–188. http://doi.org/10.1144/SP290.4 Walker, R., dan Jackson, J. 2002, Offset and evolution of the Gowk fault, S.E. Iran: a major intra-continental strike-slip system, Journal of Structural Geology. 24 : 1677–1698. Walker, R.T., Bayasgalan, A., Carson, R., Hazlett, R., McCarthy, L., Mischler, J., Molor, E., Sarantsetseg, P., Smith, L., Tsogtbadrakh, B., dan Thompson, G. 2006. Geomorphology and structure of the Jid right-lateral strike-slip fault in the Mongolian Altay mountains, Journal of Structural Geology. 28 : 1607– 1622. Weller, O., Lange, D., Tilmann, F., Natawidjaja, D., Rietbrock, A., Collings, R., dan Gregory, L. 2012. The structure of the Sumatran Fault revealed by local seismicity. Geophysical Research Letters, 39(1) : 1–7. doi:10.1029/2011GL050440 Wessel, P., Smith, W. H. F., Scharroo, R., dan Wobbe, F. 2013. Generic Mapping Tools : Improved Version Released. EOS American Geophysical Union, 94 (45) : 409-420. Wesnousky, S.G. 1988. Seismological and structural evolution of strike-slip faults. Nature. 335 : 340–342. Wesnousky, S. G. 2006. Predicting the endpoints of earthquake ruptures. Nature, 444 (7117), : 358–360. http://doi.org/10.1038/nature05275 Widarto, D. S., Mogi, T., Tanaka, Y., Nagao, T., Hattori, K., dan Uyeda, S. 2009. Co-seismic geoelectrical potential changes associated with the June 4, 2000’s earthquake (Mw7.9) in Bengkulu, Indonesia. Physics and Chemistry of the Earth, 34(6-7) : 373–379. doi:10.1016/j.pce.2008.09.009 Widiwijayanti, C., Deverchere, J., Louat, R., Sebrier, M., Harjono, H., Diament, M., dan Hidayat, D. 1996. Aftershock sequence of the 1994, Mw 6.8, Liwa earthquake (Indonesia): Seismic rupture process in a volcanic arc. Geophysical Research Letters, 23(21) : 3051–3054. Woodcock, N. H., dan Fischer, M. 1986. Strike-slip duplexes. Journal of Structural Geology, 8: 725–735.
82
Wu, J. E., McClay, K., Whitehouse, P., dan Dooley, T. 2009. 4D analogue modelling of transtensional pull-apart basins. Marine and Petroleum Geology, 26(8) : 1608–1623. http://doi.org/10.1016/j.marpetgeo.2008.06.007 Ye, J., Liu, M., dan Wang, H. 2015. A numerical study of strike-slip bend formation with application to the Salton Sea pull-apart basin. Geophysical Research Letter, 42. doi:10.1002/2015GL063180 Yudhicara,Y., Muslim, D., Sudradjat, A., Natawidjaja, D. H., dan Siahaan, R. 2014. Identifying an active Sumatra Fault Segment in Liwa Region using morphotectonic approach. 5th International INQUA Meeting on Paleoseismology, Active Tectonics and Archeoseimology (PATA), 21-27 September, Busan, Korea. 175-179. Zielke, O., Klinger, Y., dan Arrowsmith, J. R. 2015. Fault slip and earthquake recurrence along strike-slip faults - Contributions of high-resolution geomorphic data. Tectonophysics, 638 : 43–62. doi:10.1016/j.tecto.2014.11.004