PENGARUH KUALITAS AUDIT, UKURAN PERUSAHAAN DAN LEVEREGE TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN, MAKANAN DAN MINUMAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2011 – 2012)
Arry Eksandy Universitas Muhammadiyah Tangerang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas audit, ukuran perusahaan dan leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan pertambangan, makanan dan minuman yang terdaftar di bursa efek indonesia dari tahun 2011 – 2012. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu variabel dependen manajemen laba. Tiga variabel independen yaitu kualitas audit, ukuran perusahaan dan leverage. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 19 perusahaan manufaktur pertambangan serta makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode penelitian 2011 – 2012 yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda (Uji t dan Uji f) yang diolah dengan SPSS versi 20,0. hasil pengujian secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa hanya satu variabel yaitu leverage yang berpengaruh positif terhadap manajemen laba, sedangkan kualitas audit dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Sedangkan secara simultan (uji f) menunjukan bahwa kualitas audit, ukuran perusahaan dan leverage secara bersama – sama berpengaruh terhadap manajemen laba. Kata Kunci : Manajemen Laba, Kualitas Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tingkat perolehan laba (earnings) sekilas bisa dijadikan tolak ukur kinerja suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan baik buruknya kinerja perusahaan sering disangkutpautkan dengan tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sehingga dapat dikaitkan dengan prestasi manajemen, disamping adanya suatu kelaziman bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh. Maka, tidaklah mengherankan bila manajer sering berusaha menonjolkan prestasinya melalui tingkat keuntungan atau laba yang dicapai. Akibatnya, tidak jarang manajemen perusahaan melakukan manajemen laba untuk mencapai tingkat keuntungan atau laba yang ditargetkan perusahaan. Saat ini manajemen laba merupakan isu sentral dan telah menjadi fenomena umum yang terjadi disejumlah perusahaan. Tindakan manajemen laba telah memunculkan bebarapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif – bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes – Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya. Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan. Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan. Contoh kasus diatas melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Boediono, 2009). Kasus tersebut menjadi fenomena tersendiri bagi dunia bisnis di Indonesia karena menunjukan bagaimana manipulasi laporan keuangan dapat dijadikan cara untuk menipu investor, petugas pajak, pemilik perusahaan, kreditor dan lain – lain. Para akuntan publik, audior internal perusahaan dan aparat penegak hukum sering tidak mampu mendeteksi teknik – teknik manajemen laba ini. Pada kenyataanya praktik manajemen laba menjadi kontroversi dan hal ini menimbulkan dilema. Perbedaan pendapat antara praktisi dan akademisi menghasilkan presepsi yang sangat berbeda dalam hal memandang permasalahan manajemen laba. Para praktisi menilai manajemen laba sebagai kecurangan, sementara akademisi menilai manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan.
Secara teoritis, besar kecilnya manajemen laba yang dilakukan dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi tingkat kebenaran dari laporan keuangan yang digunakan sebagai salah satu indikator kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Gideon (2005) dan Widiatmaja (2010) mendukung teori tersebut. Penelitian Widiatmaja (2010) menunjukkan bahwa pemakai laporan keuangan beranggapan CFROA yang dilaporkan dapat menunjukkan kinerja manajemen. Dengan demikian, semakin tinggi manajemen laba yang dilakukan maka kinerja keuangan akan semakin terlihat baik, dalam kaitannya dengan tujuan melakukan manajemen laba adalah untuk memperbaiki laporan keuangan perusahaan yang berbeda dengan kondisi yang sebenarnya. Menurut Watts dan Zimmerman (dalam Indriani, 2010), pemeriksaan laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dapat digunakan sebagai monitoring terhadap tindakan manajemen yang oportunistik dalam melaporkan kinerja perusahaan. Jasa audit merupakan alat monitoring terhadap kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara kepentingan pemilik dengan manajer dan antara pemegang saham dengan jumlah kepemilikan yang berbeda serta dapat mengurangi asimetris informasi antara manajer dengan stakeholder perusahaan dengan memperbolehkan pihak luar untuk memeriksa validitas laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsaptiti (2010) dan Indriani (2010) menunjukkan bahwa adanya penggunaan jasa auditor dapat berpengaruh negatif terhadap pelaksanaan praktik manajemen laba pada perusahaan. Tetapi, hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Palestin (2006), Luhgiatno (2008), Muslim (2009), dan Praditia (2010), dimana kualitas auditor yang digunakan oleh perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Variabel lain yang berkorelasi dengan manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Veronica dan Utama(2006), Suryani (2010), dan Ningsaptiti (2010) menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hal itu dikarenakan perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Nasutiondan Setiawan, 2007). Namun, penelitian Widyastuti (2009) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Selain penerapan corporate governance dan besar kecilnya ukuran perusahaan, terdapat faktor lain yang dapat menimbulkan manajemen laba oleh manajer, yaitu leverage/hutang. Widyaningdyah dalam Indriani (2010) mengungkapkan bahwa jika hutang yang dipergunakan secara efektif dan efisien maka akan meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi apabila dilakukan dengan dalih untuk menarik perhatian para kreditur, maka justru akan memicu manajer untuk melakukan manajemen laba. Astuti (2004) dan Widyastuti (2009) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba. Dilain pihak, hasil penelitian yang berbeda didapatkan oleh Indrayani (2009) dan Indriani (2010), dimana penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bahwa besar kecilnya hutang suatu perusahaan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba perusahaan tersebut. 2. Kajian Literatur a. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di dalam perusahaan. Hubungan keagenan adalah suatu kontrak dimana satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agen (manajer) untuk menjalankan aktivitas perusahaan yang dimilikinya. Yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham/pemilik, sedangkan agen adalah manajer yang menjalankan atau mengelola harta pemilik (Haryono, 2005). Sedangkan menurut Hendriksen dan Van Breda (2002) dalam Setiawati (2010) hal yang mendasari konsep teori keagenan muncul dari sebuah perluasan dari satu individu pelaku ekonomi informasi menjadi dua individu. Teori agensi menyatakan bahwa konflik antara prinsipal dan agen dapat di kurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan. Menurut Midiastuty dan Machfoedz (2003), perlakuan manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring yang bertujuan menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut, yaitu: 1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. 2. Kepemilikan saham oleh investor institusi. Moh’d et al. (dalam Midiastuty dan Machfoedz, 2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar. Selain itu, investor institusional dianggap sophisticated investors yang tidak mudah “dibodohi” oleh tindakan manajer. 3. Melalui monitoring dewan direksi (board of directors). Beberapa penelitian empiris telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara peran dewan direksi dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan direksi mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitoring proses pelaporan keuangan. b. Manajemen Laba Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya atau perusahaannya sendiri (Saputrodan Setiawati, 2004). Schipper (dalam Widiatmaja, 2010) menyebutkan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan ekternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Scott (dalam Halim dkk., 2005) mendefinisikan manajemenl laba sebagai berikut: “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximizetheir own utility and/or the market value of the firm”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Dalam penelitian Halim dkk. (2005), tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar motivasi tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah : a. The Bonus Plan Hypothesis Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan. b. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis) Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang. c. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis) Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. c. Kualitas Audit Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidak selarasan informasi yang terdapat pada para manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan (Meutia dalam Praditia, 2010). Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih independen dari manajemen dibandingkan auditor internal sejauh ini diharapkan dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan keuangan. Laporan keuangan yang berkualitas, relevan dan dapat dipercaya dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada laporan keuangan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas dibandingkan dengan auditor yang kurang berkualitas,
karena mereka menganggap bahwa untuk mempertahankan kredibilitasnya auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan. Auditor yang berkualitas akan melakukan audit yang berkualitas pula. Kantor akuntan publik yang lebih besar diasumsikan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik pula. Perbedaan kualitas jasa yang ditawarkan kantor akuntan publik menunjukkan identitas kantor akuntan publik tersebut. Independensi dan kualitas auditor dapat berdampak pada pendeteksian manajemen laba. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini sehingga dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Penggunaan auditor yang berkualitas tinggi juga akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke masyarakat. Dengan demikian calon investor mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. d. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan akan mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan. Hal ini menyebabkan kecenderungan perusahaan memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan perusahaan memerlukan dana yang lebih kecil. Kebutuhan dana yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan menginginkan pertumbuhan laba dan juga pertumbuhan tingkat pengembalian saham (Fama dan French dalam Dewi, 2010). Hal tersebut menyebabkan faktor ukuran perusahaan yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan merupakan faktor penting dalam pembentukan manajemen laba. Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan semakin banyak dan memperkecil kemungkinan terjadinya asimetri informasi yang bisa menyebabkan terjadinya praktik manajemen laba pada perusahaan. Ukuran perusahaan pada penelitian ini diproksikan kepada Logaritma natural (Ln) total asset. Total aset dipilih sebagai proksi dari variabel ukuran perusahaan dikarenakan total aset lebih stabil dan representatif dalam menunjukkan ukuran perusahan dibanding kapitaliasi pasar dan penjualan yang sangat dipengaruhi oleh demand and supply (Sudarmadji dan Sularto, 2007). e. Leverage Leverage adalah hutang sumber dana yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai asetnya diluar sumber dana modal atau ekuitas. Leverage dibagi menjadi dua yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage) (Sam’ani, 2008). Leverage operasi adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan sedangkan leverage keuangan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan equity yang dimilikinya. Hutang merupakan perjanjian antara perusahaan sebagai debitur dengan kreditur. Dalam perjanjian hutang ini, ada kepentingan perusahaan untuk dinilai positif oleh kreditur dalam hal kemampuan membayar hutangnya. Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi Assetnya akan cenderung melakukan
manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Hal ini bertujuan untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang (Astuti, 2004). Selain itu, adanya perjanjian kontrak hutang memicu manajemen untuk meningkatkan discretionary accrual nya dengan tujuan memperlihatkan kinerja positif pada kreditur, sehingga memperoleh suntikan dana atau untuk memperoleh penjadwalan kembali pembayaran hutang. Agar lebih aman, debt untuk mendanai kegiatan perusahaan sebaiknya bersifat jangka panjang atau sesuai dengan jangka waktu aset yang diperoleh (Ulupui, 2005). B. METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan kelompok industri Pertambangan serta Makanan & Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2012 dengan jumlah sebanyak 58 perusahaan dengan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah puposive sampling dengan kriteria perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tahunannya dengan informasi laba positif. Diperoleh 19 perusahaan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 atau sebanyak 2 tahun sehingga jumlah observasi yang diperoleh adalah sebanyak 38 observasi yang selanjutnya digunakan sebagai sumber data untuk dianalisis. 2. Definisi dan Operasional Variabel a. Variabel Independen Variabel Independen bebas (independent variable) atau variabel X adalah mekanisme corporate governance (kualitas audit), ukuran perusahaan dan leverage. 1) Kualitas Audit Kualitas audit merupakan hal yang harus diperhatikan oleh para auditor dalam proses pengauditan. Kualitas auditor dapat diukur dengan mengklasifikasikan atas audit yang dilakukan oleh KAP Big Four dan audit yang dilakukan oleh KAP Non-Big Four. Dalam penelitian ini, kualitas audit merupakan variabel dummy (Andriani, 2010). Keterangan tentang siapa auditor yang mengaudit perusahaan sampel dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan sampel selama periode pengujian. Jika perusahaan diaudit oleh KAP Big Four maka mendapat nilai 1 dan 0 sebaliknya. Kategori KAP Big Four di Indonesia, yaitu: a) KAP Price Waterhouse Coopers, yang bekerja sama dengan KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan. b) KAP KPMG (Klynveld Peat Marwick Goerdeler), yang bekerja sama dengan KAP Sidharta-Sidharta dan Wijaya. c) KAP Ernest and Young, yang bekerja sama dengan KAP Purwanto, Suherman & Surja d) KAP Deloitte Touche Thomatsu, yang bekerja sama dengan KAP Osman Bing Satrio & Eny. 2) Ukuran Perusahaan Total aset dipilih sebagai proksi dari variabel ukuran perusahaan. Ini dikarenakan total aset lebih stabil dan representatif dalam menunjukkan ukuran perusahan dibanding kapitaliasi pasar dan penjualan yang sangat dipengaruhi oleh demand and supply (Sudarmadji dan Sularto, 2007).
Ukuran Perusahaan = Ln Total Asset 3) Leverage Rasio leverage menunjukkan besarnya modal yang berasal dari pinjaman (modal asing) yang dipergunakan untuk membiayai investasi dan operasional perusahaan. Sumber yang berasal dari modal asing akan meningkatkan resiko perusahaan. Oleh karena itu, makin banyak menggunakan modal asing maka besar pula rasio leverage-nya dan berarti semakin besar pula resiko yang dihadapi perusahaan (Dewi, 2010). Variabel ini diukur dengan menggunakan rasio total utang terhadap total Asset. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Leverage
Utang Asset
Keterangan: Leverage = Pengungkit / rasio utang terhadap Asset Utang = Total utang pada tahun t Asset = Total Asset pada tahun t b. Variabel Dependen Variabel terikat (dependent variable) atau variable Y adalah manajemen laba. Manajemen laba yang dilakukan manajer akan dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tersebut. Manajemen laba pada penelitian ini menggunakan discretionary accruals sebagai proksi, dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model karena model ini dianggap dapat menangkap diskreasi oportunistik manager dalam laporan keuangan (Jones 1991; Dechow et al. 1996; Bowen et al. 2008) dan mengindikasikan luasnya pelaporan laba secara akurat yang mencerminkan kinerja operasi perusahaan pada tahun berjalan. (Tong and Miao, 2011).
Keterangan: TACC ASSETi.t ΔSALE ΔAR PPE e
= Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t = Rata-rata total asset = Perubahan pada penjualan = Perubahan dalam piutang = Property, Mesin dan peralatan = error
3. Teknik Pengumpulan Data Didalam mencari data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian, penulis melakukan cara pengumpulan data melalui studi data yang diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) dan laporan keuangan yang didapat melalui website www.idx.co.id. 4. Teknis Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Secara teoritis model regresi tersebut akan menghasilkan nilai parameter model praduga yang sahih dan BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) bila dipenuhi uji asumsi klasik (Imam Ghozali, 2009: 25). a. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya data sampel. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2012). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan grafik normal probability plot. 2) Uji Autokorelasi Uji Autokolerasi atau asumsi indpendensi residual menggunakan metode Durbin – Watson. Uji Durbin – Watson hanya digunakan untuk autokolerasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan hanya mensyaratkan adanya intersept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independen. Dimana dalam metodenya dinyatakan jika nilai menunjukkan nilai sekitar angka 2 yang secara umum dijadikan patokan untuk menyimpulkan terjadinya independensi residual (Ghozali, 2012). Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antar residual pada periode t dengan residual periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2012). Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi menurut Ghozali (2012) yaitu: Hipotesis nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif
Keputusan Tolak No decision Tolak No decision Tidak ditolak
Jika 0 < nilai dw < dl dl ≤ nilai DW ≤ du 4 – dl < nilai DW < 4 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl du < nilai DW < 4 – du
3) Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadinya varian tidak sama untuk variabel bebas yang berbeda (Ghozali, 2012). Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Pengujian untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot antar nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2012). Apabila pada grafik scatterplot titik menyebar di atas maupun dibawah nilai nol pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya
heterokedastisitas atau dapat disebut terjadi homokedastisitas (Ghozali, 2012). Jika terdapat pola tertentu yang teratur, seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit maka menunjukkan telah terjadi heteroskedastisitas. 4) Uji Multikolinearitas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2012). Dalam suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel independennya. (Ghozali, 2012) menjelaskan bahwa pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model regresi adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut. Dan sebaliknya jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terjadi gangguan multikolinieritas pada penelitian tersebut. 5. Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2012). Lebih lanjut (Ghozali, 2012) menjelaskan bahwa nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan sampai dengan satu (1). Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. b. Uji Statistik F (f –test) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimaksud dalam penelitian mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (Ghozali 2012). Hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut : H1 : b1, b2, b3, b4, b5 ≥ 0 Artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama – sama dari variabel independen (X1 s/d X) terdapat variabel dependen (Y). Nilai F - hitung dapat dicari dengan rumus: Jika F - hitung > F – tabel (a, k-1, n -k), maka H0 ditolak, dan Jika F - hitung < F - tabel (a, k-1, n -k), maka H0 diterima c. Uji Statistik t (t-test) Menurut (Ghozali, 2012), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian koefisien regresi masing - masing variabel (Ghozali, 2012) : Ho : βi = 0 (tidak ada pengaruh antara variabel independen i dengan variabel dependen) H1 : βi ≠ 0 (ada pengaruh variabel independen i dengan variabel dependen).
Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut (Ghozali, 2012): a) Jika t hitung > t tabel maka variabel independen i secara parsial berpengruh terhadap variabel dependen. b) Jika t hitung < t tabel maka variabel independen i secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. c) Jika p-value < α (0,05) maka Ho ditolak, berarti variabel independen i berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. d) Jika p-value > α (0,05) maka Ho diterima, berarti variabel independen i tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung dapat dicari dengan rumus: Jika t-hitung > t-tabel (α, n-k-1), maka ditolak, dan Jika t-hitung < t-tabel (α, n-k-1) maka diterima C. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel Statistik Deskriptif N Minimum Maximum KAP 38 0 U_Pers 38 12 Lev 38 0 Man_Laba 38 -4.94 Valid N 38 (listwise) Sumber : Output SPSS versi 20,0
1 18 1 -1.86
Mean .53 14.35 .39 -2.8837
Std. Deviation .506 1.757 .166 .59197
Variabel Kualitas Audit (KAP) menunjukkan nilai Minimum sebesar 0 dan untuk nilai maksimum sebesar 1. Nilai mean Kualitas Audit selama periode pengamatan (2011 sampai dengan 2012) sebesar 0,53 dengan Std. Deviation (δ) sebesar 0,506; dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Std. Deviation (δ) (0,506) lebih kecil dari nilai mean Kualitas Audit (0,53), demikian juga dengan nilai minimum (0) yang lebih kecil dari nilai mean (0,53) dan nilai maksimum (1) yang lebih besar dari mean (0,53). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Kualitas Audit mengindikasikan hasil yang baik, karena nilai Std. Deviation (δ) (0,506) yang mencerminkan penyimpangan dari data variabel tersebut rendah karena nilainya lebih kecil dari mean (0,53). Variabel Ukuran Perusahaan (U_Pers) menunjukkan nilai Minimum sebesar 12 dan nilai Maksimum sebesar 18. Nilai mean Ukuran Perusahaan selama periode pengamatan (2011 sampai dengan 2012) sebesar 14,35 dengan Std. Deviation (δ) sebesar 1,757; dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Std. Deviation (δ) (1,757) lebih kecil dari nilai mean Ukuran Perusahaan (14,35), demikian juga dengan nilai Minimum (12) yang lebih kecil dari nilai Mean (14,35) dan nilai Maksimum (18) yang lebih besar dari mean (14,35). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Ukuran Perusahaan mengindikasikan hasil yang baik, karena Std. Deviation (δ) (1,757) yang mencerminkan penyimpangan dari data variabel tersebut rendah, karena nilainya lebih kecil dari mean (14,35). Variabel Leverage (Lev) menunjukkan nilai Minimum sebesar 0 dan nilai Maksimum sebesar 1. Nilai Mean Leverege selama periode pengamatan (2011 sampai dengan 2012) sebesar 0,39 dengan Std. Deviation (δ) sebesar 0,166; dimana
hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Std. Deviation (δ) (0,166) lebih kecil dari nilai mean (0,39) Leverage, demikian juga dengan nilai Minimum (0) yang lebih kecil dari nilai Mean (0,39) dan nilai Maksimum (1) yang lebih besar dari mean (0,39). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Leverage mengindikasikan hasil yang baik, karena nilai Std. Deviation (δ) (0,166) yang mencerminkan penyimpangan dari data variabel tersebut rendah karena lebih kecil dari nilai mean (0,39). 1. Uji Normalitas Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
38 0E-7 .49784047 .073 .071 -.073 .451 .987
Pengujian normalitas residual ini menunjukkan bahwa model regresi sudah memiliki nilai residual yang berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Asymp. Sig (2-tailed) uji Kolmogorov Smirnov 0,987 yang berada di atas 0,05. Jumlah data yang menghasilkan nilai residual yang berdisribusi normal adalah sebanyak 38 sampel. Penentuan suatu variabel terdistribusi normal atau tidak juga dapat dilihat melalui normal probability plot yang penyebaran titik-titik variabelnya seharusnya berada tidak jauh di sekitar garis Y = X dan histogram yang membentuk kurva normal (normal curve). Adapun grafik plot penelitian ini terlihat pada Gambar berikut ini:
Dari Gambar diatas, terlihat bahwa titik-titik variabel berada di sekitar garis Y = X atau menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. 2. Hasil Uji Autokorelasi Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 .541 .293 .230 .51934 a. Predictors: (Constant), Lev, U_Pers, KAP b. Dependent Variable: Man_Laba
DurbinWatson 1.690
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 20 pada Tabel diatas, nilai DW adalah 1,690, nilai ini dibandingkan dengan tabel signifikansi 0,05; jumlah sampel 38 dan jumlah variabel 4, maka diperoleh nilai dl = 1,261 dan nilai du = 1,722. Maka dengan demikian nilai DW adalah berada diantara dl ≤ nilai DW ≤ du = tidak ada autokorelasi positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada persamaan regresi penelitian ini. 3. Hasil Uji Heterokedasitas
Dengan melihat grafik scatterplot diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan
4. Hasil Uji Multikolinearitas Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) KAP .622 1.607 1 U_Pers .852 1.173 Lev .640 1.563 Berdasarkan Tabel diatas, tolerance value > 0,1 dan VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel independen; Kualitas Audit (KAP), Ukuran Perusahaan (U_Pers) dan Leverage (Lev), dimana nilai tolerance untuk Kualitas Audit (KAP) 0,622 > 0,1; VIF 1,607 < 10, Ukuran Perusahaan (U_Pers) 0,852 > 0,1; VIF 1,173 < 10 dan Leverage (Lev) 0,640 > 0,1; VIF 1,563 < 10, maka dapat disimpulkan ketiga variabel tersebut tidak terdapat hubungan multikolinearitas dan dapat digunakan untuk memprediksi manajemen laba selama periode pengamatan. 5. Uji Hipotesis a. Uji Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1
.541a
.293
.230
.51934
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang dapat diterangkan oleh model persamaan ini adalah sebesar 23% dan sisanya sebesar 77% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi, maka dapat disimpulkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen terbatas b. Hasil Uji Signifikansi Parsial (t-test) – Regresi Linear Berganda Model Unstandardized Standardized t Sig. Coefficients Coefficients B Std. Error Beta (Constant) -2.889 .709 -4.074 .000 KAP .008 .214 .007 .037 .971 1 U_Pers -.053 .053 -.157 -1.004 .322 Lev 1.948 .644 .546 3.027 .005 Dari Tabel diatas dapat ditulis persamaan regresi linier sebagai berikut : Manajemen Laba = -2,889 + 0,08 KAP + - 0,53 U_Pers + 1,948 Lev + e Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 20 dapat dilihat bahwa dari ketiga variabel pada tabel diatas yakni Kualitas Audit (KAP), Ukuran Perusahaan (U_Pers) dan Leverage (Lev), hanya variabel Leverage
(Lev) saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Manajemen Laba, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,005. c. Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test) Model Sum of df Mean Squares Square Regression 3.796 3 1.265 1 Residual 9.170 34 .270 Total 12.966 37
F 4.691
Sig. .008b
Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa ke-tiga variabel independen yakni Kualitas Audit (KAP), Ukuran Perusahaan (U_Pers) dan Leverage (Lev) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai Sig. sebesar 0,008 yang lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,008 < 0,05. D. PEMBAHASAN 1. Pengujian Hipotesis Pertama (H1) Hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel kualitas audit sebesar 0.008 dengan nilai signifikansi sebesar 0.971, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kualitas audit mempunyai pengaruh negatif terhadap manajemen laba tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2010) dan Ningsaptiti (2010) yang menemukan bahwa semakin tinggi kualitas auditor, maka semakin rendah manajemen laba yang terjadi di perusahaan tersebut. 2. Pengujian Hipotesis Kedua (H2) Hipotesis kedua yang diajukan pada penelitian ini adalah Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 0.053 dengan nilai signifikansi sebesar 0.322, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif terhadap manajemen laba tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Utama (2006) dan Ningsaptiti (2010) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahan yang lebih kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar. Sehingga, diduga bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi besaran pengelolaan laba perusahaan, dimana semakin besar perusahaan, maka semakin kecil pengelolaan labanya.
3.
Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) Hipotesis ketiga yang diajukan pada penelitian ini adalah Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel leverage sebesar 1,948 dengan nilai signifikansi sebesar 0.005, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa leverage mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen laba dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004) dan Widyastuti (2009) menemukan bahwa leverage yang tinggi mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan pengelolaan laba. Dengan demikian, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung mengatur labanya dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat leverage yang rendah.
4.
Pengujian Hipotesis Keempat (H4) Berdasarkan Uji ANOVA atau uji F yaitu uji signifikansi model secara keseluruhan. Hipotesis ke-empat akan diterima jika nilai probabilitas (Fstatistic) > α 0,05. Pada tabel 17 diatas menunjukan nilai probabilitas (Fstatistic) = 0,008 < 0,05 dan nilai F hitung pada tabel 17 adalah 2,27 maka terima H4, artinya dengan tingkat keyakinan 95% variabel kualitas audit, ukuran perusahaan, leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba.
E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a) Dari semua variabel independen (yaitu kualitas audit, ukuran perusahaan, dan leverage) yang diduga berpengaruh terhadap manajemen laba, hanya variabel leverage yang berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. b) Dari hasil uji t dengan melihat nilai signifikansi, variabel kualitas audit dan ukuran perusahaan memiliki nilai yang tidak signifikan dan berpengaruh terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi t masing-masing sebesar 0,971 dan 0,322. Sedangkan variabel leverage signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi t sebesar 0,005. Dari hasil uji F, terbukti bahwa nilai signifikansi F lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu 0,05. Artinya seluruh variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap manajemen laba sebagai variabel dependen. c) Hasil uji koefisien determinasi, besarnya nilai adjusted R2 diperoleh sebesar 0,23. Hal ini berarti bahwa hanya 23% dan sisanya sebesar 77% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
2. Saran Berikut ini beberapa saran berdasarkan dari haril penelitian yang telah didapatkan : a) Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam melakukan analisis terhadap manajemen laba. b) Bagi Penelitian Selanjutnya Bagi penelitian yang akan datang diharapkan dapat menambah variabelvariabel, seperti : tingkat rentabilitas dan beberapa variabel pengukur yang lain dan menguji kembali variabel dalam penelitian ini dengan menggunakan jumlah sample perusahaan yang diperbanyak. F. DAFTAR PUSTAKA Astuti, Dewi. S. Puji. 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba Diseputar Right Issue. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dewi%20saptantinah%20puji%20astuti.pdf Dewi Utami, Indah dan Rahmawati, 2010. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, dan Umur Perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Riset Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Gideon SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, Solo Ghozali, Imam, 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Enam, Badan Penerbit Universitas Diponogoro: Semarang. Haryono, Slamet. 2005. Struktur Kepemilikan Dalam Bingkai Teori Keagenan. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol 5, No. 1, p : 63-71. Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo. Ikatan Akuntan Indonesia, 2010. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta. Kusuma, Hadri dan Wigna Ayu Udiana Sari. 2003. Manajemen Laba oleh Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 7 No. 1 Luhgiatno. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba Studi pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Indonesia. Tesis S2. Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro Midiastuty, Pratana P. dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi 6. Surabaya. Nasution, M., dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Pae, J. 1999. Earnings Management and Its Impact on the Information Content of Earnings and the Properties of Analysts Forecasts. Thesis, Published. UMI.
Palestin, Shatila Halima. 2006. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris di PT. Bursa Efek Indonesia). Pradita, Rima Dewi dan Adi, Agustinus Santoso 2010. Hubungan Antara Kualitas Auditor Dan Human Capital di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) (Studi Kasus Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Undergraduate Thesis, Universitas Diponegoro Primanita & Setiono. 2006. Manajemen Laba: Konsep, Bukti Empiris dan Implikasinya. Sinergi, Vol. 1 No. 8 Hal : 43-51. Ruru, Bacelius. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Di Lingkungan BUMN. Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi BUMN 17 -18 April 2002 Sam’ani. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 20042007. Tesis. Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang Sudarmadji, Ardi Murdoko dan Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT. Jakarta : Universitas Gunadarma Sanjaya, I Putu Sugiartha dan Raharjo, D. Agus Budi. 2006. Uji Beda Manajemen Laba Sebelum Dan Selama Krisis di Indonesia. Kinerja, Volume 10, No.2, Hal. 172-182 Sri Sulistyanto, 2008. Manajemen Laba teori dan model empiris. Grasindo Jakarta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuh. CV. Alfabeta, Bandung Setiawati, Koosrini. 2010. Pengaruh Rasio Camel Terhadap Praktik Manajemen Laba di Bank Umum Syariah. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Suryani, indra Dewi. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Universitas Diponegoro, Semarang Ulupui. 2005. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Dan Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Dengan Kategori Industri Barang Konsumsi Di BEJ). Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Ujiyantho, Arief Muh dan Bambang Agus Pramuka. 2007. “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi X. Veronica, S., dan Utama, S., 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Watts, RL., and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc. Widiastuti, Tri 2009. Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manejemen Laba: Studi pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Maksi, vol. 9, no.1, p 30-41