ANALISIS KOMPONEN PEMBENTUK INDEKS KOMPOSIT KEMISKINAN ANAK DAN PERLINDUNGAN KHUSUS ANAK SERTA PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN ANAK DI PROPINSI JAWA TENGAH Arfita Ines Mahadewi Johanna Maria Kodoatie, SE, M.Ec, Ph.D
ABSTRACT The problem of poverty is one of the fundamental problems that become the focus of the government in any country. Victims of poverty itself is the percentage of poor children in Central Java Province, is the highest than other provinces in Java Island. The purpose of this research is to analyze the influence of parents' education level and the number of poor people to analyze the level of child poverty and poverty indicators forming the composite index of children and special protection of children. Diproksi child poverty rate of child poverty a composite index that reflects the children living in conditions of deprivation in different dimensions / areas. Development intended to meet the child protection children's rights, in order to be able to assume responsibility for the future as a leader of the nation, but many laws only regulate certain matters concerning the child has not specifically regulate all aspects relating to child protection. Preparation of composite indicators of poverty and child protection aims to describe the child's specific fulfillment of child rights aspect of the right to live, grow, and develop and the right to protection from violence and discrimination, can be used to measure the success of development-related field in the child welfare and protection the child. Model analysis used in this study is panel data (secondary data) using time series data for three years (2007-2009) and cross section data for 35 districts / cities in Central Java Province. By using Excel 2007 for calculating a single index and the composite index and eviews 6.0 to test the level of parental education and number of poor or no effect on the level of child poverty. The results of the study showed that variable levels of parental education and number of poor people have a significant effect on levels of child poverty and child poverty composite index value and the special protection of children are in a lower class, it means a whole region (35 districts / cities: 29 districts and 6 cities ) in the Province of Central Java has good quality in the fulfillment of child rights and special protection of children Keywords: parental education level, number of poor, child poverty, special protection of children, the composite index,
1. Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang
menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Kemiskinan itu sendiri merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Korban dari kemiskinan itu sendiri adalah anak. Anak yang merupakan pemimpin bangsa selanjutnya yang menentukan masa depan bangsa dan jalan menuju kemakmuran, sehingga jika anak yang dihasilkan berkualitas maka kemakmuran negara akan terjamin. Menurut UNICEF, hidup dan tumbuh dalam kemiskinan dapat merusak perkembangan fisik, emosional dan spiritual anak-anak. Dampak kemiskinan itu sendiri lebih parah terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak yang masih rentan dapat dilihat dari faktor usia maupun masih adanya ketergantungan pada keluarga (orang tua). Oleh karena itu, investasi pada anakanak merupakan kunci utama untuk mencapai pembangunan manusia yang adil dan berkelanjutan. Dalam dimensi pendidikan terdapat 3 komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang tidak sekolah lagi, anak yang tidak / belum pernah sekolah dan anak yang tidak bisa baca dan tulis. Menurut Budi Utomo (2010), upaya pemerintah untuk menangani permasalahan pendidikan di Indonesia pun hingga saat ini masih belum tuntas. Rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari presentase partisipasi anak bersekolah usia 5-18 tahun yang tidak sekolah lagi di Propinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan dari 65,44% (2007) menjadi 67,32% (2009). Menurut UNICEF (Filifina, 2010), tingginya presentase anak tidak sekolah lagi disebabkan antara lain: karena biaya sekolah mahal, jarak ke sekolah jauh, tidak memiliki harapan di masa depan, telah bekerja. Kualitas pendidikan bisa juga diukur dari kemampuan baca dan tulis. Dalam dimensi kesehatan terdapat 10 komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang mengeluh kesehatan, balita yang tidak mendapatkan imunisasi (bcg, dpt+hbt, polio, campak / morbili, hepatitis b), bayi yang diberi ASI kurang dari 6 bulan, balita yang mengalami gizi buruk, dan
angka kematian anak (bayi dan balita). Anak yang menempati posisi strategis dalam pengembangan sumber daya manusia di masa depan, dan merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Di Propinsi Jawa Tengah tahun 2007-2009, jumlah dan presentase kematian anak (bayi dan balita) terus mengalami kenaikan menjadi 12.660 jiwa (2009) dari 7.136 jiwa (2007) dengan presentase sebesar 0,49% (2009) dari keseluruhan anak usia 0-4 tahun. Menurut statistik hasil Susenas tahun 2009, sebesar 5 ribu anak mengalami gizi buruk. Kenaikan angka kematian anak (bayi dan balita) dan banyaknya balita yang mengalami gizi buruk mencerminkan status kesehatan di wilayah tersebut rendah. Status kesehatan anak juga dapat diukur dengan menggunakan angka ada atau tidaknya keluhan kesehatan. Menurut statistik hasil Susenas tahun 2007-2009, lebih dari sepertiga anak mengeluh tentang kesehatannya, yaitu sebanyak 3,18 juta jiwa (2009). Untuk itu diperlukan pemberian air susu ibu (ASI) dan imunisasi mengingat usia anak-anak sangat rawan terhadap penyakit. Pentingnya pemberian ASI dan imunisasi dapat memberikan kekebalan kepada anak sejak dini yang dapat memberikan perlindungan atau antibodi kepada tubuh si anak agar kebal terhadap beberapa penyakit yang membahayakan bagi pertumbuhan dan perkembangnnya. Dalam dimensi tempat tinggal, terdapat 4 komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak, meliputi anak yang tinggal dalam rumah bukan milik sendiri, berlantai tanah, dinding bukan tembok maupun atap terbuat dari ijuk / rumbia dan bahan lainnya, dan dalam dimensi lingkungan dan sanitasi, terdapat 3 komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak meliputi anak yang tinggal dalam rumah dengan sumber penerangan bukan listrik, tidak memiliki fasilitas BAB, sumber air tidak bersih. Kebutuhan pokok manusia lainnya terutama anak adalah memiliki rumah dan tempat tinggal yang nyaman. Secara umum,
indikator
yang
dapat
dipergunakan
untuk
menentukan
tingkat
kesejahteraan rumah tangga adalah kualitas bangunan tempat tinggal maupun fasilitas yang ada di dalamnya. Kualitas bangunan tempat tinggal bisa dilihat dari, status kepemilikan tempat tinggal, jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, sedangkan
kelengkapan fasilitas terdiri dari; sumber air minum, fasilitas tempat buang air besar, maupun sumber penerangan. Dalam dimensi ekonomi, terdapat 1 komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak yakin pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga juga dapat menjadi tolak ukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Jika seseorang (kepala rumah tangga) berpendapatan tinggi maka daya beli juga tinggi, yang tidak menutup kemungkinan kebutuhan yang lain juga akan terpenuhi sehingga kesejahteraannya juga meningkat. Meningkatnya kesejahteraan kepala rumah tangga diasumsikan akan diikuti kesejahteraan anggota keluarga termasuk anak. Dalam penelitian ini pendapatan rumah tangga diproksi dari pengeluaran konsumsi rata-rata rumah tangga. Menurut statistik hasil Susenas tahun 20072009, anak yang tinggal dalam rumah tangga yang rata-rata pengeluaran konsumsi kurang dari 300.000 perbulan mengalami penurunan dari 78,62% (2007) menjadi 49,24% (2009). Pembangunan perlindungan anak ditujukan memenuhi hak-hak anak. sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak meliputi bidang agama, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus. Dalam penelitian ini anak yang membutuhkan perlindungan khusus meliputi anak yang menikah kurang dari 19 tahun, anak korban kekerasan, anak yang mengalami masalah hukum, anak penyandang cacat (cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu wicara, cacat mental ekspsikotik, cacat mental reterdasi, cacat ganda), balita terlantar, anak terlantar, dan anak jalanan. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Menurut Todaro (2000, dalam Widiatma Nugroho 2012) pendekatan modal manusia (human capital) berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Dengan melakukan investasi pendidikan maka akan meningkatkan produktivitas, peningkatan produktivitas akan meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga, pendapatan yang cukup akan mampu mengangkat kehidupan seseorang dari kemiskinan sehingga mampu menghidupi suatu rumah tangga yang berdampak pada kesejahteraan rumah tangga itu sendiri. Meningkatnya kesejahteraan rumah
tangga juga akan diikuti meningkatnya kesejahteraan anak dalam rumah tangga itu sendiri. 1.2
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang ditemukan bahwa suatu kondisi dimana Propinsi
Jawa Tengah telah mencapai beberapa akumulasi keberhasilan pembangunan selama periode 2007-2009, yakni dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tua meningkat di setiap tahunnya dan jumlah penduduk miskin menurun di setiap tahunnya. Di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2007-2009, tingkat pendidikan orang tua yang diproksi dari presentase pendidikan penduduk laki-laki yang telah menamatkan pendidikan D3 keatas terus mengalami peningkatan sebesar 0,59% dari 506.999 jiwa (2007) menjadi 555.095 (2009), yang rata-rata masih di bawah 5% dari jumlah penduduk laki-laki secara keseluruhan. Jumlah penduduk miskin juga dari tahun 2007-2009 terus mengalami penurunan sebesar 0,82% dari 6,56 juta jiwa (2007) menjadi 5,73 juta jiwa (2009). Di sisi lain ditemukan juga kondisi bahwa selama periode 2007-2009, tingkat kemiskinan anak menunjukan trend menurun yakni sebesar 39,9% (2007) menjadi 37,0% (2009) tetapi presentase penduduk miskin di Propinsi Jawa Tengah masih tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak, dimana indeks komposit kemiskinan anak mencerminkan anak yang hidup dalam kondisi serba kekurangan dalam berbagai dimensi / bidang. Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak anak, agar kelak mampu memikul tanggung jawab sebagi pemimpin bangsa, maka ia perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Juga berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak. Penelitian tentang indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak di Propinsi Jawa Tengah dalam tingkat kab/kota (29 kabupaten dan 6 kota), diadopsi dari penelitian Bappenas (2009) yaitu menghitung indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan anak di tingkat propinsi (33 Propinsi) dan nasional (Indonesia). Indikator komposit merupakan cerminan dari pemenuhan hak anak dari aspek hak
untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan lintas bidang yang terkait dengan kesejahteraan anak dan perlindungan anak. Penelitian ini juga mengadopsi beberapa penelitian UNICEF tentang kemiskinan anak dengan menggunakan indikator yang terkait dengan kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak. Kemiskinan anak dalam penelitian ini hanya dilihat dari dimensi meliputi: kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, lingkungan dan sanitasi, maupun ekonomi. Atas dasar latar belakang diatas maka persoalan penelitian yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua dan jumlah penduduk miskin terhadap tingkat kemiskinan anak di Propinsi Jawa Tengah menurut kab/kota tahun 2007-2009?
2.
Indikator apa sajakah pembentuk indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak di Propinsi Jawa Tengah menurut kab/kota tahun 2007-2009 serta perhitungannya?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua dan jumlah penduduk miskin terhadap tingkat kemiskinan anak di Propinsi Jawa Tengah tahun 2007-2009.
2.
Untuk menganalisis indikaor pembentuk indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak tahun 2007-2009 serta penyajian hasilnya.
2. Tinjauan Pustaka 2.1
Landasan Teori
2.1.1
Definisi Anak Dalam UU No 23 tahun 2002, yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2.1.2
Kemiskinan Anak
2.1.2.1 Definisi Kemiskinan Anak Menurut UNICEF (dalam National Report Philippines, 2010) kemiskinan anak dapat diukur dengan cara antara lain: 1.
Menggunakan Pendekatan Pendapatan / Konsumsi Mengukur kemiskinan anak dengan cara menghitung besarnya pendapatan
atau pengeluaran keluarga. Diasumsikan pendapatan keluarga akan dirasakan sama rata antara sesama anggota keluarga. Jadi dianggap ketika dikatakan sebuah keluarga miskin, maka semua anggota juga dianggap miskin. 2.
Menggunakan Pendekatan Kekurangan Mengukur kemiskinan anak dengan menggunakan pendekatan kekurangan
atau perampasan, meliputi: i.
Makanan (food) diukur dari anak-anak yang kekurangan gizi yang dilihat dari kehilangan berat badan (underweight), tinggi badan yang kurang (underheight), bentuk badan kurus (thinness) ataupun kelebihan berat badan (overweight).
ii.
Tempat Tinggal (shelter) diukur dari anak-anak yang tinggal di tempat hunian dimana atap atau dinding terbuat dari bahan darurat.
iii.
Sanitasi (sanitation facilities) diukur dari anak-anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang tidak memiliki akses toilet atau memiliki tetapi tidak layak digunakan (dari ember).
i v.
Air (water) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga yang kekurangan dalam mengakses air bersih seperti air hujan, air sungai dll.
v.
Listrik (electricity) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik.
vi .
Informasi (information) diukur dari anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga yang tidak memiliki radio, televisi, telepon, maupun komputer.
vi i .
Pendidikan (education) diukur dari anak-anak yang tidak lagi sekolah.
vi i i .
Kesehatan (health) diukur dari anak-anak yang tidak diimunisasi.
2.1.3
Pendidikan Lincolin, 2000 (dalam Aris 2011) menyebutkan, seseorang yang
berpendidikan tinggi dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian. Jika dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan
meningkatkan
produktivitas.
Peningkatan
produktifitas
ini
akan
meningkatkan pendapatan seseorang. Seseorang disini diasumsikan sebagai kepala rumah tangga atau orang tua. Peningkatan pendapatan kepala rumah tangga akan meningkatkan kesejahteraan, sehingga dapat mengangkat kehidupannya dari kemiskinan. Peningkatan kesejahteraan kepala rumah tangga / orang tua akan diikuti peningkatan kesejahteraan anggota keluarga termasuk anak. 2.1.4
Jumlah Penduduk Miskin Menurut
Sadono
Sukirno,
1997
(dalam
Ari
Widiastuti
2010),
perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih besar jika dibandingkan dengan negara dengan jumlah penduduk sedikit. Banyak teori dan pendapat para ahli yang meyakini adanya hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan. Salah satunya adalah Thomas Robert Malthus. Malthus (dalam Andhika 2012) meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Yang menyebabkan muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam penderitaan manusia. Semakin banyak jumlah penduduk miskin yang tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan penduduk terutama anak-anak, semakin menambah anak hidup dalam kondisi serba kekurangan. 2.1.5
Definisi Perlindungan Anak, Perlindungan Khusus Anak Menurut UU Nomor 23 tahun 2002, perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Menurut UNICEF (dalam National Report Republik Kyrgystan, 2009), anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus antara lain: 1.
Anak-anak yang tidak memiliki keluarga atau anak yatim-piatu.
2.
Anak-anak yang hidup di jalan atau anak jalanan.
3.
Anak-anak yang sudah bekerja atau pekerja anak.
4.
Anak-anak yang berkonflik atau berurusan dengan hukum.
5.
Anak-anak yang mengalami pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi.
6.
Anak-anak cacat.
2.1.6
Definisi, Kriteria Pemilihan, Tujuan Perhitungan dan Sifat Indikator Menurut Windhiarso Putranto (BPS, 2010), indikator merupakan variabel
penolong dalam mengukur perubahan atau alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk. Variabel-variabel ini digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung. Kriteria pemilihan indikator atau indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda; (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator; (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud. Tujuan dari perhitungan indikator, antara lain: (1) untuk merumuskan tujuan ingin yang dicapai, (2) menentukan arah pencapaian yang akan dituju, (3) mengevaluasi program-program tertentu, (4) menunjukan kemajuan yang telah dicapai, (5) mengukur perubahan dalam kondisi atau situasi tertentu dari waktu ke waktu, (6) menentukan dampak program dan menyampaikan pesan. Sifat indikator, meliputi: (1) indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator (2) bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator. 2.2
Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk
memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka pemikiran yang skematis:
Gambar 2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Tingkat Kemiskinan Anak (-) Tingkat Pendidikan Orang Tua
Tingkat Kemiskinan (+)
Anak
Jumlah Penduduk Miskin Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak. Indeks komposit kemiskinan anak terbentuk dari 21 komponen yang terdiri dari 5 dimensi meliputi: pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, lingkungan dan sanitasi serta ekonomi. Indeks komposit kemiskinan perlindungan khusus anak terbentuk dari 12 komponen yang terdiri dari 4 dimensi meliputi: usia kawin pertama, status kecacatan, korban kejahatan, serta korban perlakuan salah dan penelantaran. 2.3
Hipotesis
1. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan
anak. 2. Jumlah penduduk miskin berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan
anak.
3. Metode Penelitian
3.1
Definisi Operasional
1.
Indeks Tunggal (IT) Indeks yang dibentuk berdasarkan sebuah variabel sederhana dengan
ukuran proporsi / persentase pada tingkat wilayah (kab/kota). Variabel persentase tersebut ditranformasikan menjadi indeks tunggal dengan skala 0-100. IT Kab/Kota:
x 100 ………..………...……...……….....(3.1)
dimana: b = proporsi / presentase pada @ kab/kota di Propinsi Jawa Tengah 2.
Indeks Komposit (IK) Indeks yang dibentuk berdasarkan rata-rata gabungan dari seluruh variabel
indeks tunggal. Indeks komposit disajikan pada tingkat kab/kota dan propinsi.
…
IK Kab/Kota: x 100 ……….........(3.2) dimana: n = jumlah komponen pembentuk indeks komposit kemiskinan anak atau indeks komposit perlindungan khusus anak Terdapat 2 macam indeks komposit dalam penelitian ini, meliputi: a.
Indeks Komposit Kemiskinan Anak Indeks komposit kemiskinan anak adalah suatu indeks komposit mengenai
kemiskinan anak berdasarkan gabungan dari 21 indeks tunggal pembentuk indeks komposit kemiskinan anak. Terdapat 5 dimensi dalam indeks komposit kemiskinan anak meliputi kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, lingkungan dan sanitasi serta ekonomi. b.
Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak Indeks komposit perlindungan khusus anak adalah suatu indeks komposit
mengenai perlindungan khusus anak berdasarkan gabungan dari 12 indeks tunggal pembentuk perlindungan khusus anak. Terdapat 4 dimensi dalam indeks komposit perlindungan khusus anak meliputi usia kawin pertama, korban kejahatan, status kecacatan, serta korban perlakuan salah dan penelantaran. Menurut PBB, 2009 (dalam Jon Land, 2010) skala indeks dibagi ke dalam empat golongan, meliputi: a.
Tinggi : Indeks lebih dari 80,0
b.
Menengah Atas : antara 66,0 – 79,9
c.
Menengah Bawah : antara 50,0 – 65,9
d.
Rendah : kurang dari 50,0
3.
Tingkat Kemiskinan Anak (TKA) Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak.
4.
Tingkat Pendidikan Orang Tua (TPO) Tingkat pendidikan orang tua diproksi dari presentase penduduk laki-laki
yang telah menamatkan pendidikan D3 keatas. TPO : 5.
x 100 ….....(3.3)
Jumlah Penduduk Miskin (JPM) Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan (GK).
GK : GKM + GKNM …………………………………………………………(3.4) dimana : (-) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) (-) Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) 3.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data atau informasi
yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu, berupa bahan tulisan yang menunjang dan berhubungan dengan penelitian ini.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1
Hasil Regresi Hasil regresi dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:
TKA = 38,849 – 0,580 (TPO) + 8,56E-6 (JPM) + e 4.2
Hasil
Perhitungan
Indeks
Komposit
Kemiskinan
Anak
dan
Perlindungan Khusus Anak Kemiskinan Anak Dimensi IKKA (Kesehatan, Pendidikan, Tempat Tinggal, Lingkungan dan Sanitasi, serta Ekonomi
A Gol Indeks
1
Kesehatan (Tabel7)
Gol Indeks
2
Kesehatan (Tabel 8)
Gol Indeks
Tahun 2007 2008 2009 Indikator / Komponen Pembentuk Indeks Komposit Kemiskinan Anak Indeks Komposit Kemiskinan Anak (IKKA) 34,08 – 46,07 30,72 – 42,75 37,26 – 43,41 Skala Indeks Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Keluhan Kesehatan Skala Indeks Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9) Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Imunisasi BCG Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9) Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
Kesehatan
3
29 kab dan 6 kota
29 kab dan 6 kota
29 kab dan 6 kota
39,9 (Gol Rendah)
37,6 (Gol Rendah)
36,4 (Gol Rendah)
21,0 – 46,2
18,9 – 52,2
20,6 – 48,6
Kab Brebes (52,2) 29 kab dan 6 kota
28 kab dan 6 kota
29 kab dan 6 kota
28,6 (Gol Rendah)
32,3 (Gol Rendah)
32,4 (Gol Rendah)
65,3 – 81,9 Kab Pati (81,9) Kab Rembang (81,4) Kab Batang (81,3) Kab Semarang (80,9) Kab Karanganyar (80,6) Kab Grobogan (80,3) 22 kab dan 6 kota
70,7 – 81,4 Kab Kebumen (81,4) Kab Rembang (81,0) Kab Karanganyar (80,8) Kab Semarang (80,6) Kab Banjarnegara (80,3)
65,0 – 82,7 Kab Kebumen (82,7) Kab Banjarnegara (81,3) Kab Semarang (80,3)
24 kab dan 6 kota
25 kab dan 6 kota
Kab Demak (65,3)
Rata-Rata 77,3(Gol Menengah Atas) Imunisasi DPT 1 + HB1
Kab Kudus (65,0)
77,0 (Gol Menengah Atas)
77,4 (Gol Menengah Atas)
(Tabel 8)
Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas)
Gol Indeks
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9) Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
4
Kesehatan (Tabel 8)
Gol Indeks
5
Kesehatan (Tabel 8)
Rata-Rata Imunisasi Polio Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9)
Kesehatan (Tabel 8)
Gol Indeks
70,7 – 80,8 Kab Rembang (80,8) Kab Banjarnegara (80,5) Kab Kebumen (80,2)
65,1 – 81,6 Kab Kebumen (81,6) Kab Banjarnegara (81,4) Kab Cilacap (80,2) Kab Purworejo (80,0)
26 kab dan 6 kota
24 kab dan 6 kota
Kab Demak (65,1)
Rata-Rata 77,3(Gol Menengah Atas) Imunisasi DPT 3 + HB3 66,2 – 81,7 Skala Indeks Gol Tinggi Kab Rembang (81,7) (80 ke atas) Kab Pati (81,4) Kab Batang (81,4) Kab Grobogan (81,2) Kab Semarang (80,6) Kab Pekalongan (80,6) Kab Banjarnegara (80,4) Kab Temanggung (80,2) Gol Menegah Atas 21 kab dan 6 kota (66,0 – 79,9)
Gol Indeks
6
65,1 – 81,2 Kab Rembang (81,2) Kab Batang (81,1) Kab Pekalongan (80,6) Kab Pati (81,0) Kab Grobogan (80,2) Kab Semarang (80,2) 22 kab dan 6 kota
Kab Kudus (65,1)
77,0 (Gol Menengah Atas)
77,3 (Gol Menengah Atas)
71,7 – 81,3 Kab Banjarnegara (81,3) Kab Rembang (81,2) Kab Kebumen (81,0) Kab Semarang (80,3) Kab Temanggung (80,0)
66,1 – 82,2 Kab Banjarnegara (82,2) Kab Kebumen (82,2) Kab Cilacap (80,8) Kab Purworejo (80,6) Kota Salatiga (80,6) Kota Semarang (80,2) Kab Grobogan (80,0)
24 kab dan 6 kota
24 kab dan 4 kota
77,9(Gol Menengah Atas)
77,6 (Gol Menengah Atas)
77,9 (Gol Menengah Atas)
63,7 – 82,7 Kab Grobogan (82,7) Kota Salatiga (81,7) Kab Pati (81,6) Kab Purworejo (81,6) Kab Batang (81,2) Kab Rembang (81,1) Kota Semarang (80,6) Kab Semarang (80,5) Kab Banjarnegara (80,1) 21 kab dan 4 kota
71,7 – 81,3 Kab Grobogan (81,4) Kab Purworejo (81,3) Kota Semarang (81,2) Kab Banjarnegara (81,0) Kab Kebumen (81,0) Kota Salatiga (80,7) Kota Tegal (80,7) Kab Rembang (80,6) Kab Kendal (80,5) 23 kab dan 3 kota
66,1 – 82,2 Kab Purworejo (82,5) Kota Salatiga (82,5) Kab Kebumen (82,3) Kab Banjarnegara (81,9) Kab Grobogan (81,7) Kab Cilacap (81,6) Kota Semarang (81,5)
24 kab dan 5 kota
Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
Kab Demak (63,7)
Rata-Rata Imunisasi Campak Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas)
78,1(Gol Menengah Atas)
77,8 (Gol Menengah Atas)
78,1 (Gol Menengah Atas)
63,9 – 82,6 Kab Grobogan (82,6) Kota Salatiga (82,4) Kab Rembang (81,8) Kab Batang (81,3) Kab Semarang (81,1) Kab Kebumen (80,9) Kab Purworejo (80,9) Kab Pati (80,8) Kab Banjarnegara (80,7) Kab Wonogiri (80,6) Kab Pekalongan (80,3) Kab Temanggung (80,2)
71,0 – 82,4 Kab Kebumen (82,4) Kab Banjarnegara (81,5) Kab Rembang (81,4) Kab Grobogan (81,3) Kota Salatiga (81,3) Kab Kendal (80,9) Kab Semarang (80,8) Kab Purworejo (80,6) Kab Wonogiri (80,5) Kab Temanggung (80,1) Kota Semarang (80,0)
65,6 – 83,5 Kab Kebumen (83,5) Kota Salatiga (83,1) Kab Banjarnegara (82,4) Kab Purworejo (81,8) Kab Grobogan (81,6) Kab Cilacap (81,4) Kab Semarang (80,6) Kab Wonogiri (80,5) Kota Semarang (81,1)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9) Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
7
Kesehatan (Tabel 8)
Gol Indeks
8
20 kab dan 4 kota
Kab Demak (63,9)
Rata-Rata 78,3(Gol Menengah Atas) Imunisasi Hepatitis B3 66,2 – 81,7 Skala Indeks Gol Tinggi Kab Rembang (81,7) (80 ke atas) Kab Pati (81,4) Kab Grobogan (81,2) Kab Semarang (80,6) Kab Banjarnegara (80,4)
21 kab dan 4 kota Kab Kudus (65,6)
78,0 (Gol Menengah Atas)
78,3 (Gol Menengah Atas)
71,1 – 81,3 Kab Banjarnegara (81,3) Kab Rembang (81,2) Kab Kebumen (81,0) Kab Semarang (80,3) Kab Temanggung (80,0)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9)
24 kab dan 6 kota
24 kab dan 6 kota
66,1 – 82,2 Kab Banjarnegara (82,2) Kab Kebumen (82,2) Kab Cilacap (80,8) Kab Purworejo (80,6) Kota Salatiga (80,6) Kota Semarang (80,2) Kab Grobogan (80,0) 24 kab dan 4 kota
Rata-Rata
77,9 (Gol Menengah Atas)
77,6 (Gol Menengah Atas)
77,9 (Gol Menengah Atas)
33,9 – 93,2 Kab Tegal (93,2) Kab Pemalang (90,9) Kab Sragen (90,1) Kab Pekalongan (89,1) Kab Jepara (88,7) Kab Kudus (87,8) Kab Boyolali (86,4) Kota Surakarta (86,2) Kab Cilacap (85,5) Kab Batang (84,1) Kota Magelang (83,2) Kab Purbalingga (81,0) Kab Demak (80,7) 11 kab dan 1 kota
26,6 – 97,4 Kab Pekalongan (97,4) Kab Batang (97,0) Kota Magelang (94,4) Kab Kebumen (90,3) Kab Demak (87,7) Kab Wonogiri (85,7) Kab Cilacap (84,8) Kota Semarang (84,7) Kab Blora (84,5) Kab Banjarnegara (83,8) Kab Wonosobo (80,5) Kab Kudus (80,4)
12,0 – 95,2 Kab Kudus (95,2) Kab Grobogan (93,9) Kab Kendal (93,1) Kab Semarang (86,1) Kab Rembang (81,7)
Kab Pemalang (80,0) Kab Semarang (79,5) Kab Temanggung (73,9) Kota Surakarta (72,4) Kab Boyolali (72,3) Kab Tegal (71,0) Kota Pekalongan (70,4) Kab Kendal (68,4) 13 kab dan 2 kota
7 kab dan 3 kota
ASI < 6 Bulan Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9) Kesehatan (Tabel 9)
Kab Wonosobo (80,1) Kab Blora (80,0) 15 kab dan 5 kota
Gol Indeks
Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
Kab Banyumas (65,3) Kab Wonosobo (62,2) Kota Semarang (61,6) Kab Temanggung (58,2) Kab Kendal (55,7) Kab Sukoharjo (53,4)
Gol Rendah (50 ke bawah)
Kab Blora (46,6) Kota Tegal (38,5) Kab Magelang (35,0)
Kab Boyolali (65,4) Kab Magelang (63,5) Kab Wonogiri (60,6) Kab Temanggung (57,5) Kab Purbalingga (57,1) Kab Karanganyar (57,0) Kab Pemalang (56,9) Kota Magelang (53,9) Kab Sragen (53,5) Kab Brebes (53,5) Kab Banjarnegara (50,9) Kab Purworejo (50,0) Kab Demak (49,4) Kab Wonosobo (48,7) Kab Pati (43,8)
Kota Salatiga (33,9)
Rata-Rata 9
Kesehatan (Tabel 10)
Gol Indeks
10 Kesehatan (Tabel 11)
Gol Indeks 11
Pendidikan (Tabel 12)
Gol Indeks
12
Pendidikan (Tabel 13)
Gol Indeks
Gizi Buruk Skala Indeks Gol Tinggi (80 ke atas) Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9) Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Angka Kematian Anak Skala Indeks
70,4 (Gol Menengah Atas) 1,4 – 86,6 Kota Pekalongan (86,6)
71,0 (Gol Menengah Atas)
0,0 – 28,4
Kab Klaten (39,8) Kab Sukoharjo (39,8) Kab Blora (12,1) Kab Banyumas (12,0) 59,8 (Gol Menengah Bawah) 0,0 – 37,1
Kab Batang (59,2) Kab Purworejo (50,6) 27 Kab dan 5 Kota
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
19,4 (Gol Rendah)
6,1 (Gol Rendah)
5,0 (Gol Rendah)
0,8 – 33,6
Gol Rendah 29 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 2,8 (Gol Rendah) Tidak Bisa Baca dan Tulis 3,0 – 17,0 Skala Indeks Golongan Tinggi (80 ke atas) Golongan Menegah Atas (66,0 – 79,9) Golongan Menengah Bawah (50,0 – 65,9) Golongan Rendah 29 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 9,8 (Gol Rendah) Tidak Sekolah Lagi 55,9 – 74,8 Skala Indeks Golongan Tinggi (80 ke atas) Kab Temanggung (74,8) Golongan Menegah Kota Magelang (71,9) Atas Kab Wonosobo (71,3) (66,0 – 79,9) Kota Semarang (70,9) Kota Tegal (69,8) Kota Salatiga (69,7) Kab Magelang (63,5) Kab Purbalingga (68,9) Kab Banjarnegara (68,8) Kab Banyumas (68,8) Kota Pekalongan (68,6) Kota Semarang (68,3) Kab Kendal (66,6) Kab Batang (66,5) Kab Kebumen (66,4) Kota Surakarta (66,2) Kab Jepara (66,1) 18 Kab Golongan Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
5,2 – 30,4
7,3 – 35,3
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
4,3 (Gol Rendah)
4,9 (Gol Rendah)
2,7 – 18, 1
2,7 – 16,3
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
9,3 (Gol Rendah)
9,0 (Gol Rendah)
57,4 – 74,3
62,4 – 74,1
Kab Pati (65,8) Kab Blora (65,1) Kab Demak (64,4) Kab Tegal (63,9) Kab Magelang (62,9) Kab Karanganyar (62,9) Kab Brebes (62,8) Kab Pemalang (62,1) Kab Wonogiri (60,8) Kab Sragen (57,4)
Kab Pati (65,9) Kab Demak (65,1) Kab Pemalang (64,7) Kab Brebes (64,7) Kab Blora (64,6) Kab Karanganyar (64,5) Kab Sragen (64,2) Kab Wonogiri (64,2) Kab Boyolali (63,1) Kab Tegal (62,4)
19 Kab dan 6 Kota
19 Kab dan 6 Kota
Golongan Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata
13 Pendidikan (Tabel 14)
Gol Indeks 14
Tempat Tinggal (Tabel 15)
Gol Indeks 15
Tempat Tinggal (Tabel 16)
Gol Indeks
16 Tempat Tinggal (Tabel 17)
Gol Indeks 17
Tempat Tinggal (Tabel 18)
Gol Indeks 18
Lingkungan dan Sanitasi (Tabel 19)
Gol Indeks 19
Lingkungan dan Sanitasi (Tabel 20)
Gol Indeks 20
Lingkungan dan Sanitasi (Tabel 21)
Gol Indeks
65,4 (Gol Menengah Bawah)
Tidak / Belum Pernah Sekolah 5,1 – 19,8 Skala Indeks
66,5 (Gol Menengah Atas)
3,8 – 19,8
67,3 (Gol Menengah Atas)
4,7 – 16,0
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Bukan Milik Sendiri Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
10,9 (Gol Rendah)
10,3 (Gol Rendah)
9,12 (Gol Rendah)
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Berlantai Tanah Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
2,6 (Gol Rendah)
2,6 (Gol Rendah)
2,8 (Gol Rendah)
Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9)
Kab Grobogan (70,6)
0,2 – 28,2
2,5 – 70,6
Gol Menengah Bawah Kab Blora (63,2) (50,0 – 65,9) Kab Rembang (52,3) Gol Rendah 26 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 27,9 (Gol Rendah) Dinding Bukan Tembok 0,6 – 29,9 Skala Indeks
0,2 – 25,6
1,6 – 70,2 Kab Grobogan (70,2) Kab Blora (70,2)
0,2 – 25,6
3,4 – 68,8 Kab Grobogan (68,8)
Kab Blora (63,5) 27 Kab dan 6 Kota
27 Kab dan 6 Kota
27,0 (Gol Rendah)
24,8 (Gol Rendah)
0,6 – 28,1
0,3 – 26,6
Gol Rendah 29 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 10,4 (Gol Rendah) Atap Terbuat Ijuk / Rumbia Lainnya 0,0 – 1,4 Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
9,8 (Gol Rendah)
8,5 (Gol Rendah)
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Sumber Penerangan Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
0,2 (Gol Rendah)
0,1 (Gol Rendah)
0,1 (Gol Rendah)
0,1 – 7,9
0,0 – 1,0
0,0 – 7,3
0,0 – 1,4
0,1 – 5,7
Gol Rendah 29 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 2,4 (Gol Rendah) Tidak Ada Fasilitas BAB 1,1 – 49,4 Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
1,8 (Gol Rendah)
1,3 (Gol Rendah)
Gol Rendah 29 Kab dan 6 Kota (50 ke bawah) Rata-Rata 26,5 (Gol Rendah) Sumber Air Tidak Bersih 0,2 – 32,3 Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
25,2 (Gol Rendah)
21,5 (Gol Rendah)
Gol Rendah (50 ke bawah)
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
0,2 – 45,1
0,7 – 38,2
0,0 – 41,2
0,3 – 39,8 29 Kab dan 6 Kota
21
Ekonomi (Tabel 22)
Gol Indeks
Rata-Rata 13,7 (Gol Rendah) 13,3 (Gol Rendah) Pengeluaran Rumah Tangga < 300.000/Bulan/Kapita 41,7 – 95,0 10,3 – 70,3 Skala Indeks Golongan Tinggi 20 Kab (80 ke atas) Kab Blora (70,3) Kab Karanganyar (79,9) Golongan Menegah Kab Temanggung (69,5) Kab Banyumas (76,5) Atas Kab Banjarnegara (68,2) Kab Sragen (75,1) (66,0 – 79,9) Kab Cilacap (67,5) Kab Kendal (75,1) Kab Sukoharjo (73,6) Kab Banjarnegara (67,2) Kab Jepara (72,3) Kab Purbalingga (66,5) Kab Semarang (71,8) Kab Kudus (71,2) Kota Pekalongan (70,3) Kab Klaten (69,9) Kota Tegal (56,2) Kab Pemalang (64,0) Golongan Menengah Kab Rembang (63,0) Bawah Kab Grobogan (60,6) (50,0 – 65,9) Kab Wonogiri (55,8) Kab Boyolali (56,5) Kab Purworejo (56,3) Kab Kebumen (55,3) Kab Brebes (54,8) Kab Wonosobo (54,7) Kab Batang (54,5) Kab Banyumas (53,6)
Golongan Rendah (50 ke bawah)
Rata-Rata
Kota Magelang (48,7) Kota Salatiga (45,6) Kota Surakarta (43,9) Kota Semarang (41,7) 78,62 (Gol Menengah Atas)
10,4 (Gol Rendah) 14,2 – 70,4
Kab Banjarnegara (70,4) Kab Batang (68,4) Kab Blora (66,1)
12 Kab dan 6 Kota
Kab Wonosobo (64,6) Kab Kebumen (62,8) Kab Magelang (61,5) Kab Temanggung (58,7) Kab Pemalang (56,9) Kab Purbalingga (56,7) Kab Cilacap (54,9) Kab Wonogiri (54,7) Kab Jepara (54,7) Kab Grobogan (52,0) Kab Demak (51,3) Kab Pati (51,1) Kab Boyolali (50,5) Kab Rembang (50,4) Kab Purworejo (50,0) 11 Kab dan 6 Kota
47,9 (Gol Rendah)
49,2 (Gol Rendah)
Perlindungan Khusus Anak Dimensi IKPKA (Usia Kawin Pertama, Korban Kejahatan, Status Cacat, serta Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran)
B Gol Indeks
1
Usia Kawin Pertama (Tabel 23)
Gol Indeks
Tahun 2007 2008 2009 Indikator / Komponen Pembentuk Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak (IKPKA) 6,75 – 18,60 6,40 – 16,83 Skala Indeks Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata
Menikah< 19 Tahun Skala Indeks Gol Menegah Atas (66,0 – 79,9) Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
12,7 (Gol Rendah)
12,31 (Gol Rendah)
22,97 – 65,7
20 Kab
26,4 – 68,0 Kab Grobogan (68,0) Kab Brebes (67,7) 17 kab
23,8 – 66,3 Kab Grobogan (66,3) Kab Rembang (65,9) Kab Brebes (64,5) Kab Blora (64,0) Kab Jepara (62,4) Kab Banjarnegara (61,2) Kab Wonosobo (61,1) Kab Pati (58,9) Kab Batang (57,7)
2 Korban Kejahatan (Tabel 24)
Gol Indeks
3 Korban Kejahatan (Tabel 24)
Gol Indeks
4 Status Cacat (Tabel 25)
Gol Indeks
5 Status Cacat (Tabel 25)
Gol Indeks 6
Status Cacat (Tabel 25)
Gol Indeks
Gol Rendah (50 ke bawah)
Kab Banyumas (49,5) Kab Karanganyar (47,8) Kab Magelang (46,6) Kab Boyolali (45,9) Kab Kebumen (44,7) Kab Kudus (43,7) Kab Purworejo (41,7) Kota Pekalongan (39,9) Kota Tegal (39,9) Kab Sukoharjo (39,7) Kab Klaten (32,0) Kota Magelang (31,8) Kota Semarang (29,4) Kota Salatiga (26,0) Kota Surakarta (22,9)
Rata-Rata
51,8 (Gol Menengah Bawah)
Terlibat Dalam Hukum Skala Indeks
Kab Banyumas (48,8) Kab Karanganyar (45,9) Kab Semarang (43,6) Kab Kebumen (43,2) Kab Magelang (43,2) Kab Boyolali (42,9) Kab Kudus (41,5) Kab Purworejo (39,6) Kota Tegal (39,1) Kota Pekalongan (37,7) Kab Sukoharjo (33,9) Kota Salatiga (31,1) Kota Semarang (29,9) Kota Magelang (29,2) Kota Surakarta (26,4) Kab Klaten (26,4) 51,7 (Gol Menengah Bawah)
Kab Pekalongan (57,3) Kab Purbalingga (56,7) Kab Kendal (56,3) Kab Tegal (56,2) Kab Pemalang (53,9) Kab Temanggung (53,1) Kab Wonogiri (53,0) Kab Sragen (53,0) 12 Kab dan 6 Kota
50,3 (Gol Menengah Bawah)
0,0 – 0,066
0,0 – 0,064
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Rata-Rata Tidak Ada Korban Tindak Kekerasan Skala Indeks
0,007 (Gol Rendah)
0,008 (Gol Rendah)
Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9) Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Cacat Tubuh Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,0231 (Gol Rendah)
0,257 (Gol Rendah)
Gol Menengah Bawah (50,0 – 65,9)
Tidak Ada
0,0 – 0,673
Tidak Ada Tidak Ada
Cacat Netra Skala Indeks
0,0 – 0,726
29 Kab dan 6 Kota 0,028 (Gol Rendah)
0,024 (Gol Rendah)
0,033 – 0,567
0,063 – 0,363
0,04 – 0,17
0,033 – 0,224
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Cacat Rungu Wicara Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,08 (Gol Rendah)
0,085 (Gol Rendah)
0,04 – 0,23
0,042 – 0,336
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,14 (Gol Rendah)
0,148 (Gol Rendah)
7 Status Cacat (Tabel 25)
Cacat Mental Eks Psikotik Skala Indeks
Gol Indeks 8
Status Cacat (Tabel 25)
Gol Indeks 9
Status Cacat (Tabel 25)
Gol Indeks 10
Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran (Tabel 24)
Gol Indeks 11
Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran (Tabel 24)
Gol Indeks 12
Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran (Tabel 24)
Gol Indeks
0,01 – 0,128
0,015 – 0,124
Gol Rendah Tidak Ada (50 ke bawah) Rata-Rata Tidak Ada Cacat Mental Reterdasi Skala Indeks
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
0,047 (Gol Rendah)
0,050 (Gol Rendah)
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Cacat Ganda Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,14 (Gol Rendah)
0,154 (Gol Rendah)
0,02 – 0,13
0,033 – 0,131
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Balita Terlantar Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,05 (Gol Rendah)
0,062 (Gol Rendah)
0,05 – 6,32
0,072 – 7,918
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Anak Terlantar Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
1,48 (Gol Rendah)
1,356 (Gol Rendah)
0,05 – 30,10
0,188 – 5,787
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata Anak Jalanan Skala Indeks
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
2,20 (Gol Rendah)
1,295 (Gol Rendah)
Gol Rendah (50 ke bawah) Rata-Rata
Tidak Ada
29 Kab dan 6 Kota
29 Kab dan 6 Kota
Tidak Ada
0,093 (Gol Rendah)
0,070 (Gol Rendah)
0,04 – 0,25
0,009 – 0,920
0,074 – 0,274
0,003 – 0,389
Kesimpulan: Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil regresi menunjukkan sebagai berikut: a. Pertama, variabel tingkat pendidikan orang tua berpengaruh negatif dan signifikan sebesar -0,580 terhadap tingkat kemiskinan anak, artinya setiap terjadi penambahan 1% penduduk yang telah menamatkan pendidikan D3 keatas akan mengurangi tingkat kemiskinan anak sebesar 0,580%. b. Kedua, variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh positif dan signifikan sebesar 8,56E-6 terhadap tingkat kemiskinan anak, artinya penambahan 1 penduduk miskin akan meningkatkan tingkat kemiskinan anak sebesar 8,56E-6.
Tingkat kemiskinan anak diproksi dari indeks komposit kemiskinan anak, indeks komposit kemiskinan anak mencerminkan anak yang hidup dalam kondisi serba kekurangan. 2. Model regresi tingkat kemiskinan anak memenuhi asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi tingkat kemiskinan anak dapat dijelaskan oleh variabel independen (tingkat pendidikan orang tua, dan jumlah penduduk miskin) sebesar 42,96% sedangkan sisanya sebesar 57,04% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 3. Indeks komposit kemiskinan anak terbentuk dari lima dimensi meliputi kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, lingkungan dan sanitasi serta ekonomi. a. Pertama, dimensi kesehatan meliputi indeks tunggal anak yang mengalami keluhan kesehatan, indeks tunggal anak yang tidak diimunisasi (bcg, dpt1+hb1, dpt3+hb3, campak, polio dan hepatitis b3), indeks tunggal bayi yang diberi air susu ibu (ASI) kurang dari enam bulan, indeks tunggal balita yang mengalami gizi buruk, indeks tunggal angka kematian bayi dan balita. b. Kedua, dimensi pendidikan meliputi indeks tunggal anak yang tidak bisa membaca dan menulis, indeks tunggal anak yang tidak / belum pernah sekolah, dan indeks tunggal anak yang tidak sekolah lagi. c. Ketiga, dimensi tempat tinggal meliputi indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah dengan status bukan milik sendiri, indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah berlantai tanah, indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah bukan tembok, dan indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah dengan atap terbuat dari ijuk / rumbia dan atap jenis lainnya. d. Keempat, dimensi lingkungan dan sanitasi meliputi indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah bukan lisrik, indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah tidak memiliki fasilitas BAB (toilet), dan indeks tunggal anak yang tinggal dalam rumah tidak memiliki akses air bersih. e. Kelima, dimensi ekonomi meliputi indeks tunggal anak tinggal dalam rumah tangga yang rata-rata pengeluaran konsumsinya kurang dari 300.000 perbulan.
4. Indeks komposit perlindungan khusus anak terbentuk dari empat dimensi meliputi usia kawin pertama, korban kejahatan, status kecacatan, dan korban perlakuan salah maupun penelantaran. a. Pertama, dimensi usia kawin pertama meliputi indeks tunggal anak menikah pertama kali kurang dari 19 tahun. b. Kedua, dimensi korban kejahatan meliputi indeks tunggal anak yang menjadi korban tindak kekerasan dan indeks tunggal anak yang mengalami masalah hukum. c. Ketiga, dimensi status kecacatan meliputi indeks tunggal anak cacat tubuh, indeks tunggal anak cacat netra, indeks tunggal anak cacat rungu wicara, indeks tunggal anak cacat mental ekspsikotik, indeks tunggal anak cacat mental reterdasi dan indeks tunggal anak cacat ganda. d. Keempat, dimensi korban perlakuan salah dan penelantaran meliputi indeks tunggal balita terlantar, indeks tunggal anak terlantar dan indeks tunggal anak jalanan. 5. Dari hasil perhitungan indeks komposit kemiskinan anak dan perlindungan khusus anak diperoleh bahwa 35 kab/kota (29 kabupaten dan 6 kota) di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2007-2009 nilai indeksnya berada di golongan rendah, artinya secara keseluruhan wilayah (kab/kota) di Propinsi Jawa Tengah memiliki kualitas baik dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. 6. Skala indeks dibagi menjadi 4, berdasarkan urutan prioritas pemerintah pusat khususnya pemerintah daerah (Propinsi Jawa Tengah), antara lain: (a) prioritas pertama, golongan tinggi (80 ke atas), (b) prioritaas kedua, golongan menegah atas (66,0–79,9), (c) prioritas ketiga, golongan menengah bawah (50,0–65,9), dan prioritas keempat, golongan rendah (50 ke bawah). 7. Secara keseluruhan Propinsi Jawa Tengah memiliki kualitas yang baik dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, tetapi masih terdapat beberapa daerah yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah / pemerintah daerah khususnya wilayah (kab/kota) yang indeks berada di golongan menengah atas dan golongan tinggi.
8. Namun dalam indeks komposit kemiskinan anak, dari tahun 2007-2009 diperoleh indeks yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah khususnya pemerintah daerah meliputi indeks tunggal anak yang tidak diimunisasi (bcg, dpt1+hb1, dpt3+hb3, campak, polio dan hepatitis b3), dan indeks tunggal anak yang tidak sekolah lagi. Saran: Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diambil, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Dari hasil penelitian, dalam kab/kota di Propinsi Jawa Tengah dapat diketahui bahwa variabel tingkat pendidikan orang tua (TPO) dan jumlah penduduk miskin berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan anak, pemerintah khususnya pemerintah daerah memberi perhatian lebih pada peningkatan tingkat pendidikan orang tua dan penurunan jumlah penduduk miskin dengan memberikan kebijakan-kebijakan tepat dalam mengatasi masalah kemiskinan terutama kemiskinan anak, antara lain: a. Pemerintah hendaknya tetap meningkatkan investasi di bidang pendidikan dengan fokus terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan. b. Untuk menanggulangi percepatan jumlah penduduk miskin dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Presiden No. 15 tahun 2010 (diadopsi dari Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013) salah satunya dengan cara meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, yaitu dengan kebijakan perluasan kesempatan kerja yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja yang dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi masyarakat miskin dan mampu menjamin penghasilan yang tetap (peningkatan kesempatan kerja masyarakat miskin dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja produktif dengan memanfaatkan potensi wilayah (kab/kota). 2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam indeks komposit kemiskinan anak, indeks tunggal anak yang perlu mendapat perhatian khusus meliputi indeks tunggal anak yang tidak tercakup imunisasi, dan anak yang tidak sekolah lagi upaya yang harus dilakukan dengan cara:
a. Pemberian imunisasi gratis yang dilakukan secara kontinu dan konsisten di seluruh kab/kota di Propinsi Jawa Tengah dan pemberian penyuluhan akan pentingnya pemberian imunisasi kepada anak sejak dini dan pentingnya akan kesehatan anak. b. Pemenuhan hak atas layanan pendidikan terutama pendidikan anak, dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Presiden No. 15 tahun 2010 (diadopsi dari Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013), meliputi: pemberian kesempatan bagi anak berprestasi dari keluarga miskin untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (salah satunya bantuan pendidikan berupa beasiswa), penyediaan sarana dan prasarana pendidikan gratis pada anak dari keluarga miskin agar setiap anak terutama anak miskin dapat mengakses pendidikan yang layak. 3. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagi pemimpin bangsa maka untuk mewujudkannya diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang lebih pro-anak. Kebijakan peningkatan perlindungan anak, khususnya anak yang perlu mendapatkan perhatian lebih (misalnya; anak yang menikah kurang dari 19 tahun, anak korban korban kekerasan, anak penyandang cacat maupun anak korban penelantaran dan perlakuan salah) dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk (diadopsi dari Bappenas 2009), meliputi a. Peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak. b. Peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan c. Peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ala, 1996. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Masyarakat. http://repository.upi.edu. Diakses 12 September 2011. Andhika, 2012. Analisis Program-Program Penanggulangan Kemiskinan Menurut SKPD Di Kota Semarang Dengan Metode Analisis Hierarki Proses. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 Januari 2012. Aris, 2011. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Kapital, Pertumbuhan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Human Capital Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Pada Tahun 1981 - 2009. http://repository.upnyk.ac.id. Diakses 12 September 2011. Asy, Khafid, 2009. Hubungan Pernikahan Dini Dengan Kematangan Emosi Di Wilayah Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. BPS, 2005. Indikator Kesejahteraan Anak. BPS Jakarta, Indonesia. BPS, 2009. Indikator Kesejahteraan Rakyat. BPS Semarang, Jawa Tengah. BPS, 2009. Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Propinsi Jawa Tengah. BPS Jawa Tengah, Semarang. BPS, 1994. Penyebab dan Solusi Kemiskinan. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. BPS, 2008. Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2008. http://www.bps.go.id. Diakses 12 September 2011. BPS, 2007/2008/2009. Profil Tempat Tinggal Jawa Tengah. BPS Jawa Tengah, Semarang. BPS, 2007/2008/2009. Statistik Sosial dan Kependudukan Jawa Tengah Hasil Susenas. BPS, Jawa Tengah. Bappeda, 2011. Info Bappeda. www.bappedajateng.go.id. Diakses 12 September 2011. Bappenas, 2009. Laporan Penyusunan Indikator Komposit Perlindungan Anak dan Kemiskinan Anak. www.bappenas.go.id. Diakses 12 September 2011. C, Shocrul, 2011. Cara Meguasai Eviews. Jakarta: Salemba 4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007/2008/2009. Profil Kesehatan Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diakses dari 12 April 2011. Depkes, 2009. Konsep Sehat Dan Sakit. http://www.tugaskuliah.info.html. Diakses 12 September 2011. Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2007/2008/2009. Profil Kesehatan Jawa Tengah. http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses dari 12 April 2011. Emmy, 2007. Kekerasan Pada Anak. http://maureenlicious.wordpress.com. Diakses 12 September 2011. Ephie, 2009. Anak Penyandang Cacat. http://ephie2.wordpress.com. Diakses 12 September 2011. Gujarati, 2003. Basic Econometric, Fourth Editon. McGraw-Hill Companies, New York. Harry, 2011. Pengertian Gambaran Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. Heru, Ukki, 2010. Kesehatan. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. Kunaryo, 2000. P e n g a r u h K o n d i s i E k o n o m i K e l u a r g a T e r h a dap Prestasi B e l a j a r S i s w a K e l a s I V S D N T a w a n g r e j o 1 T a h u n A j a r a n 2009 / 2010. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. Linuer, 2011 .Kekerasan Pada Anak. http://waspadamedan.com. Diakses 12 September 2011. Mandar, Polewati, 2007. Definisi Dan Konsep Prevalensi: Status Gizi Kurang. http://www.mdgspolman.org. Diakses 12 September 2011. Marjuki, 2009 .Penyandang Cacat. http://www.scribd.com. Diakses 12 September 2011. Murcahya, Ardhianto, 2010. Dinamika Psikologis Pengambilan Keputusan Untuk Menikah Dini. http://eprints.ums.ac.id. Diakses 12 September 2011. Nugroho, Widiatma, 2012. Analisis Pengaruh Pdrb, Agrishare, Rata-Rata Lama Sekolah, Dan Angka Melek Huruf Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Indonesia. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 Januari 2012.
PBB. Konvensi Penyandang Cacat. http://www.google.com/persoalan%20hak %20asasi%20manusia%3. Diakses 12 Desember 2010. PMKS, 2009. Pengertian Dan Karakteristik Penyandang Masalah Kesejah teraan Sosial. http://www.dinsoslampung.web.id. Diakses 12 September 2011. Prima, 2011. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita, Dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011. Putranto Windhiarso, 2010. Indikator Statistik. http://www.google.co.id/ BerbagaiAlternatifIndikatorPembangunan. Diakses 12 September 2011. Rasidin, 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiski -nan. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011. Ravi, 2010. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa Tengah Tahun 2005 – 2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011. Rekipatmala, 2011. Imunisasi. http://rekipatmaladewi.blogspot.com. Diakses 12 September 2011. Resti, 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Tahun 2004-2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011. Soedjar, 2009. Karakteristik Anak Jalanan. http://repository.usu.ac.id. Diakses 12 September 2011. Suharto, Edi 2009. Implementasi Program Raskin Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraaan Masyarakat Miskin (Studi Kasus Pada Kelurahan Bentiring Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. http://npurbyqyu.blogspot.com. Diakses 12 September 2011. Sugiyono, 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keputusan. http://repository.upi.edu. Diakses 12 September 2011. Supariasa, 2002. Zat Gizi. http://repository.usu.ac.id. Diakses 12 September 2011. Suryanto, Dwi, 2011. Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten Tahun 2004-2008. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 12 September 2011.
Suyatno, 2009. Status Gizi. http://ras-eko.blogspot.com. Diakses 12 September 2011. UNICEF, 2011. A Multidimensional Approach To Measuring Child Poverty. UNICEF. UNICEF, 2010. Child Poverty and Disparities In Egypt. UNICEF, Januari 2010. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010. UNICEF, 2010. Child Poverty and Disparities In Bangladesh. UNICEF, Januari 2010. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010. UNICEF, 2010. Country Report Mexico. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF,
Januari
2010.
UNICEF, 2011. Draft Child Poverty and Disparity In Indonesia. UNICEF. UNICEF, 2009. National Report Kyrgyzstan. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010.
UNICEF,
2009,
UNICEF, 2010. National Report Philipppines. UNICEF, Januari 2010. http://www.unicef.org. Diakses 12 Desember 2010. Urip, Sunaryo 2007. Perkembangan Jumlah dan Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses 12 September 2011. Utomo, Budi, 2010. Peran Pemerintah Dalam Peningkatan. http://budiutomo79.blogspot.com. html. Diakses 12 September 2011. Wayan, 2009. Pengertian, Manfaat Dan Macam-Macam Imunisasi. http:// www.wayantulus.com. Diakses 12 September 2011. WHO, 1947. Definisi Konsep Sehat Sakit Menurut Dasar Keperawatan. http://911medical.blogspot.com. Diakses 12 September 2011. WHO, 1948. Gizi Dan Kesehatan. http://arisbambang.wordpress.com. Diakses 12 September 2011. WHO, 2010. Pedoman Umum Perlindungan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus. http://www.google.com/rctjqprogram%20. Diakses 12 September 2011. Widiastuti, Ari, 2010.Strategi Peningkatan Keberhasilan Program Penuntasan Buta Aksara Menggunakan Skill development Method Di Desa Sukowangi Kecamatan Tawang, Kabupaten Pemalang. http://frantau.files. wordpress.com. Diakses 12 September 2011.
Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan. http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10. Diakses 12 September 2011. . Draft Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013. Bappeda. 2011. . Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. http://www.ypha. or.id/web/wp-content. Diakses 12 September 2011. . Media Anak Korban Kekerasan. http://www.sumbarprov. go.id. Diakses 12 September 2011. UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. UU No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan. UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Pernikahan.