STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN
TESIS
Oleh FERRY ANDERSON SIHOMBING 077020016/AR
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Ferry Anderson Sihombing : Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pada Beberapa Rancangan Ruang Kelas Perguruan Tinggi Di Medan, 2008 USU Repository © 2008
STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh FERRY ANDERSON SIHOMBING 077020016/AR
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Judul Tesis
: STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN Nama Mahasiswa : Ferry Anderson Sihombing Nomor Pokok : 077020016 Program Studi : Teknik Arsitektur
Menyetujui Komisi Pembimbing
(A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD) Ketua
(Ir. N. Vinky Rahman, MT) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus : 5 Desember 2008
Telah diuji pada Tanggal: 5 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS: Ketua
: A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD
Anggota
: 1. Ir. N. Vinky Rahman, MT 2. Ir. Novrial, M.Eng 3. Imam Faizal Pane, ST, MT 4. R. Lisa Suryani, ST, MT
ABSTRAK
Pencahayaan alami pada ruang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ruang akan cahaya. Kualitas ruang yang tidak sesuai dengan fungsi ruang menyebabkan kegiatan didalam ruang tersebut tidak berfungsi dengan baik. Isu yang berkembang menyatakan bahwa Kualitas Pencahayaan Alami dipengaruhi oleh distribusi cahaya yang masuk melalui jendela (bukaan) dan orientasi bukaan. Semakin luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam ruang. Berdasarkan hal tersebut diperlukan kontrol terhadap jumlah cahaya yang masuk kedalam ruangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui Permasalahan dalam Pemanfaatan Pencahayaan alami dalam Ruang Kelas Perguruan Tinggi yaitu Pengaruh letak Bukaan Pencahayaan Alami terhadap kualitas pencahayaan dalam Ruang Kelas, Kondisi Intensitas pencahayaan alami didalam Ruang Kelas, Kebutuhan pencahayaan alami didalam Ruang Kelas. Ruang Kelas yang menjadi objek penelitian dipilih berdasarkan kondisi pencahayaan alaminya yaitu: Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Ruang Kelas yang memenuhi persyaratan Pencahayaan Alami adalah Ruang Kelas Universitas Medan Area. Ruang Kelas Universitas HKBP Nomensen dan Ruang Kelas Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia kurang memenuhi persyaratan. Kata Kunci :
Kualitas Ruang, Bukaan, Distribusi Cahaya, Nilai Intensitas Kekuatan Penerangan.
ABSTRACT
Natural illumination at room meant to fulfill room requirement of light. Quality of room which disagree with room function cause activity in the room do not function better. Issue expanding to express that Quality of Natural Illumination influenced by light distribution which enter through the window and aperture orientation. Progressively wide of aperture hence will more and more light which come into room. Pursuant to the mentioned needed by control to amount of light which enter into room. Intention of this Research is to know the Problem of Exploiting of natural Illumination in Class Room College that is Influence of Aperture situation of Natural Illumination to quality of illumination in Class Room, Condition of Natural Illumination Intensity in Class Room, Requirement of Natural Illumination in Class Room. Class Room becoming research object selected pursuant to condition of Natural Illumination that is: University of HKBP Nomensen, University Medan Area, University Pembinaan Masyarakat Indonesia. Result of Research conclude that Class Room fulfilling conditions of Natural Illumination is Class Room University Medan Area. Class Room University of HKBP Nomensen and Class Room University Pembinaan Masyarakat Indonesia less is fulfilling of conditions. Keyword : Quality Of Room, Aperture , Distribution Light , Value Intensity Strength of Lighting
KATA PENGANTAR
Sujud syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami pada beberapa Rancangan Ruang Kelas perguruan tinggi di Medan. Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magíster Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa isi tesis ini masih jauh dari sempurna dan pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati Sangat mengharapkan kritik dan saran. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun tesis ini. Ungkapan terima kasih penulis kepada
Rektor
Universitas
Sumatera
Utara
Bapak
Prof.
Chairuddin
P.Lubis,DTM&H. Sp.A(K) atas fasilitas yang diberikan dalam proses perkuliahan. Terima kasih juga saya aturkan kepada Direktur Sekolah Pascasarjana Ibu Prof.Dr.Ir. T Chairun Nisa B,MSc. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua Orang Tua saya B. Sihombing dan Zuriah Sitorus. 2. Keluarga saya, abang dan adik-adik saya. 3. Ibu Ir. Nurlisa Ginting, MSc, Ketua Program Studi. 4. Ibu Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc. 5. Bapak A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD, Pembimbing 1.
6. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT, Pembimbing 2. 7. Teman-teman Pascasarjana Studi-studi Arsitektur dan Perkotaan. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak, pembaca dan pihak lain yang membutuhkannya. Amin ya robbal alamin.
Medan, Februari 2009
Ferry Anderson Sihombing
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI Nama Lengkap
: Ferry Anderson Sihombing, ST, MT
Tempat/tanggal lahir
: Medan/01 Mei 1981
Alamat
: Jl. Pales Raya Gg. SD. Inpres No.26 Medan 20135
Telepon/HP
: (061) 77956269
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Kegemaran
: Membaca dan music, olah raga
PENDIDIKAN FORMAL SD
: SD Negeri 060884 Medan 1992
SLTP
: SMP Negeri 8 Medan 1995
SMU
: SMU Negeri 17 Medan Medan 1998
SARJANA S-1
: Institut Teknologi Medan Jurusan Teknik Arsitektur 2003
PASCASARJANA S-2
: Universitas Sumatera Utara 2009
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ..........................................................................................................
i
ABSTRACT ........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
v
DAFTAR ISI ........................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xvi
BAB
I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................
3
1.3. Landasan Teori ..................................................................................
3
1.4. Tujuan Penelitian ..............................................................................
4
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................
4
1.6. Kerangka Berfikir .............................................................................
5
1.7. Struktur Penulisan Tesis ....................................................................
6
BAB
BAB
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
8
2.1. Pengertian Cahaya .............................................................................
8
2.2. Difraksi dan Diagram Matahari ........................................................
12
2.3. Hubungan Cahaya dan Manusia .......................................................
17
2.4. Hubungan Cahaya dan Ruang ...........................................................
20
2.5. Pemanfaatan Pencahayaan Alami dalam Arsitektur .........................
22
2.6. Bentuk dan Massa Bangunan ............................................................
24
2.7. Pengertian Ruang Kelas (Ruang Perkuliahan) ..................................
29
2.8. Jendela dan Ruang Kelas ..................................................................
32
2.9. Persepsi ..............................................................................................
38
2.10. Studi Banding ..................................................................................
40
2.11. Studi Literatur/Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung/Standar Nasional Indonesia ..........
53
III. METODE PENELITIAN/PERALATAN ....................................
84
3.1. Peralatan Penelitian ...........................................................................
84
3.2. Rancangan Penelitian ........................................................................
87
3.3. Variabel yang Diamati ......................................................................
88
IV. KAWASAN PENELITIAN ...........................................................
90
4.1. Lokasi Penelitian ...............................................................................
90
4.2. Kondisi Ruangan Kelas .....................................................................
96
BAB
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
113
5.1. Kondisi Ruang Kelas dan Titik Pengukuran .....................................
113
5.2. Data Penelitian ..................................................................................
124
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
129
6.1. Kesimpulan ......................................................................................
129
6.2. Saran ..................................................................................................
129
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
131
BAB
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1. Hasil Pengukuran Illuminasi (L) pada lantai (ruang) .......................................
43
2. Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Umum ...................................................
65
3. Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Sekolah ..................................................
65
4. Nilai Faktor Langit Bangunan Tempat Tinggal ................................................
66
5. Nilai Faktor Langit dinyatakan dalam % .........................................................
73
6. Hubungan antara tinggi tempat lubang cahaya dengan Nilai Faktor Langit relatif ..........................................................................................
78
7. Hubungan antara jarak ke samping dengan Nilai Faktor Langit Relatif ..........
79
8. Nilai Indeks Kesilauan Maksimum Untuk Berbagai Tugas Visual dan Interior ...........................................................................................
83
9. Medan Sky Diagram/General Position, 2008-05-04 .......................................
125
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.
Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................
5
2.
Kekuatan Penerangan dititik P pada jarak c dari proyeksi L’ dari sumber cahaya L dalam permukaan kerja...............................................
11
3. The Seasons are a consequence of the tilt of the earth’s axis of rotation ...........................................................................................................
12
4. The Earth’s Axis of Rotation in tiltled to the plane of the elliptical orbit ..................................................................................................
13
5. Difraksi cahaya yang diterangkan oleh Prinsip Huygens ................................
14
6. Stereographic Sun-Path Diagram ....................................................................
15
7. Definition of Altitude and Azimuth; Diffuse Radiation .....................................
16
8. Lintasan Matahari per hari ...............................................................................
17
9. Pantheon ...........................................................................................................
22
10. Plan of the Carmel Mountain Ranch Library (M.W.Steele) .........................
25
11. Section of the Carmel Mountain Ranch Library (M.W.Steele) ...................................................................................................
25
12. Exterior View of the Newton Library .............................................................
26
13. View of an Atrium in the Center for British Art and Studies .........................
27
14. Plans of the Type/Variant House ...................................................................
28
15. Facade Detail of Rainbow Shores (Richard Stinger) .....................................
29
16. A university classroom with permanently-installed deskchairs and green chalkboards .......................................................................
31
17. Classroom in St. Eunan’s College, Letterkenny, Ireland ...............................
31
18. Clerestory Windows ........................................................................................
33
19. Shading and Windows Orientation ................................................................
33
20. Hubungan sudut pandang dengan jarak objek pengamatan ...........................
40
21. Cara pengukuran Illuminasi dalam ruang ......................................................
42
22. The Model of Test Site ....................................................................................
44
23. Model Tes ......................................................................................................
44
24. Typical North Classroom pada Zack Elementary ..........................................
45
25. Finelite Series 4 Pendant Fixture Demonstrating Bi-Level Control ......................
46
26. Section View of Classroom Showing Lamp Placement and Sloped Ceilings ..............................................................................................
47
27. Typical Switching Diagram ...........................................................................
48
28. South Classroom at Zack Elementary ...........................................................
48
29. Twenhofel Middle School ...............................................................................
49
30. Campus Plan ..................................................................................................
49
31. Floor Plan ......................................................................................................
50
32. Roof Plan ........................................................................................................
50
33. Typical Classroom .........................................................................................
51
34. Common and Gymnasium ..............................................................................
51
35. Academic Wing Section ..................................................................................
53
36. Tiga Komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang kerja ................................................................................................
57
37. Tinggi dan Lebar Cahaya Efektif ...................................................................
61
38. Penjelasan mengenai jarak d ..........................................................................
62
39. Potongan Ruang Tangga ................................................................................
70
40. Cara mengukur persentase cahaya yang masuk kedalam ruangan ...........................................................................................................
72
41. Prosedur Perancangan Sistem Pencahayaan Alami siang hari........................
76
42. Pengaruh kedudukan lubang cahaya atas besarnya faktor langit ...............................................................................................................
79
43. Samsung Digimax A40 2 Digital Camera .....................................................
84
44. Alat Ukur Kyoritsu .........................................................................................
85
45. Tampilan Software Design Grafis Archicad versi 9 ......................................
86
46. Skema penggunaan peralatan penelitian ........................................................
87
47. Skema pengumpulan data penelitian ..............................................................
88
48. Letak Geografis Kotamadya Medan ..............................................................
90
49. Lokasi Penelitian di Kota Medan ...................................................................
91
50. Universitas HKBP Nomensen ........................................................................
92
51. Foto Udara Universitas HKBP Nomensen .....................................................
93
52. Foto Udara Universitas HKBP Nomensen .....................................................
93
53. Universitas Medan Area .................................................................................
94
54. Denah Lokasi Penelitian Ruang Kelas 4.3. Fakultas Teknik Universitas Medan Area.....................................................................................................
94
55. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia ...............................................
95
56. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia ...............................................
95
57. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia ...............................................
96
58. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7 ................................................
97
59. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L.4.7 ...................................................
97
60. Kondisi Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7 ..................................
98
61. Kondisi Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7 .................................
98
62. Bagian Utara Ruang Kelas L.4.7.....................................................................
99
63. Bagian Selatan Ruang Kelas L.4.7..................................................................
100
64. Tepi Timur Laut Ruang Kelas L.4.7 ...............................................................
100
65. Bagian Dalam ( koridor ) Ruang Kelas L.4.7 ...............................................
101
66. Bagian Dalam Ruang Kelas L.4.7...................................................................
101
67. Bagian Utara Ruang Kelas L.4.7.....................................................................
102
68. Bagian Timur Laut Ruang Kelas L.4.7 ...........................................................
102
69. Interface/Merupakan Bagian dari Bangunan .................................................
103
70. Sky is The Limit ..............................................................................................
103
71. Interface .........................................................................................................
104
72. Bentang antara sisi bangunan .........................................................................
104
73. Glare didalam Ruang Kelas L.4.3 .................................................................
105
74. Silau/Dazzled dalam Ruang Kelas L.4.3 ........................................................
106
75. Silau/Dazzled dalam Ruang Kelas L.4.3 ........................................................
106
76. Deflect Light didalam Ruang Kelas L.4.3.......................................................
107
77. Light Reflection diluar Ruang Kelas L.4.3 ....................................................
107
78. Bentuk Permukaan bagian luar Ruang Kelas L.4.3 ........................................
108
79. Pencahayaan Alami Bagian dalam Ruang Kelas L.4.3 .................................
108
80. Pencahayaan Alami Bagian dalam Ruang Kelas L.4.3 .................................
109
81. Properti Ruang Kelas 4.3. ..............................................................................
109
82. Properti Ruang Kelas 4.3. ..............................................................................
110
83. Posisi Ruang Kelas 1.2. ..................................................................................
111
84. Bagian Barat Ruang Kelas 1.2. .......................................................................
111
85. Koridor didepan Ruang Kelas 1.2. .................................................................
112
86. Pemantulan cahaya pada permukaan lantai Koridor didepan Ruang Kelas 1.2. ............................................................................................
112
87. Kondisi Eksisting dan Meubiler Ruang Kelas L 4.7. .....................................
114
88. Titik Pengukuran Ruang Kelas L 4.7. ............................................................
115
89. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L 4.7. ...............................................
116
90. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L 4.7. ......................
116
91. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L 4.7. ..................................................
117
92. Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L 4.7. .....................................
117
93. Titik Pengukuran Ruang Kelas I.2. ................................................................
118
94. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas I.2. ......................................................
119
95. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas I.2. .............................
119
96. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas I.2. ...................................................
120
97. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas I.2. ..........................
120
98. Kondisi Eksisting dan Meubiler Ruang Kelas 4.3. ........................................
121
99. Titik Pengukuran Ruang Kelas 4.3. ...............................................................
122
100. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas 4.3. ....................................................
122
101. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas 4.3. ..........................
122
102. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas 4.3. .................................................
123
103. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas 4.3. .......................
123
104. Proses Pengumpulan Data Penelitian ...........................................................
124
105. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayaan Alami pada Ruang Kelas L.4.7. Universitas HKBP Nomensen .............................
126
106. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayaan Alami pada Ruang Kelas 4.3. Universitas Medan Area ..........................................
127
107. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayaan Alami pada Ruang Kelas 1.2. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia .......
127
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Data Penelitian Universitas HKBP Nomensen ............................................. 133
2.
Data Penelitian Universitas Medan Area ...................................................... 136
3.
Data Penelitian Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia .................... 138
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Fenomena pada objek dan ruang juga merupakan fenomena dari cahaya.
Secara umum, keseluruhan bagian tersebut merupakan fenomena bumi dan langit. Langit sebagai asal cahaya dan bumi sebagai manifestasinya. Oleh karena itu cahaya adalah kesatuan dari alam semesta. Selalu sama dan berbeda, cahaya menyatakan sesuatu. Di dalam arsitektur pemanfaatan Pencahayaan Alami selalu menjadi bagian penting yang selalu diperhitungkan dalam perancangan. Pencahayaan Alami mampu menciptakan ruang secara visual. Menurut Lechner perancang yang peka selalu menyadari bahwa apa yang kita lihat merupakan suatu konsekuensi baik dari kualitas rancangan maupun kualitas cahaya yang jatuh keatasnya. Pencahayaan Alami pada ruang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan ruang akan cahaya, dan untuk segi estetika. Kualitas ruang yang tidak sesuai dengan fungsi ruang berakibat pada tidak berjalannya dengan baik kegiatan yang ada. Ruang dengan cahaya yang sedikit menyebabkan ruangan tersebut menjadi gelap dan dingin. Pencahayaan yang terlalu terang akan menyebabkan silau dan kurang baik bagi mata. Kenyamanan berada pada suatu ruang dapat diciptakan dari kualitas pencahayaan di dalam ruangan tersebut. Untuk memperoleh kenyamanan visual dalam ruang,
pencahayaan dapat dirancang untuk menonjolkan obyek, atau menambah daya tarik khusus dari sudut-sudut ruang. Isu yang berkembang tentang pembahasan Pencahayaan Alami menyatakan bahwa Kualitas Pencahayaan Alami yang baik tidak terlepas dari distribusi cahaya yang masuk melalui jendela (bukaan) dan orientasi arah bukaan. Semakin luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk kedalam ruang. Untuk itu diperlukan kontrol terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Kualitas Pencahayaan Alami yang baik juga dipengaruhi oleh letak bukaan terhadap arah datangnya sinar matahari. Ruang Kelas (untuk kegiatan perkuliahan) merupakan memiliki arti penting bagi mahasiswa dalam membantu kegiatan belajar sehingga mampu meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah tingkat kecerdasan dalam berpikir dan merespon perkembangan jaman. Selain itu kondisi ruang kelas juga berperan penting dalam memberikan kenyamanan bagi pemakainya. Dalam hal ini dari kebutuhan pencahayaan untuk membantu penglihatan. Pengguna ruang dihadapkan kepada seberapa besar kebutuhan pencahayaan ruang kelas. Beberapa referensi dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal yang mendasar tentang ruang kelas. Dalam sebuah penelitian kita membutuhkan objek penelitian yang akan kita gunakan sebagai studi kasus. Dalam penelitian ini penulis memakai ruang kelas perguruan tinggi yang setiap harinya digunakan untuk belajar dan mengajar sebagai objek penelitian yang representatif. Pemilihan objek penelitian dengan lokasi dan
permasalahan yang berbeda agar dalam pembahasan nantinya kita mendapatkan masukan yang lebih beragam dari kasus yang kita ambil. Untuk memperlancar proses penelitian (ketersediaan objek penelitian dan waktu penelitian) dengan tidak mengurangi esensi dari penelitian ini maka digunakan Studi Kasus Ruang Kelas pada beberapa perguruan tinggi di kota Medan yaitu: Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal diatas ide pembahasan pencahayaan alami disarikan ke dalam judul penelitian yaitu: STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN Studi Kasus: Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia.
1.2.
Perumusan Masalah Rumusan permasalahan yang menjadi pembahasan adalah:
1. Pengaruh Luas Bukaan Pencahayaan Alami terhadap kualitas pencahayaan dalam Ruang Kelas. 2. Kondisi Intensitas pencahayaan alami didalam Ruang Kelas.
1.3.
Landasan Teori Dampak dari pencahayaan alami pada penampilan sekolah menjadi subyek
yang menjadi daya tarik selama bertahun-tahun. Sebelum penggunaan neon
(pencahayaan buatan) menjadi lazim, secara umum diperkirakan bahwa semua ruang sekolah akan menggunakan pencahayaan alami. Departemen Pendidikan California mempunyai suatu proses tinjauan ulang yang ketat untuk rancangan arsitektural dari kelas-kelas untuk memastikan bahwa standar penerangan alami telah dipenuhi. Sebagai hasilnya, kelas-kelas di California yang dibangun pada tahun 1950 dan awal 1960 menjadi contoh-contoh sempurna tentang praktek pencahayaan alami. Cakupan pencahayaan alami di dalam kelas-kelas sudah menjadi suatu fitur yang terkemuka dari gerakan untuk “sekolah-sekolah berpenampilan tinggi,” yaitu. gedung sekolah yang dapat berpotensi memperbaiki penampilan siswa, mengurangi biaya operasional dan memperkecil dampak negatif pada lingkungan.
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui Pengaruh Letak Bukaan Pencahayaan Alami terhadap kualitas pencahayaan Ruang Kelas. 2. Mengetahui Kondisi Intensitas Pencahayaan di dalam Ruang Kelas.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini baik dalam disiplin ilmu
arsitektur maupun disipiln ilmu pasti lainnya, yang bertujuan untuk mengetahui tentang pemanfaatan Pencahayaan Alami dalam membentuk kualitas visual ruang
dalam bangunan, dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan/studi banding penelitian.
1.6.
Kerangka Berfikir
STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN Studi Kasus : Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
STUDI KASUS Rancangan Ruang Kelas : Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
PERMASALAHAN Pengaruh kualitas Pencahayaan Alami terhadap pencahayaan dalam ruang kelas (kualitas visual)
METODE PENELITIAN Metode Pengukuran (Standar Nasional Indonesia) dan Alat Penelitian (Software dan Kamera Di it l) FINAL REPORT Hasil dari Penelitian yang telah dilakukan : • Kesimpulan Teoritis Hasil yang didapat dari pembahasan • Kesimpulan Praktis Saran dan Rekomendasi yang dihasilkan
PEMBAHASAN • Analisa Menggunakan Alat Ukur • Analisa menggunakan Metode Perhitungan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
1.7.
Struktur Penulisan Tesis
BAB I
PENDAHULUAN Pembahasan pada bagian ini berisi kerangka awal penelitian yang terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Landasan Teori, Tujuan, Kerangka Berfikir, Struktur Penulisan Tesis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Pembahasan pada bagian ini berisi tinjauan teori yang digunakan pada
penelitian yang terdiri dari pengertian cahaya, pengertian ruang kelas, pemanfaatan cahaya dalam arsitektur, penerapan bukaan pada kelas, standar yang digunakan sebagai acuan, preseden yang berkembang pada pembahasan pencahayaan alami serta hubungannya dengan luas bukaan, studi banding yang dilakukan dalam penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN/BAHAN DAN METODE Pembahasan pada bagian ini berisi Bahan/Materi Penelitian/Peralatan
yang digunakan pada penelitian, Rancangan Penelitian, Variabel yang Diamati, Jadwal Pelaksanaan,
BAB IV
KAWASAN PENELITIAN Pembahasan pada bagian ini berisi kawasan yang menjadi obyek
pembahasan (Studi kasus yang diangkat dalam penelitian) serta kondisi eksisting bukaan yang ada pada kawasan penelitian.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan pada bagian ini berisi Data Penelitian dan Hasil yang didapat dari analisa yang dilakukan terhadap permasalahan luas bukaan dan kualitas pencahayaan pada ruang kelas. Pembahasan pada bagian ini berupa analisa (pengukuran) dan membandingkan kualitas pencahayaan pada setiap obyek (kasus).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini berisi point-point kesimpulan dan saran yang didapat dari
pembahasan objek penelitian. Kesimpulan dan saran dapat digunakan dan bermanfaat untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan dari “STUDI PEMANFAATAN
PENCAHAYAAN
ALAMI
PADA
BEBERAPA
RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI di MEDAN”.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pencahayaan alami dapat juga diartikan sebagai cahaya yang masuk ke dalam ruangan pada bangunan yang berasal dari cahaya matahari. Sebelum masuk kedalam ruangan melalui bukaan, cahaya ini dapat diproses terlebih dahulu dengan menggunakan ”shading”. Shading dimaksudkan sebagai penyaring cahaya yang masuk kedalam ruangan sehingga menghasilkan kualitas pencahayaan pada ruang yang diinginkan.
2.1.
Pengertian Cahaya Menurut The Concise Oxford English Dictionary Cahaya didefinisikan sebagai unsur alam yang mampu merangsang indera penglihat (mata) atau media atau kondisi dari ruang dimana memungkinkan mata untuk melihat atau bagian dari spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata.
Cahaya didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata. Cahaya yang nampak adalah cahaya yang dapat dirasakan oleh mata. Penglihatan adalah kemampuan mata untuk merasakan cahaya. Cara kerjanya dapat dianalogikan seperti cara kerja video kamera.
8
Semua cahaya yang terlihat seolah-olah terdiri dari kumpulan satu atau lebih photon yang menyebar melalui ruang seperti gelombang elektromagnetik. Pada saat gelap total, mata mampu untuk merasakan photon tunggal, tetapi secara umum apa yang terlihat pada kehidupan sehari-hari adalah cahaya yang terbentuk dari milyaran photon yang dihasilkan oleh sumber cahaya dan dari pantulan objek. Bila melihat ke sekeliling ruangan, kemungkinan sumber cahaya di dalam ruang memproduksi photon dan objek dalam ruang yang memantulkan photon tersebut. Mata dapat menyerap beberapa dari photon ini mengalir melalui ruang dan inilah cahaya yang terlihat. Satuan kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya adalah lumen, namun lumen tidak mendeskripsikan bagaimana keluaran cahaya didistribusikan. Kandela (Candlepower) mendeskripsikan intensitas sinar pada semua arah. Lumen dari suatu sumber cahaya akan menerangi permukaan, maka Iluminasi adalah satuan dari jumlah kekuatan cahaya yang jatuh pada setiap meter persegi permukaan semu suatu sumber cahaya atau suatu permukaan yang diterangi. Pada saat gelombang cahaya menyentuh sebuah objek, apa yang terjadi padanya tergantung energi yang terdapat pada gelombang cahaya tersebut. Berdasarkan tiga faktor, empat hal yang berbeda dapat terjadi saat cahaya menyentuh sebuah objek adalah sebagai berikut: 1. Gelombang dapat dipantulkan atau menyebar pada objek. 2. Gelombang dapat diserap oleh objek. 3. Gelombang dapat dibelokkan melalui objek.
4. Gelombang dapat melewati objek tanpa ada efek dan lebih dari satu dari beberapa kemungkinan dapat terjadi dengan segera. 5. Tranmisi adalah bila frekwensi atau energi dari gelombang cahaya berikutnya lebih tinggi atau lebih rendah dari frekwensi yang dibutuhkan untuk membuat elektron dalam material bergetar, kemudian elektron tidak akan menangkap energi dalam cahaya dan gelombang akan melewati material tanpa berubah. Sebagai hasil, material akan transparan pada frekwensi cahaya. Untuk memperlihatkan hubungan antara kekuatan penerangan (E), arus cahaya (φ), kekuatan cahaya dengan luas permukaan yang diterangi disini dapat dipergunakan suatu persamaan-persamaan yang sederhana yaitu: Untuk arus cahaya adalah jumlah cahaya yang dipancarkan setiap detik oleh sebuah sumber cahaya. φ =
jumlah ⋅ cahaya ⋅ (n) persatuan ⋅ waktu ⋅ (t )
φ =
( n) …………………………………………………….. (2.1) (t )
Untuk kekuatan penerangan adalah arus cahaya yang jatuh pada sebuah satuan permukaan. E=
(ϕ ) ................................................................................. (2.2) ( A)
Akan tetapi jika hendak menghitung kekuatan penerangan diukur pada satu titik yang ditentukan dengan jalan menurunkan sebuah garis tegak lurus dari sumber cahaya kepada permukaan kerja, maka persamaan yang digunakan adalah : E=
(I ) cos 3 α .................................................................... (2.3) (h 2 )
dimana: E = kekuatan penerangan mendatar pada P dalam lux I = kekuatan cahaya dari sumber cahaya ke arah P dalam cd h = tinggi sumber cahaya L diatas permukaan kerja α = sudut antara garis tegak lurus dari sumber cahaya pada permukaan kerja dan garis L ke P
a
Gambar 2. Kekuatan penerangan dititik P pada jarak c dari proyeksi L’ dari sumber cahaya L dalam permukaan kerja
Luminasi adalah kekuatan cahaya per m 2 L=
(I ) .................................................................................... (2.4) ( A)
Untuk mengetahui berapa banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan sebagai acuan memenuhi syarat atau tidak, dan bagaimana mengukurnya maka dapat dilihat pada tabel 2.1. dan cara pengukurannya lihat Gambar 2.1.
2.2.
Difraksi dan Diagram Matahari
Gambar 3. The seasons are a consequence of the tilt of the earth’s axis of rotation
Matahari sebagai sumber cahaya alami terbesar sangat berperan dalam mengendalikan seluruh kehidupan manusia di bumi ini. Tidak terkecuali dalam proses pencarian dan penciptaan ruang-ruang binaan yang dapat menampung segala aktivitas kehidupan manusia. Matahari adalah sumber cahaya yang kaya untuk menerangi bentuk-bentuk dan ruang-ruang di dalam arsitektur. Kualitas cahaya berubah bersamaan dari waktu ke waktu, dan dari musim ke musim. Cahaya memberikan warna-warna dari suasana langit dan cuaca sampai kepada permukaanpermukaan dan bentuk-bentuk yang disinarinya. Dengan kata lain cahaya matahari sangat mempengaruhi arsitektur.
Gambar 4. The Earth’s Axis of Rotation in tilted to the plane of the elliptical orbit
Sifat-sifat cahaya adalah bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah manusia dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok, namun dapat dipantulkan. Keadaan ini disebut sebagai pantulan cahaya. Difraksi adalah penyebaran gelombang, contohnya cahaya, karena adanya halangan. Semakin kecil halangan, penyebaran gelombang semakin besar. Hal ini bisa diterangkan oleh prinsip Huygens.
Gambar 5. Difraksi cahaya yang diterangkan oleh prinsip Huygens
Pada gambar diatas terlihat adanya pola gelap dan terang, hal itu disebabkan wavelet-wavelet baru yang terbentuk di dalam celah sempit tersebut saling berinterferensi satu sama lain. Intensitas radiasi matahari ditentukan oleh energi radiasi absolut, hilangnya energi pada atmosfir, sudut jatuh pada bidang yang disinari dan penyebaran radiasi. Diagram matahari adalah cara paling mudah yang digunakan untuk mengetahui pergerakan tahunan matahari pada kondisi langit cerah dengan diagram 2 dimensi. Sudut azimuth dan altitude dapat terlihat secara langsung pada setiap hari. Dengan menggunakan diagram matahari dapat dilihat posisi harian matahari pada setiap jam
sehingga pada proses perancangan sebuah bangunan dapat digunakan untuk menentukan posisi shade untuk menghindari sinar matahari langsung
.
Gambar 6. Stereographic Sun-Path Diagram
Gambar 7. Definition of Altitude dan Azimuth; Diffuse Radiation
Sudut jatuh ditentukan oleh posisi relatif matahari dan tempat pengamatan di bumi serta tergantung pada sudut lintang geografis tempat pengamatan, musim dan lama penyinaran harian yang ditentukan oleh garis bujur geografis tempat pengamatan. Menurut Lippsmeier untuk orientasi bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan dasar berikut: 1. Sebaiknya fasade terbuka menghadap ke selatan atau utara, agar meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari rendah dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan panas 2. Pada daerah iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua lubang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak langsung, bahkan bila perlu untuk seluruh bidang bangunan, karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya.
3. Di daerah iklim tropika kering dalam musim panas diperlukan pelindung untuk lubang-lubang pada dinding bangunan tertutup. Dalam musim dingin kadang-kadang dibutuhkan juga Sudut jatuhnya cahaya matahari dapat ditentukan melalui pengamatan langsung, perhitungan matematis dan penggambaran grafis.
Gambar 8. Lintasan Matahari per hari
2.3.
Hubungan Cahaya dan Manusia
Cahaya matahari dengan kecepatan rambat kira-kira 360.106 km/jam dan energi kalor sebesar 6 juta kkal akan menciptakan energi dalam wujud dan bentuk yang berbeda. Area pencahayaan melingkupi banyak cara. Tiap lapisan cahaya dapat dijelajahi dan kembangkan. Infleksi (perubahan) cahaya dapat menjadi inspirasi dan motivasi dalam ruang, mengantarkan imaginasi dan mensublimasi (menaikkan) impian menjadi alam kenyataan.
Perancangan pencahayaan yang baik harus diperuntukkan tidak hanya bagi kebutuhan akan tampilan visual, tetapi juga untuk kebutuhan biologis manusia akan cahaya yang juga berhubungan dengan gaya hidup dan kebudayaan. Menurut William Lam beberapa kebutuhan biologis manusia terhadap cahaya adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan akan orientasi spasial Sistem pencahayaan harus dapat membantu menunjukkan tempat dan arah 2. Kebutuhan akan orientasi waktu Sistem pencahayaan harus dapat memberikan feedback akan jalannya waktu yang dibutuhkan oleh jam internal dalam tubuh manusia 3. Kebutuhan untuk mengerti bentuk struktur Kebutuhan untuk mengerti bentuk fisik dapat dikacaukan oleh pencahayaan yang bertentangan dengan realita fisik, dengan kegelapan yang pekat, maupun dengan penerangan tersebar yang meratakan penampilan objek 4. Kebutuhan untuk fokus pada kegiatan Pencahayaan dapat membantu membentuk susunan kegiatan dan dengan memberikan penerangan lebih pada area kegiatan yang paling relevan 5. Kebutuhan untuk ruang personal Cahaya dan daerah gelap pada ruang besar dapat membantu mendefinisikan ruang personal bagi setiap individu 6. Kebutuhan untuk ruang yang menyenangkan
Suatu ruang terasa muram bila diharapkan terang, namun ternyata tidak. Maka kombinasi dari cahaya langsung, tidak langsung dan aksentuasi cahaya dapat menciptakan rancangan yang menarik dan menyenangkan 7. Kebutuhan untuk masukan visual yang menarik Ruang yang membosankan tidak langsung terlihat menarik hanya dengan meningkatkan level cahaya 8. Kebutuhan akan susunan pada lingkungan visual Saat order diharapkan namun tidak didapatkan maka akan terlihat kekacauan 9. Kebutuhan untuk keamanan Kegelapan merupakan keadaan dimana informasi visual yang diterima oleh otak sangat kurang. Pada situasi yang dirasa membahayakan, kekurangan informasi menyebabkan ketakutan Vitalitas optikal adalah upaya pemasukan cahaya ke dalam ruangan dengan kapasitas dan intensitas yang tepat berdasarkan kebutuhan dan kenyamanan beraktivitas terutama kegiatan mengamati untuk mengapresiasi. Benda-benda cemerlang yang disertai dengan pola cahaya yang dinamis terhadap gelap akan menyebabkan terlihat lebih cerah dan dapat menampilkan aktivitas yang nyata. Efek foto elektrik menyebabkan efek cahaya dramatis dan perubahan elektrik dengan kemungkinan hubungan antara energisitas yang disaksikan dan permainan cahaya juga material. Tidak dapat dibayangkan kenyamanan optikal itu sesuatu yang dapat dipastikan secara mutlak, karena kekuatannya dapat dirasakan sebagaimana fitur material atau dimensi lainya dan nyata secara persepsi dan artistikal.
2.4.
Hubungan Cahaya dan Ruang
Ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui pewadahan ruanglah manusia bergerak, melihat bentuk-bentuk dan benda-benda, mendengar suara-suara, merasakan angin bertiup, mencium bau semerbak bunga-bunga kebun yang mekar. Itulah ruang seperti kayu atau batu, meskipun sifatnya tak berbentuk. Pada ruang, bentuk visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala ditentukan oleh batas-batas yang telah ditentukan oleh unsur-unsur bentuk. Ruang ada disebelah dalam dan luar bangunan, disekitar dan diantara bangunan-bangunan. Itulah elemen dimana manusia bereaksi apabila mengalami lingkungan mereka. Maka dari itu, untuk menciptakan sistem pencahayaan yang berhasil, perancang harus mengerti beberapa aspek dari persepsi manusia, sebagai berikut : Relativity of Brightness Nilai absolut untuk penerangan (brightness) adalah luminasi, namun manusia menilai terang dari suatu objek relatif dengan penerangan dari sekelilingnya. Brightness Constancy Untuk membuat nalar dari lingkungan visual, otak harus melakukan penyesuaian terhadap apa yang dilihat mata. Kemampuan otak untuk mengabaikan perbedaan pencahayaan pada kondisi tertentu disebut brightness constancy Color Constancy Kemampuan otak untuk menghapus perbedaan warna yang disebabkan oleh perbedaan pencahayaan disebut color constancy. Kemampuan ini memiliki implikasi
survival yang penting karena jika tidak maka tidak dapat mengenali rumah sendiri bila pulang pada waktu yang berbeda. Namun color constancy tidak dapat digunakan bila lebih dari satu tipe sumber cahaya digunakan secara simultan Fenomena persepsi warna lainnya Warna-warna hangat (merah, oranye dan kuning) terlihat lebih dekat pada mata, sementara warna-warna dingin (biru, hijau dan abu-abu gelap) terlihat lebih jauh. Maka pemilihan warna dinding dapat membuat ruang menjadi lebih luas atau lebih sempit. Efek Foreground Otak selalu berusaha untuk memilah sinyal visual dari gangguan visual. Bila hal ini menjadi sulit atau tidak mungkin, maka pemandangan tersebut dirasakan mengganggu. Teori Gestalt Tujuan melihat adalah untuk mengumpulkan informasi. Otak senantiasa mencari pola-pola yang dimengerti. Pencarian otak terhadap pengertian keseluruhan dari bagian-bagian terpisah disebut teori gestalt. Sebuah rancangan pencahayaan yang berhasil bukanlah bila setiap bagiannya dirancang dengan baik, namun bila keseluruhan komposisi rancangan merupakan satu kesatuan utuh yang memiliki arti dan tidak mengganggu.
2.5.
Pemanfaatan Pencahayaan Alami Dalam Arsitektur
Pada masa Mesir Kuno, cahaya matahari dianggap hanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan tidak dianggap sebagai elemen pembentuk ruang. Pada masa Yunani Kuno, cahaya matahari mulai diperhitungkan sebagai pembentuk ruang dan tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis semata. Kuil-kuil pada masa Yunani Kuno selalu berorientasi ke Timur sehingga saat matahari terbit sinarnya dapat menerangi patung didalam kuil sehingga mendapatkan efek dramatis. Pada masa
Romawi
Kuno,
perkembangan
Arsitektur
menyebabkan
peningkatan
pemanfaatan pencahayaan alami. Bangsa Romawi membangun banyak bangunan umum dan monumental serta mengembangkan beberapa strategi pemanfaatan cahaya alami.
Gambar 9. Pantheeon
Pantheon
merupakan
bangunan
pertama
yang
sungguh-sungguh
memanfaatkan pencahayaan alami sebagai pembentuk ruang. Cahaya tercurah
melalui lubang berbentuk lingkaran diujung dome, membentuk efek dramatis dalam ruang. Apabila matahari tengah bersinar, cahaya mampu menjadi suatu penggerak (animator) yang sangat ampuh terhadap sifat-sifat bentuk dan skala sebuah bangunan, sebuah hal bagi perancang yang sangat peka, kenali dan sering digunakan. Bagaimanapun efek dari hari-hari mendung dan bahkan hujan pada bentuk dan skala harus diketahui dan dipadukan ke dalam rancangan bangunan. Cahaya pada interior bangunan lebih dapat dikendalikan oleh perancang, melalui pengendalian cahaya alamiah. Efek dramatis dan juga keteraturan ruang dan ketegasan skala, dapat dihasilkan dan ditingkatkan oleh pembedaan penggunaan dan pengendalian cahaya. Pada bagian ini peranan arsitek sangat penting untuk bersama ahli penerangan mengendalikan rancangan penerangan. Disamping terlepas dari betapa efektif dan pekanya penerangan buatan dipakai, hal itu tetap tidak dapat pernah menggantikan cahaya alamiah dari matahari. Jika hal ini diabaikan maka untuk kehidupan sehari-hari akan kehilangan suatu rasa waktu dan suatu rasa bidang apabila pertalian ini diputuskan. Sinar matahari adalah suatu gaya dinamik yang bekerja pada bangunan dan bentuk lain dengan beberapa tingkat kekuatan dan beberapa karakter yang dapat dikenal setiap hari. Dipertimbangkan sebagai suatu prinsip perancangan, sinar matahari tidak sematamata menghias sendiri dengan pasif pada bentuk melainkan diperlukan untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses perancangan.
2.6.
Bentuk Dan Massa Bangunan
Menurut Mary Guzowski Rancangan Massa Bangunan yang bijaksana selalu memperhatikan pemanfaatan pencahayaan alami untuk menghemat biaya, cara perawatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk iluminasi. Banyak preseden yang berkembang pada bangunan sekolah dari abad 19 dan awal abad 20 yang mengungkapkan strategi pencahayaan alami yang sukses melalui Massa Bangunan yang tipis, atrium, lightwells dan courtyard. Strategi ini digunakan untuk memanfaatkan pencahayaan alami, mengurangi kelebihan kontras dari cahaya secara sepihak (satu-sisi), menambah distrbusi pencahayaan alami, dan memberikan view yang baik. Beragam konfigurasi untuk pencahayaan diantaranya bentuk L, bentuk U, Donut, dan bentuk tipis linear.
Bentuk Linear
Massa Bangunan dengan konfigurasi linear memiliki rasio panjang-lebar yang menempatkan sidelighting dengan batasan yang cukup. Orientasi menjadi sangat penting karena satu aspek dari bangunan lebih panjang dari aspek lainnya. Bila panjang memiliki orientasi ke arah Timur-Barat, pencahayaan alami dapat dipasangkan dengan pemanasan pasif atau pendinginan menurut musim. Berlawanan apabila panjang memiliki orientasi ke arah sumbu Utara-Selatan, dapat membentuk simetri, antara bentuk bangunan dan pergerakan matahari Timur-Barat, dimana mengacu kepada pergerakan matahari harian. Pada orientasi yang lain, lokasi jendela membutuhkan pertimbangan secara hati-hati di dalam konteks luminasi dan objek
termal. Apabila Bentuk Linear memiliki aspek panjang dan pendek, kesempatan yang berbeda pada setiap sisi bangunan. Tergantung kepada orientasi, iklim, arah mata angin, dan program, setiap façade mungkin ditampilkan secara berbeda untuk memasukkan atau mengendalikan pencahayaan, pemanfaatan matahari, dan ventilasi.
Gambar 10. Plan of the Carmel Mountain Ranch Library (M.W.Steele)
Gambar 11. Section of the Carmel Mountain Ranch Library (M.W.Steele)
Gambar 12. Exterior view of the Newton Library
Bentuk Terpusat
Bentuk Terpusat memiliki internal core yang secara tipikal sebuah focal point disekitarnya dimana ruang yang lain terorganisasi. Kecenderungan kepada fokus internal, dimana melihat bagian sebaik melihat bagian dalam. Massa Bangunan yang tebal dihasilkan dari pemusatan dimana secara umum sama dengan rasio panjanglebar. Biasanya untuk mengurangi kedalamna yang nyata dari bentuk terpusat dengan memasukkan atrium, lightwells atau courtyard, secara keseluruhan cenderung menjadi focal point dari bangunan. Bentuk Terpusat mungkin hanya menggunakan satudari strategi ini, meskipun tidak biasa untuk menemukan atrium, lightwells atau courtyard pada bangunan yang sama, profil bangunan yang tipis dan zoning aktivitas luminasi secara hati-hati (penempatan wilayah servis, gudang dan sirkulasi pada interior melawan pencahayaan didekat selubung batas) dapat membantu untuk
menyediakan pencahayaan. Dimana massa yang tebal dengan banyak lantai tidak dapat dihindarkan pada lokasi, programmatic, estetika dan perhatian ekonomis, Massa harus skulptur untuk memaksimalkan pencahayaan.
Gambar 13. View of an atrium in the Center for British Art and Studies
Bentuk Cluster
Bentuk Bangunan Cluster tidak terpisahkan lebih sedikit sulit untuk pencahayaan alami dibandingkan Bentuk Bangunan Tebal. Karena Bentuk Cluster adalah susunan dari rangkaian massa-massa kecil dalam beragam konfigurasi,
wilayah permukaan yang luas sangat baik untuk toplighting atau sidelighting. Ruang negative antara massa (bagian dalam dan bagian luar) dan sayap bangunan dapat juga digunakan untuk menghasilkan dan membawa cahaya menuju ruang yang bersebelahan.
Gambar 14. Plans of the Type/Variant House
Gambar 15. Façade detail of Rainbow Shores (Richard Stinger)
2.7.
Pengertian Ruang Kelas (Ruang Perkuliahan)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Ruang didefinisikan sebagai sela-sela antara dua (deret) atau empat tiang; rongga yang berbatas atau terlingkung oleh bidang Kelas didefinisikan sebagai Ruang tempat belajar disekolah. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia Ruang Belajar adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar
dilangsungkan. Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya yaitu:
1. Ruang kelas atau Ruang Tatap Muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran, dan fungsi. 2. Ruang Praktik/Laboratorium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ruang ini mempunyai kekhususan dan diberi nama sesuai kekhususannya tersebut, diantaranya: a.
Laboratorium Fisika/Kimia/Biologi,
b.
Laboratorium bahasa,
c.
Laboratorium komputer,
d.
Ruang keterampilan, dll
Menurut Wikipedia English
A classroom is a room in which teaching or learning activities can take place. Classrooms are found in educational institutions of all kinds, including public and private schools, corporations, and religious and humanitarian organizations. The classroom attempts to provide a safe space where learning can take place uninterrupted by other distractions.
Gambar 16. A university classroom with permanently-installed desk-chairs and green chalkboards
Gambar 17. Classroom in St. Eunan's College, Letterkenny, Ireland
Ruang Kelas pada bahasan ini yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat mengadakan aktivitas belajar mengajar. Ruang Kelas ini lokasinya berada pada bangunan perguruan tinggi. Untuk mendukung fungsinya tersebut maka pada Ruangan Kelas dibutuhkan kualitas pencahayaan yang baik sebagai media yang dapat membangun suasana dan menghasilkan kualitas visual yang baik bagi penggunanya.
Menurut Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Di Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan vokasi dengan program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.
2.8. Jendela Dan Ruang Kelas
Kata jendela “Window” berasal dari Old Norse vindauga, asal kata vindr "wind" dan auga "eye". Kata "Vindauga" masih digunakan di Icelandic, dialek bangsa Norwegia yang digunakan untuk menyebut window. Kata window dikenal pada awal abad 13, dimaksudkan kepada lubang tanpa kaca pada bagian dalam atap. Secara historis “windows” dirancang dengan permukaan paralel pada dinding vertikal bangunan. Rancangannya membolehkan cahaya matahari dan panas menekan masuk kedalam bangunan. Rancangan umum kemiringannya kira-kira 45 datangnya cahaya matahari.
0-
35
0
dari sudut
Gambar 18. Clerestory Windows
Gambar 19. Shading and Windows Orientation
Jendela/bukaan barangkali salah satu aspek paling kompleks dari lingkungan kelas. Jendela dapat menyediakan suatu kelas dengan pencahayaan alami, pandanganpandangan, ventilasi dan komunikasi dengan dunia luar. Mereka dapat juga membiarkan ketidak nyamanan termal, silau, kebisingan dan kebingungankebingungan menuju kelas. Di dalam studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya
untuk mengendalikan sifat yang kompleks dari jendela dengan termasuk pencahayaan bagian atas di dalam studi yang akan memperkenalkan “kemurnian” pencahayaan alami ke dalam suatu kelas tanpa semua isu dari pandangan, kebingungan, dan komunikasi yang diperkenalkan oleh jendela. Trend yang serupa terjadi seluruh negara, dan secara internasional, meskipun demikian barangkali tanpa pergeseran yang dramatis dalam praktek desain di California. Memperhatikan kecenderungan pada sekolah-sekolah, dan semua tipe dari bangunan, tanpa jendela, Belinda Collins dari National Bureau of Standards menyelenggarakan suatu literatur review yang utama pada studi dari jendela pada tahun 1974. Collins menemukan bahwa banyak peneliti dari waktu adalah dismissive ’salah arti’ dari pentingnya jendela, mengutip ketiadaan bukti dari manfaat-manfaat mereka dan bukti yang mudah dari penghematan biaya. Dia menyimpulkan penelitian yang diselesaikan mulai dari 1974 menyuarakan pentingnya jendela, hanya yang belum selesai: “Banyak, meskipun demikian belum keseluruhan, bukti dari studi-studi kelas tanpa jendela
adalah belum selesai, atau tidak cukup, selagi bahwa dari
pabrik-pabrik tanpa jendela adalah circumstantial, yang didasarkan pada perkataan, dibanding penelitian. Sebagai hasilnya, hanya kesimpulankesimpulan yang bersifat sementara dapat ditarik sekitar kualitas dari ruang yang tanpa jendela yang membuat mereka sedikit banyaknya tertarik kurang dari desirable”
Ketertarikan terbaru bangkit kembali di dalam pentingnya jendela untuk kedua-duanya kebutuhan pencahayaan alami dan nilai dari pandangan melalui suatu jendela, terutama dari keindahan alam. Studi-studi yang diselenggarakan oleh Heschong Mahone Group, yang digambarkan di dalam bagian berikut, adalah langkah yang pertama untuk menunjukkan dan mengukur satu asosiasi antara kehadiran dari pencahayaan alami dan peningkatan penampilan siswa. Pada waktu yang sama, penelitian terbaru di dalam ilmu psikologi dan photobiologi digarisbawahi asas pentingnya ritme-ritme circadian di dalam kesehatan dan fungsi mental. Ritme-ritme circadian ini, yang tidak bisa dipisahkan di dalam semua bentuk kehidupan di atas bumi, yang ditingkatkan untuk menanggapi pola alami dari cahaya terang sepanjang hari dan melengkapi kegelapan pada malam hari. Riak gelombang dari cahaya di dalam daerah spektrum yang biru, sangat serupa dengan spektrum dari langit yang biru, telah ditunjukkan saling berhubungan dengan produksi melatonin hormon yang mengendalikan banyak siklus-siklus tidur dan kewaspadaan mental. Peneliti-peneliti hanyalah memulai untuk memilih kepentingan yang berhubungan dari pengaturan waktu, jangka waktu, intensitas dan spektrum di dalam kebutuhankebutuhan kita akan pencahayaan setiap hari untuk menjaga pola kesehatan. Menurut Mary Guzowski rancangan dan bentuk jendela adalah pertimbangan yang paling akhir. Ukuran, posisi, karakteristik seksional, dan berhubungan dengan permukaan lainnya akhirnya mendefinisikan pengalaman luminasi di dalam ruang. Jendela memainkan banyak peran dan mengambil banyak tugas. Jendela dapat ditempatkan didalam, penyaring dari bagian luar, bingkai dari pemandangan dan
banyak lainnya. Banyak program, estetika dan faktor pengalaman dipertimbangkan dalam menentukan bentuk jendela yang sesuai. Perhatian tertentu adalah ukuran jendela, lokasi dan detail.
Ukuran Jendela
Perhatian selalu kepada ukuran jendela (atau Glazing Area/daerah kaca) karena dampak dari daerah kaca pada konsumsi energi. Ukuran jendela dan pengaruhnya pada pencahayaan alami harus selalu dipertimbangkan dari perspektif yang lebih luas dimana mungkin termasuk hubungan pada lokasi, potensi lokasi atau mood dari cahaya, kenyamanan manusia, wayfinding, artikulasi dari bentuk, dan relief visual. Dalam tugas untuk menentukan ukuran jendela harus kembali kepada program objektif dan kriteria seperti seberapa banyak cahaya yang dibutuhkan? Apakah tinggi atau rendahnya level iluminasi telah sesuai? Selanjutnya bagaimana kebutuhan cahaya didistribusikan? Haruskah distribusi cahaya dilakukan secara seragam? Terakhir apakah potensi dari cahaya tersebut? Jendela yang kecil secara tipikal menciptakan kutub yang berbeda dari pencahayaan yang menghadirkan ruang dengan irama dari cahaya dan bayangan. Jendela yang kecil mendefinisikan batasan antara bagian dalam dan bagian luar yang mana ditekankan oleh kontras antara Massa dan Dinding dan daerah kecil dari kaca. Apabila ukuran jendela ditambah akan bersesuaian dengan pengurangan keduanya kontras cahaya dan bayangan dan batasan antara bagian dalam dan bagian luar. Jendela yang kecil dapat digunakan untuk membingkai pemandangan tertentu atau
hubungan pada bagian luar, fokus perhatian pada tampilan lingkungan yang spesial atau unik. Sebaliknya ukuran jendela yang besar menciptakan kekurangan batasan diskriminasi antara bagian luar dan bagian dalam-hal itu memasukkan lokasi dan landscape kepada interior.
Posisi Jendela
Posisi jendela pada dinding atau plafon berpengaruh bagaimana cahaya akan didistribusikan dan hubungan apa yang akan terjadi dengan pekerjaan, aktivitas dan pengalaman dalam ruang. Jendela rendah, sebagai contoh, menyediakan kesempatan untuk mengambil keuntungan dari pemantulan cahaya dari tanah, yang mana dapat dilangsungkan kembali dari permukaan eksterior dan lantai untuk membawa cahaya kedalam ruang (mengasumsikan bahwa warna-cahaya permukaan digunakan dan lantai tidak dihalangi oleh objek). Posisi jendela yang rendah, kesempatan yang terbaik untuk memberikan hubungan visual langsung kepada lokasi dan landscape. Posisi jendela yang sedang sangat populer untuk mengkombinasikan pemandangan, pemantulan cahaya, dan optimalisasi lokasi untuk ventilasi dalam yang dekat dengan penghuni. Apabila tinggi jendela ditambah, menjadi sangat privasi. Jendela yang tinggi menggantikan hubungan visual dari bumi menuju langit, yang juga membolehkan cahaya untuk menekan kedalam pada ruang. Harus lebih hati-hati dengan jendela yang tinggi karena permukaan dibawah jendela mungkin keluar dari pembayangan, dapat menciptakan kontras yang berlebihan antara jendela dan
dinding. Iluminasi bilateral atau pemantulan permukaan dapat digunakan untuk mengalahkan pengaruh ini (dilakukan pada Aalto’s Seinajoki Library).
Detail Jendela
Detail Jendela memperhatikan kedalaman jendela, karakteristik seksional dan material. Kedalaman jendela memiliki dampak signifikan kepada hubungan antara bagian luar dan bagian dalam-jendela yang lebih kedalam pembeda yang lebih baik. Apabila kedalaman jendela ditambah, adalah juga kesempatan yang terbaik untuk menggunakan seksi jendela untuk merubah, memantulkan, atau mendistribusikan ulang pencahayaan alami. Sebaliknya, apabila Massa Bangunan dikurangi, cahaya menjadi lebih mudah dipantulkan dari permukaan ruang yang bersebelahan lebih dari sekitar jendela. Penyaring cahaya tambahan menjadi menambah pentingnya untuk banyak programdan iklim dengan mengurangi Massa Dinding.
2.9.
Persepsi
Menurut Kamus Inggris-Indonesia Perception (noun/kata benda) adalah penglihatan, tanggapan daya memahami atau menanggapi
Dalam ilmu psikologi dan cognitif, persepsi diartikan sebagai sebuah proses untuk memperoleh, menginterpretasi, memilih dan mengorganisasi informasi yang berhubungan dengan panca indera (stimulus). Kata persepsi “perception” berasal dari bahasa Latin “capere” yang berarti "to take" atau mengambil makna awal secara lengkap "completely." Persepsi (perception) merupakan salah satu elemen dalam proses komunikasi yang berarti makna lisan atau tulisan yang diberi oleh penghantar kepada penerima, dipengaruhi perkara yang dilihat, pengalaman, sistem nilai dan tahap kematangan seseorang. Jenis-jenis persepsi 1. Amodal perception Amodal perception adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan persepsi struktur fisik secara penuh disaat hanya sebagian yang dipersepsikan. Sebagai contoh meja akan dipersepsikan sebagai struktur volumetrik yang lengkap meskipun hanya sebagian dari meja yang terlihat. 2. Colour perception Colour perception adalah kemampuan mempersepsi warna yang ada pada tubuh mamalia melalui color receptors yang berisi pigmen-pigmen dengan spectral sensitivities yang berbeda.
3. Depth perception Depth perception adalah kemampuan visual untuk mempersepsi dunia dalam wujud tiga dimensi. Depth perception memberikan kemampuan untuk melihat gambaran objek pada jarak tertentu secara akurat. Hubungan sudut pandang dengan jarak objek pengamatan amat berpengaruh sekali bagi pengguna ruang kelas. Hal ini berhubungan langsung dengan tingkat kenyamanan visual dan apresiasi pengguna ruang kelas.
Gambar 20. Hubungan sudut pandang dengan jarak objek pengamatan
2.10. Studi Banding Bangunan Akademis pada University of Petroleum and Minerals
University of Petroleum and Minerals terletak di Dhahan Saudi Arabia oleh arsitek Caudill Rowlett Scott dan memanfaatkan jasa Benjamin H. Evans, AIA sebagai daylighting consultant. Model tes digunakan untuk menentukan ukuran skylight dan jenis skylight. Bagian tipikal dari bangunan dipilih sebagai eksperimen. Model dibuat dengan skala 1 : 20. karakteristik light – reflecting pada dinding, lantai, kolom dan permukaan langit-langit diduplikasi pada model dengan cat yang tepat.
Bagian kaca pada interior kantor disimulasikan dengan cat abu-abu yang memiliki pemantulan 25 %. Model yang ditampilkan hanya sebagian dari keseluruhan bangunan. Untuk percobaan, area ini telah dilengkapi dengan penutup berupa enclose untuk mencegah masuknya cahaya yang tidak dibutuhkan. Dinding penutup, disepanjang sisi samping dari model dicat untuk mencapai pemantulan 25 % untuk mensimulasikan cahaya pada ruang terbuka. Skylight pada model dibuat dengan skala, dengan diameter membuka 1,2 meter dan pada bagian atas ditutup dengan flat plastik transparan yang memiliki nilai transmisi 49 %. Material flat ini mendekati bentuk kubah skylight dari plastik padat. Tes diadakan dinegara bagian Blackburg, Virginia yang dapat disamakan dengan Saudi Arabia. Untuk memperkirakan matahari dan langit Saudi yang diperkirakan akan menghasilkan iluminasi 12.000 footcandles pada bidang horizontal dibagian atap, faktor perkalian diterapkan pada level cahaya yang diukur pada model. Hasil pada tes daylighting ditunjukkan pada tabel 1. Kolom 1 memberikan ukuran level cahaya dengan model dasar (skylight Ø 1,2 meter; lapisan transmisi skylight 49 %) dengan iluminasi dari matahari dan langit pada atap horizontal (Eh) 6000 foot candles 2. Kolom 2 mengindikasikan jumlah level cahaya pada model untuk bidang atap, level iluminasi 12.000 footcandles 3. Kolom 3 mengindikasikan jumlah level cahaya pada Ø skylight lebih kecil
4. Kolom 4 mengindikasikan level cahaya yang dihasilkan bukaan skylight lebih kecil dan faktor transmisi skylight lebih rendah 69 %
Gambar 21. Cara pengukuran Illuminasi dalam ruang
Tabel 1. Hasil Pengukuran Illuminasi (L) pada lantai (ruang) DAYLIGHT TEST RESULTS – University of Petroleum and Minerals
11:20 A.M. Solar Time – October 29 41o True Sun Altitude
POSITION Level 4
Level 3
13o Sun Azimuth 1 MEASURED Eh = 6.600 d = 1,2 m t = 49 %
2 CALCULATED Eh = 12.000 d = 1,2 m t = 49 %
3 CALCULATED Eh = 12.000 d = 1,0 m t = 49 %
4 CALCULATED Eh = 12.000 d = 1,0 m t = 49 %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
14,3 12,7 5,8 20,5 17,2 6,9 9,6 8,8 2,9 16,7 14,1 3,6
26,1 23,2 10,5 37,3 31,2 12,5 17,4 15,9 5,2 30,2 25,5 6,5
18 16 7 26 22 9 12 11 4 21 18 5
25 23 9 37 31 13 17 15 6 30 25 7
A B C D E F G H
30,1 39,5 33,6 30,1 15,6 27,7 36,9 8,7
54,3 71,2 60,5 54,2 28,1 49,8 66,5 15,7
38 49 42 38 20 35 46 11
54 69 59 54 28 49 65 15
Eh = Illumination on horizontal roof
t
= Transmission factor of skylight
d = Diameter of skylight Sumber : Benyamin H. Evans; Daylight in Architecture, Mc Graw-Hill, 1981
Gambar 22. The Model of Test Site
Gambar 23. Model Tes
Zach Elementary School (Fort Collins, Colorado) Report of Daylighting Measure Impacts
Gambar 24. Typical North Classroom pada Zach Elementary
Zach Elementary School berlokasi di Fort Collins, Colorado, Amerika Serikat, dibuka tahun 2002 dan menampilkan rancangan ruang kelas dengan prinsip pencahayaan alami. Pencahayaan Buatan/Electric lighting dikendalikan satu dari dua set photosensors diatap bangunan, tergantung pada kelas tersebut menghadap Utara
atau Selatan. Ruang kelas memiliki tinted view dan clerestory windows, dengan overhangs membentuk shade pada bagian Selatan clerestory windows. Pemandangan Jendela pada sisi Utara dan clerestory windows pada sisi Selatan memiliki Venetian blinds; Pemandangan Jendela pada sisi Selatan memiliki peneduh melengkung yang berlubang/perforated roller shades. Slop langit-langit berada pada jendela untuk menambah reflektivitas ke dalam ruang kelas. Rancangan Bangunan yang membagi penggunaan listrik pada empat ruang kelas. Ruang 121 dan 133 terletak pada lantai ke dua pada sisi bagian Utara bangunan dan dikendalikan oleh photo sensor. Ruang 140 dan 141 adalah yang terbesar, ruang kelas Tk di ground-floor terletak pada sisi Selatan bangunan dan dikendalikan oleh kendali photosensor sisi Selatan. Pencahayaan untuk setiap ruang kelas berisi bank of windows pada satu dinding, parallel dengan dinding ini, empat baris lampu OSI T8/841.
Gambar 25. Finelite Series 4 Pendant Fixture Demonstrating Bi-Level Control
Lampu ini terdapat didalamnya 4' 2-lamp 277V Finelite Series 4 direct/indirect fluorescent pendant fixtures dengan with static ballasts dan lubang reflector dari besi/perforated metal reflector "sayap" yang secara langsung uplight menuju langit-langit. Lampu dioperasikan dengan kendali photosensor two-stage dan dua switches, disiapkan kendali dua lapis/bi-level control pada setiap fixture. Switch pertama mengoperasikan baris lampu manual. Switch kedua mengoperasikan baris lampu photocontrol, yang mana akan aktif tergantung pada jumlah cahaya matahari yang tersedia. Secara khusus, photosensors akan mematikan baris exterior atas perasa jumlah pencahayaan alami yang cukup (kendali level 1), dan akan mematikan baris interior sebagai peningkatan pencahayaan alami (kendali level 2).
Gambar 26. Section View Of Classroom Showing Lamp Placement And Sloped Ceilings
Gambar 27. Typical Switching Diagram
Gambar 28. South Classroom at Zach Elementary
Pada ruang 140 dan 141, yang terbesar, ada dua baris tambahan lampu manual, dan switches terpisah untuk setiap baris lampu photo-control.
High Performance Schools Workshop Twenhofel Middle School
Gambar 29. Twenhofel Middle School
Gambar 30. Campus Plan
Gambar 31. Floor Plan
Gambar 32. Roof Plan
Gambar 33. Typical Classroom
Gambar 34. Commons & Gymnasium
Keuntungan Berpenampilan Tinggi/Lebih Baik: 1. Penampilan siswa yang lebih baik 2. Meningkatkan kehadiran rata-rata per hari 3. Meningkatkan kepuasan dan daya ingat guru 4. Mengurangi biaya energi dan operasional 5. Memberi pengaruh positif kepada lingkungan 6. Kemampuan untuk menggunakan fasilitas sebagai alat mengajar HIGH PERFORMANCE DESIGN FEATURES: 1.
DaylightingDesign
2.
Mechanical Platform / Geothermal / Commissioning
3.
Curriculum Integration
4.
Rainwater CatchmentSystem
5.
Vital Signs SystemSolar Panel Design
7.
LEED Certification
8.
Cost Data
Rancangan Pencahayaan Alami
Bangunan didirikan pada sumbu Utara-Selatan untuk menyediakan rancangan pencahayaan alami yang optimal. Gymnasium, perpustakaan, Ruang yang bersifat umum dan semua ruangan kelas adalah menggunakan pencahayaan alami dengan glass clearstories. Memberikan pencahayaan alami 70% setiap waktu, jadi mengurangi biaya energi. Penyaring silau elektrik dioperasikan diantara clearstory
glass didalam gymnasium untuk mengelapkan untuk penampilannyya. Pencahayaan alami dari ruang kelas kualitas kesehatan udara ruang dalam diperhatikan secara kritis untuk menyediakan lingkungan belajar yang efektif. Penelitian sudah menunjukkan pencahayaan alami didalam ruang kelas meningkatkan prestasi siswa dan meningkatkan kepuasan staf. Penelitian ini menunjukkan prestasi meningkat 20 % untuk matematika dan 26 % dalam membaca lebih dari periode satu tahun.
Gambar 35. Academic Wing Section
2.11.
Studi Literatur/Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung/Standar Nasional Indonesia
1.
Ruang Lingkup
Standar tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung di dalam merancang sistem pencahayaan alami, dan bertujuan agar diperoleh sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat
kesehatan, kenyamanan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku. Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan alami siang hari dalam bangunan gedung. 2.
Acuan
a) SNI. No. 03-2396-1991: Tata cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung. b) Natuurkundige
Grondslagen
Voor
Bouurvorrschriften,
1951,
Deel
11,
”Dagvertichting Van Woningen (NBG II 1951). c) Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London. d) Adhiwiyogo. M.U. 1969 ; Selection of the Design Sky for Indonesia based on the Illumination Climate of Bandung. Symposium of Environmental Physics as Applied to Building in the Tropics. 3.
Istilah dan Definisi 1. bidang lubang cahaya efektif
bidang vertikal sebelah dalam dari lubang cahaya. 2. faktor langit
angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari diberbagai tempat dalam suatu ruangan. 3. langit perancangan
langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan.
4. lubang cahaya efektif untuk suatu titik ukur
bagian dari bidang lubang cahaya efektif lewat mana titik ukur itu melihat langit. 5. terang langit
sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat pencahayaan alami siang hari. 6. titik ukur
titik di dalam ruangan yang keadaan pencahayaannya dipilih sebagai indikator untuk keadaan pencahayaan seluruh ruangan. 4.
Kriteria Perancangan
1. Ketentuan Dasar Pencahayaan Alami Siang Hari yang Baik
Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila: a) pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. b) distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu. Tingkat Pencahayaan Alami dalam Ruang
Tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh:
a) hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya. b) ukuran dan posisi lubang cahaya. c) distribusi terang langit. d) bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur. Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya tersebut. a) Faktor pencahayaan alami siang hari dari 3 komponen meliputi: 1. Komponen langit (faktor langit-fl) yaitu komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit
Gambar 36. Tiga Komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang kerja
2. Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar) yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada disekitar bangunan yang bersangkutan 3. Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam) yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam
ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi bendabenda di luar ruangan maupun dari cahaya langit b) Persamaan-persamaan untuk menentukan faktor pencahayaan alami Faktor pencahayaan alami siang hari ditentukan oleh persamaan-persamaan berikut ini: 1. fl
=
1
π
{arctan L/D -
1 1 + ( H / D) 2
arctan
L/D
1 − ( H / D) 2
} ........... (2.5)
keterangan : L
= lebar lubang cahaya efektif.
H
= tinggi lubang cahaya efektif.
D
= jarak titik ukur ke lubang cahaya.
2. fr
= (fl) x Lrata-rata
3. frd
=
τkaca A(1 − R )
..................................................................... (2.6)
x (C R fw + 5 R cw)
............................................. (2.7)
keterangan : (fl)
= faktor langit jika tidak ada penghalang.
Lrata-rata = perbandingan antara luminasi penghalang dengan luminasi rata-rata langit. τkaca
= faktor transmisi cahaya dari kaca penutup lubang cahaya, besarnya tergantung pada jenis kaca yang nilainya dapat diperoleh dari katalog yang dikeluarkan oleh produsen kaca.
A
= luas seluruh permukaan dalam ruangan
R
= faktor refleksi rata-rata seluruh permukaan
W
= luas lubang cahaya
Rcw
= faktor refleksi rata-rata dari langit-langit dan dinding bagian atas dimulai dari bidang yang melalui tengah-tengah lubang cahaya, tidak termasuk dinding dimana lubang cahaya terletak
C
= konstanta yang besarnya tergantung dari sudut penghalang
Rfw
= faktor refleksi rata-rata lantai dan dinding bagian bawah dimulai dari bidang yang melalui tengah-tengah lubang cahaya, tidak termasuk dinding dimana lubang cahaya terletak
Langit Perancangan
a) Dalam ketentuan ini sebagai terang langit diambil kekuatan terangnya langit yang dinyatakan dalam lux b) Karena keadaan langit menunjukkan variabilitas yang besar, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keadaan langit untuk dipilih dan ditetapkan sebagai Langit Perancangan adalah: 1) bahwa langit yang demikian sering dijumpai 2) memberikan tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan terbuka, dengan nilai dekat minimum, sedemikian rendahnya hingga frekuensi kegagalan untuk mencapai nilai pencahayaan ini cukup rendah 3) nilai tingkat pencahayaan tersebut dalam butir 2) pasal ini tidak boleh terlampau rendah sehingga persyaratan tekno konstruksi menjadi terlampau tinggi
c) Sebagai Langit Perancangan ditetapkan: 1) langit biru tanpa awan atau 2) langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih d) Langit Perancangan ini memberikan tingkat pencahayaan pada titik-titik di bidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux. Untuk perhitungan diambil ketentuan bahwa tingkat pencahayaan ini asalnya dari langit yang keadaannya dimana-mana merata terangnya (uniform luminance distribution) Faktor Langit
Faktor langit (fl) suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan adalah angka perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di titik tersebut dengan tingkat pencahayaan oleh Terang Langit pada bidang datar di lapangan terbuka. Pengukuran kedua tingkat pencahayaan tersebut dilakukan dalam keadaan sebagai berikut: a) Dilakukan pada saat yang sama b) Keadaan langit adalah keadaan Langit Perancangan dengan distribusi terang yang merata di mana-mana c) Semua jendela atau lubang cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup dengan kaca Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga cahaya langit yang direfleksikan oleh permukaan di luar dan di dalam ruangan. Perbandingan antara tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada
bidang datar di lapangan terbuka di sebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan Faktor Langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh karena fl merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur. Titik Ukur
a) Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75 meter di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja
Gambar 37. Tinggi dan Lebar Cahaya Efektif
b) Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang cukup memuaskan, maka Faktor Langit (fl) titik ukur tersebut harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya. c) Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :
1) titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar kedua dinding samping, yang berada pada jarak ⅓ d dari bidang lubang cahaya efektif 2) titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping, yang juga berada pada jarak ⅓ d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya efektif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada ”bidang” batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu (lihat gambar dibawah ini)
Gambar 38. Penjelasan mengenai jarak d
d) Jarak ”d” pada dinding tidak sejajar Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jarak ditengah antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya e) Ketentuan jarak ”1/3.d” minimum
Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang daripada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3.d diganti dengan jarak minimum 2 meter. Lubang Cahaya Efektif
Bila suatu ruangan mendapatkan pencahayaan dari langit melalui lubanglubang cahaya di beberapa dinding, maka masing-masing dinding ini mempunyai bidang lubang cahaya efektifnya sendiri-sendiri. Umumnya lubang cahaya efektif dapat berbentuk dan berukuran lain daripada lubang cahaya itu sendiri. Hal ini, antara lain disebabkan oleh: a) penghalangan cahaya oleh bangunan lain dan atau oleh pohon. b) bagian-bagian dari bangunan itu sendiri yang karena menonjol menyempitkan pandangan ke luar, seperti balkon, konstruksi ”sunbreakers” dan sebagainya. c) pembatasan-pembatasan oleh letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya. d) bagian dari jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.
2. Persyaratan Teknis Klasifikasi Berdasarkan Kualitas Pencahayaan
a) Kualitas Pencahayaan yang harus dan layak disediakan, ditentukan oleh: 1) penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya penglihatan oleh mata terhadap aktivitas yang harus dilakukan dalam ruangan itu. 2) lamanya waktu aktivitas yang memerlukan daya penglihatan yang tinggi dan sifat aktivitasnya, sifat aktivitas dapat secara terus menerus memerlukan
perhatian dan penglihatan yang tepat, atau dapat pula secara periodik dimana mata dapat beristirahat b) Klasifikasi Kualitas Pencahayaan 1) Kualitas A: kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat terus menerus, seperti menggambar detil, menggravir, menjahit kain warna gelap, dan sebagainya. 2) Kualitas B : kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis, membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dan sebagainya. 3) Kualitas C: kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan sebagainya. 4) Kualitas D: kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang, dan sebagainya. Persyaratan Faktor Langit Dalam Ruangan
a) Nilai faktor langit (fl) dari suatu titik ukur dalam ruangan harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 1) sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai faktor langit minimum (flmin) yang tertera pada Tabel 1, 2, dan 3, dan dipilih menurut klasifikasi kualitas pencahayaan yang dikehendaki dan dirancang untuk bangunan tersebut. 2) nilai flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam BANGUNAN UMUM untuk TUUnya, adalah seperti tertera pada tabel 1 dimana d adalah jarak antara bidang lubang efektif ke dinding di seberangnya, dinyatakan dalam
meter. Faktor langit minimum untuk TUS nilainya 40 % dari flmin untuk TUU dan tidak boleh kurang dari 0,10 d. Tabel 2. Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Umum Klasifikasi Pencahayaan A B C D
flmin TUU 0,45 d 0,35 d 0,25 d 0,15 d
Sumber : Standar Nasional Indonesia
Tabel 3. Nilai Faktor Langit untuk Bangunan Sekolah JENIS RUANGAN Ruang Kelas Biasa Ruang Kelas Khusus Laboratorium Bengkel kayu/besi Ruang Olahraga Kantor Dapur
Flmin TUU 0,35 d 0,45 d 0,35 d 0,25 d 0,25 d 0,35 d 0,20 d
Flmin TUS 0,20 d 0,20 d 0,20 d 0,20 d 0,20 d 0,15 d 0,20 d
Sumber : Standar Nasional Indonesia
3) nilai dari fl min dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan sekolah, adalah seperti pada tabel 2; Untuk ruangan-ruangan kelas biasa, kelas khusus dan laboratorium dimana dipergunakan papan tulis sebagai alat penjelasan, maka flmin pada tempat 1/3 d di papan tulis pada tinggi 1.20 m, ditetapkan sama dengan flmin = 50 % TUU. 4) nilai dari flmin dalam prosentase untuk ruangan-ruangan dalam bangunan tempat tinggal seperti pada tabel 3;
Tabel 4. Nilai Faktor Langit Bangunan Tempat Tinggal Jenis Ruangan Ruang Tinggal Ruang Kerja Kamar Tidur Dapur
fl min TUU 0,35 d 0,35 d 0,18 d 0,20 d
flmin TUS 0,16 d 0,16 d 0,05 d 0,20 d
Sumber : Standar Nasional Indonesia
5) untuk ruangan-ruangan lain yang lain yang tidak khusus disebut dalam tabel ini dapat diperlakukan ketentuan-ketentuan dalam tabel 1 b) Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di satu dinding nilai fl ditentukan sebagai berikut: 1) dari setiap ruangan yang menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang-lubang atau jendela-jendela di satu dinding saja, harus diteliti fl dari satu TUU dan TUS 2) Jarak antara dua titik ukur tidak boleh lebih besar dari 3 m. Misalnya untuk suatu ruangan yang panjangnya lebih dari 7 m, harus diperiksa (fl) lebih dari tiga titik ukur (jumlah TUU ditambah) c) Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang berhadapan. Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang-lubang atau jendela-jendela di dua dinding yang berhadapan (sejajar),
maka setiap bidang lubang cahaya efektif mempunyai kelompok titik ukurnya sendiri. 2. untuk kelompok titik ukur yang pertama, yaitu dari bidang lubang cahaya efektif yang paling penting, berlaku ketentuan dari tabel diatas. 3. untuk kelompok titik ukur yang kedua ditetapkan syarat minimum sebesar 30 % dari yang tercantum pada ketentuan-ketentuan dari tabel diatas. 4. dalam hal ini (fl) untuk setiap titik ukur adalah jumlah faktor langit yang diperolehnya dari lubang-lubang cahaya di kedua dinding. 5. ketentuan untuk kelompok titik ukur yang kedua ini seperti yang termaksud dalam ayat 3, tidak berlaku apabila jarak antara kedua bidang lubang cahaya efektif kurang dari 6 meter. 6. bila jarak tersebut dalam butir 5) adalah lebih dari 4 meter dan kurang dari 9 meter dianggap telah dipenuhi apabila luas lubang cahaya efektif kedua ini sekurang-kurangnya 40 % dari luas lubang cahaya efektif pertama. Dalam hal yang belakangan ini, luas lubang cahaya efektif kedua adalah bagian dari bidang lubang cahaya yang letaknya di antara tinggi 1 meter dan tinggi 3 meter. d) Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang saling memotong. 1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang-lubang atau jendela-jendela di dua dinding yang saling memotong
kurang lebih tegak lurus, maka untuk dinding kedua, yang tidak begitu penting, hanya diperhitungkan satu Titik Ukur Utama saja. 2. syarat untuk titik ukur yang dimaksud dalam butir 1) pasal ini adalah 50 % dari yang berlaku untuk titik ukur utama bidang lubang cahaya efektif yang pertama. 3. jarak titik ukur utama tambahan ini sampai pada bidang lubang cahaya efektif kedua diambil ⅓ d, dimana d adalah ukuran dalam menurut bidang lubang cahaya efektif pertama (lihat gambar 3). e) Ruangan dengan lebih dari satu jenis penggunaan. Apabila suatu ruangan digunakan sekaligus untuk dua jenis keperluan, maka untuk ruangan ini diberlakukan syarat-syarat yang terberat dari kedua jenis keperluan tersebut. f) Penerimaan cahaya pada koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal. Setiap koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal harus dapat menerima cahaya melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,10 m2 dengan ketentuan, bahwa untuk: 1. luas kaca dinding luar atau atap diperhitungkan 100% 2. luas kaca dinding dalam, yang dapat merupakan batas dengan kamar tidur, kamar tinggal, kamar meja dan sebagainya, diperhitungkan 30% 3. luas kaca ruangan lainnya, seperti gudang, kamar mandi, dan sebagainya, diperhitungkan 0%
g) Penerimaan cahaya siang hari pada koridor atau gang/lorong dalam bangunan. Setiap gang atau lorong dalam bangunan umum harus sekurang-kurangnya dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca minimal 0,30 m2. Untuk setiap 5 meter panjang gang atau lorong, dengan ketentuan, bahwa untuk : 1. luas kaca dinding luar atau atap, diperhitungkan 100% 2. luas kaca dinding dalam yang merupakan batas dengan ruangan dengan kualitas pencahayaan A dan B, diperhitungkan 20% 3. luas kaca untuk perbatasan dengan ruangan dengan pencahayaan kualitas C, diperhitungkan 10% 4. luas kaca ruangan lainnya diperhitungkan 0% h) Penerimaan cahaya siang hari pada ruang tangga umum. Ruang tangga umum harus dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,75 m2 . (Lihat gambar dibawah). Untuk setiap setengah tinggi lantai dengan ketentuan: 1. lubang cahaya dinding luar, diperhitungkan 100% 2. apabila terdapat kaca diatap maka cahaya di
Gambar 39. Potongan Ruang Tangga
a. tingkat paling atas
100 %
b. tingkat pertama dibawahnya
50 %
c. tingkat kedua dibawahnya
25 %
d. tingkat ketiga dibawahnya
12,5 %
e. tingkat dibawah selanjutnya
0%
i) Sudut penghalang cahaya. Sudut penghalang cahaya hendaknya tidak melebihi 60o ditinjau dari sudut tata letak bangunan-bangunan sesuai dengan perencanaan tata ruang kota, bila hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pencahayaan tambahan yang diperlukan diperoleh dari pencahayaan buatan. j) Faktor langit dalam ruangan yang menerima pencahayaan tidak langsung. Untuk lubang cahaya efektif dari suatu ruangan yang menerima cahaya siang hari tidak langsung dari langit akan tetapi melalui kaca atau lubang cahaya dari ruangan lain, misalnya lewat teras yang beratap, maka f dari titik ukur dalam ruangan ini dihitung melalui ketentuan-ketentuan dalam persyaratan teknis ini, hanya boleh diambil maksimal 10% dari faktor langit dalam keadaan dimana titik ukur langsung menghadap langit. Penetapan Faktor Langit
a) Dasar penetapan nilai faktor langit. Penetapan Nilai Faktor Langit, didasarkan atas keadaan langit yang terangnya merata atau kriteria Langit Perancangan untuk indonesia yang memberikan kekuatan pencahayaan pada titik dibidang datar dilapangan terbuka sebesar 10.000 lux.
b) Perhitungan faktor langit. Perhitungan besarnya faktor langit untuk titik ukur pada bidang kerja didalam ruangan dilakukan dengan menggunakan metoda analitis dimana nilai f dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan L/D seperti tercantum dalam tabel 4 dengan penjelasan: Faktor langit sebagai fungsi H/D dan L/D Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif berbentuk persegi panjang OPQR (tinggi H dan lebar L) sebagaimana dilukiskan dibawah ini:
Gambar 40. Cara mengukur persentase cahaya yang masuk ke dalam ruangan
Ukuran H dihitung dari 0 ke atas. Ukuran L dihitung dari 0 ke kanan, atau dari P ke kiri sama saja. H
adalah tinggi lubang cahaya efektif
L
adalah lebar lubang cahaya efektif
D
adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif
Tabel 5. Nilai faktor langit dinyatakan dalam % L/D 0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
H/D 0.10
0.02
0.03
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.09
0.10
0.10
0.20
0.06
0.12
0.17
0.22
0.27
0.30
0.33
0.36
0.38
0.40
0.30
0.13
0.26
0.37
0.48
0.57
0.65
0.72
0.77
0.82
0.86
0.40
0.22
0.43
0.52
0.80
0.96
1.09
1.20
1.30
1.38
1.44
0.50
0.32
0.62
0.91
1.17
1.39
1.59
1.76
1.90
2.02
2.11
0.60
0.42
0.62
1.20
1.55
1.85
2.12
2.34
2.53
2.69
2.83
0.70
0.52
1.02
1.50
1.93
2.31
2.64
2.93
3.18
3.38
3.55
0.80
0.62
1.22
1.78
2.29
2.75
3.26
3.50
3.80
4.05
4.26
0.90
0.71
1.40
2.04
2.64
3.17
3.63
4.04
4.39
4.69
4.94
1.00
0.79
1.56
2.29
2.95
3.56
4.09
4.55
4.95
5.29
5.57
1.50
1.10
2.17
4.13
4.13
4.99
5.77
5.45
7.05
7.58
8.03
2.00
1.27
2.51
4.80
4.80
5.81
5.74
7.56
8.29
8.94
9.51 10.40
2.50
1.37
2.70
3.98
3.95
6.29
7.31
8.22
9.03
9.75
3.00
1.43
2.82
4.16
4.16
6.59
7.66
8.62
9.49
10.27
10.96
3.50
1.47
2.90
4.28
4.28
6.78
7.89
8.89
9.79
10.60
11.33
4.00
1.49
2.96
4.36
4.36
6.91
8.04
9.07
10.00
10.83
11.58
4.50
1.51
2.99
4.41
4.41
7.01
8.15
9.20
10.15
11.00
11.76
5.00
1.53
3.02
4.46
4.46
7.07
8.24
9.29
10.25
12.12
11.90
L/D 1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
6 0.12
H/D 0.10
0.11
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.20
0.45
0.47
0.48
0.48
0.48
0.48
0.48
0.48
0.49
0.30
0.97
1.01
1.03
1.04
1.04
1.05
1.05
1.05
1.05
0.40
1.63
1.71
1.74
1.76
1.77
1.78
1.78
1.78
1.78
0.50
2.40
2.52
2.57
2.60
2.61
2.63
2.63
2.63
2.63
0.60
3.22
3.39
3.46
3.50
3.52
3.54
3.54
3.54
3.55
0.70
4.07
4.29
4.39
4.40
4.47
4.48
4.50
4.50
4.51
0.80
4.90
5.18
5.31
5.37
5.41
5.43
5.45
5.45
5.46
0.90
5.71
6.04
6.04
6.20
6.28
6.33
6.36
6.39
6.40
1.00
5.47
6.87
7.06
7.16
7.22
7.25
7.28
7.26
7.30
1.50
9.52
10.23
10.59
10.79
10.90
10.97
11.05
11.05
11.08
2.00
11.44
12.43
12.96
13.26
13.44
13.55
13.62
13.67
13.73
2.50
12.64
13.85
14.52
14.92
15.16
15.32
15.42
15.49
15.58 16.91
3.00
13.41
14.78
15.58
16.06
16.36
16.56
16.70
16.79
3.50
13.93
15.42
16.31
16.87
17.22
17.46
17.64
17.74
17.89
4.00
14.30
15.88
16.84
17.45
17.85
18.13
18.32
18.46
18.63
4.50
14.56
16.21
17.23
17.89
18.33
18.63
18.85
19.01
19.21
5.00
14.75
16.45
17.52
18.22
18.69
19.03
19.26
19.44
19.67
6.00 15.01 16.79 Sumber : Standar Nasional Indonesia
17.92
18.68
19.20
19.58
19.85
20.06
20.33
c) Tingkat pencahayaan optimal. Untuk memperoleh tingkat pencahayaan yang optimal harus diperhatikan: 1) bagian dari jendela yang tidak tembus cahaya perlu diadakan koreksi; 2) perhitungan secara global dilakukan menurut ratio luas bagian yang tidak dapat ditembus cahaya terhadap luas bagian seluruh lubang cahaya efektif. d) Perhitungan faktor langit dengan cara lain. Cara perhitungan faktor langit dalam perancangan dapat dilakukan dengan metoda lain secara keilmuan/keahlian selama hasilnya tidak berbeda dengan hasil dari metoda analitis yang dimuat dalam pedoman ini. Ketentuan Khusus
a) Sudut penghalang cahaya lebih besar dari 35o. Apabila sudut penghalang lebih besar dari 35o (tangen 35o = 0,7 = H/D), maka pada perhitungan faktor langit dapat diambil sudut penghalang sebesar 35o, dengan ketentuan bahwa garis bawah dari kaca seluruhnya terletak tidak lebih tinggi dari tinggi bidang kerja. b) Pembebasan dari persyaratan yang ditentukan pada butir 4.2.2 hanya diberikan apabila untuk hal-hal khusus dapat dibuktikan bahwa persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi. c) Jika ketentuan pada butir b) diatas digunakan, maka syarat minimal untuk pembebasan adalah sebagai berikut: 1) untuk ketentuan nilai faktor langit pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, lubang cahaya efektif diatas 0,75 meter dari lantai dibuat seluas mungkin.
2) untuk ruangan dengan pencahayaan alami langsung dari 2 lubang cahaya di dua dinding berhadapan atau saling memotong, nilai prosen yang diambil dari tabel 1, tabel 2, dan tabel 3 atau 50% dari yang berlaku untuk titik ukur utama dari bidang cahaya efektif yang pertama. 3) untuk penerimaan cahaya pada koridor atau gang/lorong dan ruang tangga umum, harus diberi pencahayaan buatan sehingga pada siang hari dengan instalasi ini keadaan pencahayaan dapat memenuhi syarat. 4) khusus dalam hal ruangan untuk keperluan umum, setiap penyimpangan dari syarat-syarat didalam petunjuk teknis ini, hanya dapat disetujui apabila dapat diajukan rancangan sistem pencahayaan buatan sebagai tambahan atau sebagai penggantian yang memenuhi syarat sesuai dengan sifat dan penggunaan ruangan itu.
5.
Cara Perancangan Pencahayaan Alami Siang Hari.
1. Prosedur Perancangan Pencahayaan Alami Siang Hari
Prosedur Perancangan Alami Siang Hari dilaksanakan dengan mengikuti bagan dibawah ini: FUNGSI RUANGAN
FAKTOR PENCAHAYAAN SIANG HARI MINIMUM YANG DIPERLUKAN
ORIENTASI, LEBAR, TERITIS (OVERSTEK), ALAT PENEDUH
UKURAN LUBANG CAHAYA POSISI LUBANG
HITUNG : TINGGI LUBANG CAHAYA EFEKTIF, HD LEBAR LUBANG CAHAYA EFEKTIF, L
HITUNG FAKTOR LANGIT
HITUNG : KOMPONEN REFLEKSI LUAR KOMPONEN REFLEKSI DALAM
HITUNG : KOMPONEN REFLEKSI LUAR KOMPONEN REFLEKSI DALAM
HITUNG FAKTOR PENCAHAYAAN SIANG
Gambar 41. Prosedur Perancangan Sistem Pencahayaan Alami siang hari
2. Pencahayaan Alami dan Luas Lubang Cahaya
a) Untuk memperoleh kualitas pencahayaan yang diinginkan maka di dalam perancangan perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi kualitas pencahayaan tersebut. Kualitas pencahayaan alami siang hari dalam ruangan ditentukan oleh: 1) perbandingan luas lubang cahaya dan luas lantai.
2) bentuk dan letak lubang cahaya. 3) faktor refleksi cahaya dari permukaan di dalam ruangan. b) Kedudukan Lubang Cahaya Disamping ketiga faktor tersebut pada a) perlu diperhatikan kedudukan lubang cahaya terhadap bagian lain dari bangunan dan keadaan lingkungan sekitarnya yang dapat merupakan penghalang bagi masuknya cahaya kedalam ruangan.
3. Letak dan Bentuk Lubang Cahaya
a) Letak atau posisi lubang cahaya berpengaruh kepada nilai faktor langit serta distribusi cahaya ke dalam ruang sebagai berikut: 1) lubang cahaya yang sama besarnya mempunyai nilai fl yang lebih besar untuk kedudukan yang lebih tinggi. Hingga suatu ketinggian tertentu nilai fl akan menurun lagi. (lihat tabel dibawah). 2) dalam tabel dibawah telah dihitung nilai faktor langit untuk titik ukur yang terletak 2 m dari bidang lubang cahaya efektif. Titik ukur tersebut memperoleh pencahayaan dari lubang cahaya efektif yang berbentuk bujur sangkar dengan sisi 20 cm dengan letak tinggi yang berbeda-beda.
Tabel 6. Hubungan antara tinggi tempat lubang cahaya dengan nilai faktor langit relatif Tinggi tempat lubang cahaya (cm) 0 – 20 20 – 40 40 – 60 60 – 80 80 – 100 100 – 120 120 – 140 140 – 160 160 – 180 180 – 200
Nilai faktor langit relatif 1 2 3,5 4 5 5 5 5 4,5 4
Sumber : Standar Nasional Indonesia
Salah satu sisi dari lubang cahaya efektif berimpit dengan garis potong bidang vertikal yang melalui titik ukur. Proyeksi titik ukur pada bidang lubang cahaya efektif disebut titik O (lihat gambar 7). Nilai faktor langit diambil terhadap tempat yang terendah.
Gambar 42. Pengaruh kedudukan lubang cahaya atas besarnya faktor langit
3) lubang cahaya efektif yang sama besarnya apabila kedudukannya lebih ke samping dari bidang vertikal yang lewat titik ukur dan tegak lurus pada bidang lubang cahaya efektif , akan memberikan nilai faktor langit pada titik ukur yang lebih kecil. Faktor langit dengan sisi 20 cm dan garis bawahnya berimpitan dengan ketinggian bidang kerja (titik ukur), diambil sebagai dasar satuan. Tabel 7. Hubungan antara jarak ke samping dengan Nilai Faktor Langit Relatif Jarak kesamping (cm) 0 – 20 20 – 40 40 – 60 60 – 80 80 – 100 180 – 200 280 – 300 Sumber : Standar Nasional Indonesia
Nilai Faktor Langit Relatif 1 0,5 1 0,5 0,5 0 0
4) nilai faktor langit untuk lubang cahaya efektif yang letaknya sentral dan tinggi terhadap titik ukur, lebih efektif dibandingkan lubang cahaya yang letaknya ke samping dan rendah. 5) bagian-bagian dari lubang cahaya efektif yang letaknya tinggi akan lebih efektif dalam distribusi cahaya ke bagian-bagian dari ruangan yang letaknya lebih dalam dari pada ke samping b) Bentuk lubang cahaya memberikan pengaruh terhadap distribusi cahaya sebagai berikut : c) Penghalang cahaya d) Penghalang cahaya lainnya yang berupa bagian dari bangunan itu sendiri seperti : e) Bangunan lain yang berada di hadapan lubang cahaya umumnya akan membatasi bagian bawah dari lubang cahaya efektif. Apabila pada saat perancangan bangunan belum ada bangunan lain di sekitarnya, sedangkan dalam rencana kota akan dibangun bangunan lain maka hal ini harus dipertimbangkan pada saat perancangan bangunan. f) Tanaman dapat merupakan penghalang cahaya karena hal ini sukar sekali untuk diperkirakan
maka
pengaruhnya
sering
tidak
diperhitungkan.
Untuk
memperhitungkan hal ini dianjurkan dalam perancangan diambil nilai faktor langit 10 % sampai 20 % lebih tinggi dari persyaratan yang diberikan. Juga dianjurkan pohon-pohon yang tinggi dan rindang jangan ditanam terlampau dekat pada bangunan.
g) Distribusi cahaya dalam ruangan. Kualitas pencahayaan alami siang hari dalam suatu ruangan dapat dikatakan baik apabila: 1) tingkat pencahayaan yang minimal dibutuhkan selalu dapat dicapai atau dilampaui tidak hanya pada daerah-daerah di dekat jendela atau lubang cahaya tetapi untuk ruangan secara keseluruhan. 2) tidak terjadi kontras antara bagian yang terang dan gelap yang terlalu tinggi (40:1) sehingga dapat mengganggu penglihatan. h) Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan alami siang hari di dalam ruangan perlu diperhatikan petunjuk-petunjuk di bawah ini: 1) apabila kondisi bangunan memungkinkan, hendaknya ruangan dapat menerima cahaya lebih dari satu arah. Hal ini akan membantu meratakan distribusi cahaya dan mengurangi kontras yang mungkin terjadi. 2) untuk memanfaatkan sebaik-baiknya pemasukan cahaya alami ke dalam ruangan, hendaknya permukaan ruangan bagian dalam menggunakan warna yang cerah. 3) vitrase (gorden transparan) dapat membantu membaurkan cahaya, tetapi juga mengurangi cahaya yang masuk. Pengurangan cahaya dapat mencapai 50 % atau lebih, tergantung pada bahan yang digunakan. 4) kasa nyamuk dapat mengurangi banyaknya arus cahaya yang masuk sekurangkurangnya 15 %. 5) penggunaan kaca khusus untuk mengurangi radiasi termal sebaiknya tidak mengurangi cahaya yang masuk.
6.
Pengujian dan Pemeliharaan
1. Pengujian
Pengujian pencahayaan alami siang hari dimaksudkan menguji dan atau menilai/memeriksa kondisi pencahayaan alami siang hari pada point 4. Pengujian dilakukan dengan mengukur atau memeriksa: a) Tingkat Pencahayaan a. Ukur tingkat pencahayaan di Titik Ukur Utama (TUU). Titik Ukur Samping (TUS). Titik di luar ruangan di tempat terbuka dan pengukuran dilakukan pada waktu yang bersamaan. b. Hitung faktor langit di TUU dan TUS c. Bandingkan hasil perhitungan pada butir b dengan ketentuan pada point 4. b) Indeks Kesilauan Silau terjadi diakibatkan oleh masuknya cahaya matahari langsung atau adanya pantulan dari benda-benda reflektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi silau adalah luminasi sumber cahaya, posisi sumber cahaya terhadap penglihatan pengamat dan adanya kontras pada permukaan kerja. Nilai Indeks Kesilauan maksimum yang direkomendasikan untuk berbagai tugas visual diberikan pada tabel dibawah. Nilai Indeks Kesilauan dapat dihitung dengan
rumus-rumus
yang
ada
pada
CIBSE
Publication
TM
10.
(CIBSE=Chartered Institution of Building Services Engineering) Tabel 8. Nilai Indeks Kesilauan Maksimum Untuk Berbagai Tugas Visual dan Interior
Jenis Tugas Visual atau Interior dan Pengendalian Silau yang Dibutuhkan Tugas Visual kasar atau tugas yang tidak dilakukan secara terus menerus
Indeks Kesilauan Maksimum 28
Pengendalian silau diperlukan secara terbatas
25
Tugas visual dan Interior Normal
22
Pengendalian silau sangat penting
19
Tugas visual sangat teliti – Pengendalian silau tingkat tinggi sangat diperlukan Sumber : Standar Nasional Indonesia
16
Contoh Tugas Visual dan Interior Perbekalan bahan mentah, pabrik produksi beton, fabrikasi rangka baja, pekerjaan pengelasan Gudang, cold stores, Bangunan turbin dan boilers, toko mesin dan peralatan, Plants rooms Koridor, ruang tangga, penyiapan dan pemasakan makanan, kantin, kafetaria, ruang makan, pemeriksaan dan pengujian (pekerjaan kasar), ruang perakitan, pekerjaan logam lembaran Ruang kelas, perpustakaan (umum), ruang keberangkatan dan ruang tunggu di bandara, pemeriksaan dan pengujian (pekerjaan sedang), lobby, ruangan kantor Industri percetakan, ruang gambar, perkantoran, pemeriksaan dan pengujian (pekerjaan teliti)
2. Pemeliharaan
Pada pencahayaan alami siang hari sebagai sumber masuknya cahaya ke dalam ruangan adalah lubang cahaya. Pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah menghindarkan adanya penghalang yang dapat mengurangi terang langit yang masuk ke dalam ruangan dan membersihkan kaca-kaca.
BAB III METODE PENELITIAN/PERALATAN
3.1
Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian dibutuhkan untuk menunjang lancarnya penelitian STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI DI MEDAN. Pada
penelitian ini penulis menggunakan beberapa peralatan penelitian yaitu: 1. Kamera Digital Untuk mendokumentasikan kondisi eksisting pada lokasi penelitian maka dibutuhkan Alat perekam/penyimpan gambar.
Gambar 43. Samsung Digimax A40 2 Digital Camera
84
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Digital Camera/Kamera Digital sebagai alat mendokumentasi data visual pada lokasi penelitian. Kamera Digital yang digunakan untuk mendokumentasikan kondisi penerangan alami pada lokasi penelitian (kondisi visual eksisting pada lokasi penelitian) adalah DIGIMAX A40 2 FC dengan Merk SAMSUNG DIGITAL CAMERA MADE by SAMSUNG S/N : S5230385 dengan kemampuan hingga 4.0 Mega Pixels. Dokumentasi kondisi eksisting pada lokasi penelitian selanjutnya dapat dijadikan bukti/fakta yang berlaku pada lokasi penelitian. 2. Alat Ukur Kekuatan Penerangan
Gambar 44. Alat ukur KYORITSU
Nilai Kekuatan Penerangan dibutuhkan untuk mengetahui Nilai Variabel yang akan diamati. Untuk mengetahui nilai kekuatan penerangan di dalam ruangan maka penulis menggunakan Alat Ukur Kekuatan Penerangan. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur kekuatan penerangan adalah ILLUMINOMETER MODEL 5200 dengan Merk KYORITSU buatan KYORITSU ELECTRICAL INSTRUMENTS WORKS, LTD SERIAL NO :2110176 MADE IN JAPAN. Nilai kekuatan penerangan yang didapatkan melalui pengukuran manual pada setiap titik pengukuran selanjutnya dijadikan acuan untuk menganalisa variabel yang akan diamati. 3. Software Design Grafis
Profil Archicad versi 9
Gambar 45. Tampilan Software Design Grafis Archicad versi 9
Software Design Grafis digunakan untuk membuat simulasi kondisi eksisting
pada lokasi penelitian. Dengan demikian kita mengetahui dimensi dari lokasi penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Software Design Grafis yaitu sebagai berikut : PERALATAN PENELITIAN
KAMERA DIGITAL Rekam Gambar Lokasi Penelitian
ALAT UKUR KEKUATAN PENERANGAN Ukur kekuatan penerangan lokasi penerangan
SOFTWARE DESIGN GRAFIS Simulasi Lokasi
Gambar 46. Skema penggunaan peralatan penelitian
3.2
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan proses/metoda penelitian yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Metoda yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Metoda Kuantitatif. Pada penelitian ini menggunakan Pendekatan dengan Metoda Kuantitatif. Metoda terbagi atas eksperimen langsung dan quasi experimen/eksperimen tidak langsung serta eksperimen subjek tunggal secara khusus. Pendekatan dengan Metoda Kuantitatif merupakan eksperimen kompleks dengan banyak variabel. Pendekatan dengan Metoda Kuantitatif pada penelitian ini dibagi atas Metoda Pengukuran berdasarkan Standar Nasional Indonesia dan Metoda Analisa Data.
2. Metoda Pengukuran berdasarkan Standar Nasional Indonesia Metoda
Pengukuran
Standar
Nasional
Indonesia
dilakukan
untuk
mengumpulkan data menggunakan Alat Ukur yang telah dipersiapkan sebelumnya. 3. Metode Analisa Data. Metode Analisa Data dilakukan untuk mendapatkan nilai dari variabel yang akan diamati. Pada metoda ini menggunakan perhitungan Matematis atau Kalkulasi Data. KAMERA DIGITAL Rekam Gambar Lokasi Penelitian
ALAT UKUR KEKUATAN PENERANGAN Ukur kekuatan penerangan lokasi penerangan
SOFTWARE DESIGN GRAFIS Simulasi Lokasi
Gambar 47. Skema pengumpulan data penelitian
3.3
Variabel Yang Diamati
Variabel penelitian dimaksudkan untuk memberikan batasan pembahasan didalam penelitian. Variabel Penelitian yang akan diamati adalah sebagai berikut : 1. Dimensi dan orientasi bukaan pada Lokasi Penelitian Mengamati dan mengukur dimensi bukaan dan orientasinya terhadap arah lintasan matahari 2. Orientasi Bangunan dan Arah datangnya sinar matahari Sedangkan Variabel Penelitian yang akan dianalisa adalah sebagai berikut : 1. Kekuatan penerangan = E (lux), Kekuatan penerangan sangat mempengaruhi kualitas visual pengguna Ruang Kelas. Dengan kekuatan penerangan yang cukup siswa dan pengajar dapat merasa
nyaman berada didalam ruang dan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif. 2. Kekuatan cahaya dari sumber cahaya = I (cd), Kekuatan cahaya dari sumber cahaya adalah kekuatan penerangan di kali tinggi sumber cahaya. Hal ini menentukan kekuatan penerangan pada bidang ruang kelas. Dengan mengetahui nilai I kita dapat mengetahui daerah yang berkualitas rendah dan tinggi pada Ruang Kelas. 3. Kekuatan cahaya per m 2 = L (cd/m2), Luminasi adalah kekuatan cahaya per m2. Dengan mengetahui nilai luminasi kita dapat menentukan posisi meja dan kursi. 4. Arus cahaya = φ (lumen) Arus cahaya adalah jumlah cahaya yang dipancarkan setiap detik oleh sebuah sumber cahaya. Dengan mengetahui arus cahaya kita dapat menentukan waktu penggunaan penerangan tambahan pada Ruang Kelas 5. Banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan (%) Banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan adalah persentase cahaya yang masuk kedalam Ruang Kelas pada waktu penyinaran tertentu.
BAB IV KAWASAN PENELITIAN
4.1.
Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI
terletak di Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pemetaan (Mapping) lokasi perencanaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
KOTA MEDAN
Gambar 48. Letak Geografis Kotamadya Medan
90
UMA UHN
Kec. Medan Tembung
Kec. Medan Kota
UPMI Kec. Medan Kota
Gambar 49. Lokasi Penelitian di Kota Medan
STUDI PEMANFAATAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA BEBERAPA RANCANGAN RUANG KELAS PERGURUAN TINGGI ini mengambil Studi Kasus Tiga Perguruan Tinggi di Kotamadya Medan sebagai Lokasi yang akan diamati berdasarkan kondisi pencahayaan alaminya yaitu : Universitas HKBP Nomensen, Universitas Medan Area, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia. Kondisi Eksisting Lokasi masing-masing perguruan tinggi adalah sebagai berikut :
1.
Universitas HKBP Nomensen
Universitas HKBP Nomensen terletak di jalan Sutomo dengan jalan Perintis Kemerdekaan kecamatan Medan Timur kotamadya Medan. Ruang Kelas yang menjadi objek penelitian terletak pada lantai 4 Gedung L (lihat gambar dibawah ini).
GEDUNG L
Gambar 50. Universitas HKBP Nomensen
GEDUNG L
Gambar 51. Foto Udara Universitas HKBP Nomensen
Gambar 52. Foto Udara Universitas HKBP Nomensen
3. Universitas Medan Area
Universitas Medan Area terletak di Jalan Kolam Medan Estate Kecamatan Medan Tembung Kotamadya Medan. Ruang Kelas yang menjadi objek Penelitian terletak pada Gedung Fakultas Teknik. Posisi Gedung dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
FAKULTAS TEKNIK Gambar 53. Universitas Medan Area
FAKULTAS TEKNIK
Gambar 54. Denah Lokasi Penelitian Ruang Kelas 4.3. Fakultas Teknik Universitas Medan Area
3.
UNIVERSITAS PEMBINAAN MASYARAKAT INDONESIA
Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia terletak kecamatan Medan Kota kotamadya Medan. Ruang Kelas yang diamati terletak pada Bangunan yang merupakan Gedung Fakultas Teknik. Posisi Gedung dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
FAKULTAS TEKNIK Gambar 55. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
FAKULTAS TEKNIK
Gambar 56. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
FAKULTAS TEKNIK
Gambar 57. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
4.2.
Kondisi Ruang Kelas
Berdasarkan survei yang dilakukan pada lokasi penelitian maka didapatkan kondisi kualitas pencahayaan alami dan bentuk bukaan (kondisi lapangan) yang didokumentasikan di dalam gambar Photo. Gambar dokumentasi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Universitas HKBP Nomensen
Ruang Kelas L4.7 Universitas HKBP Nomensen (dapat kita lihat dari gambar dokumentasi) memperlihatkan ruangan dengan kondisi pencahayaan alami yang kurang memenuhi kebutuhan untuk fungsi belajar mengajar di dalam ruang. Cahaya alami (difusse light) yang masuk dari sisi Utara dan sisi Selatan memberikan
pencahayaan alami untuk kebutuhan melihat objek di dalam ruang. Pada saat tertentu (pada saat matahari terbit dan saat matahari terbenam) kondisi pencahayaan didalam ruang kelas menjadi gelap (lihat gambar 18 dan gambar 19). Kondisi ini memberikan makna negatif untuk fungsi belajar mengajar di dalam ruang.
Gambar 58. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7
Gambar 59. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L.4.7
Gambar 60. Kondisi Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7
Gambar 61. Kondisi Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L.4.7
Gambar 62. Bagian Utara Ruang Kelas L.4.7
Cahaya matahari terhalang oleh over-hang yang berada pada sisi Selatan bangunan sehingga intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruang berkurang. Selain itu jarak antara tepi (selubung bangunan) yang demikian dekat dengan bangunan disebelahnya sehingga pada saat tertentu bayangan bangunan tersebut memberi pengaruh terhadap ruang kelas L4.7. Koridor pada sisi Selatan yang digunakan sebagai area sirkulasi dengan jarak ± 3 meter sehingga pantulan cahaya matahari dari lingkungan sekitar (pada kondisi
langit terang) tidak mencapai bagian dalam ruang kelas (cahaya pantul matahari (diffuse) jatuh pada wilayah ini).
Gambar 63. Bagian Selatan Ruang Kelas L.4.7
Gambar 64. Tepi Timur Laut Ruang Kelas L.4.7
Gambar 65. Bagian Dalam (koridor) Ruang Kelas L.4.7
Gambar 66. Bagian Dalam Ruang Kelas L.4.7
Gambar 67. Bagian Utara Ruang Kelas L.4.7
Gambar 68. Bagian Timur Laut Ruang Kelas L.4.7
Gambar 69. Interface/Merupakan Bagian dari Bangunan
Gambar 70. Sky is the Limit
Gambar 71. Interface
Gambar 72. Bentang Antara Sisi Bangunan
2.
Universitas Medan Area
Ruang Kelas 4.3 Universitas Medan Area (dapat kita lihat dari gambar dokumentasi) memperlihatkan ruangan dengan kondisi pencahayaan alami yang memenuhi kebutuhan untuk fungsi belajar mengajar di dalam ruang. Cahaya alami (difusse light) yang masuk dari sisi Utara dan sisi Selatan memberikan pencahayaan alami untuk kebutuhan melihat objek di dalam ruang. Pada saat tertentu (pukul 12.00 wib) kondisi pencahayaan alami mengakibatkan silau didalam ruang kelas (lihat gambar dibawah) diakibatkan dari pantulan cahaya dari sekitar ruang kelas.
Gambar 73. Glare didalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 74. Silau/Dazzled didalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 75. Silau/Dazzled didalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 76. Deflect Light didalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 77. Light Reflection diluar Ruang Kelas L.4.3
Gambar 78. Bentuk Permukaan bagian luar Ruang Kelas L.4.3
Gambar 79. Pencahayaan Alami Bagian dalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 80. Pencahayaan Alami Bagian dalam Ruang Kelas L.4.3
Gambar 81. Properti Ruang Kelas L.4.3
Gambar 82. Properti Ruang Kelas L.4.3
3.
Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
Ruang Kelas I.2 Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (dapat kita lihat
dari
gambar
dokumentasi)
memperlihatkan
ruangan
dengan
kondisi
pencahayaan alami yang kurang memenuhi kebutuhan untuk fungsi belajar mengajar di dalam ruang. Cahaya alami (difusse light) yang masuk dari sisi Utara dan sisi Selatan memberikan pencahayaan alami untuk kebutuhan melihat objek di dalam ruang. Secara keseluruhan kondisi pencahayaan alami didalam ruang kelas I.2 tidak cocok untuk fungsi belajar mengajar (kondisi ruang kelas cukup gelap).
Gambar 83. Posisi Ruang Kelas 1.2
Gambar 84. Bagian Barat Ruang Kelas 1.2
Gambar 85. Koridor didepan Ruang Kelas 1.2
Gambar 86. Pemantulan cahaya pada permukaan lantai Koridor didepan Ruang Kelas 1.2
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Kondisi Ruang Kelas Dan Titik Pengukuran
Cahaya yang masuk ke dalam ruang kelas merupakan cahaya diffuse yaitu cahaya yang menyebar merata di dalam ruang setelah melalui shading (penyaring cahaya). Disamping itu Rancangan Bangunan, cerahnya cahaya matahari serta rancangan bukaan terhadap sudut datangnya cahaya sangat berpengaruh terhadap kualitas pencahayaan pada ruang kelas. Penggunaan
Jendela
pada
Rancangan
Ruang
Kelas
(Perkuliahan)
dimaksudkan untuk memberikan pemandangan kepada ruang luar serta menghasilkan kualitas pencahayaan ruang yang baik (menghemat biaya operasional bangunan. Pencahayaan pada ruang dan jarak pandang yang baik akan berpengaruh terhadap penampilan pelajar. Persepsi (kualitas visual) yang baik di dalam kelas dihasilkan oleh kualitas pencahayaan yang baik. Luas dan perletakan bukaan terhadap lintasan matahari serta letak penghalang cahaya sangat mempengaruhi kualitas pencahayaan di dalam bangunan. Titik Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui Nilai Kekuatan Penerangan yang terdapat masing-masing bidang lantai pada bidang lantai Ruang Kelas. Nilai Kekuatan Penerangan pada Ruangan Kelas masing-masing Perguruan tinggi di
113
Medan merupakan kondisi penerangan alami eksisting menurut pengukuran yang dilakukan. Untuk mendapatkan data yang akan dijadikan acuan untuk kemudian dianalisa di dalam pembahasan selanjutnya maka perlu di jelaskan dimensi bukaan pada setiap ruang kelas serta letak titik pengukuran pada masing-masing ruang kelas untuk mengetahui Nilai Kekuatan Penerangan pada masing-masing titik pengukuran. Analisa Data yang dilakukan dimaksudkan untuk mendapatkan Nilai dari masingmasing variabel yang akan diamati dalam penelitian. 1.
Universitas HKBP NOMENSEN
Pintu Kaca sebagai sumber cahaya
Gambar 87. Kondisi Eksisting dan Meubiler Ruang Kelas L4.7
Titik Pengukuran
Gambar 88. Titik Pengukuran Ruang Kelas L4.7
Gambar 89. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L4.7
Gambar 90. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas L4.7
Gambar 91. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L4.7
Gambar 92. Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas L4.7
KETERANGAN untuk BUKAAN (EKSISTING) :
Panjang Ruang
=6m
Lebar Ruang
= 12 m
Tinggi Ruang
= 4,5 m
Jalusi
= 1,2 m
Tinggi Pintu Kaca + Jalusi
= 1,2 + 2 = 3,2 m
Luas Bukaan Keseluruhan
= (1,2m x 12m) + (2m x 8m) + (1,7m x 2m) = 14,4m + 16m +3,4m
= 33,8m2
Luas Posisi 4 = 2 x 6 = 12 m 2 Luas Posisi 5 = 2 x 6 = 12 m 2 Luas Posisi 6 = 2 x 6 = 12 m 2 2.
Universitas PEMBINAAN MASYARAKAT INDONESIA
Titik Pengukuran
Gambar 93. Titik Pengukuran Ruang Kelas I.2
Gambar 94. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas I.2
Gambar 95. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas I.2
Gambar 96. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas I.2
Gambar 97. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas I.2
KETERANGAN untuk BUKAAN (EKSISTING) :
Jendela 4 Daun
= 3 buah
Jendela 3 Daun
= 1 buah
Tinggi Jalusi
= 83 cm
Tinggi Jendela
= 95 cm
Jarak Jendela bawah dengan muka lantai
= 117 cm
Jarak Jendela atas dengan muka lantai
= 117 cm + 95 cm = 212 cm = 212 m
Panjang Ruang Lt 12
= 7,72 m
Lebar Ruang Lt 12
= 8,81 m
Tinggi Ruang Lt 12
= 3,78 m
Luas Bukaan Keseluruhan
= (1,78 m x 2,8 m) x 4 = 20 m2
Luas Posisi 4
= 11,334 m 2
Luas Posisi 5
= 11,334 m 2
Luas Posisi 6
= 11,334 m 2
3.
Universitas MEDAN AREA
Gambar 98. Kondisi Eksisting dan Meubiler Ruang Kelas 4.3
Titik Pengukuran
Gambar 99. Titik Pengukuran Ruang Kelas 4.3
Gambar 100. Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas 4.3
Gambar 101. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Utara Ruang Kelas 4.3
Gambar 102. Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas 4.3
Gambar 103. Ukuran Bidang Bukaan pada Sisi Selatan Ruang Kelas 4.3
KETERANGAN untuk BUKAAN (EKSISTING) :
Panjang Ruang Lt 43 = 11,68 m Lebar Ruang Lt 43
= 8,55 m
Tinggi Ruang Lt 43
= 3,65 m
Luas Bukaan Keseluruhan
= 2m x 2,5m x 6 = 30m2
Luas Posisi 4
=9m2
Luas Posisi 5
= 9 m2
Luas Posisi 6
= 9 m2
5.2.
Data Penelitian
Untuk menerangkan situasi dan kondisi Penerangan Ruang Kelas Perguruan Tinggi Swasta di Medan (data pada lokasi penelitian) maka diambil data selama 10 hari kerja pada masing-masing lokasi penelitian. Kemudian data tersebut dihitung lalu diambil nilai rata-rata dari masing-masing lokasi. Cara pengambilan data dapat mengacu pada Standar Nasional Indonesia pada halaman 57 laporan penelitian ini. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah dalam proses ini dapat kita lihat pada skema dibawah ini : LOKASI PENELITIAN Kondisi Bukaan dan Posisi Titik pengukuran
DATA Hasil pengukuran (10 hari kerja)
DATA HASIL Analisa data dengan metoda perhitungan
Gambar 104. Proses Pengumpulan Data Penelitian
Waktu pengambilan data (pengukuran pada lokasi penelitian) dimulai pada hari Minggu tanggal 04 Mei 2008 pada Ruang Kelas 4.3. Universitas Medan Area. Data diambil pada pukul 07.00 wib hingga 18.00 wib. Lama pengukuran 10 hari pada masing-masing lokasi (teknis pengukuran dapat dilihat pada tabel di lampiran 4). Selanjutnya Pengukuran menggunakan pencahayaan alami dimulai pada hari Minggu 18 Mei 2008 pada Ruang Kelas 1.2. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 30 Mei 2008 pada Ruang Kelas L.4.7. Universitas HKBP Nomensen. Standar Kekuatan Penerangan Ruang Kelas adalah 750 lux.
Sunpath Diagram Kotamadya Medan diambil pada bulan Mei saat lintasan
matahari condong kearah Utara. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 9. Medan Sky Diagram/General Position, 2008-05-04
Waktu Pengukuran
Nilai Sudut Azimut (°)
Nilai Sudut Altitude (°)
07.00
170
5
08.00
160
30
09.00
150
45
10.00
130
55
11.00
120
60
12.00
100
70
13.00
90
80
14.00
70
60
15.00
60
50
16.00
40
45
17.00
25
30
18.00
10
15
Sumber : Pengukuran pada Lokasi
Data Penelitian beserta Analisa yang dilakukan terhadap variabel yang diamati dapat dilihat pada lampiran dibagian belakang Laporan Penelitian ini. Data Penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6 dan Analisa Data dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3. Selanjutnya hasil dari analisa yang dilakukan Grafik nilai rata-rata (untuk melihat peningkatan intensitas cahaya) pada setiap lokasi penelitian. Grafik nilai rata-rata tersebut dapat dilihat dibawah ini :
UNIVE R S IT A S HK B P NOME NS E N P eng ukuran meng g unakan penc ahayaan A lami 2000
Intens itas C ahaya (lux)
1800
1720
1600
1590
1400
1380
1450
1420
1450
1400
1200
1110
1000 800
765
600
505
400 200
S eries 1
220
140
0 7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13: 00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
Wa ktu
Gambar 105. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayan Alami pada Ruang Kelas L.4.7. Universitas HKBP Nomensen
Pada Gambar 5.19 diatas kita bisa melihat peningkatan intensitas cahaya pada ruang kelas dimulai pada pukul 07.00 wib sebesar 220 lux hingga 12.00 wib sebesar 1720 lux. Penurunan intensitas cahaya dimulai pada pukul 13.00 sebesar 1175 lux. Kemudian akibat pergerakan awan terjadi peningkatan intensitas pada pukul 14.00 wib menjadi sebesar 1450 lux. Selanjutnya penurunan intensitas terjadi dari pukul 15.00 wib menjadi sebesar 1400 lux hingga pukul 18.00 wib nilai intensitas cahaya sebesar 140 lux. Dari grafik diatas terlihat pergerakan awan mempengaruhi intensitas cahaya didalam ruang kelas L.4.7. Jadi selain rancangan bangunan dan bukaan terhadap lintasan matahari intensitas cahaya didalam ruang kelas dipengaruhi oleh pergerakan awan.
UNIVERSITAS MEDAN AREA Pengukuran menggunakan pencahayaan alami 700000 612770
Intensitas Cahaya (lux)
600000 504250
500000 400000
592850 582650 541190
530970
393720
377330
Series1
300000 204200
200000 111380
100000 48360
22725
0 7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
Waktu
Gambar 106. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayan Alami pada Ruang Kelas 4.3. Universitas Medan Area
U N IV E R S IT AS P E MB IN AAN MAS Y AR AK AT IND ONE S IA P eng ukuran meng g unakan penc ahayaan Alami
Intens itas C ahaya (lux)
6000 5140
5000 4000 3380
3000 2480 2000
5470 4880
4680
4490
3570 3140
S eries 1 2160
2065
1000 300
0 7:00
8:00
9:00
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 W a ktu
Gambar 107. Grafik Nilai Rata-rata Pengukuran Menggunakan Pencahayan Alami pada Ruang Kelas 1.2. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
Pada Gambar 5.20 diatas kita melihat Grafik peningkatan intensitas cahaya pada ruang kelas 4.3. Universitas Medan Area dimulai pada pukul 07.00 wib sebesar
48360 lux hingga titik puncak (kulminasi) pada pukul 12.00 wib sebesar 612770 lux. Selanjutnya terjadi penurunan pada setiap jam hingga pukul 18.00 wib sebesar 22725 lux. Tidak terjadi pergerakan awan yang mengakibatkan perubahan intensitas cahaya didalam ruang kelas. Perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh lintasan matahari dan rancangan bangunan dan bukaan pada ruang kelas. Pada Gambar 5.21 diatas kita melihat Grafik peningkatan intensitas cahaya pada ruang kelas 1.2. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia dimulai pada pukul 07.00 wib sebesar 2480 lux. Pada pukul 08.00 wib terjadi penurunan menjadi sebesar 2065 lux. Peningkatan intensitas cahaya terjadi pada pukul 09.00 wib hingga pada pukul 11.00 wib sebesar 5140 lux. Selanjutnya terjadi penurunan pada jam 12.00-13.00 wib menjadi sebesar 4680 lux. Kemudian terjadi peningkatan intensitas cahaya didalam ruang kelas menjadi sebesar 5470 lux (nilai intensitas tertinggi). Penurunan terjadi pada pukul 15.00 wib hingga pukul 18.00 wib menjadi sebesar 300 lux. Naik turunnya intensitas cahaya di dalam ruang kelas dipengaruhi oleh lintasan matahari, pergerakan awan dan pembayangan yang terjadi karena dekatnya jarak antar bangunan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Dari penelitian yang dilakukan maka Ruang Kelas yang memenuhi Persyaratan Pencahayaan Alami adalah Ruang Kelas 4.3. Universitas MEDAN AREA. Kondisi ini menjelaskan bahwa pada pencahayaan alami pada ruang kelas ini seimbang. Cahaya matahari menerangi keseluruhan ruangan. Ruang Kelas ini dapat beroperasi tanpa penerangan elektrik. 2. Untuk Ruang Kelas L.4.7. pada Universitas HKBP NOMENSEN dan Ruang Kelas 1.2. Universitas PEMBINAAN MASYARAKAT INDONESIA kurang memenuhi persyaratan pencahayaan alami.
6.2.
Saran
Saran yang diberikan untuk mempermudah penelitian adalah : 1. Dibutuhkan penambahan bukaan pada Ruang Kelas L.4.7. Universitas HKBP NOMENSEN
dan
pada
Ruang
Kelas
1.2
Universitas
PEMBINAAN
MASYARAKAT INDONESIA untuk memenuhi persyaratan pencahayaan alami. 2. Usulan
yang
diberikan
pada
perguruan
tinggi
swasta
yang
kualitas
pencahayaannya kurang baik adalah sebagai berikut: 129
Universitas HKBP Nomensen
a) Menambah luas bidang bukaan pada ruang kelas. b) Memposisikan arah bukaan pada bidang normal cahaya alami dengan perhitungan lintasan matahari. Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
a) Sebaiknya menyesuaikan pemasukan pencahayaan alami dengan kebutuhan ruang kelas yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Architecture and Urbanism ; Louis. I. Kahn, A+U Publishing Co. Ltd., 1975. Architecture and Urbanism ; Poetics of Light, Henry Plummer, A+U Publishing Co. Ltd. Tokyo, 1987. Brown, G.Z ; Matahari Angin dan Cahaya – Strategi Perancangan Arsitektur, Penerbit Intermatra, Bandung, 1994. Buku Panduan dan Penulisan Tesis Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana USU, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006. CALIFORNIA Energy Commission; Windows and Classroom: A Study of Student Performance and the Indoor Environment. California, 2003 Departemen Pendidikan Nasional; Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 2003. Echols, John. M ; An English-Indonesian Dictionary, Penerbit Gramedia, Jakarta, 2000. Evans, Benyamin. H ; Daylight in Architecture, Mc Graw-Hill, 1981. Gibson, James.J ; The Perception of the Visual World, 1950. Guzowski, Mary ; Daylighting for Sustainable Design, McGraw-Hill, 2000. Hopkinson, R. G. and KAY J.D ; The Lighting of Building ; Faber and Faber Limited, 1969. Lam, William M.C ; Perception and Lighting as Formgivers for Architecture, McGraw-Hill Education, 1977. Lechner, N ; Heating, Cooling, Lighting, Design Methods for Architect, John Willey and Sons Inc, 1991. Lippsmeier, Georg ; Building in the Tropics, Callwey Verlag Munchen, 1980. Neufert ; Architects Data, Third Edition, Blackwell, 2000 Orr, Frank, Skala dalam Arsitektur, Penerbit Abdi Widya, Bandung, 1995.
Jurnal :
Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, 2001. ”Internet Connection/Web Site” :
http://www.arcspace.com http://en.wikipedia.org. http://en.wikipedia.orgα/wiki/Pantheon,_Rome http://www.findarticles.com http://schorsch.com http://squ1.org/wiki/αSun-Path_Diagram