APTAMER DAN APLIKASINYA DALAM KANKER
Tinjauan Pustaka Karya Ilmiah MPI
Oleh : Yunika Puspa Dewi 11/326437/PKU/12910
Kepada PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
1
APTAMER DAN APLIKASINYA DALAM KANKER
Tinjauan Pustaka Karya Ilmiah MPI
Dipresentasikan pada tanggal : 11 April 2014
Oleh : Yunika Puspa Dewi 11/326437/PKU/12910
Pembimbing
dr. Andaru Dahesihdewi, M.Kes, SpPK(K) NIP. 19650812 199503 2 003
Mengetahui,
Kepala Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM
Ketua Program Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM
Prof. dr. Budi Mulyono, MM, SpPK-K NIP.19521226 197903 1 003
dr. Usi Sukorini, M.Kes, SpPK(K) NIP.19600619 198803 2 002
2
APTAMER DAN APLIKASINYA DALAM KANKER Yunika Puspa Dewi, Andaru Dahesihdewi Bagian Laboratorium Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Intisari Latar belakang: Deteksi, identifikasi dan kuantifikasi molekul berperan penting dalam penelitian dasar dan juga dalam praktek klinis. Sejak penemuannya; antibodi monoklonal dan poliklonal merupakan molekul yang paling sering digunakan untuk format diagnosis maupun terapeutik pada aplikasi klinis dan basic science. Akan tetapi, ada beberapa keterbatasan terkait antibodi. Pada tahun 1990, oligonukleotida spesifik, yang disebut aptamer, dengan afinitas ikatan yang tinggi terhadap target protein berhasil diidentifikasi secara in vitro sebagai alternatif antibodi. Proses dimana molekul ini diisolasi disebut Selective Evolution of Ligands by Exponential Enrichment (SELEX). Kanker tetap merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Deteksi dan targetedtherapy yang dimediasi aptamer meningkatkan prognosis dan sensitivitas diagnosis dini, sekaligus menurunkan biaya perawatan karena menurunkan insidensi kanker tahap lanjut, memperbanyak pilihan terapi dan menurunkan efek samping kemoterapi. Pembahasan: Aptamer adalah sintetik oligonukleotida RNA atau DNA rantai tunggal yang diseleksi melalui metode in vitro yang dikenal sebagai Systematic Evolution of Ligands by EXponential enrichment (SELEX) yang dapat berikatan dengan targetnya dengan afinitas dan spesifitas yang tinggi karena struktur 3 dimensinya. Kelebihan aptamer dibandingkan antibodi adalah stabilitasnya yang tinggi, mudah disintesis dan dimodifikasi, imunogenitasnya yang rendah dan dapat mengenali berbagai macam molekul. Secara umum, proses SELEX terdiri dari pembuatan perpustakaan, pengikatan dan pemisahan, dan amplifikasi yang diulang dengan enrichment untuk mencari nukleotida dengan spesifisitas dan afinitas yang terbaik. Biosensor yang berdasarkan aptamer sebagai elemen pengenal disebut sebagai aptasensor. Aptasensor secara umum dibagi menjadi tiga yaitu elektrokimiawi, optikal dan masssensitive. Dalam aplikasinya pada kanker, aptamer digunakan dalam penemuan penanda baru, diagnosis dan terapi. Kesimpulan: Aptamer menawarkan teknologi yang unik dan menjanjikan yang mungkin diaplikasikan dalam klinis baik dalam format diagnosis maupun terapi. Perkembangannya yang cepat selama dua dekade terakhir mengindikasikan aptamer mungkin menjadi alat yang berharga untuk klinisi di masa depan. Kata kunci: Aptamer – kanker – penanda - biosensor – targeted therapy – drug delivery.
3
APTAMER AND THEIR APPLICATION FOR CANCER Yunika Puspa Dewi, Andaru Dahesihdewi Department of Clinical Laboratory, Faculty of Medicine, University of Gadjah Mada Yogyakarta Abstract Background: Detection, identification and quantification of molecule played important role on basic research and clinical practice. Since its discovery, monoclonal and polyclonal antibodies were molecule that most frequently used on diagnostic and therapeutic format for clinical practice and basic science. However, there were some limitations regarding antibody. On 1990, specific oligonucleotides that were termed aptamer, with high binding affinity to its target were identified successfully with in vitro selection as an alternative for antibody. These in vitro selections were termed Selective Evolution of Ligands by Exponential Enrichment (SELEX). Cancers were still one of the death main caused worldwide. Aptamer based detection and targeted therapy increased prognosis and early diagnosis sensitivity, also reduced treatment cost due to decrease late staged cancer incident, provide more therapeutic option and reduce side effects. Discussion: Aptamer were oligonucleotides synthetic of RNA or DNA that were selected in vitro used Systematic Evolution of Ligands by EXponential enrichment (SELEX) that can bind to its target with high affinity and specificity due to their 3 dimensional structure. yang dapat berikatan dengan targetnya dengan afinitas dan spesifitas yang tinggi karena struktur 3 dimensinya. Their advantages compared to antibodies were high stability, easy to synthesis and modification, low immunogenicity, and can recognize various molecules. In general, SELEX was a repeated cycling of library synthesis, binding and elution, and amplification that was enriched to find nucleotide with best specificity and affinity. Aptamer based biosensor as a recognition probe was termed aptasensor. Generally, Aptasensor were classified into three categories; electrochemical, optical and mass-sensitive. Their application in cancer was for new biomarker discovery, diagnosis, and therapy. Conclusion: Aptamer offered promising and unique technology that might be applicable on clinical practice as a diagnosis and therapy format. Their vast developing for the two last decades was indicated that aptamer might become important tools for clinicians in the future. Key words: Aptamer - cancer – biomarker - biosensor – targeted therapy – drug delivery
4
PENDAHULUAN Deteksi, identifikasi dan kuantifikasi molekul berperan penting dalam penelitian dasar dan juga dalam praktek klinis. “Magic bullet” yang diusulkan oleh Paul erlich pada awal abad ke 20, merupakan senyawa yang mengidentifikasi dan membunuh mikroorganisme yang menyebabkan penyakit secara spesifik. Pada akhir abad ke 20 pendekatan yang sama diaplikasikan ke sel tumor untuk mengeradikasi kanker. Pada manajemen kanker, masalah utamanya adalah menetapkan komponen yang akan mengenali antigen tumor secara spesifik. Penemuan teknik hibridoma dan antibodi monoclonal oleh Kohler dan Milstein pada tahun 1985 menjawab masalah ini. Antibodi monoklonal bereaksi dengan single antigenic determinat; the epitope. Sejak penemuannya; antibodi monoklonal dan poliklonal merupakan molekul yang paling sering digunakan dalam format diagnosis maupun terapeutik pada aplikasi klinis dan basic science. Akan tetapi, ada beberapa keterbatasan terkait antibodi. Pertama; spesies dari sumber antibodi membatasi penggunaannya, kedua; aktivitas biologinya tidak dapat diprediksi.1-2 Alinea diatas menyebutkan keterbatasan antibodi, menyebabkan peneliti menemukan alternatif dari antibodi monoclonal. Pada tahun 1990, oligonukleotida spesifik, yang disebut aptamer, dengan afinitas ikatan yang tinggi terhadap target protein berhasil diidentifikasi. Istilah aptamer berasal dari bahasa Latin “Aptus” yang berarti “mencocokan” dan dari bahasa Yunani “Meros” yang berarti “partikel”. Aptamer adalah oligonukleotida yang diseleksi secara in vitro untuk mendapatkan ikatan yang spesifik terhadap molekul target. Proses dimana molekul ini diisolasi disebut Selective Evolution of Ligands by Exponential Enrichment (SELEX).1,3 Kanker tetap merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Tipe kanker yang utama adalah paru (1.370.000 kematian/tahun), gaster (736.000 kematian/tahun), hati (695.000 kematian/tahun), colorectal (608.000 kematian/tahun), payudara (458.000 kematian/tahun), dan leher rahim (275.000 kematian/tahun). Kanker berasal dari mutasi gen. Mutasi ini menyebabkan perubahan molekuler di dalam sel yang akhirnya akan menyebabkan perubahan morfologi dan fisiologi sel. Oleh karena itu, pemetaan molekuler yang spesifik bermanfaat baik untuk klasifikasi tumor maupun pengembangan anti kanker khususnya pada tahap awal perkembangan penyakit.1 Tantangan utama dalam kanker berhubungan dengan deteksi dini dan terapi yang spesifik.4 Kesulitan yang utama dalam menghadapi tantangan tersebut adalah rendahnya ekspresi penanda pada tahap awal dan toksisitas kemoterapi.3,5-6 5
Deteksi dan delivey target yang dimediasi aptamer meningkatkan prognosis dan sensitivitas diagnosis awal, sekaligus menurunkan biaya perawatan karena menurunkan insidensi kanker tahap lanjut, memperbanyak pilihan terapi dan menurunkan efek samping.4,7 Penulisan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk menambah wawasan adanya molekul pengenal lain, selain antibodi yang disebut Aptamer “Antibodi kimia”. PEMBAHASAN Pengertian dan sejarah ditemukannya Aptamers Aptamer adalah sintetik oligonukleotida RNA atau DNA rantai tunggal yang diseleksi melalui metode in vitro yang dikenal sebagai Systematic Evolution of Ligands by EXponential enrichment (SELEX) yang dapat berikatan dengan targetnya (Apotope)8 dengan afinitas dan spesifisitas yang tinggi karena struktur 3 dimensinya.9,4 Dua hal penting dari aptamer adalah kemampuannya untuk melipat menjadi struktur komplek 3 dimensi dan mengenali targetnya dengan afinitas tinggi dan spesifisitasnya, yang menyerupai interaksi antigen-antibodi.1,10 Dulu, asam nukleat hanya berhubungan dengan penyimpanan dan pengkodean informasi genetik. Akan tetapi, seperti protein, asam nukleat dapat melipat menjadi struktur tiga dimensi yang berpotensi mempunyai berbagai macam fungsi termasuk regulasi gen, aktivitas katalitik, dan ikatan ligan. Perhatian peneliti pada asam nukleat “fungsional” berkembang dengan ditemukannya RNA non coding yang mempunyai catalytic atau binding properties.11 Konsep pengikatan asam nukleat terhadap molekul atau protein pertama kali dikenalkan pada saat RNA dengan afinitas dan selektifitas yang tinggi terhadap virus dan protein sel diamati dalam penelitian HIV dan adenovirus tahun 1980-an.12 Tahun 1990, dua kelompok yang berbeda melaporkan seleksi in vitro dan evolusi asam nukleat fungsional. Tuerk dan Gold menggunakan istilah SELEX untuk proses seleksi ligan RNA terhadap T4DNApolymerase,
sampai
sekarang SELEX
merupakan
trademark
dari
Gilead
Sciences,Inc., yang memiliki hak paten atas proses tersebut. Ellington dan Szostak melakukan seleksi in vitro untuk memilih ligan RNA (yang mereka sebut “aptamer”) terhadap berbagai pewarna organic.5,11-13 Tahun 2003, Cell-SELEX didisain dengan targetnya merupakan sel utuh. Strategi ini memungkinkan isolasi aptamer untuk mengenali sel tanpa pengetahuan awal terhadap molekul target. Tahun 2006, proses kontra seleksi diintegrasikan ke dalam CellSELEX konvensional, dimana proses seleksi itu sendiri dapat membedakan berbagai macam sel, sehingga memungkinkan ditemukannya aptamer yang spesifik. Tahun 2010, peneliti
6
melakukan pendekatan seleksi in vivo pada tikus yang mempunyai tumor untuk mengisolasi aptamer yang dapat menentukan lokasi tumor dalam rangka targeted intracellular drug. 14,15 Proses SELEX Systematic evolution of ligands by exponential enrichment adalah teknik yang digunakan untuk mengisolasi aptamer dengan afinitas tinggi terhadap target molekul dari kira-kira 1012 – 1015 kombinasi oligonukleotida. Secara umum, proses SELEX terdiri dari tiga tahap yang diulang untuk mencari nukleotida dengan spesifisitas dan afinitas yang terbaik.3,16
Gambar1. Proses SELEX.3 Proses SELEX secara umum terdiri dari: 1. Pembuatan “perpustakaan”; kumpulan kombinasi asam nukleat rantai tunggal (ssDNA or RNA) rantai acak yang didapatkan dari kombinasi sintesa kimiawi DNA.17 Setiap rantai dalam perpustakaan merupakan oligomer linear dengan urutan yang unik.18 Urutan oligonukleotida dalam perpustakaan terdiri dari urutan acak di tengah dan diapit oleh urutan tetap sebagai tempat pengikatan primer. Panjang regio acak biasanya antara 20-40 bp.19,3 Pada SELEX RNA, perpustakaan RNA rantai tunggal disintesa dengan cara in vitro reverse transcription DNA rantai ganda, biasanya menggunakan rekombinan T7 RNA polymerase, sedangkan SELEX DNA,
7
perpustakaan DNA rantai tunggal disintensa dengan cara pemisahan rantai dari produk PCR rantai ganda.15,20 2. Pengikatan dan pemisahan; oligonukleotida melipat membentuk struktur 3 dimensi dalam buffer yang spesifik. Aptamer kemudian diinkubasi dengan molekul target. Aptamer terikat target sedangkan yang lain tetap bebas. Langkah selanjutnya adalah memisahkan aptamer yang terikat dengan yang bebas dan melepaskan aptamer dari molekul target.3 Pemisahan dapat menggunakan panas atau chaotropic agents, seperti urea.11 Langkah seleksi secara umum terdiri atas dua yaitu seleksi positif (aptamer dipilih berdasarkan ikatan yang terjadi terhadap target) dan seleksi negatif (aptamer yang terikat epitop sel yang umum dibuang).21 Seleksi negatif merupakan langkah berharga dalam identifikasi aptamer yang targetnya merupakan campuran yang komplek, bahkan mungkin tanpa mengetahui targetnya, contohnya dalam pencarian aptamer yang berikatan dengan epitope yang ada di permukaan sel kanker tapi tidak pada sel normal, atau menemukan aptamer yang berinteraksi dengan molekul yang ada dalam serum pasien yang terinfeksi tapi tidak pada serum orang sehat.18 Langkah ini biasanya digabungkan dengan beberapa metode lain agar memudahkan dan mempercepat proses.18 Beberapa metode yang dapat digabungkan agar memudahkan dan mempercepat pemilihan aptamer adalah: ― Nitrocellulose Membrane Filtration-Based SELEX Karena target biasanya protein, membran digunakan pada tahap pemisahan. Akan tetapi, membran ini mempunyai beberapa keterbatasan, seperti tidak dapat mengikat molekul yang kecil dan peptida, dan biasanya membutuhkan setidaknya 12 siklus seleksi.9 ― Affinity Chromatography dan Magnetic Bead-Based SELEX Kromatografi
afinitas
membantu
dalam
pemilihan
komponen
yang
mempunyai afinitas dengan target, dengan cara memfiksasi molekul target pada agarose agar beads yang dibungkus dalam suatu column untuk proses pencucian dan pemisahan. Magnetic bead juga dapat digunakan untuk memfiksasi target via reaksi kimia.9,22
8
Gambar2. (a) Ilustrasi skematik langkah seleksi menggunakan affinity column; (b) langkah seleksi menggunakan magnetic beads; (c) beberapa tipe functional group-activated beads seperti tosyl-activated beads dan epoxy-activated beads.9 ― Capillary Electrophoresis-Based SELEX (CE-SELEX) Dalam CE-SELEX, pertama-tama perpustakaan diinkubasi dengan target dalam suatu larutan. Campuran ini kemudian diinjeksi ke dalam CE chip dan dipisahkan secara elektrokinetika. CE-SELEX menggunakan elektroforesis untuk memisahkan rantai terikat dari yang tidak terikat dengan cara perbedaan kecepatan perpindahan, kemudian asam nukleat yang terseleksi diambil. Asam nukleat yang terikat kemudian diperbanyak dan dimurnikan diluar chip berulang kali, mirip dengan protokol SELEX konvensional.19 Kelebihan CE dibandingkan metode pemisahan lainnya adalah lebih cepat, jumlah sampel yang kecil, tersedia untuk otomatisasi, sensitifitas yang tinggi dan kemungkinan analisis multiple.9 Di CE, komponen separasi terjadi di Fly dan komponen yang terpisah diidentifikasi secara online. Akan tetapi, CE masih harus diintegrasikan dengan PCR untuk memperbanyak asam nukleat dan ketika targetnya adalah molekul yang sangat kecil, kecepatan asam nukleat yang terikat target hampir sama dengan asam nukleat yang tidak terikat; oleh karena itu, CE sulit memisahkan asam nukleat tidak terikat.19-18
9
Gambar3. Prinsip utama langkah seleksi menggunakan CE. Aptamer diseleksi berdasarkan perbedaan kecepatan karena muatan listrik dan beratnya.9 3. Amplifikasi; komponen yang terikat target diperbanyak menggunakan Poly Chain Reaction (PCR) untuk membuat perpustakaan baru yang akan digunakan untuk siklus selanjutnya.9,3 Dengan siklus SELEX berulang, diharapkan aptamer yang dihasilkan spesifik dan mempunyai afinitas tinggi terhadap target.23 Pada saat konsentrasi targetoligonukleotida yang spesifik mencapai titik jenuh berarti proses SELEX sudah selesai.13 Proses Cell-SELEX Cell-SELEX bertujuan untuk mencari aptamer terhadap sel secara keseluruhan, sedangkan target utama metode SELEX yang lain adalah protein tunggal yang murni. 24 Dengan kata lain, target cell SELEX adalah protein ekstraseluler pada permukaan sel atau struktur khas dari sel.9,3
Gambar4. Teknologi Cell-SELEX.3
10
Untuk sel yang melekat, pemisahan dilakukan dengan cara mencucinya setelah inkubasi dengan nukleotida. Sedangkan proses untuk suspensi sel membutuhkan pemisahan antara yang terikat dan tidak terikat apatamer dengan cara sentrifugasi, yang dapat merusak sel dan tidak dapat membedakan sel mati dan sel hidup.25 Untuk mengatasi masalah ini, laboratorium Famulok dan Mayer mengenalkan pendekatan Cell-SELEX yang baru menggunakan fluorescence-activated cell sorting (FACS) seperti yang terlihat digambar. FACS dapat digunakan untuk identifikasi dan isolasi sel yang mengekspresikan protein target. Sel hidup dan mati, juga dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan karakter penyebaran sinar atau kemampuannya mengubah permeabilitas sel terhadap pewarna menjadi floresen secara kimiawi.15,26
Gambar5. Aplikasi FACS dalam cell-SELEX.27 Asam nukleat yang terseleksi kemudian dilakukan sequencing dan sintesa untuk dites kekuatan afinitas ikatannya.19 Peningkatan kekuatan afinitas pada setiap siklus dapat dimonitor dengan cara melakukan analisis ikatan. Biasanya, oligonukleotida yang dominan (90%) merupakan “pemenang”.18,11 Analisis ikatan merupakan suatu metode untuk menghitung Kd (kekuatan ikatan), dengan cara konsentrasi konstan dari aptamer atau target dititrasi dengan meningkatkan konsentrasi komponen lain untuk mencapai ikatan yang isotherm.13,28 Begitu terpilih, aptamer dibuat menggunakan automated chemical solid-phase synthesis.16 Akurasi dan reproduksibilitas dari prosedur ini memungkinkan produksi dalam skala besar, dengan variasi batch to batch yang kecil.11
11
Jumlah siklus yang dibutuhkan untuk menemukan aptamer biasanya tergantung derajat selektivitas pada setiap siklus dan juga sifat dari target itu sendiri. Sebagian besar target, afinitas yang baik tercapai setelah 8-15 siklus. Secara umum, peneliti dapat menyelesaikan 1 siklus SELEX setiap 2 hari, termasuk clonning dan sequensing, sehingga eksperimen SELEX biasanya membutuhan waktu 2-3 bulan.3,18 Walaupun secara konseptual sederhana, SELEX menghabiskan banyak waktu, membutuhkan sumber daya yang besar dan tidak selalu menghasilkan aptamer dengan karakteristik yang diinginkan. Sebagai contoh, kekuatan afinitas aptamer terhadap target yang didapat dari pustaka, bila diteliti sendiri dapat terjadi variasi sampai 6 kali lipat. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, termasuk struktur dan muatan listrik target, disain dan kompleksibilitas perpustakaan, dan juga variasi faktor eksperimen dalam proses seleksi dan pengukuran.29 Diperkirkan kurang dari 30% proses seleksi yang berhasil mendapatkan Aptamer. Selain itu hak cipta aplikasi aptamer juga membatasi inovasi aptamer.11 Ikatan aptamer-target (apotope) Fungsi aptamer berdasarkan pada struktur tiga dimensinya yang stabil, yang tergantung pada primary sequence, panjang molekul asam nukleat (biasanya kurang dari 100 nukleotida), dan kondisi lingkungannya (kadar garam, pH, ion divalent, agen dehidrasi dan suhu). Karakteristik struktur 3 dimensi aptamer yang spesifik dan komplek adalah stems, internal loops, bulges, hairpins, tetra loops, psedoknots, triplicates, kissing complexes atau G-quadruplex.30-31 Berdasarkan struktur tiga dimensinya, aptamer dapat berikatan dengan berbagai macam target. Ikatan aptamer-target terjadi karena kompatibilitas struktur (bentuk geometri, interaksi susunan cincin aromatik dan basa nukleotida aptamer) 32, interaksi elektrostatik, interaksi van der Waals dan ikatan hidrogen.12-14,19-18
Gambar6s. Skematik prinsip pengenalan molekuler.13 Keterangan: nt = nukleotida; RNA = ribonucleid acid; ssDNA = single-stranded deoxyribonucleid acid 12
Kelebihan dan Kelemahan aptamer dibandingkan antibodi Aptamer dikenal luas sebagai pengganti antibodi, karena molekul ini mengalahkan kelemahan antibodi dalam hal: ― Stabilitas yang tinggi: aptamer lebih stabil terhadap kenaikan suhu, pH dan pelarut organik dibanding antibodi, dan tidak seperti antibodi, aptamer dapat didenaturisasi dan renaturisasi berulang kali tanpa kehilangan kemampuan aktivitasnya secara bermakna. ― Produksi aptamer (sintesis/modifikasi): aptamer, begitu dipilih, dapat disintesa dalam jumlah banyak dengan akurasi tinggi dan mudah via reaksi kimia. Aptamer mudah dimodifikasi via berbagai reaksi kimia untuk meningkatkan stabilitasnya dan kekebalannya terhadap nuklease. ― Imunogenitas rendah: aptamer sepertinya merupakan molekul dengan imunogenitas dan toksisitas yang rendah, karena asam nukleat biasanya tidak dikenali oleh sistem imun tubuh sebagai benda asing. ― Mengenali berbagai macam target: aptamer menunjukan afinitas dan spesifisitas terhadap beberapa ligand yang tidak dapat dikenali oleh antibodi. Aptamer secara efisien mengikat baik molekul besar seperti protein, sel, maupun molekul kecil seperti nukleotida, pewarna organik, asam amino dan ion logam, sedangkan antibodi lebih baik dalam mengikat molekul yang besar.2-3,10,13,16,18,33 Walaupun aptamer merupakan kandidat sempurna sebagai agen diagnosis dan perantara obat, ada beberapa isu yang perlu diperhatikan sebelum dapat diaplikasikan, yaitu: ― Fleksibilitas konformasi aptamer; ikatan aptamer dengan targetnya tergantung pada struktur 3 dimensinya, yang yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan target (misal; kekuatan ionik, suhu, pH). Fleksibilitas ini berpotensi menjadi penghalang ketika menggunakan aptamer yang diseleksi secara in vitro untuk aplikasi in vivo. ― Panjang aptamer: aptamer yang relatif panjang dan bermuatan negatif mungkin menjadi penghalang dalam pembuatan targeted Nano Particles (NPs). Selain itu, oligonukleotida yang panjang sulit diproduksi dalam jumlah banyak. ― Aptamer rentan terhadap degradasi nuklease di dalam darah atau sel. Masalah ini lebih mencolok pada aptamer RNA karena RNA lebih rentan.34 ― Pengembangan metode umum untuk mengubah pengenalan spesifik antara aptamer dengan targetnya ke dalam sinyal yang dapat dideteksi.
13
― Biaya pembuatan dan pembatasan hak paten; biaya tinggi dalam membuat aptamer yang baik merupakan salah satu alasan lambatnya aptamer memasuki pasar. Umur simpan aptamer yang relatif pendek juga dapat mempengaruhi biaya pembuatan. Selain itu, Teknologi aptamer sekarang dikuasai oleh perusahaan tertentu saja, yang semakin
meningkatkan
biaya
dan
halangan
penyebarluasan
pengembangan
aptamer.14, 12 Aptasensor Biosensor adalah alat analitik yang menggabungkan molekul pengenal dengan transducer physicochemical. Biosensor terdiri dari dua komponen utama, komponen biologi yang bereaksi dengan target dan komponen yang menghasilkan sinyal.35-36 Biosensor yang berdasarkan aptamer sebagai elemen pengenal disebut sebagai aptasensor. Gabungan nanomedicine dengan aptamer – NP fungsional mungkin membuka jalan solusi disain yang baru dan rumit dalam aplikasi biomedis.9,12,14,37,38,28 ― Elektrokimiawi Aptamer difiksasi dalam media padat. Kemudian, protein target ditangkap oleh interaksi aptamer-protein yang spesifik. Akhirnya, sistem elektrokimia dijalankan untuk mendeteksi respon listrik yang terjadi.19,39
Gambar7. Skema sensor elektrokimia. (A) setelah terikat target, aptamer melipat membentuk struktur G-quadruplex dan menjauhkan Methylene Blue (MB) dari komunikasi transfer electron dengan elektroda, menghasilkan sinyal negatif; (B) formasi komplek target dan aptamer membuat konfigurasi G-quadruplex kaku sehingga unit ferrocene (Fc) menjadi berdekatan dengan elektroda, memudahkan transfer electron, menghasilkan sinyal positif; (C) adanya ATP menyebabkan terpisahnya rantai ganda DNA dan membebaskan rantai komplemen, selain juga membuat aptamer membentuk struktur 3 dimensi yang kaku. Hal ini menyebabkan Fc menjadi lebih dekat dengan elektroda, menghasilkan sinyal positif.40 14
― Optical Format yang paling populer adalah kolorimetri dan fluorosensi. a. Fluorosensi Pada deteksi flouresensi, format paling mudah adalah pelabelan aptamer dengan fluorophore.9,41
Gambar8. Deteksi antigen permukaan sel menggunakan aptamer yang dilabel dengan fluorophore.10 b. Kolorimetri Nanopartikel (misal: AuNPs) atau beberapa polimer yang dapat mengubah warna, dapat digunakan sebagai reagen baru untuk teknik deteksi optic yang disebut kolorimetri.12,28 Kelebihan dari teknik ini adalah dapat dilihat dengan mata telanjang dan tidak memerlukan peralatan yang rumit.9
Gambar9. Aptamer DNA dapat terikatAuNPs dan mencegah agregasi karena garam. Pada saat aptamer terikat dengan target, aptamer membentuk struktur 3 dimensi sehingga terjadi agregasi AuNPs.40
15
Aptamer juga dapat digunakan dalam sandwich assay. Aptamer-linked immobilized sorbent assay (ALISA) dikenalkan oleh kelompok Kiel. Mereka mendemontrasikan fisibilitas metode ini dengan cara membandingkannya dengan ELISA menggunakan antibody.9
Gambar10. Ilustrasi skematik dari (a) ELISA dan (b) ALISA.9 c. Mass-sensitive Mass-sensitive biosensor adalah alat yang menghitung material berdasarkan massa yang terikat dengan permukaannya yang sensitif. Aptamer-based, masssensitive biosensors adalah bioassay yang tidak menggunakan label, termasuk diantaranya adalah evanescent wave-based sensors contohnya surface-plasma resonance (SPR). SPR merupakan alat yang mampu mengenali perubahan massa
dengan
cara
mendeteksi
perubahan
indek
refraksi
pada
permukaannya.40,42
Gambar11. SPR-based aptasensor.40 16
Aplikasi klinis 1. Penemuan penanda aptamer spesifik sel Penanda mengindikasikan perubahan ekspresi atau keberadaan protein atau gen karena perubahan kondisi fisiologi atau patologis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis klinis, monitoring, dan terapi.32 Akan tetapi, merupakan sebuah tantangan untuk mengembangkan suatu penanda yang dapat menyediakan bukti akurat bahwa protein atau onkogen tersebut mencerminkan kondisi fisiologi sel, apalagi penanda tersebut diharapkan dapat mencerminkan stadium tertentu dari karsinogenesis. Setiap stadium mungkin tidak hanya menyebabkan ekspresi berlebihan dari protein tertentu tapi mungkin menyebabkan perubahan rasio protein tertentu. Pada kasus ini, hanya mengidentifikasi protein tersebut tidak memuaskan.10 Aptamer yang berasal dari cell-SELEX memfasilitasi penemuan penanda dari protein membran. Oleh karena itu, dipercaya penanda baru dapat ditemukan selama protein target aptamer dapat diidentifikasi.43,15 ― Daniels et al. menggunakan sel dari glioblastoma; U251, sebagai target. Aptamer GBI-10 diidentifikasi dan menunjukan spesifisitas terhadap sel target U251. Matrik ektraseluler protein tenascin-C merupakan pasangan ikatan GBI-10. Tenascin-C adalah glikoprotein yang diekspresikan dalam lingkungan mikro tumor padat, yang berhubungan dengan proliferasi tak terkontrol, angiogenesis, dan metastase.10 ― Kang et al. menemukan 2 aptamer; GBM128 dan GBM131 terhadap sel glioblastoma manusia; U118-MG setelah 30 siklus seleksi cell-SELEX. Kedua aptamer ini mempunyai afinitas tinggi dan spesifik terhadap sel glioblastoma target.44 ― Sel B dari limfoma Burkitt, Ramos, digunakan sebagai kontrol negatif untuk kontra-seleksi. Setelah 20 siklus, aptamer sgc8 diisolasi dan menunjukkan spesifisitas dan afinitas yang tinggi terhadap sel CCRF-CEM, prekusor T-cell acute lymphoblastic leukemia (T-ALL), dan menunjukan tidak adanya ikatan spesifik terhadap sel limfoma atau sel sumsum tulang normal. ― Reseptor transmembran tyrosine kinase-like molecule; PTK7, diidentifikasi sebagai penanda potensial untuk T-ALL. Strategi yang sama diadopsi untuk purifikasi dan identifikasi immunoglobulin µ heavy chain (IGHM), target molekul aptamer TD05 dikembangkan dari sel Ramos. IGHM merupakan
17
salah satu komponen utama dari komplek reseptor sel B yang diekspresikan oleh sel limfoma burkit matur.10 Contoh diatas menunjukan cell-SELEX tidak hanya dapat mengidentifikasi protein target, tapi juga dapat digunakan untuk penemuan penanda baru. Beberapa contoh identifikasi target yang diperantarai oleh aptamer terlihat pada tabel1.6,43,44 Tabel1. Identifikasi target yang dimediasi cell-SELEX.43
2. Diagnosis kanker Kemampuan diagnosis kanker berdasarkan deteksi adanya sel kanker yang jarang di dalam darah atau cairan tubuh yang lain merupakan sebuah tantangan. Pada umumnya, tumor padat melepaskan 106 sel perhari ke dalam aliran darah. Sel tumor yang bersirkulasi ini merupakan komponen yang langka dalam darah (~10 sel/ml darah), untuk menanggulangi masalah ini, microfluidic dapat digunakan untuk menangkap sel dari sampel yang menggandung sel tumor.42 Xu et al. melaporkan bahwa sistem microfluidic berdasarkan aptamer mempunyai kualitas unik dalam hal kesederhanaan, efisiensi, dan selektivitas terhadap berbagai macam aplikasi biologis.5 Tahun 2009, Dharmasiri et al merancang alat polymethyl methacrylate microchip untuk menangkap dan menghitung sel tumor prostat. Cho et al. menggunakan metode single step detection nanoplasmonic aptamer, dengan target vascular endothelial growth factor-165 (VEGF165), penanda angiogenesis kanker.45 Panel aptamer juga telah dipilih dari cell-SELEX untuk beberapa tipe sel kanker, termasuk lymphocytic leukemia, myeloid leukemia, kanker hati, small-cell lung cancer dan non-small-cell lung cancer.5,45
18
Tabel2. Contoh aplikasi aptasensor dalam diagnosis kanker.35
3. Terapi Kemampuan terapeutik aptamer berhubungan dengan kemampuannya mengenali penanda tumor atau onkogen dan mengikatnya dengan obat.46 Aptamer untuk terapi secara umum terdiri dari aptamer sebagai intracellular delivery vehicles– intramer30, aptamer-directed drug conjugation, aptamer-liposome conjugates untuk target drug delivery, aptamer-micelle conjugates untuk target drug delivery47,
19
aptamer-protein conjugates, aptamer radionuclide conjugates, dan aptamernanostructure conjugates.3,24 Beberapa aptamer terapeutik dibuat untuk secara langsung melawan antigen spesifik tumor, misalnya: ― Aptamer AS1411 (a nuclein-specific aptamer) untuk acute myeloid leukemia. AS1411menghambat proliferasi sel pada berbagai macam sel kanker. Mekanisme dari AS1411 termasuk pengikatan, internalisasi oleh cell-surface nucleolin diikuti dengan pengikatan dengn cytoplasmic nucleolin. AS1411 sedang dikembangkan oleh Antisoma dan sekarang dalam fase II clinical trials untuk acute myeloid leukaemia.48,49 ― Aptamer NOX‑A12. NOX-A12 mengikat kemokin (C-X-C motif) ligand 12 (CXCL12; juga dikenal sebagai SDF-1α), merupakan kemokin yang dianggap mempunyai peran dalam metastase tumor, angiogenesis dan regenerasi jaringan. Aptamer ini dimaksudkan untuk digunakan pada terapi multipel mieloma atau limfoma non-Hodgkin. NOX-A12 dikembangkan oleh NOXXON Pharma dan dalam fase I clinical trial.48 Aptamer yang mengikat internalized cell surface receptors sedang dikembangkan untuk deliver drugs (Drug Delivery System)8,30,50contohnya: ― Prostate-specific membrane antigen (PSMA) merupakan penanda kanker prostat. Dual aptamer probe- A10 aptamer untuk PSMA (+) sel kanker prostat dan DUP-1 aptamer untuk PSMA(−) sel kanker prostat- dikembangkan dan komplek drug-loaded dual aptamer dikonstruksi dengan menambahkan doxorubicin, anti kanker, ke rantai A10 aptamer, sehingga doxorubicin dapat dimasukkan ke sel kanker protat secara efektif.9 ― Komplek Sgc8–Dox conjugate didisain oleh Huang et al. untuk targeted drug delivery ke sel CCRF-CEM (T-cell acute lymphoblastic leukemia, T-cell ALL), mengkombinasi pengenalan spesifik dari aptamer sgc8 terhadap protein tirosin kinase (PTK) dan doxorubicin dalam terapi acute lymphoblastic dan myeloblastic leukemias.5 SIMPULAN Lebih dari 3 dekade, antibodi merupakan reagen terpilih untuk pengembangan metode diagnostik. Penemuan aptamer yang afinitas dan spesifisitasnya menyamai antibodi 20
diharapkan memberi dampak positif dalam pengembangan metode diagnostik dikemudian hari. Seperti yang telah didiskusikan diatas, aptamer telah dites dalam berbagai metode diagnostik menunjukkan hasil yang menjanjikan. Aptamer menunjukan potensi mengatasi keterbatasan antibodi dan menunggu untuk digunakan dalam aplikasi klinis dimana kemampuannya dapat dibandingkan secara langsung dengan antibody.18 Aptamer menjadi semakin penting dalam alat molecular untuk diagnosis dan terapeutik, khususnya karena keunikan farmakokinetiknya, aptamer dapat dikembangkan untuk berbagai macam tujuan.4 Dalam aplikasi terapeutik, 1 obat berdasarkan aptamer sudah beredar di pasaran dan 8 lagi masih dalam fase clinical trial. Penemuan aptamer sebagai agen terapeutik khususnya untuk kanker, telah membuat terobosan dalam targeted drug delivery. Sedangkan dalam aplikasi diagnosis masih dibawah supremasi immunoassay tetapi penelitian diagnosis akhirakhir ini menunjukan beberapa keterbatasan alat diagnosis yang sekarang dapat diatasi dengan cara penggunaan kelebihan aptamer dibandingkan antibodi, misalnya cost-effective synthesis, flexibility for signal transduction dan detection. Sampai sekarang, belum ada alasan yang baik kenapa aptamer belum memasuki pasar clinical laboratory dan hanya ada sedikit aptasensor untuk diagnosis yang dikembangkan.35 Jadi aptamer menawarkan teknologi yang unik dan menjanjikan yang mungkin diaplikasikan dalam klinis baik diagnosis maupun terapi. Perkembangannya yang cepat selama dua decade terakhir mengindikasikan aptamer mungkin menjadi alat yang berharga untuk klinisi di masa depan.4
21
KEPUSTAKAAN 1.
Kayhan B, Kayabas U. Aptamers : An in vitro Evolution of Therapeutic and Diagnostic Applications in Medicine. Disease and Molecular Medicine. 2013;1:54–60.
2.
Mascini M. Analytical Applications of Aptamers. Hacettepe J Biology and Chemistry. 2008;36(4):273–82.
3.
Marolt U, Cencic A, Gorenjak M, Potrc S. Generating Aptamers for Cancer Diagnosis and Therapy. Clin Exp Pharmacol. 2012;2(2).
4.
Pei X, Zhang JUN, Liu JIE. Clinical applications of nucleic acid aptamers in cancer ( Review ). Molecular and Clinical Oncology. 2014;2(9):341–8.
5.
Zhang Y, Chen Y, Han D, Ocsoy I, Tan W. Aptamers selected by cell-SELEX for application in cancer studies. Bioanalysis. 2010;2(5):907–18.
6.
Shangguan D, Cao ZC, Tan W. Aptamers Evolved from Cultured Cancer Cells Reveal Molecular Differences of Cancer Cells in Patient Samples. Clinical Chemistry. 2007;53(6):1153–8.
7.
Sefah K, Sutphen R, Simaeys D Van, Lo D. Study of the Molecular Recognition of Aptamers Selected through Ovarian Cancer Cell-SELEX. PLoS ONE. 2010;5(11).
8.
Kanwar JR, Roy K, Kanwar RK. Chimeric aptamers in cancer cell-targeted drug delivery. Critical review in Biochemistry and Molecular biology. 2011;46(6):459–77.
9.
Song K-M, Lee S, Ban C. Aptamers and their biological applications. Sensors (Basel, Switzerland) [Internet]. 2012 Jan [cited 2014 Jan 10];12(1):612–31. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3279232&tool=pmcentrez &rendertype=abstract
10.
Chang YM, Donovan MJ, Tan W. Using Aptamers for Cancer Biomarker Discovery. Journal of Nucleic Acids. 2013;2013.
11.
Mckeague M, Derosa MC. Challenges and Opportunities for Small Molecule Aptamer Development. Jurnal of Nucleic Acids. 2012;2012.
12.
Lee JH, Yigit mehmet V., Mazumdar D, Lu Y. Molecular Diagnostic and Drug delivery Agents based on Aptamer-Nanomaterial Conjugates. Adv Drug deliv Rev. 2010;62(6):592–605.
13.
Reinemann C, Strehlitz B. Aptamer-modified nanoparticles and their use in cancer diagnostics and treatment. The European Journal of Medical Sciences [Internet]. 2014 Jan [cited 2014 Mar 25];144(January):w13908. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24395443
14.
Xiao Z, Frakhzad OC. Aptamer-Functionalized Nanoparticles for Applications: Challenges and Opportunities. ACS Nano. 2012;6(5):3670–6.
Medical
22
15.
Germer K, Leonard M, Zhang X. RNA aptamers and their therapeutic and diagnostic applications. Int J Biochem Mol Biol. 2013;4(1):27–40.
16.
Kulbachinskiy A V. Methods for Selection of Aptamers to Protein Targets. Biochemistry (Moscow). 2007;72(13):1505–18.
17.
Lee JF, Hesselberth JR, Meyers LA, Ellington AD. Aptamer Database. Nucleic Acids Research. 2004;32:95–100.
18.
Jayasena SD. Aptamers : An Emerging Class of Molecules That Rival Antibodies in Diagnostics. Clinical Chemistry. 1999;45(9):1628–50.
19.
Weng C, Huang C-J, Lee G-B. Screening of aptamers on microfluidic systems for clinical applications. Sensors (Basel, Switzerland) [Internet]. 2012 Jan [cited 2014 Feb 2];12(7):9514–29. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3444114&tool=pmcentrez &rendertype=abstract
20.
Citartan M, Tang T, Tan S, Hoe C, Saini R, Tominaga J, et al. Asymmetric PCR for good quality ssDNA generation towards DNA aptamer production. Songklanakarin J Sci Technol. 2012;34(2):125–31.
21.
Michel J. DNA and Peptide Aptamer Selection for Diagnostic Applications. 2013.
22.
Vallian S, Khazaei MR. Medical applications of aptamers. Research in Pharmaceutical Sciences. 2007;2(July):59–66.
23.
Ulrich H, Wrenger C. Disease-specific biomarker discovery by aptamers. Journal of the International Society for Advancement of Cytometry [Internet]. 2009 Sep [cited 2014 Jan 28];75(9):727–33. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19565638
24.
Zhu G, Ye M, Donovan M., Song E, Zhao Z, Tan W. Nucleic Acid Aptamers: an Emerging Frontier in Cancer Therapy. Chem Commun (Camb). 2013;48(85).
25.
Ara MN, Hyodo M, Ohga N, Hida K, Harashima H. Development of a Novel DNA Aptamer Ligand Targeting to Primary Cultured Tumor Endothelial Cells by a CellBased SELEX Method. PLos ONE. 2012;7(12).
26.
Li JJ, Fang X, Tan W. Molecular Aptamer Beacons for Real-Time Protein Recognition. Biochemical and Biophysical Research Communications. 2002;292:31– 40.
27.
Sun W, Du L, Li M. Advances and Perspectives in Cell-Specific Aptamers. Current Pharmaceutical Design. 2011;17(1):80–91.
28.
Berezovski M, Musheev M, Drabovich A, Krylov SN. Non-SELEX Selection of Aptamers. J AM CHEM SOC. 2006;128:1410–1.
23
29.
Wang J, Rudzinski JF, Gong Q, Soh HT, Atzberger PJ. Influence of target concentration and background binding on in vitro selection of affinity reagents. PloS one [Internet]. 2012 Jan [cited 2014 Jan 22];7(8):e43940. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3429449&tool=pmcentrez &rendertype=abstract
30.
Famulok M, Hartig S. Functional Aptamers and Aptazymes in Biotechnology , Diagnostics , and Therapy. Chemical Reviews. 2007;107(9).
31.
Wu J, Wang C, Li X, Song Y, Wang W, Li C, et al. Identification , Characterization and Application of a G- Quadruplex Structured DNA Aptamer against Cancer Biomarker Protein Anterior Gradient Homolog 2. PLoS ONE. 2012;7(9):7–9.
32.
Gold L, Ayers D, Bertino J, Bock C, Bock A, Brody EN, et al. Aptamer-Based Multiplexed Proteomic Technology for Biomarker Discovery. PLoS ONE. 2010;5(12).
33.
Shigdar S, Luczo J, Wei MQ, Bell R, Danks A, Liu K. Aptamer Therapeutics : The 21 st Century ’ s Magic Bullet of Nanomedicine. The Open Conference Proceedings Journal. 2010;1:118–24.
34.
Osborne SE, Matsumura I, Ellington AD. Aptamers as therapeutic and diagnostic reagents : problems and prospects. Current Opinion in Chemical Biology. 1997;1:5–9.
35.
Hong P, Li W, Li J, Hospital B. Applications of Aptasensors in Clinical Diagnostics. Sensors [Internet]. 2012;12:1181–93. Available from: www.mdpi.com/journal/sensors
36.
Mascini M, Tombelli S. Biosensors for biomarkers in medical diagnostics. Biomarkers. 2008;13(7-8):637–57.
37.
Medley CD, Bamrungsap S, Tan W, Smith JE. Aptamer-Conjugated Nanoparticles for Cancer Cell Detection. Anal Chem. 2012;83(3):727–34.
38.
Yin J, He X, Wang K, Xu F, Shangguan J, He D, et al. Label-Free and Turn-on Aptamer Strategy for Cancer Cells Detection Based on a DNA − Silver Nanocluster Fluorescence upon Recognition- Induced Hybridization. Analytical Chemistry. 2013;85:12011–9.
39.
Chandra P. Advances in Clinical Diagnosis through Electrochemical Aptamer Sensors. Bioanalysis and Biomedicine. 2013;5(3).
40.
Song S, Wang L, Li J, Fan C, Zhao J. Aptamer-based biosensors. Trends in Analytical Chemistry [Internet]. 2008 Feb [cited 2014 Jan 12];27(2):108–17. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0165993607002658
41.
Zhou D. Quantum dot – nucleic acid / aptamer bioconjugate-based fluorimetric biosensors. Biochem Soc Trans. 2012;40:635–9.
42.
Nguyen T, Hilto JP, Lin Q. Emerging applications of aptamers to micro- and nanoscale biosensing. Microfluidic Nanofluid. 2009;6:347–62.
24
43.
Ye M, Hu J, Peng M, Liu J, Liu J, Liu H, et al. Generating Aptamers by Cell-SELEX for Applications in Molecular Medicine. International Journal of Molecular Sciences. 2012;13:3341–53.
44.
Kang D, Wang J, Zhang W, Song Y, Li X, Zou Y, et al. Selection of DNA Aptamers against Glioblastoma Cells with High Affinity and Specificity. PLosONE. 2012;7(10):e42731.
45.
Cho H, Yeh E, Sinha R, Laurence TA, Bearinger JP, Lee LP. Single_Step Nanoplasmonic VEGF165 Aptasensor for Early Cancer Diagnosis. ACS nano. 2012;6(9):7607–14.
46.
Wu C, Chen T, Peng L, Zhu G, You M, Qiu L, et al. Building a Multifunctional Aptamer-Based DNA Nanoassembly for Targeted Cancer Therapy. Journal of The American Chemical Society. 2013;135:18644–50.
47.
Wu Y, Sefah K, Liu H, Wang R, Tan W. DNA aptamer-micelle as an efficinet detection/delivery vehicle toward cancer cells. PNAS. 2010;107(1):5–10.
48.
Keefe AD, Pai S, Ellington A. Aptamers as therapeutics. Nature reviews [Internet]. 2010 Jul [cited 2014 Jan 11];9(7):537–50. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20592747
49.
Ireson CR, Kelland LR. Discovery and development of anticancer aptamers. Mol Cancer Ther. 2006;5:2957–62.
50.
Xing H, Wong N, Xiang Y, Lu Y. DNA Aptamer Functionalized Nanomaterials for Intracellular Analysis, Cancer cell Imaging and Drug Delivery. Curr Opin Chem Biol. 2012;16:429–35.
25