Jurnal Fisika FLUX
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2016 ISSN : 1829-796X (print); 2514-1713(online) http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/f/
Aplikasi Well Logging untuk Penempatan Pipa Saringan Sumur Bor Air Tanah di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati, Kalimantan Selatan Hisna Baiti1), Simon Sadok Siregar1), dan Sri Cahyo Wahyono1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat
1)
E-mail:
[email protected] ABSTRACT- The water needs extremely increases along with the rate of population growth in Bati-Bati district year by year. Unfortunately, the clean water supply is limited. Factually, the clean water is really needed considering the role of it, which is essential for the life sustainability and industrial necessity. The water can be from the groundwater which can be obtained from aquifer. Therefore, this study aims at determining the aquifer layer to set the bore well filter pipe. To determine the aquifer layer is by arranging stones litology of bore wells based on bore cutting result which is correlated with the data result of Well Logging. Cutting bore result is obtained from the rock flakes lifting to the surface by being drilled. Furthermore, the data of well logging result is got by measuring. Well Logging uses Rescsalog product, which results in the reading of Log Gamma Ray, Resistivity and Log Spontaneous Potential. The result is the first well filter pipe position is set in 57-61, 66-98 and 115-125 m. Meanwhile, the second well is set in 4351, 79-82, 99-102, 105-119 and 130-133 m. Keywords: aquifer, Banyu Irang, groundwater, well logging
I.
PENDAHULUAN Sumber air di Indonesia sangat melimpah, namun persebaran sumber air tanah pada beberapa kota tidak merata dikarenakan perbedaan geologi. Sumber air bisa didapatkan dari air permukaan, air tanah atau air hujan. Sumber air banyak dimanfaatkan di berbagai sektor, contohnya untuk pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri. Sektor industri, air memiliki manfaat yang sangat banyak, seperti bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, bahan baku industri minuman dan sebagai pendingin sistem. Namun, seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk di Kecamatan Bati-Bati dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga kebutuhan air pun juga meningkat. Sementara, persediaan air bersih sangat terbatas. Sehingga diperlukan persediaan air bersih yang memadai untuk
kelangsungan kehidupan, baik untuk manusia, hewan maupun tumbuhan agar tidak terjadi degradasi lingkungan, penurunan kualitas cadangan air tanah dan akan berdampak bagi keberadaan air tanah untuk keperluan air baku masyarakat. Air tanah bisa didapatkan dari suatu akuifer yaitu berupa suatu unit batuan yang dapat menghasilkan air, selanjutnya dapat digunakan untuk sumur atau mata air (Heath, 1987). Kadang-kadang formasi batuan tidak dapat diidentifikasi dengan jelas jika hanya melalui pengeboran. Oleh karena itu, geofisika logging diterapkan setelah pengeboran dan sebelum casing. Metode well logging pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui keberadaan akuifer untuk pemasangan screen yang tepat untuk cadangan air tanah dalam sumur karena hasil dari air sumur sangat tergantung pada rancangan dan lokasi kedalaman screen.
105
106 Jurnal Fisika FLUX, 13(2), 2016. Hal. 105-110 Oleh karena itu, untuk memaksimalkan potensi suatu sumur bor maka perlu penafsiran yang tepat yaitu dengan metode analisa cutting dan pengukuran elektrikal logging untuk melihat potensi penyebaran lapisan tanah secara vertikal untuk melihat secara detail kondisi penyebaran susunan lapisan tanah dan posisi akuifer secara vertikal (Ilyas, 2009). Metode analisa cutting ini akan mendapatkan suatu hasil litologi batuan yaitu berbagai jenis batuan yang dilalui oleh bor yang terangkat ke atas. Namun, karena kedalaman cutting diperoleh dari perkiraan driller maka diperlukan metode lain untuk menguatkan hasil yang tepat yaitu metode pengukuran elektrikal logging dengan menggunakan log SP dan log Resistivitas. Metode pengukuran logging dimungkinkan karena lapisan batuan yang terisi oleh air mudah mengalirkan arus listrik dan mempunyai nilai potensial yang dialirkan. 1.1 Kondisi Geologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian terletak di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati, Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan, yang merupakan rencana pembangunan pabrik pakan ternak. Secara geologi, daerah penelitian dan sekitarnya dibangun oleh batuan dari Formasi Aluvium dan Dahor. Formasi dahor yaitu yang memiliki litologi berupa batu lempung pasiran, berumur Miosin Akhir hingga Pliosen. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Warukin sedangkan formasi aluvium yaitu yang terdiri dari berbagai jenis batuan seperti kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur (Margono, 1997). 1.2 Konsep Dasar Well Logging dan Cutting Metode Well Logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang sumur untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri fisik batuan di bawah permukaan (Harsono, 1997). Sedangkan cutting adalah suatu metode yang digunakan untuk mengambil serpihanserpihan batuan akibat tergerusnya batuan
oleh mata bor berlangsung.
pada
saat
pemboran
1.3 Air Tanah Air tanah merupakan sumberdaya alam terbarukan yang memiliki peran sangat penting karena merupakan sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan hajat manusia seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi dan pertambangan. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah mula-mula akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kondisi jenuh. Apabila kondisi tersebut telah tercapai maka air yang dimaksud akan bergerak dalam dua arah yaitu arah horizontal sebagai aliran antara (interflow) dan arah vertikal sebagai perkolasi. Air yang terperkolasi inilah yang akan mengisi tampungan air tanah yang selanjutnya disebut sebagai air tanah (Todd, 2008). Dari sudut pandang terjadinya air tanah, semua batuan yang mendasari permukaan bumi dapat diklasifikasikan baik sebagai akuifer atau sebagai Confining Beds. Akuifer merupakan suatu unit batuan yang akan menghasilkan air yang dapat digunakan untuk sumur atau mata air. Confining Beds adalah unit batuan yang memiliki konduktivitas hidrolik yang sangat rendah yang membatasi pergerakan air tanah baik masuk atau keluar dari akuifer yang berdekatan. Air tanah terjadi di perairan di dua kondisi yang berbeda. Di mana air hanya sebagian mengisi akuifer, di atas permukaan zona jenuh dengan bebas dapat meningkat dan menurun. Air tersebut dikatakan tidak terbatasi disebut sebagai unconfined akuifer (akuifer tidak terbatas). Kondisi kedua di mana air benar-benar mengisi akuifer yang ditutupi oleh confining beds, air di akuifer dikatakan terbatas disebut sebagai artesis akuifer (akuifer terbatas) (Heath, 1987). Sifat batuan terhadap air tanah dibedakan menjadi: akuifer, batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air yang cukup berarti misal pasir, kerikil, batu pasir, batugamping yang berlubang-lubang atau lava yang retak-retak; akuiklud, batuan yang
Baiti, H.,dkk. Aplikasi Well Logging untuk...
hanya dapat menyimpan air dan tidak dapat mengalirkan; akuifug, batuan yang tidak dapat menyimpan dan tidak dapat mengalirkan air; dan akuitar, batuan yang dapat mengalirkan air (Supadi, 2005). II.
METODE PENELITIAN Alat dan bahan yang digunakan yaitu digital Data Logger sebagai alat komunikasi dari sonde ke laptop, Winch sebagai alat penggerek sonde (alat yang dimasukkan ke lubang untuk membaca parameter sesuai dengan jenis sondenya), mud Pit sebagai ground dalam Log Resistivity dan Log SP, speed control untuk mengatur kecepatan turun dan naiknya probe, tripod sebagai katrol penyangga kabel pada sonde menuju lubang, stavolt untuk menstabilkan tegangan arus listrik, Software wellcad sebagai software pengolahan data Well Logging, software Rockworks digunakan untuk mengkorelasikan logging dan juga coring. Prosedur penelitian terlihat seperti pada Gambar 1. Survei Lapangan
Coring
Pengukuran Well Logging
Litologi Cross Section dari dua sumur
Penempatan Pipa Saringan Gambar 1. Prosedur penelitian
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan lapisan akuifer dengan cara menyusun litologi batuan pada dua sumur bor berdasarkan hasil cutting bor yang
107
dihubungkan dengan data hasil Well Logging. Hasil cutting bor didapatkan dari pengangkatan batuan ke atas permukaan dengan cara dibor. Sedangkan data hasil Well Logging didapatkan dari pengukuran Well Logging menggunakan produk Rescsalog yang menghasilkan pembacaan Log Gamma Ray, Log Resistivity dan Log Spontaneous Potensial. Pengukuran data dilakukan dengan menghubungkan semua peralatan dan menentukan serta memastikan respon alat dari hasil pembacaan probe yang dipakai. Setelah respon alat terbaca, maka memastikan probe pada lubang terletak pada titik 0 lubang yaitu sejajar dengan permukaan lubang. Selanjutnya memutar kecepatan speed control secara perlahan sehingga probe akan turun secara perlahan. Ketika probe sudah mencapai dasar, speed control diubah pada posisi up untuk pembacaan Log Resistivity dan Log SP. Namun, sebelum dilakukan pengukuran logging terlebih dahulu dilakukan pengeboran yang bertujuan membuat lubang untuk pemasangan pipa saringan dan mengambil cutting dan diperoleh hasil cutting. Pengukuran dilakukan pada kedua titik. Data pengukuran yang dilakukan ada dua yaitu data cutting dan data Well Logging. Data cutting yaitu data yang dihasilkan dari serpihan-serpihan batuan akibat tergerusnya batuan oleh mata bor pada saat pemboran berlangsung dan data Well Logging yaitu data yang diperoleh dari pengukuran logging dengan cara memasukkan probe ke dalam sumur. 3.1 Kedalaman dan Ketebalan Akuifer Hasil litologi tersebut kemudian dihubungkan dengan sifat batuan terhadap air tanah yaitu lempung pasiran termasuk dalam kelompok akuitar yang berarti batuan ini hanya dapat mengalirkan fluida sedangkan lempung termasuk dalam kelompok akuiklud atau batuan yang hanya mampu menyimpan fluida serta batuan kerikil dan pasir termasuk dalam kelompok
108 Jurnal Fisika FLUX, 13(2), 2016. Hal. 105-110 akuifer atau batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan fluida. Sehingga kedalaman
dan ketebalan akuifer dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Litologi batuan dan posisi Screen sumur 1 Lapisan ke-
Kedalaman
Ketebalan
Litologi
Kondisi batuan
Posisi Screen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
0–3 3 – 10 10 – 20 22 – 32 32 – 37 37 – 40 40 – 45 45 – 55 55 – 57 57 – 61 61 – 73 73 – 98 98 – 102 102 – 107 107 – 109 109 – 115 115 – 125 125 – 136
3 7 10 10 5 3 5 10 2 4 12 25 4 5 2 6 10 11
Top soil Pasir Kerikil Pasir Lempung Pasir Kerikil Lempung pasiran Lempung Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung pasiran Lempung Lempung pasiran Lempung Pasir Lempung pasiran
Akuiklud Akuifer Akuifer Akuifer Akuiklud Akuifer akuifer Akuitar Akuiklud Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuifer Akuitar
Tidak disarankan Kurang disarankan Kurang disarankan Kurang disarankan Tidak disarankan Kurang disarankan Kurang disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan
Tabel 2. Litologi batuan dan posisi Screen sumur 2 Lapisan ke-
Kedalaman
Ketebalan
Litologi
Kondisi batuan
Posisi Screen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0–4 4 – 15 15 – 17 17 – 22 22 – 27 27 – 35 35 – 43 43 – 48 48 - 51 51 – 79 79 – 83 83 – 99 99 – 102 102 – 106 106 – 115 115 – 120 120 – 124 124 – 130 130 – 133 133 – 136
4 11 2 5 5 8 8 5 3 28 4 16 3 4 9 5 4 6 3 3
Top soil Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung pasiran Krikil Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung pasiran Pasir Lempung Pasiran Lempung Lempung pasiran Pasir Lempung
Akuiklud Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuifer Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuifer Akuitar Akuiklud Akuitar Akuifer Akuiklud
Tidak disarankan Kurang disarankan Tidak disarankan Kurang disarankan Tidak disarankan Kurang disarankan Tidak disarankan Disarankan Disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Tidak disarankan Disarankan Tidak disarankan
Penelitian ini memfokuskan pada akuifer. Akuifer pada sumur 1 didapatkan pada kedalaman 3-32, 37-45, 57-61, 73-98, dan
115-125 m. Sedangkan pada sumur dua didapatkan pada kedalaman 4-15, 17-22, 2735, 43-51, 79-83, 99-102, 106-115, dan 130-133
Baiti, H.,dkk. Aplikasi Well Logging untuk...
m. Selanjutnya perbandingan hasil Well Logging 1 dan Well Logging 2 menunjukkan bahwa pasir dan kerikil atau lapisan akuifer pada kedalaman >40 m tidak menyatu yang berarti bukan lapisan yang sama. 3.2 Kedudukan Pipa Saringan (Screen) Pipa saringan dibuat dari pipa PVC yang dilubangi dan dilapisi ijuk. Lubanglubang tersebut mampu menahan pasir dan kerikil agar tidak masuk ke sumur. Syarat pemasangan pipa saringan yaitu diletakkan lebih dari kedalaman 40 m agar tidak mengganggu air sumur warga dan diletakkan pada lapisan akuifer. Hasil litologi batuan dan kedalaman akuifer terlihat pada Tabel 1. dan 2. juga terdapat berbagai kondisi batuan yaitu akuiklud, akuitar dan akuifer. Karena penelitian ini bertujuan menempatkan pipa saringan maka saringan ditempatkan pada kedalaman yang merupakan lapisan akuifer dan syarat yang lainnya yaitu pada kedalaman lebih dari kedalaman 40 m sehingga dapat ditentukan kedudukannya yaitu pada sumur pertama diletakkan pada kedalaman 57-61, 73-98, dan 115-125 m atau pada tabel yang menyatakan “disarankan”. Kata “kurang disarankan” pada tabel karena tidak memenuhi syarat atau kurang dari 40 m yang bisa menyebabkan terganggunya sumur air warga jika ditempatkan pipa saringan sumur bor air tanah pada kedalaman tersebut dan kata “tidak disarankan” karena bukan merupakan akuifer melainkan akuitar atau hanya mampu mengalirkan air dan akuiklud atau hanya mampu menyimpan air. Pipa saringan sumur kedua diletakkan pada kedalaman 43-51, 79-83, 99-102, 106-115, dan 130133 m. Sebelum dilakukan penempatan pipa saringan terlebih dahulu dilakukan proses reaming atau pembesaran lubang yang selanjutnya akan diturunkan pipa-pipa biasa maupun pipa saringan, pembersihan lubang, proses gravel pack atau dinding lubang bor yang diisi dengan kerikil atau pasir kasar untuk mencegah pasir dan partikel pasir halus yang bergerak dari tanah akuifer ke dalam sumur, dan
109
grouting (semen) untuk memberikan segel terhadap kemungkinan kontaminasi dari permukaan serta proses penyelesaian sumur lainnya. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Akuifer pada sumur 1 didapatkan pada kedalaman 3-32, 37-45, 57-61, 73-98, dan 115125 m. Sedangkan pada sumur 2 didapatkan pada kedalaman 4-15, 17-22, 27-35, 43-51, 7983, 99-102, 106-115, dan 130-133 m. 2. Perbandingan hasil Well Logging 1 dan Well Logging 2 menunjukkan bahwa pasir dan kerikil atau lapisan akuifer pada kedalaman >40 m tidak menyatu yang berarti bukan lapisan yang sama. 3. Kedudukan pipa saringan sumur pertama diletakkan pada kedalaman 57-61, 73-98, dan 115-125 m sedangkan pada sumur kedua diletakkan pada kedalaman 43-51, 79-83, 99-102, 106-115, dan 130-133 m. V. DAFTAR PUSTAKA Ellis, D.V. & Singer, J.M., 2008. Well Logging for Earth Scientist. Netherlands: Spinger. Foth, H.D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah; edisi keenam. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pertama. Harsono, A., 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Jakarta: Schlumberger Oilfield Services. Heath, R. C., 1987. Basic Ground-Water Hydrology. USA: United States Government Printing Office. Ilyas, A., 2009. Analisa Cutting dan Pengukuran Elektrikal Logging pada Pengeboran Air Tanah untuk Irigasi Sawah di Daerah Garongkong Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Ka. Barru Prov. Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Enjiniring. 12,pp. 159-164. Margono, U., Sutrisno, & E. Susanto., 1997. Peta Geologi Lembar Kandangan, Kalimantan, skala 1:250.000. Bandung:
110 Jurnal Fisika FLUX, 13(2), 2016. Hal. 105-110 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Schlumberger., 1989. Log Interpretation Principle Aplication. Texas: Seventh Printing.
Supadi., 2005. Pengelolaan Air Permukaan di Wonoharjo Kabupaten Karanganyar. Jurnal Keairan. 2,pp. 64-71. Tood, D.K., 1980. Groundwater Hidrology, Second Edition. Berkeley, University of California